Pemutihan Pulp

2.3 Pemutihan Pulp

2.3.1 Pemutihan Pulp Dengan Gas Ozon

2.3.1.1 Struktur Dan Sifat Gas Ozon

Molekul gas ozon dapat membentuk 4 mesomer struktur batas (gambar 2-5)

Gambar 2-5. Struktur Molekul Gas Ozon (SINGH, 1985)

Karakter dipo dari struktur ozon memungkinkan membentuk suatu molekul ozon sebagai elektrophil dan juga sebagai nukleophil. Oksidasi potensial yang dihasilkan sebesar 2,07 V pada medium asam dan 3,03 V pada medium Flor. Gas ozon dapat mengoksidasi semua ikatan rangkap pada semua gugusan aliphatik dan aromatik. Gas ozon merupakan gas yang tidak stabil dan dapat berubah secara perlahan-lahan pada temperatur ruangan dan tekanan atmosphere (Gambar 2-6).

Proses pemutihan pulp sangat dipengaruhi oleh konsistensi dan perubahan larutan. Sebagai contoh, kelarutan gas ozon didalam air kurang lebih 1 g/ l sedangkan di dalam tetraklor metana sebesar 6,75 g/ l (CRIEGEE, 1975). Perbandingan kelarutan gas ozon di dalam asam asetat asam propionat dicantumkan pada tabel 2-10.

Tabel 2-10. Kelarutan Gas Ozon Dan Asam propionat (ALEKSANDROU, et al., 1981)

Konsentrasi

Asam propionat (mol %)

Asam asetat

L 1 ) = Koefisien aswald adalah volume absorpsi gas ozon dibagi volume aborsi cairan.

Selektivitas gas ozon akan lebih tinggi apabila dilarutkan di dalam asam asetat, jika dibandingkan dengan air. Reaksi gas ozon dengan air akan membentuk radikal OH ˚, sehingga di dalam asam asetat terjadi tekanan (PAN, et al., 1981; NIKI, et al., 1983; NIMZ et al., 1989). Reaksi gas ozon dengan asam asetat lebih efektif membentuk radikal sehingga gugusan karbonyl pada rantai selulosa akan lebih stabil (WALLING dan TALIAWI, 1973). Sehingga, kelarutan gas ozon di dalam asam asetat 10 kali lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan di dalam air (WARTENBERG dan PODJASKI, 1925). PAN, et al., (1987) menjelaskan bahwa kerusakan gas ozon di dalam larutan terjadi melalui penambahan asam asetat. Dengan penambahan asam asetat (10 ppm) saja, dalam waktu satu jam akan meningkatkan konsentrasi gas ozon dua kali lipat jika dibandingkan di dalam air (WALTER dan SCHERMAN, 1976).

Gambar 2-6. a). Reaksi Ionisasi dan Oksidasi Radikal Pada Pemutihan Pulp b).

Reaksi Redok Dengan Intisasi Ozon dan Propagasi Dari Reaksi Radikal (GRATZL, 1987).

Keuntungan pemutihan pulp dengan gas ozon di dalm air (SOTELAND, 1984):

a. Batas pemutih yang baik

b. Waktu reaksi pendek

c. Temperatur pemutihan rendah, dan tanpa tekanan

d. Tidak terjadi pencemaran lingkungan

Kerugian pemutihan dengan gas ozon :

a. Kerusakan karbohydrat di dalam pelarut air relatif lebih besar, akan tetapi dapat diatasi dengan pelarut Asam asetat.

b. Biaya produksi untuk pembuatan generator ozon relatif mahal.

c. Kulit dan sisa kayu yang tidak termasak menyebabkan derajat putih kertas menurun.

2.3.1.2 Ketentuan Pemutihan dan Hasil Penelitian

Gas ozon sebenarnya sudah sering digunakan sebagai bahan pemutih pulp, khususnya untuk pemutihan pendahuluan. Berdasarkan hal tersebut, saat sekarang telah dipersiapkan beberapa pilot proyek seperti di Kanada, Amerika Serikat, Norwegia, Perancis, Finlandia, Jerman dan Austria (LIEBERGOTT dan VAN LIERROF, 1978, 1981; SING, 1981; LINDQUITS dan MARKLUND, 1992; PATT, et al., 19841, 1984b). Pemutihan pulp dengan gas ozon sebenarnya memberikan hasil yang baik, akan tetapi untuk skala industri belum dapat direalisasikan. Dalam hal ini, faktor kendalanya adalah biaya pembuatan generator gas ozon cukup mahal dan belum bisa terealisasi pada skala besar. Beberapa penelitian dari kelompok peneliti juga telah dilakukan secara intensif. Faktor yang penting didalam pemutihan pulp dengan gas ozon antara lain konsentrasi gas ozon, bilangan kappa awal, temperatur, konsistensi dan pH (OSAWA dan SCHRŰCH, 1963; LIEBERGOTT, et al., 1978, 1981, 1989; SOTELAND, 1971,1974,1977,

dan JONHSONBAUGH, 1975; ALLISON, 1985; LORAS dan SOTELAN, 1982; LINDQUIST, et al., dan ECKERT, 1984; BLOMBERG dan WARTIOVAARA, 1986, LINDHOLM, 1987a, 1987b, 1988; PERKINS dan SCHLEINKOFER, 1988; BERG, 1989; NIMZ, et al., 1989 dan GRANZOW, 1990).

