Pengawasan Giro Wajib Minimum Bank Umum di Bank Indonesia

C. Pengawasan Giro Wajib Minimum Bank Umum di Bank Indonesia

Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap bank lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena itu kebutuhan

Underlying transactions is contract or deal between account party and beneficiary of a Letter of Credit (L/C). Business Dictionary.com, http://www.businessdictionary.com/definition/underlying-transaction.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C.

180 Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 20 Maret 2009.

melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 181

Secara fundamental terdapat beberapa alasan tentang tujuan dilakukannya pengawasan terhadap perbankan, yaitu:

1. Berkaitan dengan pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem perbankan dan individual bank. Kepercayaan tersebut penting karena sebagai sumber dana, tujuan dasar bank adalah memberikan jasa keuangan. Kehadiran bank yang tidak sehat yang dapat mengancam integritas sistem perbankan harus ditutup melalui evaluasi pemeriksaan terhadap kecukupan modal, kualitas, manajemen, posisi likuiditas dan kemampuan pendapatan;

2. Pemeriksaan langsung secara berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan ketaatan bank terhadap ketentuan. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan secara tradisional merupakan prioritas utama bagi pengawas;

3. Proses pemeriksaan dapat membantu mencegah munculnya masalah yang tidak dapat diperbaiki dan yang semakin memburuk, sehingga biaya penyelamatan atau pembayaran terhadap nasabah penyimpan (dalam hal ini dijamin oleh asuransi simpanan) menjadi sangat besar;

4. Pemeriksaan dapat memberikan masukan kepada pengawas tentang bentuk, tingkat keseriusan dan akibat dari suatu masalah bagi bank dan memberikan fakta dasar bagi langkah-langkah perbaikan yang tepat, rekomendasi, dan

181 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan... Op.cit., hlm. 218.

perintah. Dengan demikian, pemeriksaan memainkan peranan kunci dalam proses pengawasan itu sendiri. 182

Pelaksana fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) biasanya dilakukan oleh bank sentral negara yang bersangkutan. Telah diketahui bahwa fungsi bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter. Karena fungsi otoritas pengawasan bank ditempatkan di bank sentral, fungsi pokok bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter, kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran, serta kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Ketiga fungsi tersebut terkait satu sama lain, sehingga harus dikelola secara terpadu. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem perbankan yang sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan erat antara efektivitas

pelaksanaan pengawasan bank. 183 Pengawasan perbankan juga berkaitan dengan fungsi pokok bank tersebut,

antara lain menghimpun dana dari masyarakat, menanamkan dana yang dikelolanya ke dalam berbagai aset produktif, misalnya dalam bentuk kredit, dan memberikan jasa layanan lalu lintas pembayaran dan layanan jasa perbankan lainnya. Bank berperan sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan dua pihak yang berbeda

182 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan ... Op.cit., hlm. 47-48.

183 Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 7.

kepentingannya, baik dalam pelayanan transaksi keuangan dan lalu lintas pembayaran. 184

Untuk mendukung optimalisasi pengelolaan perbankan yang sehat, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif. Dimana tujuan pembinaan dan pengawasan bank adalah agar terjadinya kesehatan bank dan terpeliharanya kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat. Untuk itu Bank Indonesia yang berfungsi sebagai bank sentral diberi wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan bank. Hal tersebut diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyebutkan:

”Pembinaan dan Pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.” Pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia ini dijelma lebih lanjut

pada Pasal 29 ayat (2) sampai dengan Pasal 37B Undang-undang No. 10 tahun 1998. Tugas dan wewenang Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bank juga diatur dalam Undang-undang No. 23 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia dimana dalam Pasal 8 menyebutkan:

”Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

184 Ibid., hlm. 3.

b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;

c. Mengatur dan mengawasi bank.

Tugas pengawasan oleh Bank Indonesia dapat dilakukan berdasarkan atas analisis terhadap kondisi suatu bank tertentu, yaitu:

1. Pengawasan normal (rutin), yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya frekuensi pengawasan dan pemantauan kondisi bank dilakukan secara normal sedangkan pemeriksaan terhadap jenis bank ini dilakukan secara berkala atau sekurang-kurangnya setahun sekali;

2. Pengawasan intensif (intesive supervision), yaitu pengawasan yang dilakukan bagi bank yang memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya;

3. Pengawasan khusus (special surveillance), yaitu pengawasan bagi bank dalam pengawasan intensif yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa bank tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bank yang memiliki kesulitan yang

dapat membahayakan kelangsungan usahanya. 185 Kriteria bank yang termasuk dalam pengawasan intensif (intensive

supervision) adalah:

185 Bank Indonesia, “Bank Dalam Pengawasan Khusus”, http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Special+Surveillance+Unit diakses tanggal 15 Mei 2008.

