Sepsis 1. Defenisi Mortalitas Penderita Sepsis Berat Yang Dirawat Di Unit Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2012 – Juni 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sepsis 2.1.1. Defenisi Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon inflamasi sistemik systemic inflammatory response syndrome SIRS, sepsis berat, dan syokrenjatan septik Chen et.al,2009. Tabel 2.1. Terminologi dan Definisi Sepsis Sindroma respons inflamasi sistemik SIRS: systemic inflammatory response syndrome Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut: suhu 38°C atau 36°C frekuensi jantung 90 kalimenit frekuensi nafas 20 kalimenit atau PaCO 2 32 mmHg leukosit darah 12.000mm 3 , 4.000mm 3 atau batang 10 Sepsis Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS. Sepsis berat Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran. Ranjatan septik Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahaankan tekanan darah dan perfusi organ. Sumber: Chen et. al, 2009 Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Etiologi

Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40 kasus dari sepsis. Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70 dari penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis Munford, 2008. Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis Shapiro, 2010 Tabel 2.2. Penyebab Umum Sepsis pada Orang Sehat Sumber lokasi Mikroorganisme Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk cocci lainnya Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang lainnya Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob Sumber: Moss et.al,2012 Tabel 2.3.Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat Masalah klinis Mikroorganisme Pemasanagan kateter Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp., Serratia spp., Pseudomonas spp. Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis, Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Candida albicans Universitas Sumatera Utara Setelah operasi: Wound infection Deep infection Staph. aureus, E. coli, anaerobestergantung lokasinya Tergantung lokasi anatominya Luka bakar coccus gram-positif, Pseudomonas spp., Candida albicans Pasien immunocompromised Semua mikroorganisme diatas Sumber: Moss et.al,2012

2.1.3. Insidensi

Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000 kematian pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok septik meningkat selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus 700.000 per tahun 3 per 1000 penduduk. Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien dengan penyakit terdahulu. Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat pada penderita usia lanjut dan sudah adanya komorbiditas sebelumnya. Meningkatnya insiden sepsis berat di Amerika Serikat disebabkan oleh usia penduduk, meningkatnya pasien usia lanjut menyebabkan meningkatnya pasien dengan penyakit kronis, dan juga akibat berkembangnya sepsis pada pasien AIDS. Meluasnya penggunaan obat antimikroba, obat imunosupresif, pemakaian kateter jangka panjang dan ventilasi mekanik juga berperan. Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian yang paling sering di seluruh dunia, terutama pada kalangan anak-anak Munford, 2008. Setiap tahunnya sekitar 750.000 kasus sepsis berlanjut menjadi sepsis berat atau syok septik di Amerika Serikat. Sepsis dapat menyebabkan kematian akibat miokard akut infark, syok septik dan komplikasi sepsis yang paling umum terjadi meruoakan penyebab kematian di unit perawatan intensif noncoronary. Terjadinya syok septik akan meningkat jika dokter melakukan tindakan operasi yang lebih agresif, organisme yang ada semakin resisten, dan penurunan daya tahan tubuh akibat penyakit dan penggunaan obat imunosuppresan. Distrubusi sepsis proporsional atau sebanding menurut jenis kelamin Widodo, 2004. Studi Universitas Sumatera Utara terbaru menunjukkan bahwa Amerika Afrika memiliki insiden yang lebih tinggi dari sepsis berat dibandingkan kulit putih 6 banding 3,6 per 1000 penduduk dan angka kematian yang tinggi di UPI 32.1 Russell, 2012.

2.1.4. Tanda dan Gejala

Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda- tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme Munford, 2008. Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan takipnea Dasenbrook Merlo, 2008. Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi. Berdasarkan studi, demam 70, syok 40, hipotermia 4, ruam makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral 70 dengan meningococcemia, dan artritis 8. Demam terjadi pada 60 dari bayi dibawah 3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun Gossman Plantz, 2008. Infeksi menjadi keluhan utama pada pasien Hinds et.al,2012. Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan LaRosa, 2010 juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan gejala disseminated intravascular coagulation DIC meningkatkankan angka mortalitas Saadat, 2008. Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia PO 2 75 mmHg, peningkatan laktat plasma, atau oliguria ≤30 ml jam meskipun sudah diberikan cairan. Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan pernapasan akut ARDS dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia PO 2 70 mmHg, F i O 2 0,4, dan kapiler paru tekanan 18 mmHg .Pada syok septik terjadi hipoperfusi organ Weber Fontana, 2007. Universitas Sumatera Utara Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut yang tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan takipnea menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya Hinds et.al,2012.