Pengaruh Konsistensi

Pemutihan pulp dengan gas ozon yang paling optimal adalah pada konsistensi antara 30 – 40 %. Sehubungan dengan hal ini, terdapat hasil penelitian, tentang nilai optimalnya seperti tercantum pada tabel 2-11. Konsistensi antara 30 – 50 % adalah paling ideal, karena pulp akan dapat dipisahkan menjadi serat-serat yang teruarai. Namun demikian, pada konsistensi yang lebih rendah, sebenarnya gas ozon juga dapat menembus dinding sel serat, akan tetapi tidak optimal. Pada nilai konsistensi yang lebih besar dari 50 % juga tidak baik, karena proses difusinya akan terganggu (LINDHOLM, 1987a). Publikasi tentang Pemutihan pulp dengan gas ozon yang paling optimal adalah pada konsistensi antara 30 – 40 %. Sehubungan dengan hal ini, terdapat hasil penelitian, tentang nilai optimalnya seperti tercantum pada tabel 2-11. Konsistensi antara 30 – 50 % adalah paling ideal, karena pulp akan dapat dipisahkan menjadi serat-serat yang teruarai. Namun demikian, pada konsistensi yang lebih rendah, sebenarnya gas ozon juga dapat menembus dinding sel serat, akan tetapi tidak optimal. Pada nilai konsistensi yang lebih besar dari 50 % juga tidak baik, karena proses difusinya akan terganggu (LINDHOLM, 1987a). Publikasi tentang

Tabel 2-11. Konsistensi Yang Optimal Pada Pemutihan Pulp Dengan Gas Ozon Konsistensi

Sumber

Kurang lebih 35

KORDSACHIA, 1984

30 - 40

LINDHOLM, 1987a

PATT, et al., 1988

35 HAMMAN, 1989

35 - 40 BERG, 1989 dan GRANZOW, 1990

Pengaruh pH

Pemutihan pulp dengan gas ozon yang paling baik adalah pada suasana asam dengan pH 2 - 3, sedangkan untuk pH yang > 4 kurang efektif lagi (LINDHOLM, 1987b). Pemutihan pulp dengan gas ozon yang paling efektif yaitu dengan cara memberi perlakuan pulp dalam suasana asam seperti asam formiat, asam sulfat, dan sulfur dioksida (KASSEBI, et aI., 1982; PATT, et al., 1984a; LACHENAL dan BOKSTRÖM, 1985;

LINDHOLM, 1987a). MBACHU dan MANLEY (1981) menje1askan bahwa pemutihan pulp dengan gas ozon pada medium asam asetat (45%), asam formiat (45%) atau asam sulfat (pH = 2) akan lebih selektif jika dibandingkan di dalam medium air dengan pH 5 -

6. BERG (1989) telah mengadakan penelitian proses pulping dengan metoda Acetosolv dari kayu Kiefer dengan nilai bilangan kappa awal 22,2, konsistensi

30%, temperatur 20˚C, konsistensi asam asetat sebagai medium 93% dan konsentrasi gas ozon 1,9% yang menghasilkan nilai bilangan kappa 4,2 dan derajat putih kertas 30% ISO. Penelitian yang lain untuk pulp kraft dengan nilai bilangan kappa 28,8 konsistensi 47%, temperatur 22˚C, pH 5 - 6 hanya memperoleh penurunan bilangan kappa dari 28,8 menjadi 16,5 dan derajat putih kertas meningkat dari 25,4% ISO menjadi 34,6% ISO. Dengan perubahan pH 2 akan dihasilkan bilangan kappa 11,0 dan derajat putih kertas 41,0% ISO. sedangkan di dalam medium asam asetat pH 2 akan didapat bilangan kappa 8,9 dan derajat putih kertas 43,1% ISO.

Pengaruh Temperatur

Temperatur sangat menentukan pada pemutihan pulp dengan gas ozon. Pada temperatur yang tinggi akan didapat hasil pemutihan pulp yang kurang memuaskan, karena akan terjadi perubahan struktur molekul gas ozon dan sebagai akibatnya proses delignifikasi lignin akan terganggu. Selain itu, akan terjadi kerusakan selulosa cukup besar (PATT, et al., 1988). Hasil yang paling optimal dari pemutihan pulp dapat diperoleh pada temperatur antara 20 – 25˚C (LIEBERGOTT dan VAN LIEROP, 1987; SINGH, 1982; KORDSACHIA, 1984, ALLISON, 1985 dan NIMZ, et al,, 1989).

