Fungsi Intermediasi Bank

A. Fungsi Intermediasi Bank

Lembaga keuangan atau sering juga disebut sebagai lembaga intermediasi dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung yaitu lembaga keuangan depositori (depository financial institution) dan lembaga keuangan non-depositori (non depository financial institution). Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan, atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa ini adalah bank-bank. Lembaga keuangan non-depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan bukan bank menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis

asuransi dan program pensiun. 197

197 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 5-6. Unit surplus dapat berupa perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi.

Lembaga keuangan non depositori adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions). Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun. Lembaga keuangan investasi (investment institutions) yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yang kegiatan usahanya tidak

Salah satu sektor yang paling berperan di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor perbankan karena perannya sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang diikuti dengan krisis perbankan, dunia perbankan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini dapat dilihat dari tingkat LDR, yaitu perbandingan antara dana yang dihimpun dengan kredit yang disalurkan oleh bank

yang jauh lebih kecil dari ketentuan sehat menurut Bank Indonesia yaitu 75 persen. 198 Hal tersebut semakin diperparah dengan kondisi pasca reformasi. Banyak

bankir terjerat hukum yang diakibatkan oleh kredit bermasalah. Padahal bank memiliki karakteristik yang unik dalam perannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu

terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage 199 yang jauh

termasuk dalam kelompok lembaga keuangan kontraktual dan investasi yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan (finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit. Ibid.

198 PBI No. 6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Matriks Kriteria Penetapan Komponen Likuiditas No. 3 tanggal 12 April 2004.

Leverage in finance (or gearing because of its analogy with a gearbox) is borrowing money to supplement existing funds for investment in such a way that the potential positive or negative outcome is magnified and/or enhanced. It generally refers to using borrowed funds, or debt, so as to attempt to increase the returns to equity. Financial leverage (FL) takes the form of a loan or other borrowings (debt), the proceeds of which are (re)invested with the intent to earn a greater rate of return than the cost of interest. Leverage allows greater potential returns to the investor that otherwise would have been unavailable but the potential for loss is also greater because if the investment becomes worthless, the loan principal and all accrued interest on the loan still need to be repaid. Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Leverage_(finance) diakses tanggal 27 Mei 2009. Leverage dalam keuangan (atau disebut juga dengan perlengkapan karena analoginya dengan kotak perlengkapan) adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan. Biasanya tujuannya untuk menggunakan dana pinjaman, atau utang, jadi untuk mencoba meningkatkan hasil yang wajar. Perlengkapan keuangan mengambil bentuk pinjaman atau pinjaman lainnya (utang), kelanjutan yang diinvestasikan (kembali) dengan maksud untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi dari pada biaya bunga. Leverage memungkinkan pendapatan potensial yang lebih besar pada investor jika tidak

menyebabkan bank berada pada posisi yang sangat strategis sekaligus rawan risiko. 200 Secara teori dapat dijelaskan bahwa pentingnya fungsi intermediasi adalah

terkait dengan biaya untuk memperoleh information cost yang dibutuhkan kreditur untuk mendapat debitur yang kredibel dan adanya perbedaan preferensi likuiditas dari pihak kreditur maupun debitur. Biaya informasi tersebut juga mencerminkan cost of

fund dan suku bunga kredit bank. 201 Tanpa intermediasi, sulit bagi perbankan untuk menjadi motor penggerak ekonomi. Intermediasi tanpa kualitas kredit yang baik

bukan tak mungkin hanya akan menambah beban dan ini hal yang tidak diharapkan terjadi. 202

Pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang perekonomian guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan lapangan kerja pada Juni 2007.

maka tidak akan berarti tapi potensi kerugian juga lebih besar karena jika investasi menjadi tidak berharga maka dasar pinjaman dan semua pertambahan bunga pinjaman masih perlu dibayar kembali.

H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 426. Kesenjangan likuiditas merupakan salah satu risiko yang dialami bank sehari-hari mengingat bank memiliki leverage (rasio utang terhadap modal) yang tinggi dan ketidakseimbangan dalam struktur aset (umumnya berjangka menengah dan panjang) dan kewajiban (umumnya berjangka pendek). Kompas.com, ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi. diakses tanggal 22 Nopember 2008.

201 Bank Indonesia, Muliaman D Hadad, Wimboh Santoso, Dwityapoetra S , “Studi Biaya Beberapa Bank Besar Di Indonesia Apakah Kredit Bank Umum Overpriced”,

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B90F9B4F-E1CE-4656-9135- 44694D6B0384/7832/Studibiayaintermediasibbrpbankbesar.pdf hlm. 4, diakses tanggal 14 Mei 2009.

202 Berita Indonesia, “Antara LDR, Fungsi Intermediasi Dan Sektor Riil”, http://www.beritaindonesia.co.id/cms/index.php diakses tanggal 14 Mei 2009.

