Pengelolaan zona penangkapan ikan OJ selat madura dan sekitamya dcngan pendekatan spasial dan temporal

(1)

PENDEKATAN SPASIAL DAN TEMPORAL

BIDAWI HASYIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan Zona

Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial

dan Temporal adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum

pernah diajukan dalam bentuk apaun kepada kerguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juni 2009

Bidawi Hasyim

NIM : C561 030 214


(3)

Bidawi Hasyim. Management of Potential Fishing Zone in Madura Strait and its

Surrounding Based on Spatial and Temporal Approaches. Supervised by M. Fedi

A. Sondita, John Haluan and Mahdi Kartasasmita

Fish resources in the east part of Madura Strait has been traditionally utilized by

Situbondo fishermen. This research was aimed at: (1) describing the dynamics of

potential fishing zones (PFZ) by analyzing sea surface temperature and

chlorophyll-a content, wind velocity and wave height, and (2) developing spatial

and temporal direction of fishing operation and cooperative fishing operation

based on the distribution of PFZ. This research synthesized 10-year weekly sea

surface temperature (SST) data in the Madura Strait and its surroundings derived

from satellite remote sensing becoming 48 weekly SST data, identified and

synthesized 48 PFZs data becoming 12 monthly PFZs, then analyzed monthly

PFZ based on its distribution and density classification in each spatial units. Based

on regional planning, the fishing management zone of Situbondo can be

distinguished into 3 areas: PPI Besuki zone in the west, PPI Tanjung Pecinan

Zone in the middle and PPI Pondok Mimbo Zone in the east.

Fishermen from the three PPIs have different capacity in accessing the PFZs

identified in this research. The fishermen from PPI Besuki and Tanjung Pecinan,

especially who operate fishing boats larger than 20 GT, have better technological

capacity than the fishermen from PPI Pondok Mimbo, especially to operate during

easterly wind season. The fishermen from the first two PPIs can access most part

of the strait and its adjacent waters while those from the PPI Pondok Mimbo can

access the PFZs as far as 20 kms from the shore. Cooperative fishing operation

among the fishermen from various locations surrounding Madura Strait and its

adjacent waters is needed to promote greater access to the PFZs identified in this

research and prevent conflicts on fishing ground. Such cooperative operation

needs to be supported by inter-regional governments (Kabupatens) in the area

through wider integrated fisheries management, including development of

regional fisheries industry network.

Keywords: Capture fisheries management, remote sensing, sea surface

temperature, fishing ground, Madura Strait.


(4)

Bidawi Hasyim. Pengelolaan Zona Penangkapan Ikan di Selat Madura dan

Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial dan Temporal. Dibawah bimbingan

M. Fedi A. Sondita, John Haluan, dan Mahdi Kartasasmita.

Secara tradisional nelayan Situbondo telah memanfaatkan sumberdaya ikan

yang ada di bagian timur dari Selat Madura. Sementara itu, perairan di sebelah

timur selat ini belum dimanfaatkan secara optimal karena berbagai kendala,

seperti spesifikasi teknis unit penangkapan ikan, cuaca dan keterbatasan prasarana

pendukung. Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi dinamika zona potensi

penangkapan ikan (ZPPI) di kawasan Selat Madura dan sekitarnya melalui

analisis terhadap peta sebaran suhu permukaan laut (SPL) dan khlorofil-a yang

diperoleh dari citra penginderaan jauh; dan (2) mengembangkan pola spasial dan

temporal kegiatan penangkapan ikan berdasarkan dinamika ZPPI yang difokuskan

pada pengembangan kerjasama operasional perikanan tangkap di antara nelayan

Situbondo, serta antara Kabupaten Situbondo dengan kebupaten sekitarnya.

Daerah penelitian ini mencakup Selat Madura dan perairan sekitarnya yang

meliputi Laut Bali bagian barat, Selat Bali bagian utara, dan Laut Jawa bagian

timur sebelah utara Pulau Madura.

Data utama penelitian ini adalah suhu permukaan laut (SPL) yang diperoleh

dari penginderaan jauh satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and

Atmospheric Administration – Advanced Very High Resoltion Radiometer) tahun

1996 – 2005, yaitu data NOAA-AVHRR kanal 4 dan 5. Perhitungan SPL

dilakukan dengan menerapkan algoritma McMillin and Crossby (1984) yang

sudah biasa dipakai di LAPAN, dengan rumus : SPL = TW

4

+ 2,702 (TW

4

– TW

5

)

– 273,582, dimana SPL dalam derajat Celcius; TW

4

dan TW

5

adalah citra suhu air

laut dari masing-masing kanal 4 dan 5 tersebut; dan konstanta -273,582 adalah

konstanta pengurangan untuk mengkonversi satuan suhu dari derajat Kelvin

menjadi derajat Celcius.

Dalam penelitian ini dilakukan sintesis SPL mingguan selama 10 tahun

(1996 -2005), menghasilkan 48 ZPPI mingguan. ZPPI ditentukan berdasarkan

thermal front yang ditentukan berdasarkan gradien SPL dan kandungan klorofil-a

dari citra satelit SeaWiFs dengan kriteria sebagai berikut : (1) pembuatan kontur

SPL; (2) identifikasi dan analisis gradien SPL untuk setiap jarak 3 km (3 pixel)

sebesar 0,5

o

C; dan (3) analisis nilai kandungan klorofil-a ( > 0,3 mg/l).

Selanjutnya dilakukan sintesis 48 ZPPI mingguan menghasilkan 12 ZPPI bulanan

yang selanjunya dijadikan dasar analisis dinamika ZPPI di Selat Madura dan

perairan sekitarnya, dengan memperhatikan kondisi angin dan gelombang, serta

serta kedalaman perairan berdasarkan peta laut yang dikerluarkan oleh Dishidros.

Citra-citra satelit menunjukkan bahwa variasi SPL di Selat Madura

menunjukkan perubahan yang sangat dinamis. Suhu terendah terjadi pada bulan

Desember dalam kisaran 26

o

- 30

o

C ketika angin bertiup dari barat, sedangkan

suhu tertinggi terjadi pada bulan September dengan kisaran 28

o

– 32

o

C ketika

angin bertiup dari timur, tenggara dan selatan. Kandungan klorofil-a di Selat

Madura umumnya berada dalam kisaran 0,4 – 1,0 mg/m

3

. Sementara itu, kondisi


(5)

utara dan selatan terhalang oleh daratan Pulau Madura, Pulau Jawa dan pulau Bali

yang mengelilingi Selat Madura sehingga periode angin-angin tersebut

menyebabkan Selat Madura relatif tenang sepanjang tahun, kecuali ketika angin

bertiup dari timur yang umumnya berlangsung pada periode mulai dari bulan Juni

hingga September. Sumberdaya ikan yang dominan tertangkap di Selat Madura

oleh nelayan Situbondo adalah lemuru, tongkol, layang, kembung dan selar,

dengan komposisi yang berubah-ubah berkaitan erat dengan musim.

Mengacu pada Rencana Tata Ruang Kabupaten Situbondo maka wilayah

pengelolaan perikanan Kabupaten Situbondo dapat dibagi menjadi 3 zona

berdasarkan lokasi pusat pendaratan ikan (PPI) yang ada, yaitu zona PPI Besuki

yang terletak di sisi paling barat, zona PPI Tanjung Pacinan di bagian tengah, dan

zona PPI Pondok Mimbo yang terletak di sisi paling timur. Ketika musim angin

timur, zona penangkapan ikan PPI Pondok Mimbo mengalami dampak musiman

berupa angin kencang dan gelombang tinggi, sementara itu zona PPI Besuki

mengalami dampak musiman yang paling kecil.

Optimalisasi perikanan tangkap Situbondo dapat dilakukan dengan mengatur

pola kegiatan penangkapan pada ZPPI dalam unit spasial yang dapat diakses oleh

nelayan dari PPI bersangkutan. Ada 4 opsi pola kegiatan penangkapan ikan yang

teridentifikasi, yaitu: (1) setiap nelayan beroperasi di dalam zona PPI

masing-masing; (2) nelayan dari zona PPI yang berbeda bekerjasama di dalam wilayah

pengelolaan perikanan Kabupaten Situbondo; (3) nelayan Situbondo bekerjasama

dengan nelayan PPI lain di sekitarnya yang sama-sama beroperasi di Selat

Madura; dan (4) nelayan Situbondo bekerjasama dengan nelayan dari PPI lain

yang beroperasi di Selat Bali, Laut Bali dan Laut Jawa bagian timur sebelah utara

Pulau Madura. Keempat opsi tersebut perlu diterapkan dalam pengelolaan

perikanan tangkap Kabupaten Situbondo.

Berdasarkan dinamika ZPPI dan kapasitas teknis yang dimilikinya, nelayan

Besuki selain beroperasi di dalam zona PPI Besuki sendiri, juga dapat

memperluas daerah penangkapan ikan pada tiga arah, yaitu ke sebelah barat laut

hingga di sebelah utara Paiton, ke utara hingga perairan di sebelah selatan

Pamekasan, dan ke arah timur laut hingga ke sebelah barat atau barat laut Tanjung

Pecinan. Nelayan Besuki yang menggunakan perahu motor 10 – 20 GT diarahkan

untuk bekerjasama dengan nelayan lokal lain untuk mengakses ZPPI virtual dalam

unit spasial di perairan yang jaraknya 10 – 20 km dari garis pantai di sisi timur

laut Probolinggo, serta sebelah barat laut dan timur laut PPI Tanjung Pecinan.

Nelayan Besuki yang menggunakan perahu motor di atas 20 GT diarahkan untuk

bekerjasama dengan nelayan lokal untuk mengakses unit spasial ZPPI virtual

dalam unit spasial di perairan yang jaraknya lebih dari 20 km sebelah utara sampai

timur laut Pondok Mimbo, sebelah selatan Pamekasan hingga sebelah tenggara

Sumenep. Selain itu, nelayan Besuki dapat melakukan kerjasama dengan nelayan

lokal lainnya untuk mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di perairan Laut

Jawa antara sebelah utara Pamekasan sampai utara Pulau Raas. Cakupan daerah

penangkapan ikan yang luas ini menunjukkan keunggulan teknis dari armada

penangkapan ikan yang berasal dari PPI Besuki dibandingkan dengan nelayan

Situbondo lainnya.


