Paradigmatik dan Sintagmatik PENDAHULUAN

45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Paradigmatik dan Sintagmatik

Ferdinand De Saussure mengatakan bahwa bahasa merupakan sebagai sistem tanda. Untuk bisa mencapai makna yang diharapkan melalui tanda-tanda terdapat semacam main rules atau aturan utama yang menjadikan bahasa lebih bermakna. Pada sebuah kajian mengenai strukturalisme dan pasca strukturalisme bahasa, dalam melihat sebuah tanda terdapat berbagai macam fase lain. Juga tanda tidak dapat dilihat hanya dengan secara individu. Terdapat sebuah relasi dan kombinasinya dengan tanda-tanda lainnya dalam sebuah sistem. Proses penganalisaan tanda yang berdasarkan sistem atau kombinasi mengikutkan apa yang disebut aturan pengkombinasian yang terdiri dari dua aksis., yaitu paradigmatik, yaitu cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda berdasarkan aturan atau kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna. Aksis sintagmatik adalah tanda tersusun dalam susunan tertentu jukstaposisi. Barthes 1964 mengembangkan pandangan ini dengan berbicara tentang sintagme dan sistem sebagai dasar untuk menganalisis gejala kebudayaan sebagai tanda. Sintagme adalah suatu susunan yang didasari hubungan sintagmatik. Lebih jelas mengenai sintagmatik dan paradigmatik dijabarkan melalui pembahasan dibawah ini. Contoh dalam hal ini menganalisis dari unsur busana, yaitu a tutup kepala, b pelindung tubuh bagian atas, c pelindung tubuh bagian bawah, dan d alas kaki. Urutan a sampai d disebut dengan urutan sintagmatis. Setiap bagian atau gabungannya merupakan sintagme. Keseluruhan urutan itu membentuk satu struktur. Setiap unsur sudah mempunyai tempat sendiri serta saling membedakan sehingga membentuk “makna” fungsi masing – masing, dan, karenanya, unsur-unsur itu berada dalam suatu relasi paradigmatik. Unsur-unsur itu terjukstaposisi teratur dalam susunan dalam suatu susunan, yang disebut susunan sintagmatik Hoed, 2011: 12. Konsep sintagmatik dan paradigmatik menyangkut sifat relasi hubungan antarkomponen dalam struktur dan sistem. Relasi sintagmatik adalah relasi antarkomponen dalam struktur yang sama, sedangkan relasi paradigmatik adalah Universitas Sumatera Utara 46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA relasi antara komponen dalam suatu struktur dan komponen lain di luar struktur itu. Contoh : 1 Anjing mengigigit Ali 2 Ali Mengigigit Anjing Dalam 1 di atas, relasi antara anjing, menggigit, dan Ali sudah tertentu sesuai dengan urutannya dan mempunyai makna tertentu. Relasi ini disebut sintagmatik. Jika urutannya berubah lihat contoh 2 di atas maka relasi sintagmatiknyaberubah dan maknanya pun berubah. Komponen anjing, mengigigit, dan Ali berada di dalam sebuah struktur. Dalam pada itu, secara asosiatif, anjing merupakan sejumlah kata yang berkaitan secara maknawi, seperti kata kucing, harimau, atau ular. Begitu pula menggigit mempunyai relasi asosiatif dengan memakan, menerkam, atau melukai, dan Ali berkaitan secara relasional asosiatif dengan Ahmad, Munir, atau Johnny. Hubungan in absentia ini disebut relasi paradigmatik dan terjadi dengan komponen di luar struktur Hoed, 2011: 31. Asosiatif mempunyai pengertian KBBI bersifat asosiasi. Asosiasi mempunyai pengertian tautan, pembentukan hubungan atau pertalian gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indra. Bahasa adalah sebuah struktur yang mempunyai aturan main tertentu. Dalam bahasa, kita harus mematuhi aturan main bahasa sintaks, grammar untuk menghasilkan sebuah bahasa atau ekspresi yang bermakna. Menurut semiotika Saussurrean, apapun bentuk pertukaran tanda, ia harus mengikuti model kaitan struktural antara penanda dan petanda yang bersifat stabil dan pasti. Perbedaan dalam bahasa, menurut Saussure, hanya dimungkinkan lewat beroperasinya dua aksis bahasa yang disebutnya aksis paradigma dan aksis sintagma. Aksis paradigma adalah satu perangkat tanda yang melaluinya pilihan- pilihan dibuat, dan hanya satu unit dari pilihan tersebut dapat dipilih. Sintagma adalah kombinasi tanda dengan tanda lainnya dari perangkat tertentu yang ada berdasarkan aturan tertentu, sehingga menghasilkan ungkapan bermakna Pilliang, 2012: 302 – 