PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM P (1)
PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK TESIS
Oleh PAMELA ROMAULI TAMPUBOLON 077005087/HK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh PAMELA ROMAULI TAMPUBOLON 077005087/HK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Judul Tesis : PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK
Nama Mahasiswa
: Pamela Romauli Tampubolon
Nomor Pokok
Program Studi
: Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Dr. Sunarmi, SH, MHum) (Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) Anggota
Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus: 19 Agustus 2009
Telah diuji pada Tanggal 19 Agustus 2009 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua :
1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota :
2. Dr. Sunarmi, SH, MHum
3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
4. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
5. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum
ABSTRAK
Perbankan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan aset, dan semua ini tidak terlepas dari kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter. Giro Wajib Minimum milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak sistemik pada sistem perbankan dan perekonomian. Maka, pengaturan tentang Giro Wajib Minimum harus disesuaikan dari waktu ke waktu dengan memperhatikan likuiditas bank. Ketentuan baru tentang Giro Wajib Minimum diterapkan untuk melonggarkan likuditas yang selama ini seret. Namun tidak semua bank mendapatkan keuntungan dari penerapan ini. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut perubahan ketentuan Giro Wajib Minimum ini, yaitu apa perlunya Giro Wajib Minimum diatur dalam hukum perbankan Indonesia, bagaimana peranan Giro Wajib Minimum dikaitkan dengan likuidias perbankan, dan bagaimana perubahan ketentuan tentang Giro Wajib Minimum terhadap penyaluran kredit bank.
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam industri perbankan. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: pertama, perlunya pengaturan Giro Wajib Minimum dalam hukum perbankan di Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas moneter, memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas, dan menentukan besarnya biaya dana bank; kedua, peranan Giro Wajib Minimum dikaitkan dengan likuiditas perbankan dapat dilihat dari bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu; ketiga, ketentuan baru tentang Giro Wajib Minimum, dikaitkan dengan teori utilitarisme, memberikan manfaat terhadap sistem perbankan yaitu adanya pelonggaran likuiditas. Namun ketentuan yang baru juga mempunyai dampak negatif yaitu puluhan bank dengan Loan to Deposit Ratio tinggi justru makin kesulitan karena harus menyerahkan giro tambahan kepada Bank Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak dikaitkannya lagi Giro Wajib Minimum dengan Loan to Deposit Ratio sehingga bank-bank yang sebelumnya mendapatkan jasa giro bagi pemenuhan Giro Wajib Minimum efektif lebih besar dari 5 persen harus menambah Giro Wajib Minimumnya di Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan: pertama, pengaturan mengenai Giro Wajib Minimum yang berlaku perlu disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu; kedua, bank harus benar-benar dapat mengikuti pola perilaku penarikan nasabah gironya terutama nasabah-nasabah utamanya; ketiga, sebaiknya Bank Indonesia memberi pelonggaran waktu atas penerapan Giro Wajib Minimum terhadap bank-bank yang belum siap dan Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan: pertama, pengaturan mengenai Giro Wajib Minimum yang berlaku perlu disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu; kedua, bank harus benar-benar dapat mengikuti pola perilaku penarikan nasabah gironya terutama nasabah-nasabah utamanya; ketiga, sebaiknya Bank Indonesia memberi pelonggaran waktu atas penerapan Giro Wajib Minimum terhadap bank-bank yang belum siap dan
Kata kunci: Giro Wajib Minimum, Bank Umum, Bank Indonesia, Rupiah dan Valuta Asing, Penyaluran Kredit.
ABSTRACT
Banking can influence the rate of economic growth liability and asset and all of these cannot be apart from the monetary policy taken by the authority of monetary. Reserve Requirement Ratio belongs to a bank must always be kept to avoid the incident of systemic impact on banking and economic systems. Therefore, the regulation on Reserve Requirement Ratio must be updated from time to time by paying attention to bank liquidity. The new stipulation on Reserve Requirement Ratio is applied to mitigate the liquidity which has long been sluggish. Yet, not all of the banks get benefit from applying the new stipulation on Reserve Requirement Ratio. In relation to the change of the stipulation of Reserve Requirement Ratio mentioned above, the purpose of this normative juridical study is to analyze the importance of the Reserve Requirement Ratio to be regulated in the Indonesian Banking Law, to learn how the Reserve Requirement Ratio plays its role if related to the banking liquidity, and to find out the changing of the stipulation on Reserve Requirement Ratio on the extension of bank credit.