(6)

ini terutama disebabkan oleh pola lintasan pergerakan massa air laut dan

sumberdaya ikan di antara zona Pondok Mimbo dan Besuki. Nelayan Tanjung

Pecinan yang menggunakan perahu motor 10 – 20 GT dapat diarahkan untuk

bekerjasama dengan nelayan Sitobondo lain untuk melakukan operasi

penangkapan ikan di ZPPI virtual dalam unit spasial di perairan yang berjarak

kurang dari 20 km dari pantai Besuki dan Pondok Mimbo. Nelayan Tanjung

Pecinan yang menggunakan perahu motor ukuran di atas 20 GT diarahkan untuk

melakukan kerjasama dengan nelayan lokal lain untuk melakukan operasi

penangkapan ikan pada perairan yang jaraknya lebih dari 20 km dari pantai

Besuki dan Pondok Mimbo. Nelayan Tanjung Pecinan dan Besuki yang

sama-sama menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT dapat diarahkan untuk

melakukan kerjasama penangkapan ikan agar dapat mengakses ZPPI virtual dalam

unit spasial di Selat Madura yang jaraknya lebih dari 20 km di sebelah

Probolinggo, di sisi utara Selat Madura sebelah selatan Sampang sampai selatan

pulau Raas, di Laut Jawa sebelah utara Pamekasan sampai Pulau Raas.

Lokasi dan jumlah ZPPI dalam unit spasial pada zona penangkapan ikan PPI

Pondok Mimbo juga selalu berubah-ubah, tersebar dalam kawasan perairan yang

lebih luas dibandingkan dengan unit spasial dalam zona PPI Besuki dan Tanjung

Pecinan. Kondisi ini menunjukkan bahwa nelayan dari PPI Pondok Mimbo

mempunyai potensi sumberdaya ikan yang lebih besar dibandingkan dengan

nelayan dari PPI lain di sekitar Selat Madura. Namun demikian, spesifikasi teknis

perahu motor yang digunakan tidak mampu untuk mengatasi angin kencang dan

gelombang tinggi dari timur sehingga nelayan Pondok Mimbo tidak mampu

mengakses ZPPI dalam unit spasial yang luas tersebar di perairan yang berjarak

lebih dari 20 km dari pantai Pondok Mimbo. Nelayan Pondok Mimbo yang

menggunakan perahu motor 10 – 20 GT dapat diarahkan untuk bekerjasama

dengan nelayan lokal lain untuk mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di

sebelah timur dan timur laut Tanjung Pecinan, serta dengan nelayan Banyuwagi

untuk mengakses bagian utara dari Selat Bali

Kerjasama di antara nelayan dari berbagai lokasi di atas sudah seharusnya

difasilitasi oleh beberapa Pemerintah Daerah yang bersangkutan, yaitu Kabupaten

Situbondo, Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Banyuwangi, dan

Provinsi Jawa Timur. Kerjasama antar Pemerintah Daerah ini tidak terbatas pada

akses zona penangkapan ikan, tetapi juga termasuk pembangunan jaringan

industri perikanan yang melibatkan sub-sistem penangkapan ikan yang berpusat di

tepian selatan Selat Madura (di antaranya adalah Situbondo) dan sub-sistem

pengolahan ikan yang saat ini berpusat di Banyuwangi. Melalui kerjasama ini

diharapkan nelayan dapat mengakses ZPPI dalam unit spasial lebih banyak dalam

rangka meningkatkan produktivitas dan pengelolaan ikan hasil tangkapan untuk

kesejahteraan nelayan dan pembangunan Kabupaten Situbondo.


(7)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a.

pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis

atau tinjauan suatu masalah

b.

pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

2. Dilarang mengumumkan sebagian atau seluruh karya tulis dalam

bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

PENDEKATAN SPASIAL DAN TEMPORAL

BIDAWI HASYIM

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Doktor

Pada Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup

:

1. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.

:

2. Dr. Ir. Domu Simbolon, MS.

Penguji pada Ujian Terbuka

:

1. Prof (R). Dr. Ir. Subhat Nurhakim, M.Sc.

:

2. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Sc.


(11)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia

rahmat dan nikmatNya sehingga disertasi dengan judul “Pengelolaan Zona

Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial

dan Temporal”.ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini disusun untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan –

Institut Pertanian Bogor, dan sebagai bagian dari upaya memberikan konstribusi

bagi pembangunan perikanan tangkap khususnya untuk Kabupaten Situbondo.

Penulis dapat mengikuti pendidikan sampai S3 dan menyelesaikan disertasi pada

Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan IPB ini, atas jasa serta do’a dari

ayahanda H. Asna’i (alm) dan ibunda Hj Yatim yang paling penulis hormati, serta

isteri tercinta Hj. Erna Marliana.

Dengan selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1.

Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Profesor

Dr. Ir. John Haluan M.Sc. dan Dr. Ir. Mahdi Kartasasmita MS. selaku Anggota

Komisi Pembimbing Disertasi;

2.

Prof Dr Ir Indra Jaya, M.Sc., Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

yang mewakili Rektor IPB pada Ujian Terbuka;

3.

Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Wakil Dekan yang mewakili Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Ujian Tertutup;

4.

Profesor Dr. Ir. John Haluan M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknologi

Kelautan, Sekolah Pascasarjana IPB;

5.

Dr. Ir. Budy Wiryawan M.Sc., dan Dr. Ir. Domu Simbolon MS. selaku

penguji luar pada Ujian Tertutup;

6.

Prof (R) Dr. Ir. Subhat Nurhakim, M.Sc. dan Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol,

M.Sc. selaku penguji luar pada Ujian Terbuka;

7.

Profesor (Emeritus) Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M.Sc. yang selalu memberikan

dorongan semangat sejak penulis mengikuti program studi S3 Teknologi

Kelautan IPB;

Pada kesempatan ini, penulis tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih

atas dukungannya dalam penyelesaian disertasi ini, kepada :

1.

Dr. Adhyaksa Dault, S.H., M.Si., Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI,

sebagai pimpinan sekaligus sahabat sejak kuliah bersama pada Program Studi

Teknologi Kelautan IPB;

2.

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS., selaku dosen sekaligus teman diskusi sejak

penulis mengikuti pendidikan S2 Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Lautan IPB;

3.

Dr. Bambang Koesoemanto, M.Sc., Sekretaris Utama LAPAN;

4.

Drs. Bambang Setiawan Tejasukmana, Dipl.Ing., Deputi Bidang Sains

Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN serta sahabat sejak kuliah

bersama pada Departemen Fisika – Institut Teknologi Bandung (ITB);

5.

Dra. Ratih Dewanti, M.Sc., selaku Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan

dan Teknologi Penginderaan Jauh (Pusbangja) LAPAN, dan Ir. Agus Hidayat,

M.Sc. selaku Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN ;

6.

Dra. Yuni Purwanti, M.Pd., Asisten Deputi Olahraga Pendidikan; Dra.

Marheni Diah, M.Pd., Kepala Bidang Olahraga Kesiswaan; serta para Kepala


(12)

7.

dr. Fatimah, Sp. KO., Asisten Deputi Standardisasi, Akreditasi, dan Sertifikasi

(SAS) Keolahragaan - Kemenegpora, beserta para Kepala Bidang dan

kawan-kawan pada Asdep SAS Keolahragan - Kemenegpora;

8.

Prof. Dr. Husein Argasasmita, M.A., Ketua Lembaga Akreditasi Nasional

Keolahragaan (LANKOR). Kemenegpora;

9.

Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc., Kepala Bidang Pemanfaatan Penginderaan

Jauh; Dr. Ir. Donny Kushardono, M. Eng. Sc., Kepala Bidang Pengembangan

Teknologi Penginderaan Jauh; Ir. Totok Suprapto, MT., Kepala Bidang

Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan; serta Ir. Nursaid, M.Si.,

Kepala Instalasi Lingkungan dan Cuaca, Pusbangja - LAPAN;

10.

Prof (R) Dr. Ir. Asikin Djamali dan Dr. Ir. M. Hutomo, Lembaga Penelitian

Oseanologi LIPI, juga atas bantuannya dalam pengadaan literatur oseanografi;

11.

Dra. Maryani Hartuti, M.Sc., Teguh Proyogo ST., Sayidah Sulma, SPi.,

Suwarsono S.Si., Yudi Prayitno, ST., Drs. Islam Widya Bagja, sdr Bambang

Susilo dan teman-teman di LAPAN Pekayon, dalam perolehan data dan

pengolahan data satelit penginderaan jauh;

12.

Roy Hidayat, S.Pi., M.Si, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Situbondo atas bantuannya dalam pengadaan literatur tentang perikanan di

Kabupaten Situbondo;

13.

Teman-teman dari Sekretariat Pasca Sarjana IPB khususnya Pak Jayana,

sekretariat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, serta Mbak Shinta,

Mbak Hani dan Pak Iwan dari Sekretariat Program Studi Teknologi Kelautan

IPB, dalam penyelesaian administratif perkuliahan dan disertasi;

14.

Sanak saudara atas sambung do’a dan dorongan semangatnya untuk

menyelesaikan pendidikan dan disertasi ini;

15.

Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian

disertasi Pascasarjana Program Studi Teknologi Kelautan IPB.

Penulis berharap, disertasi ini bermanfaat bagi penentu kebijakan dan pelaku

perikanan tangkap khususnya di daerah penelitian yaitu Kabupaten Situbondo,

penentu kebijakan dan pengambil keputusan di bidang penginderaan jauh LAPAN

dalam meningkatkan penelitian pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh

untuk kelautan dan perikanan, serta memotivasi teman-teman peneliti di instansi

penulis bekerja untuk meningkatkan kedewasaan ilmiah.

Semoga pendidikan yang telah penulis jalani dan disertasi ini menjadi

contoh dan penyemangat bagi anak-anak dan menantu tersayang yaitu : Akhmad

Ardiyansyah SE., Lita Aryani, SP., Muhammad Lukman, A.Md., Budi Muliawan,

Arlina Ratnasari (penerus pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB), Aulia

Irfana Perdani, ST., serta cucunda terkasih Naila Zahra Azalia Mayrani serta

generasi penerus penulis untuk mencapai jenjang pendidikan tertinggi.