Pengaruh Konsentrasi Gas Ozon

Konsentrasi gas ozon juga sangat berpengaruh di dalam proses pemutihan pulp. semakin besar konsentrasi gas ozon, maka bilangan kappa, rendemen dan nilai derajat polimerisasi selulosa akan menurun, tetapi nilai derajat putih kertas makin tinggi (KORDSACHIA, 1984, PATT, et al., 1988; HAMMANN, 1989; BERG, 1989; NIMZ, et al., 1990). Pengaruh konsentrasi gas ozon terhadap penurunan bilangan kappa dari pulp Acetosolv (kayu Buche dan Kiefer ) dapat dilihat pada Gambar 2-6a.

Derajat delignifikasi lignin bukan hanya dipengaruhi oleh konsentrasi gas ozon, akan tetapi juga dipengaruhi oleh nilai billangan kappa awal dan metoda proses pulpingnya. Pemutihan dengan menggunakan gas ini juga bisa dilakukan Derajat delignifikasi lignin bukan hanya dipengaruhi oleh konsentrasi gas ozon, akan tetapi juga dipengaruhi oleh nilai billangan kappa awal dan metoda proses pulpingnya. Pemutihan dengan menggunakan gas ini juga bisa dilakukan

Gambar 2-6a. Perubahan Nilai Bilangan Kappa Pada Pemutihan Pulp Dengan Gas Ozon (BERG, 1989 dan GRANZOW, 1990)

2.3.1.3 Reaksi Kimia Gas Ozon Dengan Lignin Dan Karbohidrat

Beberapa hasil penelitian tentang reaksi kimia antara gas ozon dengan lignin dan karbohidrat telah dipublikasikan. Hasil-hasil penelitian tersebut telah dihimpun dan diringkas secara keseluruhan khususnya tentang model reaksi tersebut oleh SOTELAND (1971, KANEKO, et al., (1973), SINGH, (1981), GIERER (1986) dan GRATZL (1987).

Reaksi Kimia Dengan Lignin

Reaksi kimia yang terjadi antara gas ozon dengan lignin adalah perubahan bentuk ikatan rangkap pada rantai aromatik dan olifin. Ikatan antara elektron pada rantai lignin dapat mengalami subtitusi seperti kerusakan gugusan Alkoksi, dan Alkil, yang mana ikatan rangkap pada rantai lignin lebih mudah diputuskan rantainya. Model reaksi kimia antara lignin dengan gas ozon dapat dilihat pada Gambar 2 - 7 dan 2 - 8 (GIERER, 1986).

1, 2, 3 Trioxalena dapat diputuskan rantainya secara hydrolitik dalam bentuk epoxida atau dapat mengalami reagiritasi menurut mekanisme CRIEGEE di bawah rekombinasi menjadi ozianida (1, 2 ,4 Trioxalane). Reaksi yang terakhir dari gugus carbonyl dan carboksil menghasilkan fragmen-fragmen. BALAUSEK, et al., (198l) KANEKO, et al., (1983) dan GIERER (1986) menjelaskan ikatan β- Arylether dapat terputuskan ikatan Alkyl-AklyI atau A1kyl-Ether serta reaksi oksidasi gugusan aldehyd. Reaksi yang mungkin terjadi pada bagian Aryl yaitu reaksi hidrolisa pada ikatan β -0-4 seperti tercantum pada gambar 2-7 bagian 1b dan 2a. Selain reaksi tersebut, pada gugusan OH ether phenolik dapat mengalami demetilisasi.

Gambar 2-7. Reaksi Gas Ozon Dengan Struktur Aromatik Lignin (GIERER, 1986)

Gambar 2-8. Reaksi Gas Ozon Dengan Struktur Aliphatik Lignin (GIERER, 1986)

