Kesehatan Bank

A. Kesehatan Bank

Industri perbankan yang sehat dan berada dalam kondisi stabil berperan mutlak dalam kegiatan atau pembangunan ekonomi dalam pengertian bahwa lembaga keuangan tersebut terutama perbankan diyakini dapat memenuhi seluruh kewajibannya tanpa dukungan atau bantuan pihak luar (eksternal). Suatu negara bisa saja memiliki sistem perbankan yang kuat, dengan perekonomian yang lemah. Tetapi, tidak pernah dalam sejarah menunjukkan bahwa suatu negara dengan sistem

perbankan yang lemah menjadikan perekonomiannya kuat. 136 Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam

penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain:

1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank runs 137 ) sehingga berpotensi

merugikan deposan dan kreditur bank;

136 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2002), hlm. 22.

Runs adalah suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya. Runs menjadi masalah karena ketika bank mengalami permintaan akan uang yang meningkat, mereka harus menyediakan dana dalam jumlah yang mencukupi. Masalahnya menjadi lebih pelik sebab bank harus mengambil simpanan dananya yang ada di bank sentral atau di bank lain. Jika belum mencukupi, hal tersebut harus dipenuhi dengan menjual asetnya

2. Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect 138 sehingga berpotensi menimbulkan system problem;

3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit;

4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress);

5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan

moneter. 139

dan atau menjual utangnya (yang tentunya dalam harga yang lebih rendah). Dalam keadaan normal, sebagian aset perbankan berbentuk piutang. Pada kondisi dimana bank menghadapi permintaan akan kas dalam jumlah besar dan mendadak, maka kegoncangan pada suatu bank dapat memberikan efek domino pada bank lain melalui hubungan pinjaman antar bank atau lewat kenaikan suku bunga pasar uang antar bank. Kondisi ini yang akan menyebabkan insolvensi pada satu atau lebih atau bahkan semua sistem perbankan. HLB Hadori & Rekan, Studi Ekonomi .... Op.cit., hlm. 32-33.

Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan gejala penurunan yang sangat tajam pada saat krisis nilai tukar terjadi. Hal ini ditandai dengan adanya penarikan dana secara serentak dan besar- besaran pada sejumlah bank di Indonesia. Paling tidak ada beberapa alasan yang melandasi ketakutan tersebut:

1. Modal dan cadangan perbankan dalam bentuk cair (likuid) sangat kecil dibandingkan dengan dana masyarakat yang mereka kelola; 2. Sistem perbankan merupakan penggerak roda perekonomian. Sistem perbankan merupakan sistem yang saling berkait. Pinjaman antar bank akan menyebabkan gangguan pada bank yang satu akan menimbulkan kesulitan pada bank lainnya sehingga menimbulkan “efek domino” yang berakibat pada runtuhnya seluruh sistem perbankan. Efek domino yang menyebabkan kehancuran sistem perbankan hanya akan terjadi jika

masyarakat akan mengalihkan seluruh dana mereka dari sistem perbankan. HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI Suatu Tinjauan dan Penilaian …. Op.cit., hlm. 22-23.

138 Ketidakpercayaan kepada suatu bank cepat atau lambat akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect

dari pola runs suatu bank terjadi bila nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan DPK dalam sistem perbankan pada saat yang sama yang keluar dari bank yang baik maupun yang gagal. Ibid., hlm. 37.

Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 140 Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia secara teratur dan diberitahukan kepada bank secara berkala. Sistem

penilaian tingkat kesehatan bank telah dimulai sekitar tahun 1970 dengan menggunakan kriteria yang dikembangkan dari asas-asas usaha bank dan perkreditan yang sehat. Dalam periode ini kriteria penilaian tingkat kesehatan tidak hanya didasarkan atas kriteria tradisional yaitu: aspek likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas, namun juga telah memasukkan unsur penilaian atas kemampuan modal

untuk memikul resiko yang mungkin timbul dari kegiatan usahanya. 141 Faktor-faktor yang dapat menurunkan nilai tingkat kesehatan bank menjadi

tidak sehat yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen bank, window dressing 142 , praktik bank dalam bank, penghentian keikutsertaan kliring,

praktik perbankan lain yang membahayakan kelangsungan bank. 143

Anwar Nasution, “Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia”, disampaikan pada “Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII”, (Denpasar: Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 14-18 Juli 2003), hlm. 5.

140 Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. 141 HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum ..... Op.cit., hlm. 49. 142 Window dressing is a strategy used by mutual fund and portfolio managers near the year

or quarter end to improve the appearance of the portfolio/fund performance before presenting it to clients or shareholders. Performance reports and a list of the holdings in a mutual fund are usually sent to clients every quarter. To window dress, the fund manager will sell stocks with large losses and purchase high flying stocks near the end of the quarter. These securities are then reported as part of the fund's holdings. Another variation of window dressing is investing in stocks that don't meet the style of the mutual fund. For example, a precious metals fund might invest in stocks that are in a hot