Jakarta, Juni 2009


(13)

Penulis lahir pada tanggal 19 Oktober 1953 di Situbondo - Jawa Timur, anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan ayah H. Asna’i dan ibu Hj. Yatim. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1980, penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sejak 1 Maret 1980. Lulus S2 Pasca Sarjana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PS-SPL) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 31 Januari 2003, kemudian pada bulan Juni 2003 melanjutkan ke Program S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan (PS-TKL) – Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Penulis pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam bidang teknologi pengolahan data dan komputer, serta penginderaan jauh dan sistem informasi geografis baik di dalam dan di luar negeri, antara lain di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Kanada, Italia, dan Belanda. Secara khusus, penulis pernah belajar aplikasi penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan di Japan National Fisheries Risearch Institute, Tokyo tahun 1987-1988.

Penulis secara konsisten melakukan penelitian di bidang aplikasi data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan sejak 1983. Menjadi Peneliti Utama pada kegiatan Riset Unggulan Terpadu (RUT) dalam bidang aplikasi data penginderaan jauh untuk kualitas perairan pantai. Pernah aktif menjadi anggota Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan Laut, kerjasama penelitian aplikasi data RADAR-SAR antara negara-negara ASEAN dengan Uni Eropa, serta angota Global Research Network System (GRNS) Jepang dalam bidang oseanografi. Mengembangkan inovasi dalam bidang aplikasi data penginderaan jauh untuk penentuan zona potensi penangkapan ikan (ZPPI), pemetaan terumbu karang seluruh perairan laut Indonesia menggunakan data penginderaan jauh LANDSAT-TM (kerjasama LAPAN – LIPI), serta proyek aplikasi data penginderaan jauh untuk bina usaha. Penulis terpilih sebagai Peneliti Terbaik LAPAN tahun 1995/1996, mendapat penghargaan Satya Lencana Karya Satya 10 dan 20 tahun, serta Satya Lencana Wira Karya Pembangunan dari Presiden RI.

Penulis juga banyak membimbing tugas akhir mahasiswa S1 untuk penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh dari beberapa perguruan tinggi antara lain dari IPB, Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), Universitas Riau (UNRI), Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS), Universitas Hang Tuah Surabaya (UHT), Universitas YARSI Jakarta, serta mahasiswa S2 SPL-IPB. Penulis pernah berpartisipasi aktif pada pertemuan ilmiah dalam dan luar negeri seperti di Malaysia, Singapore, Thailand, Phillipina, China, dan Jepang. Penulis juga pernah menjadi Wakil Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Jabatan fungsional peneliti yang diemban saat ini adalah Ahli Peneliti Muda Bidang Penginderaan Jauh. Penulis sempat memegang jabatan struktural sebagai Kepala Unit Komputer Induk – Pusat Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN, Kepala Bidang Matra Laut – Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN, serta mendapat tugas sebagai Staf Ahli Kepala LAPAN Bidang Tekno Ekonomi. Selain jabatan struktural di LAPAN, penulis sempat ditugaskan untuk memangku jabatan struktural eselon I sebagai Staf Ahli Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Bidang Strategi Pembangunan Pemuda dan Olahraga, kemudian sebagai Deputi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Bidang Pemberdayaan Olahraga pada Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.


(14)

bathymetry

: kedalaman perairan laut (meter)

Caranx leptolepis

: ikan selar kuning

Carangidae

: famili ikan selar

Caranx sexfaciatus

: ikan

kuweh

cropping

: pemotongan citra sesuai dengan batas-batas yang

diinginkan/ditentukan

demersal

: jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan

mulai di lapisan dasar

Decapterus spp.

: ikan

layang

digital number

: nilai digital yang diterima dari satelit

NOAA-AVHRR dengan nilai antara 0 – 1023.

Euthynnus spp.

: ikan

tongkol

Feedback

dari nelayan

: data hasil tangkapan ikan dari nelayan yang

beroperasi di lokasi yang diperkirakan sebagai

tempat yang banyak ikan.

Fetch

: jarak

tempuh

angin

fish finder

: alat yang digunakan untuk mendeteksi adanya

kumpulan ikan di laut dengan menggunakan

gelombang suara (elektromagnetik)

fishing ground

: lokasi yan diduga sebagai tempat berkumpul ikan

geografis

: lokasi berdasarkan koordinat posisi

GPS

:

global positioning system

GT

: gross tonage (ukuran perahu/kapal motor)

ikan pelagis

: jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan

di lapisan permukaan laut

isobath

: garis/kontur yang menyatakan lapisan kedalaman

laut yang sama

isohaline

: ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu

kerjasama penangkapan

ikan

: kegiatan penangkapan ikan yang terkoordinasi di

antara nelayan yang berasal dari tempat berbeda

dengan tujuan untuk menghilangkan konflik di

antara mereka

klorofil-a

: kandungan hijau daun pada fitoplankton

koreksi geometrik

: koreksi citra satelit untuk menghilangkan kesalahan

akibat rotasi dan kelengkungan bumi.


(15)

KUD

: Koperasi Unit Desa

LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

mil laut (

nautical mile

)

ukuran jarak di laut sejauh 1.852 meter

Megalaspis cordyla

: ikan

selar

migrasi

: perpindahan kelompok ikan dari satu lokasi ke lokasi

perairan lainnya, karena faktor lingkungan atau

proses pertumbuhan ikan.

MSY :

maximum sustainable yield

(potensi lestari)

musim barat

: musim yang didominasi oleh angin dari arah barat,

biasanya terjadi pada bulan Desember - Februari

musim peralihan pertama

: musim

yang

merupakan

transisi dari musim barat ke

musim timur, dengan arah dan kecepatan angin yang

berubah-ubah, terjadi pada bulan Maret – Mei

musim timur

: musim yang didominasi oleh angin dari arah timur,

biasanya terjadi pada bulan Juni – Agustus

musim peralihan kedua

: musim yang merupakan transisi dari musim timur ke

musim barat, dengan arah dan kecepatan angin yang

berubah-ubah, biasanya terjadi pada bulan

September – November

nelayan

pandega

: orang yang pekerjaannya hanya melakukan kegiatan

penangkapan ikan di laut

nelayan sambilan

: orang yang kegiatannya menjadi nelayan pada

waktu tidak mengerjakan pekerjaan utamanya,

misalnya pekerjaan di pabrik gula.

nelayan pemilik

: pemilik perahu/kapal motor dan ikut serta dalam

kegiatan penangkapan ikan

Nelayan

tradionil

: nelayan yang melakukan penangkapan dengan

perahu layar atau perahu motor di bawah 5 GT.

NOAA- AVHRR

: National Oceanic and Atmospheric Administration -

Advance Very High Resolution Radiometer

overfishing

: kegiatan penangkapan ikan yang produksinya

melebihi potensi lestasi sumberdaya ikan dan/atau

upaya penangkapan ikan yang dikerahkan melebihi

tingkat upaya untuk menghasilkan MSY

one day fishing

: kegiatan

penangkapan

ikan

yang lamanya satu hari


(16)

perairan maupun buruknya kondisi laut

pengelolaan

: pengaturan penangkapan ikan berdasarkan zona

potensi penangkapan ikan

penginderaan

Jauh

: ilmu dan seni untuk mendapatkan data atau

fenomena suatu obyek dengan bantuan alat tanpa

menyentuh objek yang diamati

piksel

(pixel)

: ukuran gambar terkecil yang dapat diamati dan

dinyatakan dalam ukuran satuan dalam citra satelit

penginderaan jauh, misalnya untuk citra

NOAA-AVHRR adalah 1,1 km x 1,1 km.

pelagis kecil

: jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan

mulai dari lapisan permukaan laut sampai kedalaman

100 meter

pelagis besar

: jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan

mulai dari lapisan permukaan laut sampai kedalaman

lebih dalam dari 100 meter

peta rupabumi

: peta yang menggambarkan bentuk dan penggunaan

lahan dengan skala tertentu

peta kedalaman laut

: peta yang menggambarkan kedalaman laut dengan

skala tertentu

prospektif :

mempunyai

peluang

memberikan hasil yang tinggi

PPDI

: Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan

PPI

: Pusat

Pendaratan

Ikan

radiometer count

atau

digital count

atau

digital number

: Nilai digital dari setiap pixel terdiri dari 8 bit dengan

nilai 0 – 255, atau 10 bit dengan nilai 0 – 1023.

Rastrelliger kanagurta

: kembung laki-laki atau banyar

Rastrelliger neglectus

: kembung perempuan

salinitas

: kandungan garam di perairan laut dengan satuan

o/oo.

Sardinella longiceps

: jenis ikan lemuru di Selat Bali

Scomberomorus

lineolatus

: tenggiri

SeaWiFS

:

Sea Wide Field of view Sensor

Selar cromenopthalmus

: ikan selar bentong

Sempenit

: ikan lemuru yang ukuran panjangnya kurang dari

11 cm.


(17)

berada di tepian selatan dari Selat Madura

spasial

: ukuran luas tertentu berkorelasi dengan posisi

koordinat.

SPL

: Suhu Permukaan Laut (satuan

0

C)

SST

: Sea Surface Temperature (satuan

0

C)

stenohaline

: ikan yang sensitif terhadap perubahan salinitas

temporal :

periode

pengulangan tertentu (mingguan, bulanan,

musiman)

trevallies

Nama lain dari ikan selar

purse seine

: jaring ikan yang dikenal dengan nama pukat cincin

protolan

: lemuru yang ukuran panjangnya antara 11 – 15 cm.

Topex Poseidon

: satelit penginderaan jauh yang memberikan data

tentang ketinggian muka laut dan arah angin.

thermal front

: pertemuan antara massa air yang lebih panas dengan

yang lebih dingin

Thunnus albacares

: madidihang

time series

: deret waktu dengan periode yang berbeda,

mingguan/bulanan/musiman

swimming layer

: lapisan kedalaman berenang ikan

TPI

tempat pendaratan ikan

unit spasial

: ukuran sel (unit) terkecil dalam peta

WPP

: Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (11 WPP)

ZEE

: zona ekonomi ekslusif

Zona A

: zona penangkapan ikan PPI Besuki

Zona B

: zona penangkapan ikan PPI Tanjung Pecinan

Zona C

: zona penangkapan ikan PPI Pondok Mimbo

ZPPI

: zona potensi penangkapan ikan


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Gambar ………

xx

Daftar Tabel ………

xxiii

Daftar Lampiran ……….

xxiv

1 PENDAHULUAN

………...