The data for this study were obtained through library research by collecting all of the findings of the previous studies which are related to the object of study. The data obtained were then analyzed through systemizing them according to the existing stipulation on banking industry.
The result of this study shows that, first, the Reserve Requirement Ratio is important to be regulated in the Indonesian Banking Law in order to maintain the monetary stability, to provide flexibility in liquidity regulation, and to determine the amount of the cost of bank finance; second, in terms of bank liquidity, the role of Reserve Requirement Ratio can be seen from the bank operation especially in the fund raising activity in which it is compulsory to keep a certain amount of liquidity from the total amount of the Third Party Fund raised by the bank on a certain period; third, related to the theory of utilitarism, the new stipulation on Reserve Requirement Ratio benefits the banking system in the form of sluggish liquidity. Yet, the stipulation on Reserve Requirement Ratio also has a negative impact such as tens of banks with high Loan to Deposit Ratio (LDR) turned out to be in an increasing difficulty because they had to hand or transfer an additional deposit to Bank of Indonesia. This occured because the Reserve Requirement Ratio is no longer related to the Loan Deposit Ratio that the banks which used to receive the deposit service to meet the effective Reserve Requirement Ratio of more than 5 percent needed to raise their Reserve Requirement Ratio in Bank of Indonesia.
It is suggested that, first, the existing regulation on Reserve Requirement Ratio need to be in accordance with the condition of banking liquidity from time to time; second, bank must really be able to follow the pattern of the customers’ behavior, especially their main customers’, in withdrawing their deposit; third, Bank of Indonesia should provide the relaxing of time to apply the Reserve Requirement Ratio for the banks which are not ready and still improving their Reserve
Requirement Ratio application that it will not inflict an excess to the banks with improving Reserve Requirement Ratio.
Key words: Reserve Requirement Ratio, Public Bank, Bank of Indonesia, Rupiah and Foreign Exchange, Credit Extension
KATA PENGANTAR
Pertama dan paling utama penulis mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena besar kasih sayang, perlindungan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sesuai dengan waktunya.
Tesis ini berjudul “Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank” yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan segala keterbatasan, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penyelesaian tesis ini dapat terlaksana adalah berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak dan oleh karena itu penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Sunarmi, SH, MHum, atas segala pelayanan, pengarahan, serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Sunarmi, SH, MHum serta Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberi bimbingan dan arahan serta petunjuk maupun masukan-masukan yang sangat baik dan berarti sehingga tercapai penulisan tesis ini.
5. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH dan Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum selaku Dosen Penguji tesis penulis yang telah memberi masukan yang berarti untuk perbaikan tesis ini.
6. Seluruh Dosen penulis pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan serta motivasi pada setiap perkuliahan maupun di luar perkuliahan.
7. Orang tua penulis tercinta Ir. L.M. Tampubolon dan St. R. br. Situmorang, BA, yang senantiasa memanjatkan doa dan memohon kepada Tuhan serta memberi dorongan, nasehat, dan bantuan moril serta materil sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan serta menyelesaikan tesis ini.
8. Saudara-saudara penulis, Lini Amy Berlian Tampubolon, SE, Yohana Marito Tampubolon, dan Philip Polin Tampubolon, yang senantiasa mendukung dan menyemangati penulis hingga penyelesaian tesis ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2007 Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kerja sama dan persahabatan yang berharga.
10. Seluruh Staf Sekretariat Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang sangat banyak membantu administrasi. Semoga segala bantuan dan bimbingan yang penulis terima dibalas oleh
Tuhan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang memerlukan dan mengembangkannya namun selaku manusia biasa, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, dan oleh sebab itu penulis terbuka atas masukan dan kritikan serta saran yang produktif dari semua pihak yang membaca tesis ini.
Medan, Agustus 2009 Penulis
(Pamela R. Tampubolon)
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Pamela Romauli Tampubolon
Tempat/Tgl. Lahir
: Medan/12 Nopember 1984
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama : Kristen Protestan Status : Belum Menikah Pendidikan
: - SD Negeri Bandar Bejambu (1989 – 1995)
- SMP Negeri 6 Medan (1995 – 1998) - SMA Negeri 5 Medan (1998 – 2001) - Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2001 – 2005) - Strata Dua (S2) Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (2007 – 2009)
DAFTAR TABEL
1 Pokok-pokok Perubahan dalam Hal Pemenuhan GWM ................. 56-57
2 Pokok-pokok Perubahan dalam Hal Jasa Giro ............................... 58
3 Pokok-pokok Perubahan dalam Hal Pengenaan Sanksi .................. 59
DAFTAR ISTILAH
Call money : pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman
harian antar bank.