1. 186 Tingkat kesehatan tergolong kurang sehat atau tidak sehat ;

2. Memiliki permasalahan aktual dan/atau potensial di bidang likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas berdasarkan penilaian terhadap nilai keseluruhan risiko;

3. Terdapat pelampauan dan/atau pelanggaran BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) dan tidak dapat diselesaikan;

4. Terdapat pelanggaran posisi devisa neto dan tidak dapat diselesaikan;

5. Rasio GWM lebih besar dari 5 persen namun mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar;

6. Memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar;

7. 188 Memiliki NPL (non performing loan) lebih besar dari 5 persen. Bank yang termasuk dalam pengawasan khusus (special surveillance) adalah

bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

186 Pendekatan penilaian kesehatan bank digunakan dengan metode kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Tingkat kesehatan bank ditetapkan berdasarkan

pada suatu sistem pemberian nilai tambah (reward system) yang dikombinasikan dengan pemberian nilai kurang (penalty system) sebagai faktor penambah dan pengurang. Berdasarkan pencapaian atas nilai kredit, bank dapat digolongkan dalam empat kategori, yaitu: sehat (sound) dengan nilai kredit 81- 100, cukup (fairly sound) dengan nilai kredit 66-kurang dari 80, kurang sehat (poor) dengan nilai kredit 51-kurang dari 65, dan tidak sehat(Unsound) dengan nilai kredit 0-kurang dari 51. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan .... Op.cit., hlm. 29.

187 Salah satu penyebab dari besarnya NPL adalah besarnya pinjaman komersial luar negeri Indonesia. Besarnya pinjaman dalam mata uang asing tersebut, baik yang dilakukan oleh bank,

lembaga keuangan ataupun nasabah bank telah menyebabkan sistem keuangan secara keseluruhan rentan terhadap gejolak nilai tukar. Penurunan rupiah yang luar biasa terhadap valas utama menyebabkan pinjaman dalam mata uang asing juga meningkat nilainya secara luar biasa sesuai dengan penuruanan tersebut. Peningkatan jumlah kewajiban tersebut berdampak pada kemampuan membayar kewajiban yang semakin menurun, bankan dalam banyak kasus mengakibatkn ketidakmampuan membayar dan meningkatkan besaran NPL. HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI Suatu Tinjauan dan Penilaian … Op.cit., hlm. 25.

188 Pasal 2 ayat 2 PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank. Lihat juga Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan ... Op.cit., hlm. 228.

1. Rasio kewajiban penyediaan modal minimum kurang dari 8 persen;

2. Rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan untuk GWM bank, dengan perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat atau berdasarkan penilaian Bank Indonesia mengalami permasalahan likuiditas

yang mendasar. 189 Berdasarkan PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan

Penetapan Status Bank, Bank Indonesia melakukan beberapa tindakan dalam rangka pengawasan khusus sebagaimana dimaksud di atas, yaitu:

1. Memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang menyatakan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8 persen;

2. Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan (mandatory supervisory actions) segera setelah diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang menyatakan rasio kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau kurang dari 6 persen;

3. Dapat memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk melakukan tindakan antara lain:

1. Mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;

189 Pasal 5 ayat 2 PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank.

2. Menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modal bank;

3. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;

4. Menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban bank;

5. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;

6. Menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank;

7. 190 Membekukan kegiatan usaha tertentu bank. Berdasarkan PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank

Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing menyebutkan bahwa Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM primer dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125 persen dari rata-rata suku bunga jangka waktu 1 hari overnight dari JIBOR pada hari terjadinya pelanggaran, terhadap kekurangan GWM dalam rupiah, untuk setiap hari pelanggaran. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM sekunder dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 0,04 persen per hari kerja, yang dihitung dari selisih antara saldo harian Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia yang wajib dipenuhi dengan saldo harian Rekening Giro Valas Bank yang dicatat pada sistem akunting Bank Indonesia. Sanksi

Pasal 5 ayat 3 PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank.

konsolidasi perbankan. 191 Selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud, Bank yang tidak memenuhi

kewajiban GWM primer dan sekunder dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun

1998. 192 Sanksi administratif yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa:

1. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam undang-undang ini;

2. Penyampaian teguran-teguran tertulis;

3. Penurunan tingkat kesehatan bank;

4. Larangan turut serta dalam kliring;

5. Pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau untuk beberapa cabang;

191 Pasal 13 PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.

192 Pasal 14 PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.

6. 193 Pencabutan izin usaha. Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur oleh Bank

Indonesia. Namun khusus untuk pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. 194 Pengenaan sanksi dilaksanakan dengan mendebet rekening giro rupiah bank

pada Bank Indonesia. Bila dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pendebetan yang terkait dengan pengenaan sanksi, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai sistem Bank

Indonesia Real Time Gross Settlement 195 . Bila saldo rekening giro rupiah bank tidak mencukupi untuk pendebetan sanksi maka atas kekurangan tersebut juga dikenakan

sanksi kewajiban membayar sebesar 125 persen dari rata-rata suku bunga jangka waktu 1 hari overnight dari JIBOR pada hari terjadinya pelanggaran, terhadap

kekurangan GWM dalam rupiah, untuk setiap hari pelanggaran. 196

193 Penjelasan Pasal 52 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 194 Ibid. 195 System Real Time Gross Settlement (RTGS) are funds transfer mechanism where transfer