1

1.1 Latar Belakang ……….

1

1.2 Permasalahan ………

5

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4 Manfaat Penelitian ………

6

1.5 Hipotesis ………...

7

1.6 Kerangka Pemikiran ...

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

………..

10

2.1 SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang

………... 10

2.2 Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis .………...

17

2.3 Data Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan ………..

23

2.4 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia ...

24

2.5

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ....

...

26

2.6 Kebutuhan Informasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan...

28

2.7 Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial ZPPI LAPAN ...

29

2.8 Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan buatan BRKP ...

35

2.9 Tingkat Adopsi Pemanfaatan Informasi Spasial ZPPI ...

36

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

………..

38

3.1 Kondisi Geografis Daerah Penelitian ...

38

3.2 Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo ...

40

3.3 Pewilayahan Pembangunan Kabupaten Situbondo ... 40

3.4 Kelembagaan Kelautan dan Perikanan ...

41

3.5 Usaha Penangkapan Ikan Laut ...

43


(19)

4 METODOLOGI

………..

48

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………....

48

4.2 Metode Pengumpulan Data ...

49

4.2.1 Materi penelitian.………...……….

49

4.2.2 Perhitungan suhu permukaan laut ...

50

4.2.3 Data klorofil-a ...………...

53

4.2.4 Data angin dan gelombang ...

53

4.2.5 Data kedalaman perairan laut ………...

54

4.3 Pengumpulan Data Perikanan Tangkap ...

54

4.3.1 Pengumpulan data perikanan tangkap melalui survei

lapangan...

55

4.3.2 Pengumpulan data waktu, lokasi dan jenis ikan...

56

4.4

Design

dan sintesis Informasi Spasial ZPPI ...

56

4.5

Metode Analisis

... 62

4.5.1 Pengaturan zona penangkapan ikan berdasarkan ukuran

(jarak jangkau) perahu/kapal motor ...

62

4.5.2 Pengaturan zona penangkapan berdasarkan daya jangkau

kapal dalam bentuk lingkaran ...

63

4.5.3 Pengaturan zona penangkapan ikan dalam jarak sejajar garis

pantai ...

64

4.5.4 Analisis pengelolaan zona penangkapan ikan ...

65

5

HASIL PENELITIAN ………

68

5.1 Kondisi Oseanografi Selat Madura dan Sekitarnya ...

68

5.1.1 SPL dan kandungan klorofil-a

... 68

5.1.2 Angin dan gelombang...

69

5.1.3 Kedalaman perairan Selat Madura ...

70

5.2 Kondisi Umum Perikanan Tangkap...

71

5.3 Hasil Tangkapan dari Pemanfaatan Informasi Spasial ZPPI ...

74

5.3.1 Hasil tangkapan ZPPI bulan Mei ...

75

5.3.2 Hasil tangkapan ZPPI bulan Juni ...

75


(20)

5.3.4 Hasil tangkapan ZPPI bulan Agustus ...

76

5.3.5 Hasil tangkapan ZPPI bulan September ...

76

5.3.6 Hasil tangkapan ZPPI bulan Oktober ...

77

5.3.7 Hasil tangkapan ZPPI bulan November ...

77

5.4 Pengaturan Alokasi Perahu Motor ...

83

5.4.1 Distribusi perahu motor pada masing-masing PPI...

83

5.4.2 Pengaturan berdasarkan zona dalam bentuk lingkaran ...

84

5.4.3 Pengaturan berdasarkan zona dalam jarak sejajar garis pantai

86

5.5 ZPPI di Selat Madura dan Sekitarnya ………...

87

5.5.1 ZPPI bulanan pada zona PPI Besuki ...

94

5.5.2 ZPPI bulanan pada zona PPI Tanjung Pecinan ...

95

5.5.3 ZPPI bulanan pada zona PPI Pondok Mimbo …………...

95

5.5.4 ZPPI bulanan pada peraian sekitar Selat Madura ...

96

6 PEMBAHASAN

...

99

6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya ...

99

6.1.1 SPL

,

klorofil-a, angin, gelombang, dan arus ...

100

6.1.2 Kedalaman perairan Selat Madura ...

109

6.1.3 Sumberdaya ikan Selat Madura...

110

6.1.4 Kondisi spesifik Selat Madura ...

112

6.2 Pengaturan Alokasi Perahu/Kapal Motor ...

113

6.2.1 Pengaturan alokasi perahu/kapal motor dalam zona

penangkapan ikan berbentuk lingkaran

...

114

6.2.2 Pengaturan alokasi perahu/kapal motor dalam zona

penangkapan ikan sejajar garis pantai ...

115

6.2.3 Alternatif bentuk zona penangkapan ...

117

6.3 Pengaturan Pola Kegiatan Penangkapan Ikan ...

117

6.3.1 Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi

nelayan Besuki

118

6.3.2 Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi nelayan Tanjung

Pecinan ...

125

6.3.3 Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi

nelayan Pondok

Mimbo ...

133


(21)

6.3.4 Pengembangan pemanfaatan hasil tangkapan ...

139

6.3.5 Diskusi pola penangkapan dan pengelolaan ikan hasil

tangkapan ...

140

7 KESIMPULAN DAN SARAN ...

143

7.1 Kesimpulan ...

143

7.2 Saran ...

145


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan zona penangkapan

ikan di Selat Madura dan sekitarnya bagi nelayan Kabupaten

Situbondo – Jawa Timur dengan pendekatan spasial dan temporal..

9

2

Korelasi antara jarak dari titik pusat zona potensi penangkapan

ikan dengan hasil tangkapan ikan ………...

24

3 Pembagian wilayah perairan laut Indonesia menjadi 11

WPP...

25

4

Informasi spasial ZPPI tanggal 13 Juli 2002 yang digunakan pada

uji coba penerapan ZPPI di perairan laut Pangandaran ………

32

5

Contoh ZPPI di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura

yang dipergunakan oleh nelayan Pekalongan ………..

33

6

Contoh penggunaan informasi spasial dengan 2 (dua) ZPPI di Laut

Jawa sebelah utara Tuban dan Rembang oleh nelayan Pekalongan..

34

7

Contoh Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan yang diproduksi

dan didisribusikan oleh BRKP - DKP …...

36

8

Peta geografi wilayah Kabupaten Situbondo menunjukkan posisi

wilayah Situbondo berada di sisi selatan Selat Madura, dan

wilayah kabupaten sekitarnya di Provinsi Jawa Timur ...

38

9

Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI...

48

10

Proses umum pembuatan informasi spasial ZPPI dalam penelitian

identifikasi zona potensi penangkapan ikan di Selat Madura dan

sekitarnya...

58

11

Proses sintesis untuk menghasilkan pola spasial ZPPI mingguan ...

59

12

Proses sintesis data untuk menghasilkan pola spasial ZPPI bulanan

setiap tahun ...

60

13

Diagram alir proses pembuatan ZPPI bulanan ……….

61

14

Pembagian zona penangkapan berdasarkan jarak tempuh perahu

motor pada masing-masing ukuran, berbentuk lingkaran dengan

titik pusat pada PPI dan zona sejajar garis pantai ...

63

15 Batas zona pengelolaan penangkapan ikan Kabupaten Situbondo

meliputi PPI Besuki, PPI Tanjung Pecinan dan PPI Pondok

Mimbo...

66


(23)

16

Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan

feedback

hasil penangkapan pada bulan Mei tahun 2004 ...

78

17 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan Juni tahun 2004`…………

78

18 Informasi

spasial

zona

potensi ikan dengan data

feedback

hasil

penangkapan pada bulan Juli tahun 2003 ...

79

19 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan Juli tahun 2004 …………

79

20 Informasi spasial zona potensi penangkapan Ikan dengan data

feedback hasil penangkapan pada bulan Agustus tahun 2003 ...

80

21 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan September tahun 2004...

80

22 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan Oktober 2003...

81

23 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan Oktober tahun 2005……..

81

24 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan Nopember 2003 ………...

82

25 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data

feedback

hasil penangkapan pada bulan Nopember 2005 ………...

82

26 Perbandingan jumlah perahu motor masing-masing ukuran pada

PPI Besuki, Tanjung Pecinan dan Pondok Mimbo ...

84

27

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Desember ...

88

28

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Januari ...

88

29

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Februari ...

89

30

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Maret ...

89

31

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan April ...

90

32

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Mei ...

90

33

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya


(24)

34

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Juli ...

91

35

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Agustus ...

92

36

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan September ...

92

37

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya

pada bulan Oktober ...

93

38

Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Nama kecamatan dan desa pesisir yang mempunyai TPI ...

39

2

Alat tangkap dan produksi ikan setiap jenis alat tangkap per tahun

43

3

Produksi ikan tangkap Kabupaten Situbondo untuk 5 (lima) jenis

ikan yang dominan pada tahun 2002 – 2006 (5 tahun) ………

44

4 Jumlah armada perahu/kapal motor setiap kecamatan di

Kabupaten Situbondo tahun 2003 ………

45

5 Jumlah nelayan berdasarkan jenisnya pada masing-masing

kecamatan di Kabupaten Situbondo tahun 2003 ………..

45

6

Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan 5 sensor AVHRR ...

52

7

Data ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah

operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Pondok

Mimbo...

71

8

Data ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah

operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Besuki....

72

9

Distribusi jumlah dan ukuran perahu motor pada masing-masing

PPI di wilayah Kabupaten Situbondo ...

83

10 Luas zona masing-masing ring (km

2

) untuk tiap kategori ukuran

perahu layar/motor di PPI Besuki ...

85

11 Luas zona masing-masing ring (km

2

) untuk tiap kategori ukuran

perahu layar/motor di PPI Tanjung Pecinan ...