Capital restoration plan
: rencana perbaikan permodalan.
Contagion effect : efek penularan. Merupakan akibat dari ketidakpercayaan kepada suatu bank yang cepat atau lambat membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics.
Cost of fund : biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib atau reserve requirement.
Cost of loanable fund : biaya dana setelah dikurangi ketentuan reserve
requirement.
Cost of money : penjumlah dari total cost of loanable fund dan biaya
overhead.
Foreign Exchange Swap : atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya.
Intensive supervision : pengawasan intensif. Merupakan salah satu tugas pengawasan oleh Bank Indonesia, yaitu pengawasan yang dilakukan bagi bank yang memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya.
Investment institution : lembaga keuangan investasi, yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksa dana.
Jakarta Interbank Offered Rate: disebut JIBOR, adalah suku bunga antar bank untuk berbagai jangka waktu yang ditawarkan oleh bank- bank tertentu di Jakarta.
Kliring : pertukaran warkat atau data keuangan elektronis antar bank, baik atas nama bank maupun atas nama nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan dalam waktu tertentu.
Lender of last resort (LOLR) : diartikan sebagai pemberi pinjaman pada tempat yang terakhir, yaitu membayar atau memberikan dana talangan (bailout) dan memberikan keringanan sementara atas kebutuhan likuiditas bank pelaksana yang sehat selama masa krisis, yang hanya dapat dilakukan oleh Bank Sentral.
Leverage : dalam keuangan, adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan.
Likuiditas : kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat.
Loan to Deposit Ratio (LDR) : rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank.
Money multiplier : Penggandaan uang. Terjadinya pelipatgandaan (multiplier) baik jumlah simpanan maupun pinjaman disebabkan oleh adanya kemungkinan untuk meminjamkan sebagian dari uang simpanan.
Non Performing Loan (NPL) : kredit macet, yaitu pinjaman yang tidak menghasilkan pendapatan dan: (1) pembayaran penuh dari pinjaman uang dan bunganya tidak dapat diharapkan lagi, (2) pinjaman uang atau bunganya menunggak 90 hari atau lebih lama dari yang ditetapkan, (3) jatuh tempo telah lewat dan pembayaran penuh tidak dilakukan.
Otoritas moneter : lembaga yang melaksanakan pengendalian moneter.
Pool of fund approach : Dalam model alokasi asset, model pool dana menyarankan agar dana-dana yang dikumpulkan bank ditampung (pool) secara keseluruhan, baru kemudian disalurkan berdasarkan tujuan atau kebutuhan.
Primary Reserve : Dalam prakteknya, primary reserve adalah dana kas dan saldo rekening koran bank pada Bank Indonesia dan bank-bank lainnya, serta warkat-warkat dalam proses penagihan. Komponen-komponen ini sering pula disebut sebagai alat-alat likuid.
Prudential banking : asas kehati-hatian dalam perbankan.
Rentabilitas : kemampuan menghasilkan laba.
Reserve Requirement : segala perlengkapan yang berupa uang tunai yang tersedia dalam perusahaan/bank, guna memenuhi kewajiban yang timbul secara mendadak atau mendesak.
Reserve Requirement Ratio : besarnya persentase deposito tunai yang diwajibkan kepada bank-bank umum/dagang yang disimpan di Bank Sentral.
Runs : suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya.
Secondary Reserve : cadangan pengganti bagi primary reserve yang dapat menghasilkan pendapatan bagi bank.
Sistem Foreign Exchange : suatu transaksi aktiva luar negeri yang dicatat oleh bank transaksi/rekening cadangan devisa mencatat setiap perubahan baik penambahan atau pengurangan emas valuta asing.
Sistem Minimum Reserve : Sistem minimum reserve diperuntukkan kepada lembaga kredit dan secara khususnya melanjutkan tujuan menstabilkan suku bunga di pasar uang dan menciptakan (memperbesar) kekurangan likuiditas.
Sistem Partial Fiduciary : suatu sistem dalam perbankan yang didasarkan pada fakta bahwa nasabah tidak menarik semua uangnya di bank pada waktu yang bersamaan.