303. Universitas Sumatera Utara 47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sintagma adalah kombinasi tanda-tanda, yang didukung oleh aspek ruang. Ruang itu bersifat linear. Aktivitas analitik yang berlaku bagi proses sintagmatik ialah proses menguraikan. Satuan-satuan yang memiliki kesamaan berasosiasi di dalam memori sehingga membentuk kelompok-kelompok yang mengandung ragam relasi atau pertautan. Aktivitas analitik yang berlaku bagi paradigmatik adalah klasifikasi. Barthes, 2012: 56 Gambar 2.91 Poros Paradigma dan Sintagma Sintagma Paradigma Sumber : Piliang, 2012: 303 Aturan main pertama dalam bahasa, menurut Saussure adalah bahwa di dalam bahasa hanya ada prinsip perbedaan. Misanya, tidak ada hubungan keharusan antara kata topi dan sebuah benda yang kita pakai sebgai penutup kepala kita: apa yang memungkinkan terjadinya hubungan adalah perbedaan antara “topi”, “tapi”, “tepi”, “kopi”, dan seterusnya. Kata-kata mempunyai makna disebabkan mereka berada di dalam relasi perbedaan .jadi yang pertama dilihat di dalam strukturalisme bahasa adalah relasi, bukan hakikat tanda itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 48 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 2.92 Sintagmatik dan Paradigmatik Kalimat Kebahagiaan Ani Menggerakkan Mainan Beriringan Anak Luapan emosi Nita Membuat hidup Replika Berdampingan Perempuan Keterangan : sintagmatik Paradigmatik Sumber: Hoed, 2011: 162 Di dalam konteks strukturalisme bahasa, tanda tidak dapat dilihat hanya secara individu, tetapi tanda dilihat dalam relasi dan kombinasinya dengan tanda-tanda lainnya di dalam sebuah sistem Christomy, 2004: 91. Analisis tanda berdasarkan sistem atau kombinasi yang lebih besar ini melibatkan apa yang disebut aturan pengkombinasian the rule of combination, yang tediri dari dua aksis poros yaitu, aksis paradigmatik paradigmatic, yaitu perbendaharaan tanda atau kata seperti kamus, serta aksis sintagmatik syntagmatic, yaitu cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan rule atau kode tertentu sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna. Cara pengkombinasian tanda-tanda biasanya dilandasi oleh kode code tertentu yang berlaku di dalam sebuah komunitas bahasa. “Kode” adalah seperangkat aturan atau konvensi persetujuan bersama yang di dalamnya tanda-tanda dapat dikombinasikan sehingga memungkinkan pesan dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lain. Kode menurut Umberto Eco dalam Christomy, 2004: 91 adalah “. . . aturan yang menghasilkan tanda-tanda sebagai penampilan konkretnya di dalam hubungan komunikasi.” Tersirat dari penjelasan tersebut adanya sebuah pengerti “kesepakatan sosial” di antara anggota komunitas bahasa tentang kombinasi seperangkat tanda-tanda dan maknanya. Bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh aturan main tertentu, semacam mesin untuk memproduksi makna. Keceriaan Rina Memainkan Boneka Bersama Kakak Universitas Sumatera Utara 49 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan aksis poros bahasa yang dikembangkan oleh Saussure tersebut, Roland Barthes mengembangkan sebuah ‘model relasi’ antara apa yang disebutnya dengan sistem, yaitu perbendaharaan tanda kata, visual, gambar, dan benda dan sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu. Diagram 2.2 Struktur Relasi Bahasa Barthes Sistem paradigmatik Sintagma Sistem Pakaian Elemen-elemen pakaian yang tidak dapat sekaligus pada waktu yang sama : jas, jaket, rompi. Penjajaran elemen- elemen pakaian yang berbeda di dalam satu setelan pakaian, jas-baju- celana. Sistem Makanan Elemen makanan yang tidak lazim dimakan pada waktu bersamaan : nasi, lontong, dan kentang. Menu makanan Sistem Furnitur Beragam gaya untuk jenis furnitur yang sama : Baroq, Rococo, Art Deco, dan Pascamodern. Penataan, penjajaran, dan peletakan furnitur yang berbeda di dalam ruangan yang sama, meja-kursi, sofa. Sistem Arsitektur Beragam gaya pada elemen arsitektur yang : Corintia, Ionia, dan Mediterania. Sebuah penggambaran detail dalam sebuah ruangan. Sumber: dikutip dari Roland Barthes dalam Christomy, 2004: 93 Universitas Sumatera Utara 50 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Mitos dan Pembacaan