Reaksi Kimia Antara Gas Ozon Dengan Karbohidrat

Selain reaksi kimia antara lignin dengan gas ozon pada proses pemutihan pulp, juga terjadi reaksi kimia antara gas ozon dengan karbohidrat (dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa). Reaksi kimia yang terjadi adalah mekanisme reaksi ionik dan radikal (PAN, et al., 1981; GODSAY dan PEARCE, 1984; ERIKSSON dan GIERER, 1985). KATAI dan SCHUERCH (1966) dan PAN, et al., (1981) telah menemukan model glukosida, yaitu ikatan glukosidik pada fase permulaan pernutihan yang mengalami reaksi ionisasi yang mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai. Kerusakan ozon di temukan pada atom oksigen asetal atau pada ikatan C-H atau Cl. Reaksi ini biasanya terjadi setelah reaksi yang kedua (Gambar 2-9). Selain reaksi ionik pada karbohidrat, maka terjadi pula reaksi secara radikal pada rantai-rantai karbohidrat. Pemutusan ikatan glukosidik terjadi secara langsung dengan gas ozon melalui fungsi asetal dan autoksidasi melalui tingkatan reaksi yang kedua secara radikalis (KORDSCHIA, 1984). Pada reaksi pembentukan dinyatakan bahwa produksi ozonisasi tidak stabil. Dengan peningkatan reaksi akan terjadi kerusakan secara drastis pada hemiselulosa dan selu1osa dari pulp melalui radikal hidroksil pada ikatan C-H polisakarida (PAN, et a1., 1981). Dari reaksi kimia ini diperoleh produksi radikal sampingan, yaitu terjadinya reaksi antara rantai di bawah pengaruh gas oksigen. Hasil reaksi oksidasi ini membentuk struktur Hydroperoxid-, Karbonil-, Karboksil- dan Lakton (KATAI dan SCHUERCH, 1966).

Untuk mengatasi kerusakan selulosa dan hemiselulosa sebenarnya dapat diberi tambahan bahan aditif. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan antara lain pemakaian asam organik pada konsentrasi tinggi di dalam pemutihan pulp dengan gas ozon (KAMISHIMA, et aI., 1982, 1984). MBACHU dan MANLEY (1981) telah menemukan bahwa asam asetat merupakan salah satu bahan kimia yang dapat menekan kerusakan selulosa dan menambah selektivitas pada pemutihan pulp dengan menggunakan gas ozon.

Arabinose

Gambar 2-9. Reaksi Ionik Antara Gas Ozon Dengan Karbohidrat (PAN et al., 1981).

2.3.2 Pemutihan Pulp Dengan Gas Nirogen dioxida

HEUSER, et al., (1944) dan CLARKE (1944) telah mengadakan penelitian delignifikasi dari pulp dengan gas ozon Nitrogen dioksida pada temperatur 90˚ C dan waktu reaksi yang berbeda-beda. Selanjutnya, Pulp tersebut diputihkan dengan Natrium hidroksida dan hypoklorida. Pemutihan pulp dengan gas Nitrogen dioksida telah diteliti secara intensif di Swedia oleh YETHON sejak tahun 1978 dan SAMUELSON, et. a1, sejak tahun 1982.

2.3.2.1 Struktur Dan Sifat Gas Nitrogen dioxida

Gas Nitrogen dioksida terdiri atas dimer dan dinitrogen tetraoksida dalam keadaan setimbang.

2NO 2 N 2 O 4 (berbentuk gas ) ∆H = - 57,2 kj/Mol 2NO 2 N 2 O 4 (berbentuk cairan) ∆H = + 85,9 kj/Mol

Struktur kimia Nitrogen dioksida dapat dituliskan menjadi 4 bentuk struktur resonansi, sedangkan dinitrogentetraoksida dapat dituliskan dalam bentuk Planer (ULRICHS, 1981).

Gambar 2-10. Model

Nitrogen dioxida Dari Dinitrogentetraoxida.

Nitrogen dioksida dapat membentuk asam nitrat di dalam air dan bentuk ikatan yang lain, seperti asam nitrit dan nitrogen monooksida, seperti ditunjukkan dalam sistematika dibawah ini.

Gas Nitrogen dioksida dapat mengalami oksidasi pada temperatur 100˚C dan menjadi Nitrogen oksida. Dari Nitrogen dioksida dapat digunakan sebagai bahan pemutih dan mampu memutuskan rantai lignin (BRINK, 1978). Radikal

NO +

2 bersifat elektrophile kuat Ion- Nitronium (NO 2 ), yang mana ion ini dapat memutuskan rantai lignin.

2HNO - 3 H 2 NO 3 + NO 3

2H +

2 NO 3 H 2 O + NO 2

2NO + 3HNO -

3 NO 2 + NO +H 3 O + 3NO 2

2.3.2.2 Ketentuan Pemutihan Pulp Dengan Nitrogen dioxida dan

Hasil Penelitian.

Pemutihan pulp dengan gas Nitrogen dioksida sebagai bahan pengikat atau penghancur lignin telah lama dikenal, namun penelitian yang mendalam tentang hal tersebut masih sedikit sekali. Pertimbangan pemakaian gas Nitrogen dioksida sebagai bahan pemutih adalah harganya relatif murah dan sangat efisien (CLARKE, 1944). Faktor yang penting di dalam pemutihan pulp dengan gas Nitrogen dioxida antara lain adalah bilangan kappa awal, temperatur, konsistensi dan waktu reaksi (KORDSACHIA, 1984). Pemutihan pulp dengan gas Nitrogen dioksida dari pulp Acetosolv kayu Kiefer di dalam media asam asetat 93% telah dilakukan oleh BERG (1989). Hasil yang diperoleh adalah diketahuinya ketentuan pemutihan seperti tercantum pada Tabel 2-12.