Sistem Proportionate Reserve: sistem penerbitan uang disokong oleh cadangan metalik dan sisa jumlahnya disokong oleh surat berharga dan obligasi dari pemerintah. Dengan kata lain, bank sentral menerbitkan uang 25 persen sampai 40 persen dari sokongan emas dan sisa dari
60 persen sampai 75 persen disokong oleh surat- surat berharga.
Solvabilitas : kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua
kewajibannya.
Special surveillance : pengawasan khusus. Merupakan salah satu tugas pengawasan Bank Indonesia, yaitu pengawasan bagi bank yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial.
Statutory Reserve : simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Sentral yang besarnya ditetapkan oleh Bank Sentral.
Underlying transactions : kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan
pembeli dalam L/C.
undisbursed loan : kredit yang telah disetujui tapi tidak disalurkan.
Window dressing : suatu strategi yang digunakan oleh manejer dana dan portofolio sebelum akhir tahun atau perempat tahun untuk meningkatkan penampilan dari portofolio/keuangan sebelum memperkenalkannya pada klien atau shareholder. Window dressing disebut juga penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaaan sesungguhnya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semenjak tahun 1980 sampai terjadinya krisis di Asia, Rusia, Amerika Latin dan lain-lain, khususnya di bidang perbankan, telah melanda 130 negara dari sekitar 160 negara anggota IMF (International Monetary Fund). Selain itu terlihat bahwa masalah yang dialami negara tersebut semakin besar dengan dampak yang semakin
luas. 1 Sebagaimana telah dialami, krisis di Indonesia 2 terjadi dengan melemahnya
nilai tukar Rupiah sebagai dampak meluasnya tekanan terhadap mata uang Baht, Peso
1 HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hlm. 1.
2 Krisis ekonomi Indonesia antara lain karena terjadinya moral hazard di berbagai sektor ekonomi dan politik. Di samping itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa keterpurukan
ekonomi Indonesia disebabkan oleh karena hancurnya dunia perbankan di Indonesia. Namun apabila diamati secara lebih mendalam, maka akar penyebab masalah (root of causes) dari krisis yang terjadi di Indonesia terdiri dari lima faktor:
1. boom investasi swasta pada tahun 1990an dan timbulnya asset bubbles yang dipicu oleh adanya anggapan kredit luar negeri murah yang sebagian besar dalam bentuk utang jangka pendek bank kepada lembaga keuangan dan perusahaan. 2. semakin membesarnya defisit transaksi berjalan yang terjadi berdasarkan rejim nilai tukar tetap atau hampir tetap. 3. menurunnya produktifitas investasi yang dimanifestasikan dalam peningkatan yang cepat incremental capital-output ratios (ICOR) dan melemahnya daya saing produk ekspor. 4. lemah dan tidak memadainya peraturan sistem lembaga keuangan sehingga tidak dapat secara berhati-hati (prudent) menyerap pertumbuhan risiko kredit dan harga domestik yang cepat. 5. tidak transparannya praktik dan pengelolaan (practices and governance) perusahaan. Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2007), hlm. 241- 242.
dan Ringgit. Hal tersebut diakibatkan oleh meningkatnya permintaan Dollar yang luar biasa di negara Asia Tenggara. 3
Di sisi lain, terdapat sejumlah bank yang juga telah melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM), sehingga dengan demikian akibatnya kekurangan dana likuid tidak lagi temporer sifatnya tetapi kian membengkak. Masyarakat umum semakin resah, karena beberapa bank jatuh dan ditutup/dilikuidasi dan mereka
menarik dananya secara besar-besaran sehingga memicu terjadinya ”rush”. 4 Akibat depresiasi mata uang Baht Thailand pada awal Juli 1997 memberikan
dampak berupa proses penularan regional (contagion effect) ke negara-negara Asia lainnya seperti Korea, Malaysia, dan Philipina, tidak terkecuali Indonesia sehingga mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap USD mulai tertekan. Bank Indonesia melakukan kebijakan pengetatan likuiditas dengan meningkatkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), penarikan dana milik Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) di bank untuk mencegah spekulasi dan ditempatkan pada SBI. 5 Kebijakan pengetatan likuiditas tersebut justru berakibat kurang
menguntungkan terhadap sektor riil dan Perbankan. Mayoritas perbankan mengalami kesulitan likuiditas, yang dibuktikan dengan pelanggaran GWM dan pelanggaran
saldo debet. 6
3 HLB Hadori & Rekan, Op.cit., hlm. 2. 4 Ibid., hlm. 10. 5 HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank
Indonesia, 2002), hlm. 1. 6 Ibid.