85

12 Luas zona masing-masing ring (km

2

) untuk tiap kategori ukuran

perahu layar/motor di PPI Pondok Mimbo ...

85

13

Luas zona penangkapan per perahu/kapal motor (km

2

/unit) untuk

masing-masing PPI dan seluruh Situbondo...

86

14

Luas zona penangkapan sejajar garis pantai untuk masing-masing

kategori perahu/kapal motor pada PPI ...

86

15

Luas zona sejajar garis pantai untuk alokasi per unit perahu/kapal

motor masing-masing untuk PPI Besuki, Tanjung Pecinan, dan

Pondok Mimbo, dan rata-rata untuk seluruh Situbondo ...

87

16 Posisi

ZPPI

bulanan

dalam

zona PPI Besuki ………...

94

17

Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Tanjung Pecinan …………...

95

18

Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Pondok Mimbo …………...

96

19

Posisi ZPPI bulanan di perairan sekitar Selat Madura …………...

98


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Contoh sebaran SPL ...

152

2 Contoh sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan

sekitarnya...

154

3

Tabel arah, kecepatan dan frekeensi angin di Selat Madura ………

156

4

Tabel arah, ketinggian dan frekeensi gelombang di Selat Madura ..

160

5

Peta gelombang dan kecepatan angin di Laut Jawa dan sekitarnya..

164

6

Gambar kontur kedalaman (batimetri) Selat Madura, Laut Bali

bagian barat dan Selat Bali bagian utara ...

164

7

Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu/kapal motor,

jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih

nelayan...

165

8 Tabel

F

eedback

hasil tangkapan ikan di Selat Madura oleh nelayan

Situbondo dalam penerapan informasi spasial ZPPI ...

167

9

Perhitungan alokasi perahu/kapal motor untuk setiap kategori

perahu motor pada setiap zona penangkapan pada masing-masing

PPI dengan pola pengaturan berbentuk lingkaran ...

170

10 Perhitungan alokasi perahu/kapal motor untuk setiap kategori

perahu motor pada setiap zona penangkapan pada masing-masing

PPI dengan pola pengaturan berbentuk sejajar garis pantai ……….

172

11

Sebaran ZPPI mingguan di perairan Selat Madura ...

174

11.1 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Desember di Selat

Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh....

174

11.2 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Januari di Selat Madura

bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

176

11.3 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Februari di Selat

Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

178

11.4 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Maret di Selat Madura

bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

180

11.5 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan April di Selat Madura

bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

182

11.6 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Mei di Selat Madura

bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

184

11.7 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Juni di Selat Madura


(27)

11.8 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Juli di Selat Madura

bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

188

11.9 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Agustus di Selat

Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

190

11.10 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan September di Selat

Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

192

11.11 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan Oktober di Selat

Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

194

11.12 Sebaran

ZPPI mingguan pada bulan November di Selat

Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh ...

196

12

Grafik perbandingan antara ZPPI dengan ZPPI virtual yang dapat

diakses melalui kerjasama operasional penangkapan ikan...

198

12.1. Grafik perbandingan antara ZPPI dalam zona PPI Besuki

sendiri dengan ZPPI virtual yang dapat diakses ...

198

12.2. Grafik perbandingan antara ZPPI dalam zona PPI Tanjung

Pecinan sendiri dengan ZPPI virtual yang dapat diakses ...

198

12.3. Grafik perbandingan antara ZPPI yang ada dalam zona PPI

Pondok Mimbo sendiri dengan ZPPI yang dapat diakses

serta ZPPI virtual yang dapat diakses melalui kerjasama

penangkapan ikan...

199


(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar

Belakang

Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) yang luasnya sekitar 2,7 juta km2. Ini berarti bahwa Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya di perairan laut yang luasnya sekitar 5,8 juta km2. Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Potensi tersebut diantaranya terdiri dari ikan pelagis besar sebesar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil sebesar 3,6 juta ton, dan ikan demarsal sebesar 1,36 juta ton. Nilai produksi tersebut memberikan indikasi bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%, dan sebagian besar merupakan ikan pelagis (Dahuri, 2003).

Sumberdaya ikan Indonesia yang sangat besar merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kesejahteraan masyarakat dan sumber devisa negara. Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah perairan laut yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing termasuk wilayah perairan Laut Jawa. Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan sumberdaya perikanan belum dilaksanakan dengan baik, sebagai akibat belum tersedianya perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan secara akurat dan sesuai dengan kondisi spesifik perairan, sumberdaya ikan, sarana dan prasarana perikanan serta sosial budaya masyarakat.

Selat Madura adalah salah satu wilayah yang mempunyai potensi perikanan cukup baik namun belum dikelola dan dikembangkan secara optimal. Wilayah perairan laut ini menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Situbondo dan kabupaten lain di sekitarnya. Wilayah Kabupaten Situbondo terletak di tepian selatan Selat Madura dengan garis pantai sepanjang sekitar 150 km, berseberangan dengan wilayah Kabupaten Sumenep yang terletak di tepian utara selat ini. Kabupatan ini di sebelah timur berbatasan dengan Laut Bali dan Selat


(29)

Bali, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso.

Secara geografis, wilayah perairan Kabupaten Situbondo sangat strategis karena merupakan pintu gerbang untuk mengakses perairan yang mempunyai potensi sumberdaya ikan cukup tinggi, yaitu Selat Madura di bagian timur, Laut Jawa bagian timur, Selat Bali bagian utara, Laut Bali dan Laut Flores, di utara merupakan pintu gerbang menuju perairan sekitar Laut Jawa bagian timur dan Selat Makassar bagian Selatan. Karena armada penangkapan ikan dan prasarana perikanan yang tidak memadai maka nelayan Kabupaten Situbondo belum seluruhnya mampu memanfaatkan potensi strategis tersebut secara optimal.

Perairan pantai Kabupaten Situbondo termasuk daerah penangkapan ikan yang mudah diakses baik oleh nelayan Situbondo maupun oleh nelayan dari wilayah lain. Selain ikan pelagis dan demarsal, kabupaten ini juga memiliki beberapa kawasan terumbu karang yang kualitasnya masih dalam kategori baik. Di bagian barat terdapat bentangan kawasan mangrove yang cukup luas dan memanjang, sehingga merupakan lingkungan yang sangat baik untuk tetap terpeliharanya keanekaragaman hayati laut, khususnya sumberdaya ikan di perairan laut Kabupaten Situbondo.

Keberhasilan usaha perikanan tangkap di antaranya ditentukan oleh faktor teknologi penangkapan, kualitas sumberdaya manusia khususnya nelayan, teknologi informasi, dan potensi sumberdaya ikan (Dahuri, 2003). Tingkat perkembangan perikanan di Kabupaten Situbondo saat ini masih berada pada posisi yang paling rendah dibandingkan dengan tiga kabupaten di sekitarnya, yaitu kabupaten Banyuwangi, Probolinggo dan Sumenep. Dari segi potensi sumberdaya ikan, sarana dan prasarana penangkapan serta pengolahan ikan, Kabupaten Situbondo masih jauh berada di bawah Kabupaten Banyuwangi. Demikian juga dengan wilayah yang berada di sebelah barat, kondisi sarana dan prasarana perikanan Kabupaten Situbondo masih berada dibawah Kabupaten Probolinggo. Begitu juga di sebelah utara, tingkat kemajuan perikanan Kabupaten Situbondo masih tertinggal dibandingkan dengan Kabupaten Sumenep.

Nelayan pada umumnya memerlukan waktu yang lama untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan karena harus mencari gerombolan (schooling) ikan


(30)

terlebih dahulu atau dengan mencoba-coba (trial fishing) tanpa dukungan informasi atau teknologi untuk penangkapan ikan. Pencarian lokasi gerombolan ikan dan trial fishing memerlukan waktu cukup lama sehingga menghabiskan bahan bakar cukup banyak, sehingga meningkatkan biaya kegiatan penangkapan ikan sementara hasil tangkapannya tidak dapat dipastikan. Di sisi lain, banyak faktor yang menentukan terjadinya gerombolan ikan, antara lain suhu, salinitas dan klimatologi khususnya curah hujan (Wudianto, 2001).

Dalam upaya meningkatkan efisiensi kegiatan penangkapan ikan, diperlukan informasi secara spasial dan temporal tentang lokasi yang prospektif untuk kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut seharusnya memiliki unit spasial yang dapat dipergunakan secara operasional dan resolusi temporal dengan periode yang sesuai dengan pola penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo. Dengan memperhatikan karakteristik nelayan Situbondo dan kondisi oseanografi Selat Madura yang merupakan kawasan penangkapan ikan nelayan Situbondo, dikembangkan informasi spasial zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) untuk kawasan Selat Madura dan sekitarnya. Pengembangan dan penerapan informasi spasial tersebut didukung dengan pemahaman tentang potensi dan karakteristik sumberdaya ikan dan klimatologi, khususnya tentang kecepatan angin dan ketinggian gelombang di Selat Madura dan perairan sekitarnya.

Pengembangan informasi spasial ZPPI untuk pengelolaan penangkapan ikan di kawasan Selat Madura dan sekitarnya didasari oleh penelitian panjang tentang pemanfatan data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk identifikasi parameter oseanografi khususnya suhu permukaan laut (SPL), kemudian dilanjutkan dengan penelitian pemanfaatan data sebaran SPL untuk identifikasi

fishing ground. Dalam upaya meningkatkan akurasi informasi yang dihasilkan, penelitian penentuan fishing ground selanjutnya didukung dengan penggunaan data kandungan klorofil-a dari data SeaWiFS. Penelitian pemanfaatan ZPPI untuk nelayan Situbondo juga didasari oleh pengalaman penerapan informasi spasial ZPPI di berbagai wilayah perairan Indonesia termasuk di kawasan Selat Madura. Pengembangan informasi spasial ZPPI untuk Selat Madura dan sekitarnya didasari oleh penelitian jangka panjang tentang pemanfaatan data NOAA-AVHRR untuk pemetaan SPL (sejak 1983), dilanjutkan dengan deteksi thermal


(31)

front/upwelling dalam kaitannya dengan lokasi penangkapan ikan (1995 -1997). Pengembangan informasi spasial ZPPI oleh LAPAN sendiri melewati penelitian dan uji coba penerapan cukup lama di beberapa daerah, mulai tahun 1999 dengan nama informasi Zona Ikan (ZI), kemudian diberi nama informasi Zona Potensi Ikan (ZPI) yang waktu itu hanya menggunakan data SPL yang dihitung berdasarkan data NOAA-AVHRR. Berdasarkan Laporan Kegiatan LAPAN (2002), telah dilakukan sosialisasi ZPPI dan penerapannya di beberapa lokasi di antaranya di Situbondo, Pekalongan, Badung – Bali Selatan, dan Bengkulu. Nama informasi zona potensi ikan tersebut terakhir diubah menjadi informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) dengan mulai memasukkan parameter kandungan klorofil-a dalam penentuan ZPPI. Dalam upaya mendapatkan feedback

hasil identifikasi ZPPI, telah dilakukan sosialisasi dan penerapan ZPPI ke beberapa daerah seperti Pekalongan, Bangkalan (Madura), Bengkulu, Manado, Biak, Padang, Balikpapan, Parepare (Sulawesi Selatan) dan Nusa Tenggara Timur. Uji coba penerapan ZPPI ini mendapatkan feedback hasil penangkapan pada lokasi yang ditentukan dan jenis ikan hasil tangkapan (Hartuti, 2006).

ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya diidentifikasi dengan menggunakan data sebaran SPL dan kandungan klorofil-a yang masing-masing diperoleh dari satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR dan SeaWiFS. Berdasarkan informasi spasial ZPPI dan kedalaman perairan, teridentifikasi bahwa sebaran ZPPI yang paling luas dan prospektif untuk penangkapan ikan bagi nelayan Situbondo adalah di Selat Madura bagian timur dan Laut Bali bagian barat (Hasyim et al, 2009). ZPPI berdasarkan data satelit penginderaan jauh, beserta feedback dari nelayan tentang lokasi dan hasil tangkapan dari operasi penangkapan ikan yang berpedoman pada informasi spasial ZPPI, dan karakteristik oseanografi selat Madura, dipergunakan untuk menentukan pola kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan yang berpangkalan di PPI Besuki, PPI Tanjung Peninan, dan PPI Pondok Mimbo. Dalam upaya meningkatkan produktivitas hasil tangkapan dan mencegah terjadinya konflik antar nelayan, baik antar nelayan dari PPI di Kabupaten Situbondo serta antara nelayan Situbondo dengan nelayan dari PPI di sekitarnya, pola kegiatan penangkapan ikan tersebut perlu didukung oleh kerjasama penangkapan ikan di kawasan Selat Madura dan


(32)

sekitarnya. Pengembangan pengaturan kegiatan penangkapan ikan tersebut diharapkan dapat menciptakan pengelolaan perikanan yang efektif dan efisien. Dalam upaya meningkatkan percepatan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Situbondo, pengelolaan perikanan tangkap seyogianya memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada, penguasaan teknologi termasuk informasi spasial ZPPI yang dihasilkan dari data satelit penginderaan jauh.

1.2

Permasalahan

ZPPI pada umumnya berpindah-pindah secara spasial dan temporal, sehingga nelayan selalu mengalami kesulitan dalam menentukan lokasi yang prospektif untuk penangkapan ikan. Rendahnya produktivitas nelayan Situbondo di antaranya adalah akibat dari keterbatasan teknis untuk mengakses perairan yang mempunyai potensi sumberdaya ikan tinggi. Keterbatasan teknis tersebut merupakan akibat keterbatasan ukuran perahu motor, pengaruh angin kencang dan gelombang tinggi di musim timur, serta pangkalan perahu/kapal motor yang kurang tepat sehingga tidak efisien. Hingga saat ini masih belum ada konsep terpadu tentang pengelolaan zona penangkapan ikan terutama menyangkut pengaturan kegiatan penangkapan ikan secara spasial dan temporal di Kabupaten Situbondo dan kabupaten di sekitarnya.

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi dinamika zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) di kawasan Selat Madura dan sekitarnya melalui pemetaan suhu permukaan laut dan klorofil-a berdasarkan data satelit penginderaan jauh.

2) Mengembangkan pengaturan pola kegiatan penangkapan ikan secara spasial dan temporal fokus pada kawasan pengembangan perikanan tangkap beserta kerjasama operasional kegiatan penangkapan ikan antar Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Kabupaten Situbondo serta dengan kabupaten sekitarnya berdasarkan pola dinamika ZPPI.


(33)

1.4

Manfaat Penelitian

Penelitian menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai arahan dalam penyusunan rencana opersioanal kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Situbondo secara optimal untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pemilik usaha penangkapan ikan, serta pendapatan daerah Kabupaten Situbondo. Nelayan mempunyai kepastian tentang lokasi prospektif untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan sehingga terjadi peningkatan hasil tangkapan dan efisiensi penangkapan ikan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan dan para pelaku perikanan tangkap.

Melalui penelitian ini dilakukan sintesis dinamika thermal front dan kandungan klorofil-a untuk mendapatkan informasi spasial ZPPI, selanjutnya informasi spasial bulanan dan hasil analisis berorientasi pada unit spasial. Dinamika ZPPI yang berorientasi pada dinamika unit spasial selanjutnya menjadi arahan untuk pengelolaan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo di kawasan Selat Madura. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih untuk berbagai kawasan perairan sehingga pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh yang berbasis pada spasial dan temporal dapat digunakan sebagai salah satu pendukung pengelolan perikanan tangkap di Indonesia.

Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk melakukan prediksi ZPPI beberapa hari atau seminggu ke depan. Dalam upaya meningkatkan penerapan informasi spasial ZPPI, diharapkan dapat mendorong penelitian lebih lanjut tentang pengembangan metode pengolahan data satelit penginderaan jauh untuk mendapatkan parameter oseanografi lebih akurat dan lebih cepat yang berlaku untuk berbagai kawasan perairan, peningkatan dan perluasan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI untuk mendapatkan feedback berupa parameter oseanografi, jumlah dan jenis ikan hasil tangkapan. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk kawasan selat yang terbuka seperti Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Malaka, serta perairan laut yang terbuka seperti Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda, dan Samudera Hindia, dengan menggunakan parameter oseanografi yang lebih .lengkap.


(34)

1.5

Hipotesis

(1)ZPPI di kawasan Selat Madura dan sekitarnya memiliki dinamika secara spasial dan temporal yang mengikuti angin musiman.

(2)Peluang nelayan Situbondo dalam mengakses ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya tidak sama, ditentukan oleh posisi geografis, kondisi oseanografi dan kemampuan teknis alat tangkap serta pola penangkapan ikan oleh nelayan dari masing-masing PPI.

(3)Kerjasama perikanan tangkap secara terpadu di kawasan Selat Madura dan perairan sekitarnya, akan meningkatkan produktivitas nelayan Situbondo dari masing-masing PPI.

1.6

Kerangka Pemikiran

Nelayan Situbondo memanfaatkan sumberdaya ikan di Selat Madura, dan harus berkompetisi dengan nelayan dari PPI sekitarnya, khususnya dari PPI Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Banyuwangi yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran 20 GT ke atas. Nelayan Situbondo, khususnya yang berasal dari PPI Pondok Mimbo kalah bersaing dengan nelayan dari PPI di luar Situbondo karena alat tangkap yang dipergunakan kurang memadai. Keterbatasan teknologi ini menyebabkan nelayan Situbondo pada umumnya melakukan operasi penangkapan ikan dengan pola one day fishing atau maksimum hanya 3 hari. Kondisi ini juga disebabkan oleh kendala angin dan gelombang di musim timur untuk mengakses sumberdaya ikan di sisi timur Selat Madura. Selain prasarana pendaratan yang kurang memadai, Situbondo juga belum memiliki industri pengolahan ikan modern, misalnya untuk pengalengan ikan. Pola penangkapan ikan yang mayoritas one day fishing dan trial fishing

menyebabkan produktivitas perikanan Situbondo lebih rendah dibandingkan daerah lain di tepian Selat Madura dan perairan sekitarnya.

Dalam upaya mendukung pembangunan perikanan di Kabupaten Situbondo, data satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi dinamika ZPPI dalam kaitannya dengan kondisi oseanografi di Selat Madura dan perairan sekitarnya. Penelitian ini memanfaatkan data suhu permukaan laut (SPL) yang


(35)

diperoleh dari data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR didukung dengan data kandungan klorofil-a dari satelit SeaWiFS untuk mengidentifikasi dinamika ZPPI secara spasial dan temporal. Selain itu, analisis dinamika ZPPI juga didukung dengan data feedback hasil uji coba penangkapan ikan menggunakan informasi spasial ZPPI, angin dan gelombang, serta data hasil survei lapangan. Dengan demikian, ZPPI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah area yang diprediksi sebagai lokasi gerombolan ikan (fish schooling). Penelitian ini merupakan pengembangan lanjut dari penelitian ZPPI yang hanya berorientasi pada deteksi ZPPI harian menjadi penelitian dinamikan ZPPI dengan pendekatan unit spasial sehingga dapat dipergunakan untuk pengelolaan penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya bagi nelayan Kabupaten Situbondo.

Sesuai dengan tata ruang wilayah Situbondo maka analisis dinamika ZPPI secara spasial dan temporal membagi wilayah penangkapan ikan bagi nelayan Situbondo dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu zona paling barat yang berpusat di PPI Besuki, zona di bagian tengah berpusat di PPI Tanjung Pecinan, dan zona penangkapan paling timur berpusat di PPI Pondok Mimbo. Penelitian ini juga menganalisis sebaran ZPPI yang ada dalam zona penangkapan ikan masing-masing PPI, serta kemungkinan untuk mengakses ZPPI dalam zona PPI di sekitarnya melalui kerjasama operasional penangkapan ikan.