Tabel 2-12. Ketentuan Pemutihan Pulp Acetosolv Dengan Gas Nitrogen dioxida Dari Jenis Kayu Kiefer (BERG, 1989).

Hasil Pemutihan

Sejak tahun 1944, CLARKE telah merintis yaitu pemanfaatan gas Nitrogen dioksida sebagai bahan delignifikasi lignin dari pulp. Penggunaan gas Nitrogen dioksida mempunyai keuntungan yaitu harganya lebih murah jika dibandingkan klor, namun secara teknik industri masih sulit diterapkan. Hal ini disebabkan sifat gas Nitrogen dioksida pada temperatur di atas nol derajat berbentuk uap. SAMUELSON dan kelompok kerjanya sejak tahun 1982 telah menerbitkan lebih dari 30 publikasi. pemutihan dengan gas Nitrogen dioxida dapat diterapkan pada fase kedua setelah pemutihan dengan oksigen pada media alkali. Tujuan pemutihan dengan gas Nitrogen dioksida bukan delignifikasi tetapi modifikasi kimia lignin. KORDSACHIA (1984) telah mengadakan penelitian pulp dengan gas Nitrogen dioksida dari pulp sulfat kayu daun jarum. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh penurunan bilangan kappa dari 31 menjadi 6, rendemennya menurun menjadi 93% dan perubahan nilai viskositasnya tidak terlalu besar. Namun penelitian pemutihan pulp dengan gas Nitrogen dioksida di dalam medium asam asetat belum banyak. Dari dasar ini, BERG (1989) nencoba pemutihan pulp dengan menggunakan gas Nitrogen dioksida pada medium asam asetat, dan dengan pertimbangan ekonomis proses pulpingnya juga menggunakan asam asetat. Dari hasil penelitian tersebut dapat dibedakan konsentrasi gas Nitrogen dioksida dan faktor lainnya dari pulp Acetosolv kayu Kiefer. Nilai bilangan kappa akan menurun jika konsentrasi gas Nitrogen dioksida ditingkatkan. Pada konsentrasi gas Nitrogen dioksida antara 6 – 8% tidak menunjukkan perbedaan yang besar terhadap penurunan bilangan kappa. Sifat kekuatan kertas pada nilai derajat giling 30˚SR diperoleh kekuatan tarik yang

berkisar antara 8,790 2 – 9,370 km, kekuatan jebol berkisar antara 61,6 – 69,6 m dan kekuatan sobek 60,6 - 77,5 cN.

2.3.2.3 Reaksi Kimia Antara Gas Nitrogen dioxida Dengan Lignin

dan Karbohidrat. Reaksi Dengan Lignin

Reaksi kimia antara lignin dengan gas Nitrogen dioksida secara detil telah diteliti, dimana model reaksi kimia tersebut diketahui sangat komplek (KORDSACHIA, 1984). Reaksi kimia yang terjadi antara lain adalah reaksi substitusi dan oksidasi. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada lingkaran aromatik melalui kerusakan secara radikal dan ionik. Tipe model reaksi radikalis gas Nitrogen dioksida adalah ion Nitronium dan Nitrosonium (Gambar 2-11).

Pada reaksi substitusi ditemukan pemutusan bentuk eter guaiacyl atom C-6 dan pada struktur phenolik atom C-5 dan C-1 ikatan samping. Pada atom C-2 dan C-6 dari bentuk syringlaldehid dapat mengalami aktivasi. Ikatan samping dapat terputus menjadi bentuk struktur Benzylalkohol dan gugus hydroksil bebas atau eter mengalami oksidasi menjadi gugusan aldehid. Atom C-3 dimasuki gugusan nitro atau hidroksil dan atom C-4 dapat mengalami pemutusan hidrolitik atau oksidasi menjadi struktur ortho dan pera-chinon, seperti yang tercantum pada Gambar 2-12 (KORDSACHIA, 1984).

Gambar 2-11a.Nitrasi Lingkaran Aromatik (KORDSACHIA, 1984)

Gambar 2-11b. Pemutusan Rantai Samping Melalui Ion Nitronium (KORDSACHIA, 1984)

Gambar 2-11c. Reaksi Metilisasi Melalui Ion Nitronium (KORDSACHIA, 1984)

Gambar 2-11d. Reaksi Nitrasi Melalui Radikal NO 2 ˚ (KORDSACHIA, 1984)

Gambar 2-12. Reaksi Oksidasi Dari Struktur Lignin Melalui Ion Nitronium (KORDSACHIA, 1984).