Adanya deregulasi dalam bidang perbankan Pakto 1988 7 semakin mempersulit bank dalam menghimpun dana karena bank-bank saling berlomba
menawarkan tingkat bunga dan hadiah-hadiah yang menarik. Sebagian besar dana pada bank diperoleh dengan membuat perjanjian dengan para nasabah (giran, deposan) yakni dana tersebut dapat segera ditarik saat dibutuhkan oleh nasabah giro, tabungan, atau saat jatuh tempo deposito. Jumlah dana yang dapat dihimpun dari masyarakat dan jangka waktu dana tersebut dapat mengendap di bank adalah suatu hal yang tidak dapat dikendalikan oleh bank, sebaliknya para nasabahlah yang menentukan dana mereka akan ditempatkan dalam jumlah berapa banyak, dalam
bentuk apa, dan dalam jangka waktu yang diinginkan. 8 Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank
Indonesia berwenang melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara- cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
1. Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang Rupiah maupun Valas;
2. Penetapan tingkat diskonto;
3. Penetapan cadangan wajib minimum (Reserve Requirement Ratio);
7 Dengan alasan untuk lebih membuka kesempatan kerja maka pada tanggal 27 Oktober 1988 diberikan paket regulasi yang diberikan nuansa deregulasi yakni dengan memberikan liberalisasi
pembukaan bank, cabang bank, dan lembaga keuangan bukan bank. Semula untuk membuka dan mengurus bank diberlakukan peraturan yang cukup ketat sehingga hanya sedikit berdiri bank-bank baru. Dalam regulasi baru yang menghapuskan persyaratan-persyaratan lama tersebut diberikan kemudahan dan kelonggaran lebih lanjut termasuk penurunan cadangan wajib minimum dari 15 persen menjadi hanya 2 persen sehingga loanable funds bisa menjadi jauh lebih besar lagi. Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002), hlm. 60-61.
8 HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan…Op.cit., hlm. 18.
4. 9 Pengaturan kredit atau pembiayaan. Berkaitan dengan tugasnya di bidang moneter, Bank Indonesia menetapkan
penggunaan salah satu instrumen kebijakan moneter yang berupa GWM bagi Bank Umum di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan GWM, setiap Bank Umum harus membuka rekening giro pada Bank Indonesia yang penggunaannya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Rekening giro milik Bank Umum yang dikelola oleh Bank Indonesia tersebut harus dijaga saldonya agar tidak
melanggar ketentuan GWM yang berlaku. 10 Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
9 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 171.
10 M. Bahsan, Giro Dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 5-6. Sebagaimana telah ditetapkan dalam PBI NO.10/19/PBI/2008 tanggal 14
Oktober 2008, ketentuan GWM Rupiah telah ditetapkan sebesar 7, 5 persen dari DPK. Dalam rangka memberikan fleksibilitas bagi bank dalam pengelolaan likuiditasnya, Bank Indonesia menyempurnakan cara pemenuhan ketentuan GWM Rupiah dimaksud menjadi sebagai berikut:
1. GWM Rupiah yang telah ditetapkan sebesar 7, 5 persen tersebut terdiri dari GWM utama (statutory reserve) dan GWM sekunder (secondary reserve) dengan rincian:
1. 5 persen berupa GWM utama (statutory reserve) berupa simpanan giro di Bank Indonesia. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Oktober 2008. 2. 2, 5 persen berupa GWM sekunder (secondary reserve) dalam bentuk SBI dan atau SUN dan atau simpanan giro di Bank Indonesia. 2. Masa transisi untuk pemenuhan secondary reserve ditetapkan selama 1 tahun sejak berlakunya ketentuan atau selambat-lambatnya tanggal 24 Oktober 2009. 3. Bank yang belum dapat memenuhi kewajiban secondary reserve dalam masa transisi tidak dikenakan sanksi. 4. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro (remunerasi) atas saldo simpanan giro bank di Bank Indonesia maupun atas secondary reserve. PBI NO.10/19/PBI/2008 tanggal 14 Oktober 2008.