Proses penyehatan dan penguatan perbankan telah ada dirumuskan dalam PAKFEB 1991 144 . Kebijakan tersebut mengadopsi ”Prudential Banking” (prinsip

kehati-hatian dalam usaha perbankan), yang digunakan sebagai ”Best Practice Guide” di dunia perbankan internasional. Beberapa ketentuan yang penting adalah syarat kecukupan modal minimum (CAR), kewajiban penyisihan cadangan risiko,

sector at the time, disguising the fund's holdings, so clients really have no idea what they are paying for. Window dressing may make a fund appear more attractive, but you can't hide poor performance for long. Investopedia, http://www.investopedia.com/terms/w/windowdressing.asp diakses tanggal 17 Mei 2009. Window dressing adalah suatu strategi yang digunakan oleh manejer dana dan portofolio sebelum akhir tahun atau perempat tahun untuk meningkatkan penampilan dari portofolio/keuangan sebelum memperkenalkannya pada klien atau shareholder. Laporan performa dan daftar dari perusahaan dalam keuangan yang sama biasanya dikirim ke klien setiap tiga bulan. Untuk melakukan window dressing, manajer keuangan akan menjual saham yang sangat merugikan dan membeli saham yang sedang naik pada saat akhir bulan ketiga. Sekuritas ini kemudian dilaporkan sebagai bagian dari dana perusahaan. Variasi lain dari window dressing adalah berinvestasi dalam stok yang tidak mempunyai jenis dana yang sama. Contohnya, logam berharga mungkin diinvestasikan dalam saham di sektor yang sedang beruntung pada saat itu, menyamarkan keuangan perusahaan, jadi klien benar- benar tidak tahu apa yang telah mereka bayarkan.

Window dressing mungkin membuat keuangan kelihatan lebih menarik, tapi anda tidak dapat menyembunyikan keuangan yang buruk dalam jangka waktu yang lama. Window dressing adalah penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaaan sesungguhnya. Kamus Keuangan, http://www.perencanakeuangan.com/files/w1.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Secara politis, window dressing akan membuat pemerintahan seolah-olah berhasil mencapai target-targetnya. Tempointeraktif, “Ekonom Kuatir Pemerintah Melakukan Window Dressing”,http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/10/21/brk,20071021-109827,id.html diakses tanggal 17 Mei 2009.

143 Ibid., hlm. 159. 144 Ketentuan penilaian tingkat kesehatan berdasarkan PAKFEB 1991 tersebut untuk pertama

kalinya ditetapkan dalam Paket ketentuan antara lain sebagai berikut: 1. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Penilaian Tingkat Kesehatan, yaitu masing-masing No. 23/81/KEP/DIR dan No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. 2. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank, masing-masing No. 23/67/KEP/DIR dan No. 23/11/BPPP tanggal 28 Februari 1991. 3. Surat Keputusan Direksi dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan, masing-masing No. 23/68/KEP/DIR dan No. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991. HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum … Op.cit., hlm. 50.

pengetatan klasifikasi likuiditas kredit (kolektabilitas) dan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit). 145

Struktur pasar keuangan (financial markets) yang sehat ditunjang oleh pelaku pasar yang sehat pula akan membantu berbagai langkah stabilitas ekonomi mencapai sasarannya. Oleh karena itu dibutuhkan pelaku pasar keuangan yang mampu menangkap sinyal-sinyal indikatif yang diisyaratkan otoritas perbankan. Sejalan dengan itu Bank Indonesia harus terus berupaya meningkatkan profesionalisme pelaku dalam sektor perbankan agar dapat menciptakan bankir yang tangguh dan profesional. Melihat jumlah kantor bank yang semakin bertambah, Bank Indonesia jelas memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan. Untuk itu Bank Indonesia mengembangkan pola pembinaan dan pengawasan yang mengarah pada industri perbankan yang mampu mengatur sendiri dalam menerapkan pelaksanaan prinsip

kehati-hatian. 146 Ukuran kinerja bank umum yang lebih komprehensif adalah CAMEL, yang

mencakup seluruh aspek yang penting dalam evaluasi kesehatan/kinerja bank umum, yaitu: C = Capital Adequacy (tingkat kecukupan modal), A = Assets Quality (kualitas aktiva), M = Management Quality (kualitas manajemen), E = Earnings (kemampuan

menghasilkan pendapatan), L = Liquidity (tingkat likuiditas). 147

145 HLB & Hadori, Studi Hukum.... Op.cit., hlm. 41. Kebijaksanaan PAKFEB 1991 tersebut mengandung perubahan yang fundamental, oleh karena itu penerapannya tidak dapat dilakukan serta

merta namun perlu dilakukan secara bertahap. Tahap akhir dari penerapan kebijaksanaan tersebut oleh perbankan direncanakan pada akhir tahun 1997. Ibid.

146 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 70. 147 Manurung Mandala dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 157.

Teknik analisa CAMEL yang digunakan untuk penilaian kinerja keuangan bank mengacu pada ketentuan penilaian yang diatur dalam Surat Edaran Bank

Indonesia No. 30/2/UPPB/tgl 30/4/1997 jo. SE No. 30/UPPB/tgl 19/03/1998. 148 Berdasarkan penjelasan Surat Edaran Bank Indonesia tersebut, penerapan

analisis CAMEL dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Melakukan review data laporan keuangan (Neraca dan Laporan Rugi Laba) dengan sistem akuntansi yang berlaku maupun penjelasan lain yang mendukung;

2. Menghitung angka rasio masing-masing aspek CAMEL;

3. Menghitung nilai kotor masing-masing rasio;

4. Menghitung nilai bersih masing-masing rasio dengan jalan mengalikan nilai kotor masing-masing dengan standar bobot masing-masing rasio;

5. Menjumlahkan nilai bersih rasio CAMEL;

6. Membandingkan hasil penjumlahan keseluruhan rasio CAMEL dengan standar Bank Indonesia. 149

Asas kehati-hatian (Prudential Banking) pada dasarnya merupakan suatu tolak ukur pengendalian CAMEL. Dalam prinsip tersebut, hal-hal yang belakangan sering mengemuka seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Cadangan Risiko/Provisi, Batas

148 M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 129-130. 149 Universitas Kristen Petra, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/2007-32403056-8776-

kebangkrutan.pdf diakses tanggal 12 Mei 2008.

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), termasuk dalam cakupan asas kehati-hatian dalam usaha bank. 150