Reaksi Dengan Karbohidrat

Gas Nitrogen dioksida juga seperti Nitrogen dioksida/air yang mempunyai kemampuan untuk memutuskan gugusan hirolxil pada rantai selulosa. Reaksi kimia antara gas Nitrogen dioksida dengan karbohidrat tergantung gugusan holoselulosa, temperatur, waktu reaksi, pH, kristalitas, konfigurasi selulosa dan konformasi selulosa (ANDERSSON dan SAMUELSON, 1983, 1985; SAMUELSON, et al., 1985). Gugusan a1kohol sekunder pada karbohidrat dapat mengalami oksidasi dan membentuk model ikatan 2,3 Dialdehid, 2,3 Dikarboxil dan 2,3 Diketon (NEVELL, 1985). Molekul selulosa yang reaktif adalah gugusan alkohol primer dan sekunder pada ikatan anhidroglukosa.

Pada Ikatan β -glukosidik, oksigen asetat dan daerah rantai terakhir bentuk aldehid dapat terputus rantainya. Reaksi yang terjadi antara gugusan OH primer dan gas Nitrogen dioksida adalah reaksi oksidasi (YACKEL dan KEYON, 1942; MC GEE, et al., 1947, 1948; MAURER dan REIFF, 1943). Melalui reaksi Pada Ikatan β -glukosidik, oksigen asetat dan daerah rantai terakhir bentuk aldehid dapat terputus rantainya. Reaksi yang terjadi antara gugusan OH primer dan gas Nitrogen dioksida adalah reaksi oksidasi (YACKEL dan KEYON, 1942; MC GEE, et al., 1947, 1948; MAURER dan REIFF, 1943). Melalui reaksi

Gambar 2-13. Reaksi Oksidasi Pada Ikatan Anhydro Glukosa (NEVELL, 1985)

2.3.3 Pemutihan Dengan Asam Peressig

2.3.3.1 Struktur dan Sifat Asam Peressig

Asam peressig di dalam sistem reaksi bolak balik dapat membentuk asam asetat dan hidrogen peroksida dalam suasana asam. Pembuatan asam peressig dapat dilakukan secara langsung, yaitu dengan cara mereaksikan asam asetat dan hidrogen peroksida yang diberi tambahan asam sulfat pekat (SWERN, 1970).

Di dalam media asam asetat akan terbentuk asam peressig, hidrogen peroksida dan ion Hydroxonium (HO + ) (JOHNSON, 1980 dan GIERER, 1986). Hal yang

lain adalah adanya dugaan bahwa asam peressig juga dapat membentuk ion asetonium (CH3CO + ) dalam jumlah kecil, dimana ion tersebut sangat berpengaruh

di dalam proses oksidasi (LAI dan SARKANEN, 1968). Pada medium netral (CH3CO - ) dan alkali, asam peressig dapat membentuk Anion-peroksiacetat

(GIERER, 1986). Di dalam kondisi basa kuat akan mengalami perubahan dengan cepat dan kehilangan oksigen aktif. Perubahan tersebut tergantung beberapa faktor yang antara lain adalah pH, temperatur, kadar ion logam dan konsentrasi asam peressig. pada temperatur 13˚C asam peressig murni atau asam peressig pekat relatif stabil, akan tetapi jika dipanaskan akan mudah rneledak (SWERN, 1970).

2.3.3.2 Ketentuan Pemutihan dan Hasil penelitian

Asam peressig digunakan bukan hanya untuk pemutihan pulp, melainkan juga digunakan di dalam proses pulping. Pemutihan pulp dengan asam peressig dapat dilakukan untuk semua jenis pulp, yang artinya pulp dapat dihasilkan dari metoda yang berbeda. Sebagai contoh, pulp TMP, sulfat, sulfit, Acetosolv dan Lain sebagainya (Tabel 2-13). Tabel 2-13. Ketentuan Pemutihan Pulp Dengan Asam peressig

Bahan Yang

Sumber Diteliti

pH Awal

Kayu Asam Lemah 70 4 POLJAK, 1984 Kayu

70 2 LEOPOLD, 1961 TMP

Netral

70 2 STEVENS et al., 1966 TMP

40 2 WAYMAN et al., 1965 TMP

26 2 MC. DONOUG, 1972 Pulp Kraft

90 1 OKUBO et al., 1977 Pulp Sulfit

OKUBO et al., 1977 Pulp Acetosolv Asam

90 0,5-1

BERG, 1989 Pulp Acetosolv Asam

70 2-6

70 6 GRANZOW, 1990

Tujuan pemutihan pulp dengan asam peressig adalah delignifikasi dan peningkatan nilai derajat putih kertas pada media asam atau netral sampai alkali lemah/ basa lemah. Banyak publikasi yang membahas pemutihan pulp dengan asam peressig, namun tidak diperoleh ketentuan yang tetap mengenai pH dan waktu reaksi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka BAILAY dan DANCE (1966) mengadakan penelitian berbagai faktor yang mempengaruhi pemutihan pulp terhadap pulp yang dihasilkan. Hal serupa juga dilakukan oleh RAPSON pada tahun sebelumnya yaitu, pada tahun 1965. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai optimal untuk sementara yaitu konsistensi 3 – 6 %, temperatur 50 - 85˚ C, dan pH dibawah 3.