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 11 Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua hutang-
hutangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. 12
Salah satu fungsi dari bank sentral yang cukup vital adalah kewenangannya dalam menerbitkan uang dari suatu negara (note issue). Fungsi ini berkaitan dengan Reserve Requirements. Reserve Requirement ini di samping bertujuan untuk menjaga likuiditas dari bank–bank komersil, juga bertujuan untuk dipergunakan sebagai sarana untuk menekan atau mendorong pemberian kredit (sebagai sarana pengontrolan
kredit). 13 Proses penciptaan uang dimulai ketika sebuah bank dalam sistem moneter
menerima deposito. Bank akan menyalurkan depositonya dalam bentuk pinjaman kepada pihak lain. Besarnya deposito yang dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman dipengaruhi besarnya GWM yang harus disetorkan ke bank sentral dari setiap unit
11 Pasal 29 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat;
sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity). Bank Indonesia, http://www.Bank Indonesia.go.id/web/id/Kamus/ diakses tanggal 30 Maret 2009 . Rentabilitas adalah kemampuan bank menghasilkan laba dalam periode tertentu. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Rentabilitas diakses tanggal 30 Maret 2009. Rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah, setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitibilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Kasmir, Op.cit., hlm. 48-49. Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya. Hal ini sesungguhnya jarang terjadi kecuali perusahaan mengalami kepailitan. Kemampuan operasi perusahaan dicerminkan dari aset–aset yang dimiliki oleh perusahaan. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Solvabilitas diakses tanggal 30 Maret 2009.
12 Kasmir, Op.cit, hlm. 48. 13 Munir Fuady, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.
121 dan 124.
deposito yang diterima. Besarnya GWM itu ditentukan oleh pemerintah melalui penetapan persentase tertentu, yang dikenal sebagai Reserve Requirement Ratio (RRR). Deposito (atau juga disebut dengan dana) disalurkan dalam bentuk kredit dan
disetorkan sebagai GWM. 14 Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran sesuai dengan ketentuan undang-undangnya mempunyai beberapa kewenangan, antara lain menetapkan penggunaan alat pembayaran, mengatur sistem kliring, menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dan mengatur penyaluran dan penggunaan rupiah sebagai alat
pembayaran yang sah. 15 Kinerja dan kestabilan perbankan dalam praktek sehari-hari dapat dipantau
dari mekanisme pelaksanaan kliring antar bank. Salah satu kewajiban penting dari bank peserta kliring adalah memelihara rekening giro pada Bank Indonesia sejumlah tertentu yang disebut GWM. Ada dua tujuan dari penetapan GWM tersebut, yaitu:
1. Secara mikro, tersedianya dana siaga dari setiap bank agar setiap waktu dapat membayar kewajibannya.
14 Jika RRR = 10 persen, maka dari setiap unit tambahan deposito, sebesar 10 persen harus disetor ke bank sentral sebagai GWM. Karenanya jika sebuah bank umum menerima deposito sebesar
100, yang dapat disalurkan sebagai pinjaman adalah 90, sedangkan yang harus disetorkan ke bank sentral adalah 10. jika RRR = 20 persen, maka dari setiap 100 unit tambahan deposito yang dapat disalurkan sebagai pinjaman adalah 80 unit dan yang harus disetor ke bank sentral adalah 20 unit. Jika RRR makin kecil, maka daya ekspansi kredit bank makin besar, bagitu juga sebaliknya. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia), (Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hlm. 22.
15 M. Bahsan, Op.cit., hlm. 8.
2. Secara makro, merupakan sarana pengawasan bank dan pengendalian moneter yaitu untuk meredam ekses likuiditas yang berlebihan dari perbankan yang
dapat mendorong ekspansi yang berlebihan atau spekulasi. 16 Nicholas A. Lash dalam bukunya mengatakan:
The major purpose of reserve requirements today is not to ensure liquidity, but instead to facilitate monetary control. By setting an upper limit on the growth of bank loans, investments, and deposits, reserve requirements play a critical role in determining the link between reserves supplied by the Federal
Reserve and the supply of money and credit. 17
Tujuan utama GWM sekarang bukanlah untuk memastikan likuiditas, tapi sebagai alternatif untuk memfasilitasi pengawasan moneter. GWM memainkan peranan penting untuk membentuk hubungan antara cadangan yang disediakan oleh bank sentral dan penyediaan uang dan kredit dengan menetapkan batasan yang tinggi pada pertumbuhan pinjaman bank, investasi, dan deposito.