Informasi spasial ZPPI yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ZPPI bulanan yang merupakan sintesis dari ZPPI mingguan. Informasi spasial ZPPI bulanan dipergunakan untuk memberikan gambaran lokasi yang propektif untuk melakukan penangkapan di kawasan Selat Madura dan perairan sekitarnya bagi nelayan Situbondo yaitu nelayan dari PPI Besuki dan PPI Tanjung Pecinan di perairan Selat Bali bagian utara, Laut Bali bagian Barat, dan Laut Jawa bagian timur di utara kepulauan Madura. Informasi spasial ZPPI musiman dipergunakan untuk memberikan gambaran zona penangkapan ikan jangka panjang bagi nelayan Situbondo khususnya dari dua PPI tersebut untuk memperluas wilayah penangkapannya di luar kawasan Selat Madura. Sementara nelayan dari PPI Pondok Mimbo belum mampu melakukan kegiatan penangkapan ikan jangka panjang karena keterbatasan ukuran perahu/kapal motor yang digunakan.


(36)

Berdasarkan dinamika ZPPI, kondisi oseanografi Selat Madura dan sekitarnya, serta kondisi pengelolaan ikan hasil tangkapan, dikembangkan pola kerjasama penangkapan ikan antara PPI di Situbondo, serta kerjasama regional penangkapan dan pengolahan ikan hasil tangkapan antara Situbondo dengan daerah lain di sekitar Selat Madura, serta antara nelayan Situbondo dengan nelayan dari PPI di luar Selat Madura yaitu sekitar Selat Bali, Laut Bali, dan di sisi selatan Laut Jawa bagian timur. Gambaran singkat tentang pemikiran ini disajikan dalam sebuah kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan zona penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya bagi nelayan Kabupaten Situbondo – Jawa Timur dengan pendekatan spasial dan temporal.

Dinamika spasial dan temporal ZPPI (mingguan, bulanan,

musiman)

Klorofil-a SPL

Pola pengaturan operasi penangkapan ikan

Pengelolaan Perikanan Terpadu: Kerjasama nelayan dan pemerintah

daerah di tepian Selat Madura

Angin dan Gelombang

Teknologi Penangkapan

Pengelolaan Ikan Hasil Tangkapan


(37)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang

Narendra (1993) menggunakan data satelit NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,3 - 11,3 µm dan 11,5 - 12,5 µm serta resolusi spasial 1,1 km untuk menentukan suhu permukaan laut (SPL). SPL yang dihasilkan selanjutnya menjadi data utama dalam menentukan zona potensi penangkapan ikan. Dalam perhitungan SPL dilakukan 3 (tiga) tahap proses yaitu : (1) koreksi radiometrik; (2) koreksi geometrik; (3) perhitungan SPL. Koreksi radiometrik terhadap data NOAA-AVHRR dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh atmosfir pada saat transmisi energi dari matahari ke permukaan laut dan emisi dari permukaan laut ke sensor pada satelit. Koreksi geometrik dilakukan untuk menghilangkan efek kelengkungan permukaan bumi dan rotasi bumi pada saat observasi oleh satelit. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari segi geometrik juga digunakan beberapa titik kontrol peta sebagai acuan pada saat koreksi geometrik. Sedangkan perhitungan suhu permukaan laut menggunakan multi kanal yaitu kanal 4 dan kanal 5, dimaksudkan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat.

Gastellu (1983) menyatakan bahwa, untuk keperluan pengguna ilmiah sangat berkepentingan dengan data yang didapat dari satelit khususnya yang berkaitan dengan determinasi dari SPL dan dinamika oseanografi (thermal front, upwelling, dan arus eddy). Keterbatasan aspek fisik dan teknologi menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan hasil pengamatan SPL dari satelit. Permasalahan utama disebabkan oleh kandungan uap air di atmosfir yang menyebabkan kesalahan sampai 10o K. Keragaman emisivitas permukaan laut dan noise pada sensor satelit juga merupakan faktor penyebab terjadinya kesalahan dalam perhitungan SPL. Dengan menggunakan koreksi radiometrik dan proses pengolahan yang baik memungkinkan untuk mendapatkan SPL yang cukup teliti.

Gordon (2005) menyimpulkan, berdasarkan penelitian menggunakan data MODIS Aqua dan data Sea WiFS diketahui bahwa SPL, klorofil-a, dan upwelling


(38)

lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lintas kepulauan Indonesia dekat 12o LS. Perairan laut Indonesia mengalami penurunan disebabkan oleh pergerakan arus lintas kepulauan Indonseia (ALKI) dan diganti oleh air laut dari termoklin Pasifik Utara melintasi lapisan bawah termoklin dan masuk pada lapisan lebih dalam, kemudian langsung diganti oleh air dari Pasifik Selatan.Air masuk yang menggantikan nampak sebagai campuran utama pada perairan laut Indonesia. Jika tidak ada arus lintas Indonesia dan air tidak menjadi dingin, dan zona perairan dengan salinitas rendah memotong Samudera Hindia tropis maka dapat dibuat satu asumsi bahwa air yang hangat akan terdapat di perairan tropis dengan salinitas tinggi dan Samudera Hindia bagian utara.

Tangdom (2005) menyatakan bahwa, monsun Asia mempunyai pengaruh dominan pada variasi SPL. Pada bulan Agustus, ketika angin monsun tenggara bertiup dominan, area yang luas sebelah selatan lebih dingin 5oC, dengan suhu minimum pada daerah upwelling sebelah selatan Pulau Jawa dan di atas paparan Arafura. Air yang dingin digerakkan ke Laut Jawa bagian timur. Di Selat Makassar, ketika parameter koreolis berakhir dan hilang maka air permukaan mengalir ke arah utara searah dengan pergerakan angin. Dampak dari aliran air permukaan diperkecil oleh perluasan aliran air bagian permukaan dari Samudera Pasifik, dan sebagai hasilnya maka SPL di Selat Makassar selama musim bersangkutan lebih tinggi dari 29o C. Angin monsun sebaliknya menggerakkan massa air yang relatif dingin dan salinitas rendah dari Laut China Selatan ke lapisan permukaan Laut Jawa bagian selatan. SPL terendah dari perairan laut Indonesia terdapat di Laut Jawa bagian barat, yaitu ketika terjadi perluasan radiasi panas permukaan sehingga SPL lebih tinggi dari 29o C.

Juga dinyatakan bahwa, mekanisme yang menyebabkan dan memelihara SPL pada kondisi yang tetap di lautan Indonesia terjadi sebagai akibat dari topografi yang komplek dan pertemuan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Sebagai tambahan terhadap radiasi panas permukaan, percampuran pasang yang intensif dari permukaan laut dan termoklin yang digerakkan oleh angin di atas Samudera Pasifik dan Samudera Hindia memainkan peran dalam pergerakan dan pemeliharaan SPL. Konsekuensinya, dinamika regional lautan


(39)

dan SPL menjadi faktor penting dalam iklim regional, yang berdampak penting terhadap iklim global. Wilayah Indonesia, yang juga dikenal dengan “Maritime Continent” telah diidentifikasi sebagai area yang sangat penting bagi iklim, baik secara lokal maupun global.

Penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di perairan tropis Asia dicirikan pada penggunaan rumpon untuk mengumpulkan ikan pelagis kecil. Sejak tahun 1971, fishing ground diperluas ke bagian timur Laut Jawa dengan mengembangkan taktik dan strategi penangkapan yang selalu bergeser berkaitan dengan perubahan lingkungan. Analisis hasil tangkapan ikan layang dalam kaitannya dengan fishing ground di sekitar Bawean, Masalembo Matasiri, dan kepulauan Kangean menunjukkan bahwa, keberhasilan penangkapan ikan terjadi selama periode salinitas tinggi (340/00). Hasil tangkapan ikan tertinggi selama

periode tersebut didaratkan dari fishing ground di kepulauan Masalembo. Fenomena ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang dapat diterangkan dengan jelas bahwa pergeseran massa air dari arah timur ke barat menyebabkan meningkatnya produktivitas ikan pelagis kecil di area tersebut.

Hasil tangkapan rata-rata sekitar kepulauan Masalembo dengan jelas menunjukkan siklus musiman yang berkaitan erat dengan perubahan angin monsun. Hasil tangkapan (ton/hari penangkapan) cenderung tinggi pada bulan Agustus hingga November, pada kondisi perairan dengan salinitas tinggi dan suhu lebih rendah, sebaliknya menurun pada bulan Desember hingga Juli dengan suhu tinggi dan salintas rendah. Kondisi yang khusus terjadi pada bulan Januari – April dengan hasil tangkapan sekitar 1,5 sampai 2,5 ton/hari.

Perairan di bagian timur Laut Jawa merupakan daerah peralihan yang dipengaruhi oleh kondisi oseanografi Selat Makassar dan Laut Flores dengan kondisi yang bervariasi berkaitan dengan perubahan musiman. Hasil penelitian pada stasiun dekat pulau Matasiri dalam periode 1992 – 1994 menunjukkan bahwa SPL maksimum mencapai 30o C selama angin dari barat laut atau musim basah pada bulan Desember 1993, kemudian menurun hingga 26o C pada Februari 1994. Suhu minimum dengan nilai 28o C terjadi selama akhir musim angin tenggara atau musim kering pada bulan September 1993.


(40)

Perairan di bagian timur Laut Jawa merupakan daerah peralihan yang dipengaruhi oleh karakteristik perairan Selat Makassar dan perairan Laut Flores dengan kondisi yang bervariasi berkaitan dengan perubahan musim. Hasil penelitian dalam periode 1992 – 1994 menunjukkan bahwa, SPL maksimum mencapai 30o C selama angin dari arah barat laut atau musim barat pada bulan Desember 1993 pada stasiun dekat pulau Matasiri, kemudian menurun hingga 26oC pada Februari 1994. Suhu minimum pada 28oC terjadi selama akhir musim angin tenggara pada bulan September 1993. Salinitas permukaan laut mengikuti bentuk yang berlawanan dengan nilai maksimum 34,5 o/oo terjadi pada bulan September 1992 sampai Oktober 1993, kemudian turun menjadi 31 – 32 o/oo pada bulan Februari 1994. Salinitas teringgi (34 o/oo) ditemukan pada fishing ground utama dari Bawean, Masalembo dan kepulauan Matasiri.

