KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, dikaitkan dengan rumusan permasalahan penelitian, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Perlunya pengaturan GWM dalam hukum perbankan di Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas moneter, memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas, dan menentukan besarnya biaya dana bank. Dampak gejolak ekonomi dan keuangan global berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Bank Indonesia memandang perlu untuk memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas antara lain melalui penetapan GWM untuk mengatasi dampak tersebut dan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan. Kondisi perekonomian nasional yang stabil perlu tetap dijaga antara lain melalui stabilitas moneter. Stabilitas moneter dapat dicapai melalui pengendalian uang beredar yang antara lain dilakukan melalui pengaturan likuiditas perbankan termasuk penetapan GWM. Pengaturan mengenai GWM yang berlaku disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dalam suatu Peraturan Bank Indonesia. Penentuan besarnya biaya dana merupakan 1. Perlunya pengaturan GWM dalam hukum perbankan di Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas moneter, memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas, dan menentukan besarnya biaya dana bank. Dampak gejolak ekonomi dan keuangan global berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Bank Indonesia memandang perlu untuk memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas antara lain melalui penetapan GWM untuk mengatasi dampak tersebut dan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan. Kondisi perekonomian nasional yang stabil perlu tetap dijaga antara lain melalui stabilitas moneter. Stabilitas moneter dapat dicapai melalui pengendalian uang beredar yang antara lain dilakukan melalui pengaturan likuiditas perbankan termasuk penetapan GWM. Pengaturan mengenai GWM yang berlaku disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dalam suatu Peraturan Bank Indonesia. Penentuan besarnya biaya dana merupakan
2. Peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan dapat dilihat dari bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu. Jumlah likuiditas yang wajib dipelihara oleh setiap bank harus ditempatkan dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Likuiditas wajib ini disebut GWM. Posisi GWM ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ketentuan GWM dapat dibedakan dalam dua kategori perhitungan, yaitu GWM dalam rupiah dan valuta asing. Sebagian besar kewajiban dari bank adalah dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid (illiquid). Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang 2. Peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan dapat dilihat dari bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu. Jumlah likuiditas yang wajib dipelihara oleh setiap bank harus ditempatkan dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Likuiditas wajib ini disebut GWM. Posisi GWM ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ketentuan GWM dapat dibedakan dalam dua kategori perhitungan, yaitu GWM dalam rupiah dan valuta asing. Sebagian besar kewajiban dari bank adalah dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid (illiquid). Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang
3. PBI No. 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing, dikaitkan dengan teori utilitarisme, memberikan manfaat terhadap sistem perbankan. Kebijakan penurunan GWM tersebut berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam rupiah sekitar Rp 50 triliun dan dalam valas US$ 721 juta. Jika likuiditas banjir maka kemampuan bank untuk menyalurkan kredit juga semakin bagus. Namun tidak semua kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia berimbas positif bagi bank-bank nasional. Puluhan bank dengan LDR tinggi justru makin kesulitan karena harus menyerahkan giro tambahan kepada Bank Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak dikaitkannya lagi GWM dengan LDR sehingga bank-bank yang sebelumnya mendapatkan jasa giro bagi pemenuhan GWM efektif lebih dari 5 persen harus menambah GWM-nya di Bank Indonesia. Beban GWM bertambah juga dialami oleh bank-bank dengan DPK di bawah Rp 1 triliun, dengan LDR di atas 60 persen. Di atas kertas bank-bank seperti ini justru wajib menambah giro 0,5 persen - 2,5 persen. Bank-bank tersebut sudah mengalami kesulitan menyalurkan kredit malah dimintai dana tambahan, sementara bank ber-LDR rendah justru mendapatkan pengembalian likuiditas.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Pengaturan mengenai GWM yang berlaku perlu disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu sehingga pada saat penerapannya tidak menimbulkan permasalahan. Hal ini agar sesuai dengan prinsip utilitarian yang menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
2. Bank harus benar-benar dapat mengikuti pola perilaku penarikan nasabah gironya terutama nasabah-nasabah utamanya karena mobilitas dana yang bersumber dari giro sangat tinggi yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen likuiditas bank. Penghitungan besarnya biaya dana bank perlu memperhatikan ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan Bank Indonesia, mengingat besarnya cadangan wajib akan mempengaruhi besarnya biaya dana.
3. Melihat kondisi beberapa bank yang mengalami kenaikan GWM maka sebaiknya Bank Indonesia memberi pelonggaran waktu atas penerapan GWM terhadap bank-bank yang belum siap. Selain pelonggaran waktu, kebijakan Bank Indonesia tersebut harus diperbaiki penerapannya, sehingga tidak menimbulkan ekses terhadap bank yang GWM-nya justru menjadi naik.
Dengan demikian bank-bank dapat memenuhi kewajiban pemenuhan GWMnya dan melaksanakan fungsinya untuk menyalurkan kredit ke masyarakat.