Dari ketentuan tersebut di atas, maka penurunan bilangan kappanya relatif besar dan terjadi penurunan nilai viskositas. Kenaikan pH dari 3 menjadi 4 - 9 hanya sedikit menurunkan bilangan kappa dan nilai viskositas se1ulosa. TANIGUCHI dan OGIYAMA (1971) dan ABAU-STATE, et a1., (1987) menjelaskan bahwa kenaikan pH akan merusak rantai selulosa dan sebagai akibatnya akan terjadi penurunan nilai viskositas selulosa. CHRISTIANSEN, et a1., (1966) mengadakan penelitian pemutihan pulp dengan menggunakan asam peressig pada media netral dan pemutihan tingkat akhir dengan tujuan untuk meningkatkan derajat putih kertas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa derajat putih kertasnya sangat tinggi namun selulosanya mengalami kerusakan cukup besar. KONO dan KONDO (1965) meneliti pemutihan pulp sulfat dengan menggunakan asam peressig konsentrasi tinggi (> 45%). Dalam waktu beberapa menit, telah diperoleh kenaikan derajat putih yang cukup tinggi, rendemen pulpnya mengalami penurunan sebesar 4 – 5% dan sifat kekuatan kertasnya masih cukup baik. Walaupun hasilnya relatif baik, namun bila ditinjau dari segi ekonomis masih terlalu mahal.

OKUBO, et al., (1974, 1975) mengadakan penelitian pemutihan pulp sulfat dengan menggunakan asam peressig (26%), konsistensi 33%, pH 4, temperatur 90˚C dan waktu pemutihan 10 - 60 menit. Dengan ketentuan tersebut, di peroleh derajat putih kertas di atas 90% ISO dan rendemen pulp berkisar antara

93 – 96%. Penelitian lainnnya adalah pemutihan pulp sulfat dan sulfit dengan

kombinasi antara klordioksida (D) dan asam peressig (Pa) (ROYMAULIK, 1971). Penelitian serupa dari pulp sulfat yaitu kombinasi antara hidrogen peroksida (p), asam peressig (Pa) dan klordioksida. Dengan 5 (lima) tingkatan kombinasi juga dipero1eh derajat putih kertas yang cukup tinggi (RAPSON dan ANDERSON, 1985). HEBELL dan KRÜGER (1972); KRÜGER, et al., (1980) dan PAPPIUS, et aI., (1986) mengadakan penelitian pemutihan pulp bebas klor. Pemutihan tersebut dilakukan pada media air dan konsistensi sedang dengan kombinasi hidrogen peroksida (p) pada media a1ka1i dan asam peressig pada media asam serta temperatur 40 - 90˚C. Kombinasi pemutihan yang dianggap memberikan hasil paling optimal adalah P-Pa-P-Pa-P. Selain itu, penelitian yang lain adalah pemutihan pulp Acetosolv pada fase pertama dengan asam peressig, namun hasil yang dicapai pada metoda ini belum optimal (NIMZ dan CASTEN, 1984). Bedasarkan hasil penelitian sebelumnya, penelitian dilanjutkan dengan tujuan untuk mencari nilai optimal pemutihan dengan asam peressig (BERG, 1989 dan GRANZOW, 1990). Faktor yang diteliti di dalam pemutihan ini antara lain adalah pengaruh konsentrasi asam peressig, waktu, temperatur, konsistensi dan pH. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut (BERG, 1989 dan GRANZOW, 1990):

a. Makin tinggi konsentrasi asam peressig, maka makin rendah sisa lignin di dalam pulp dan derajat putih kertasnya makin meningkat.

b. Sisa lignin, rendemen dan derajat polimerisasi selulosa semakin menurun apabila waktu pemutihan semakin lama, dan sebaliknya derajat putih kertas makin meningkat.

c. Dengan kenaikan konsistensi dari 4% menjadi 17% maka sisa lignin dalam pulp makin berkurang, akan tetapi konsistensi di atas 20% akan terjadi sebaliknya. Derajat polimerisasi selulosa dan rendemennya juga mengalami kenaikan sesuai dengan konsistensinya. Derajat putih kertas yang optimal adalah pada nilai konsistensi pulp antara 10 – 17% (khusus pulp Acetosolv dari jenis kayu Kiefer atau Pinus sylvestris).