Pengukuran secara khusus di perairaan sekitar kepulauan Masalembo menunjukkan bahwa SPL cenderung tinggi (290 C) selama periode Mei, November dan Desember 1992, juga pada bulan Juni, November dan Desember 1993. Kondisi lingkungan Laut Jawa; sangat dipengaruhi oleh perubahan permukaan laut dan interaksi atmosfir pada saat arus permukaan timur – barat mengikuti arah angin mengakibatkan terjadinya percampuran mulai sepanjang permukaan ke perairan yang lebih dalam melalui pengadukan secara vertikal. Proses pengadukan terus berlangsung sampai perairan laut mencapai kondisi homogen dengan salinitas tinggi (340/00) yang terjadi selama musin angin tenggara

pada bulan Juli – Oktober. Proses sebaliknya terjadi dari barat laut selama monsun barat laut pada bulan November sampai Februari dengan salinitas rendah (<32

0/

00) berkaitan dengan masuknya air tawar dari beberapa sungai besar selama

musim hujan. Salinitas terendah pada permukaan laut terjadi pada bulan Mei 1992 (32 – 32,5 0/00) dan tertinggi tejadi pada bulan Oktober 1993 (33 – 34,5 0/00).

Sediadi (2004) menyatakan bahwa, pada waktu musim timur terjadi proses

upwelling di perairan Laut Banda. Untuk mengetahui effek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda, dilakukan penelitian pada bulan Agustus 1997 yang mewakili musim timur dan bulan Oktober 1998 yang mewakili musim peralihan sebagai pembanding. Data kelimpahan dan distribusi fitoplankton dengan mengambil contoh fitoplankton


(41)

dari kedalaman 100 m ke permukaan menggunakan jaring plankton dengan bukaan mulut berdiamter 31 cm, panjang 120 cm dan ukuran mata jaring 80 µm. Hasil pengamatan pada musim timur (Agustus 1997) menunjukkan bahwa proses taikan air (upwelling) masih berlangsung. Hal ini terlihat dari nilai regresi antara suhu dan salinitas (r2 = 84,1 %), suhu dan nitrat (94,5%). Pada saat musim timur tercatat 33 jenis fitoplankton, komposisi jenis fitoplankton lebih bervariasi dibandingkan musim peralihan yang hanya 26 jenis fitoplankton.

Berdasarkan hasil penelitian klorofil-a di Selat Bali dengan menggunakan data satelit SeaWiFS yang dilakukan oleh Gaol et al (2004) bahwa terjadi peningkatan kandungan klorofil-a secara musiman. Konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan pada bulan Mei dan mencapai kondisi tertinggi pada bulan September, dan berkorelasi erat dengan fluktuasi SPL. Distribusi suhu permukaan Selat Bali menunjukkan bahwa proses upwelling terjadi selama monsun tenggara. Rata-rata kelimpahan fitoplankton selama monsun tenggara adalah 35,5 x 103 cel/m3, sedangkan pada monsun timur laut adalah 35,5 x 103 cel/m3. Sementara proses upwelling di perairan Laut Jawa bagian selatan mencapai puncaknya pada saat monsun tenggara.

Penelitian SPL dan klorofil-a menggunakan data SeaWiFS di perairan sekitar Nias yang dilakukan oleh Lumban Gaol et al (2007) menunjukkan bahwa, variasi SPL hasil estimasi dari sensor satelit NOAA-AVHRR dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Pada musim timur SPL cenderung lebih rendah. Variasi SPL antara musim timur dan musim barat tidak terlalu tinggi dengan rata-rata 1,5o C, namun variasi SPL akibat pengaruh iklim global cukup tinggi, rata-rata 4 o C. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a hasil deteksi menggunakan sensor satelit SeaWiFS menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a juga dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global.

Sugimory (2006) menyatakan bahwa, lama kegiatan penangkapan ikan bervariasi mulai dari beberapa hari sampai orde satu musim, dengan liputan mulai dari cakupan beberapa 1 km sampai 100 km, dengan memperhatikan masa sirkulasi musim ikan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan memperhatikan kondisi nutrien di perairan laut, masa bertelur, pengasuhan dan masa mencari makan. Deteksi ikan dengan teknologi satelit dilakukan dengan cara


(42)

tidak langsung karena keterbatasan skala peta yang diperoleh dari citra satelit dan ikan berada di bawah permukaan air laut, namun dilakukan dengan mendeteksi distribusi produktivitas primer (klorofil-a) dengan menggunakan sensor visible.

Sulistya (2007) menyatakan bahwa, pemahaman tentang karakteristik dan keanekaragaman SPL Laut Jawa belum memadai. Metode analisis spektral, spasial dan temporal perlu digunakan untuk mempelajari karakteristik SPL dalam kaitannya dengan musim. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, SPL tertinggi di Laut Jawa pada umumnya terjadi pada bulan April – Mei dan bulan November, sebaliknya SPL terendah umumnya terjadi pada bulan Februari dan Agustus.

Kostianoy (2004), melakukan penelitian thermal fornt menggunakan SST rata-rata mingguan yang dihasilkan dari NOAA-AVHRR dengan resolusi 18 km. Untuk mendapatkan data dengan resolusi spasial maksimum, analisis tidak didasarkan pada data rata-rata bulanan, tetapi menggunakan rata-rata data mingguan pada pertengahan tiap bulan dalam 3 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 36 peta SPL (36 mingguan tiap pertengahan bulan). Untuk mendapatkan gambar dari thermal front utama di bagian selatan dari Samudera Hindia, peta SPL dikonversi menjadi peta gradien SPL. Gradien SPL dihitung untuk tiap piksel berdasarkan operator gradien dua dimensi yang menghitung perbedaan antara dua piksel yang berdekatan. Dengan menggunakan 36 peta gradien SPL mingguan untuk tiap pertengahan bulan, diperoleh indikasi secara umum tentang struktur, perluasan, keragaman, dan intensitas dari thermal front di bagian selatan Samudera Hindia.

Pengukuran arah dan kecepatan angin pada umumnya dilakukan di daratan dengan sistem pengukuran yang bersifat statis. Secara teknis sangat sulit untuk melakukan pengukuran arah dan kecepatan angin di suatu wilayah perairan, karena pengukuran secara langsung di perairan laut hanya mungkin dilakukan dengan peralatan yang ada di kapal-kapal berukuran besar, dan tidak tetap di suatu tempat tergantung pada tujuan pelayaran itu sendiri. Dengan memperhatikan keadaan tersebut maka arah dan kecepatan angin di perairan laut hanya dapat diperoleh dari pemodelan berdasarkan hasil pengukuran angin di daratan. Triatmojo (1996) menyatakan bahwa hubungan antara angin di daratan dan di lautan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :


(43)

Uw = R1 *Ul ...1.

dengan : R1 = Faktor regangan yang nilainya sangat tergantung pada bentuk lahan

di wilayah pesisir serta jarak antara lokasi pengukuran dengan lokasi pengamatan di perairan laut; Uw = kecepatan angin di laut terdekat dengan lokasi pengukuran;

Ul = kecepatan angin di daratan yang terdekat dengan lokasi perairan yang

diamati. Angin di laut kemudian dikonversi menjadi tegangan angin dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

UA = 0,71 * U 1,23 ...2.

dengan UA = faktor tegangan angin, dan U = kecepatan angin dengan satuan

meter/detik.

Pembentukan gelombang oleh angin, fetch dibatasi oleh bentuk gelombang yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukannya, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Angin sebagai pembangkit gelombang di perairan laut juga sangat dipengaruhi oleh bentuk daratan yang mengelilingi lautan yang pada umumnya dinyatakan dengan fetch. Hubungan antara arah angin dengan fetch

dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : ∑ Xi coc α

Feff = ...3.

∑ coc α

dengan : Feff = fetch rerata efektif; Xi = panjang segmen diukur dari titik observasi

gelombang ke ujung akhir fetch; dan α deviasi pada kedua sisi arah angin dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sudut 45o pada kedua sisi dari arah angin.

Nontji (2002) menyatakan bahwa, air laut sebenarnya tidak pernah dalam keadaan tenang sempurna, akan selalu terjadi gelombang bahkan gelombang besar atau hanya sekedar riak kecil. untuk menjelaskan proses terjadinya gelombang di lautan pada umumnya digunakan model, baik model yang sederhana maupun yang kompleks. Gelombang mempunyai tiga unsur penting yaitu panjang, tinggi dan periode. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak gelombang yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak menegak antara puncak dan lembah, sedangkan periode gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak gelombang yang berurutan untuk melalui suatu titik. Ukuran besar


(1)

43

Lampiran 11.11 SebaranZPPI mingguan pada bulan Oktober di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh

a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Oktober


(2)

c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Oktober


(3)

45

Lampiran 11.12 SebaranZPPI mingguan pada bulan November di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh

a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama pada bulan November


(4)

c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga pada bulan November


(5)

47

Lampiran 12 Grafik perbandingan antara ZPPI dengan ZPPI virtual yang dapat diakses melalui kerjasama operasional penangkapan ikan

Lampiran 12.1 Grafik perbandingan antara ZPPI dalam zona PPI Besuki sendiri dengan ZPPI virtual yang dapat diakses

4 3 3 4 6 3 3 3

2 3 5 4 32 23 17 30 25 32 23 15 26 24 30 34 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Bulan Ju ml a h U n it S p as ia l

ZPPI Dalam Zona Besuki

ZPPI Virtual Bagi Nelayan Besuki

Lampiran 12.2 Grafik perbandingan antara ZPPI dalam zona PPI Tanjung Pecinan sendiri dengan ZPPI virtual yang dapat diakses

1 1 2 2 3 2 2 3 3 3 3 2

35

23 21

39

29 31 28

32 25 25 29 31 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Bulan J u m la h U n it Spa si a l

ZPPI Dalam Zona T Pecinan


(6)

Lampiran 12.3 Grafik perbandingan antara ZPPI yang ada dalam zona PPI Pondok Mimbo sendiri dengan ZPPI yang dapat diakses serta ZPPI virtual yang dapat diakses melalui kerjasama penangkapan ikan. 15 12 7 10 10 12 12 14 12 8 14 12 5 6 4 5 5 4 5 5 3 3 5 3 1 1

2 2 2 2 2

3 3 3 3

2 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov

Bulan J u m la h U n it Spa si a l

ZPPI Dalam Zona P Mimbo ZPPI Yang Dapat Diakses