2.1.5. Diagnosis

Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi Shapiro et.al,2010. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas perlu untuk intubasi, pernapasan laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi, sirkulasi denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit, dan inisiasi cepat resusitasi Russell, 2012. Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis. Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas, masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru. Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut, dan bising usus , sangat penting dalam mengidentifikasi sumber sepsis perut. Perhatian khusus harus diberikan temuan fisik memberi Universitas Sumatera Utara kesan sumber umum infeksi atau penyakit tanda Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan divertikulitis, dan pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis. Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis, termasuk kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan neurologis terperinci adalah penting. Letargi atau perubahan mental mungkin menunjukkan penyakit neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi otak dari keadaan shock. Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang, disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital. Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga harus diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva. Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran prostat, konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses tuba-ovarium. Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan, pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksi Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari pathogen seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes Shapiro et.al,2010. Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.Pada tabel dibawah dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita sepsis. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4.Indikator Laboratorium Penderita Sepsis Pemeriksaan Laboratorium Temuan Uraian Hitung leukosit Leukositosis atau leukopenia Endotoxemia menyebabkan leukopenia Hitung trombosit Trombositosis atau trombositopenia Peningkatan jumlahnya diawal menunjukkan respon fase akut; penurunan jumlah trombosit menunjukkan DIC Kaskade koagulasi Defisiensi protein C; defisiensi antitrombin; peningkatan D-dimer; pemanjangan PT dan PTT Abnormalitas dapat diamati sebelum kegagalan organ dan tanpa pendarahan Kreatinin Peningkatan kreatinin Indikasi gagal ginjal akut Asam laktat As.laktat4mmolL36mgdl Hipoksia jaringan Enzim hati Peningkatan alkaline phosphatase, AST, ALT, bilirubin Gagal hepatoselular akut disebabkan hipoperfusi Serum fosfat Hipofosfatemia Berhubungan dengan level cytokin proinflammatory C-reaktif protein CRP Meningkat Respon fase akut Procalcitonin Meningkat Membedakan SIRS dengan atau tanpa infeksi Sumber:LaRosa,2010 Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi primer Opal, 2012 Universitas Sumatera Utara

2.1.6. Penatalaksanaan

Menurut Opal 2012, penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi : 1. Nonfarmakologi Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi 70 dengan melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal. 2. Sepsis Akut Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah 65 mmHg, menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi. a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan. b. Terapi dengan vasopresor mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis. c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat. d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negative atau jamur jika terindikasi secara klinis. e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa Xigris, suatu bentuk rekayasa genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi atau APACHE II skor 24; bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat menurunkan angka mortalitas. Universitas Sumatera Utara 3. Sepsis kronis Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan minimal selama 2 minggu.

2.1.7. Prognosis

Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi tinggi untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS, ini sendiri hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan tingkat keparahan penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis MEDS telah membuat skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor risiko, semakin besar kemungkinan pasien meninggal selama di ICUUPI Shapiro et.al,2010 Tabel 2.5.Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis MEDS Faktor resiko Skor MEDS Penyakit terminal kemungkinan kematian dalam 30 hari 6 poin Takipnea dan hipoksia 3 poin Syok Sepsis 3 poin Trombosit 150.000min 3 3 poin Bands 5 3 poin Umur 65 tahun 3 poin Pneumoniae 2 poin Pasien panti jompo 2 poin Perubahan status mental 2 poin Resiko Kematian Total skor MEDS dari kematian akibat sepsis Universitas Sumatera Utara Sangat rendah 0-4 1,1 Rendah 5-7 4,4 Sedang 8-12 9,3 Tinggi 13-15 16,1 Sangat tinggi 15 39 Sumber: Shapiro et.al,2010

2.2. UPIICU