Kombinasi pemutihan pulp Acetosolv dengan asam peressig telah diteliti secara rinci oleh BERG (1989). Nilai derajat putih kertas yang tinggi akan dicapai apabila pemutihan pulp Acetosolv dikombinasikan dengan dua kali pemutihan gas ozon, dan dilanjutkan dengan asam peressig serta tahap terakhir dengan klordioksida. Pemutihan tahap akhir dapat dilakukan dengan asam peressig di dalam media netral dan akan diperoleh hasil yang sangat baik sekali. Derajat putih kertas di atas 80% ISO akan diperoleh, apabila kombinasi pemutihan menurut ketentuan Ze-Ze-PaN (Ozon di dalam asam asetat 2 kali dan asam peressig di dalam air). Jumlah bahan kimia yang dipakai yaitu 3% gas Ozon dan 1% asam peressig (dihitung sebagai hidrogen peroksida).

2.3.3.3 Reaksi Kimia Antara Asam peressig Dengan Lignin dan

Karbohidrat.

Reaksi Dengan Lignin

CHANG dan ALLAN (1971), JOHNSON (1971), NIMZ dan SCWINDT (1981) mengadakan penelitian tentang model reaksi antara asam peressig dan lignin, baik pada substansi model lignin di dalam media asam maupun netral. Pada pH netral dapat terjadi pemutusan rantai lignin pada gugusan phenolik, struktur α -Carbonyl ether, β -Ary1ether, ikatan rangkap olifen dan methylether. Produk akhir dari hasil reaksi ini diteliti lebih lanjut dan diperoleh derivat chinon serta asam mukonik seperti tercantum pada Gambar 2-14 (ELVIDGE, et al, 1951) dan GIERER, 1986).

Perubahan rantai aromatik dapat terjadi dengan cara reaksi oksidasi, yaitu melalui tahapan ortho chinon menjadi asam mukonik atau hidrolisa lingkaran aromatik menjadi para-chinon dan asam hydroxy mukonik, seperti tercantum pada Gambar 2-15 (FARRAND dan JHONSON, 1971).

Gambar 2-14. Reaksi Kimia Pada Inti Aromatik Lignin (GIEFER, 1986)

Gambar 2-15. Reaksi Kimia Derivat 4- methylbrenzcatechin Dengan Asam Peressig (FARRAND dan JOHNSON, 1971).

SAKAI dan KONDO (1966) juga mengadakan penelitian tentang reaktivitas struktur aromatik pada perlakuan dengan asam peressig. Kereaktivan SAKAI dan KONDO (1966) juga mengadakan penelitian tentang reaktivitas struktur aromatik pada perlakuan dengan asam peressig. Kereaktivan

Gambar 2-16. Reaksi Relatif Struktur Aromatik Lignin Dengan Asam peressig (JOHNSON, 1980).

Gambar 2-17. Reaksi Kimia Pada Struktur β -Arylether Dengan Asam peressig (LAWRENCE, et al., 1980).

Reaksi Kimia Dengan Karbohidrat

Asam peressig merupakan bahan kimia yang sangat selektif untuk melarutkan lignin dari dalam kayu (POLJAK, 1948 dan POPPIUS, et al., 1986). Pada temperatur 100˚C, asam peressig telah dapat merusak struktur jaringan anatomi kayu Fichte/spruce dan telah terjadi proses pulping. Dari penelitian ini, sebagian lignin telah larut namun bagian karbohidratnya belum mengalami kerusakan yang cukup berarti. Pada perlakuan tersebut, sebagian hemiselulosa larut oleh asam peressig. Selanjutnya, dengan proses hydrolisa di dalam 2,5% asam sulfat akan memperoleh kurang lebih 10,3% pentosan. Proses pulping dengan asam peressig akan diperoleh rendemen hemiselulosa dan selulosa yang cukup tinggi serta sisa lignin di dalam pulp relatif rendah. Dengan penggunaan asam peressig yang berlebih akan terjadi reaksi oksidasi polisakarida melalui pembentukan radikal hydroxy seperti tercantum pada Gambar 2-18 (NEVELL,

1985). Dengan ketentuan pemutihan yang ekstrim, akan terjadi reaksi oksidasi pemutusan rantai C-1 polisakarida (Gambar 2-19). Polisakarida tidak mengalami kerusakan yang cukup berarti pada pH netral, sehingga asam peressig dapat digunakan di dalam analisa kimia untuk memperoleh holoselulosa (LEOPOLD, 1961). HATAKEYAMA, et al., (1967, 1968) dan NEIMO, et al, (1965) mengadakan penelitian reaksi mekanisme antara asam peressig dengan mono dan polisakarida. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa xylan dan mannan lebih mudah terputus jika dibandingkan dengan selulosa. Heksosa dapat mengalami oksidasi pada gugusan alkohol primer, yang selanjutnya akan terjadi kerusakan oksidatif pada atom C2 dan C3 pada molekul glukosa.

Gambar 2-18. Oksidasi Rantai Anhidroglukosa (NEVELL, 1985)

Gambar 2-19. Gugusan β -Alkoksi (x) dan Pemutusan Rantai di dalam Ikatan Anhidroglukosa Karbonil (NEVEL, 1985).