Di sektor perbankan, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan dengan maksud mendorong fungsi intermediasi perbankan. Masalah yang harus diwaspadai adalah bila belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan terus direspon dengan pelunakan aturan. Pelunakan aturan dikhwatirkan akan menimbulkan bom waktu. Industri perbankan sejak dulu dan akan terus menjadi objek regulasi dan supervisi regulator karena secara alamiah bisnis perbankan adalah

bisnis kepercayaan dan peran kuncinya sebagai pendorong perekonomian. 203 Di samping itu industri perbankan juga potensial terhadap kecurangan serta

biaya sosial yang ditimbulkannya sangat besar kalau terjadi kebangkrutan. Alasan utama regulasi adalah bank tidak boleh menimbulkan biaya politik terhadap masyarakat, baik berupa ketidakmampuan mengembalikan uang nasabah atau menjadi penyebab kebangkrutan bank lain (contagion effect). Tujuan pengaturan dan pengawasan mengandung dua sisi yang terkadang tidak saling mendukung (trade- offs). Di satu sisi, regulator ingin memaksimalkan efisiensi dan mendorong inovasi dalam produk serta meningkatkan kompetisi. Di sisi lain regulator harus menjaga stabilitas bank dan sistem perbankan. Singkat kata, tujuan pengaturan adalah menjaga

203 Zulkarnain Sitompul, “Industri Perbankan: Pajak Atau Subsidi”, http://zulsitompul.wordpress.com/2007/06/27/industri-perbankan-pajak-atau-subsidi/ diakses tanggal

14 Mei 2009. Kebijakan tersebut umumnya bersifat pelunakan terhadap ketentuan kehati-hatian. Sektor keuangan memang sedang mengalami booming ditandai dengan naiknya harga saham di Bursa Efek Jakarta dan meningkatnya DPK di perbankan. DPK di perbankan pada April 2007 meningkat Rp 176,6 triliun menjadi Rp 1.299,8 triliun. Sedangkan loan to deposit ratio (LDR) hanya naik tipis dari 65,3 persen (Maret 2007) menjadi 65,8 persen. Relatif rendahnya LDR ini menunjukkan fungsi intermediasi perbankan belum optimal. Kondisi demikian pada gilirannya belum mengoptimalkan kegiatan perekonomian guna meningkatkan lapangan kerja. Ibid.

sistem perbankan yang aman dan sehat. 205 Pengaturan dapat bersifat ”pajak ” atau ”subsidi” bagi operasional perbankan. Mewajibkan bank memelihara GWM, ratio

kecukupan modal dan pelaksanaan prinsip ketebukaan adalah pajak yang harus dibayar bank. Sedangkan adanya lembaga penjamin simpanan (LPS) dan lender of last resort merupakan subsidi dari pemerintah. Tugas regulator adalah menemukan titik keseimbangan antara besarnya ”pajak” yang harus dibayar dengan ”subsidi” yang ditanggung pemerintah. Bila pajak terlalu tinggi maka tidak terjadi efisiensi dan inovasi, sementara kalau subsidi yang terlalu besar ancaman terhadap stabilitas sistem perbankan meningkat. Untuk itu, independensi regulator harus dipertahankan, agar mereka dapat menilai kondisi objektif industri perbankan sehingga tidak

mengkompromikan tujuan jangka panjang dengan kepentingan jangka pendek. 206 Polemik soal lambannya fungsi intermediasi perbankan terus bergulir. Secara

tegas Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, mengatakan bahwa meskipun angka kredit menunjukkan kenaikan namun pertumbuhannya melamban.

204 Ibid. Sebagai langkah awal reformasi di bidang perbankan, tanggal 1 Nopember 1997, atas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) pemerintah menjalankan program exit policy atau

penutupan bank dengan mencabut izin usaha 16 bank insolvent. Upaya ini dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat malah semakin tidak percaya pada sistem perbankan nasional. Penarikan dana secara besar-besaran (rush) oleh nasabah melanda sebagian besar perbankan nasional. Nasabah memindahkan dananya terutama dari bank yang dianggap kurang sehat ke bank-bank yang dianggap lebih sehat. Dalam waktu sekejap bank yang semula sehat karena domino effect beralih status menjadi bank sakit karena kesulitan likuiditas. Didik J. Rachbini, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral (Jakarta: PT Mardi Mulyo, 2000), hlm. 11.

205 Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya. Kasmir, Op.cit., hlm. 42.

206 Zulkarnain Sitompul, “Industri Perbankan: Pajak Atau Subsidi” ... Loc.cit.

Malah ada beberapa bank yang pertumbuhan kreditnya justru turun. 207 Uniknya kalangan pelaku dunia usaha mengeluh bahwa mereka kekurangan dana guna

menopang ekspansi usahanya. Akibatnya gerak roda usaha jadi lambat, yang pada akhirnya tidak memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi adalah pergerakan dunia usaha yang

lamban. 208