Timothy W. Koch mengatakan bahwa: The purpose of required reserves is to enable the Federal Reserve to control
the nation’s money supply. By forcing banks and other depository institutions to hold deposit balances in support of transactions accounts and time deposits, the Federal Reserve hopes to control credit availability and thereby
influence general economic conditions. 18
16 Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronis antar bank, baik atas nama bank maupun atas nama nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan dalam waktu tertentu. Peserta
kliring terdiri atas bank yang memenuhi syarat sebagai peserta kliring baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan…. Op.cit., hlm. 52.
17 Nicholas A.. Lash, Banking Law and Regulations, an Economic Perspective, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1987), hlm. 78.
18 Timothy W. Koch, Bank Management, International Edition, (Florida: The Dryden Press, 1995), hlm. 453.
Tujuan dari GWM adalah untuk memungkinkan bank sentral mengawasi penyediaan uang negara. Bank sentral mengawasi kemampuan kredit dan untuk itu mempengaruhi kondisi ekonomi secara keseluruhan dengan memaksa bank-bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memegang keseimbangan dana untuk mendukung transaksi keuangan dan deposito berjangka.
Thomas F. Cargill mengatakan “Changes in the reserve requirement for transaction and/or other deposits will change the value of the money supply
multiplier”. 19 Perubahan dalam GWM untuk transaksi dan/atau deposito lainnya akan merubah nilai penggandaan uang yang tersedia. Timothy W. Koch mengatakan “In
general, when deposit rise or fall, banks’ required reserves rise or fall respectively”. 20 Pada umumnya, ketika deposito naik atau turun, GWM di bank juga
akan ikut naik atau turun. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dikeluarkanlah Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing yang kemudian dirubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/49/PBI/2005 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
19 Thomas F. Cargill, Money, The Financial System And Monetary Policy, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1983), hlm. 304. Proses penggandaan uang (money multiplier) terjadi sehubungan
dengan kegiatan bank-bank umum atau bank-bank pencipta uang giral (BPUG), yang merupakan anggota sistem moneter, dalam menciptakan uang giral dan uang kuasi. Dalam kegiatannya, bank-bank umum dapat meminjamkan sebagian uang simpanan masyarakat yang berupa giro, tabungan dan deposito, dan hanya sebagian kecil dipelihara sebagai alat-alat likuid unuk memenuhi kewajiban segera yang harus dibayar sewaktu-waktu dan untuk memenuhi ketentuan cadangan wajib minimum atau reserve requirement. Terjadinya pelipatgandaan (multiplier) baik jumlah simpanan maupun pinjaman disebabkan oleh adanya kemungkinan untuk meminjamkan sebagian dari uang simpanan. Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya Di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 82-83.
20 Timothy W. Koch, Op.cit., hlm. 453.
Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing GWM Rupiah.
Kehadiran PBI No. 7/2005, menyebabkan banyak batasan pada industri perbankan, khususnya pada kualitas aktiva dimana konsep regulasi satu peminjam
satu proyek menjadi penyebab NPL (Non Permorming Loan) 21 sektor perbankan meningkat dari 5,6 persen menjadi 8,9 persen di akhir September 2005. Peraturan ini
menyebabkan peningkatkan level GWM dengan menghubungkan GWM pada LDR (Loan to Deposit Ratio) bank. Peraturan ini menurunkan kemampuan sektor perbankan untuk memberikan pinjaman baru dan sebagai hasilnya membatasi
pengembangan pinjaman. 22 Pada tanggal 14 Oktober 2008, Bank Indonesia mengeluarkan lima langkah
kebijakan untuk menjaga kecukupan likuiditas valuta asing dan rupiah di dalam negeri. Kelima langkah tersebut adalah:
21 Nonperforming loan (NPL) is a loan that is not earning income and: (1) full payment of principal and interest is no longer anticipated, (2) principal or interest is 90 days or more delinquent,
(3) the maturity date has passed and payment in full has not been made. Kredit macet adalah pinjaman yang tidak menghasilkan pendapatan dan: (1) pembayaran penuh dari pinjaman uang dan bunganya tidak lagi diharapkan, (2) pinjaman uang atau bunganya adalah 90 hari atau lebih lama dari yang diharapkan, (3) jatuh tempo telah lewat dan pembayaran penuh tidak dilakukan. TeachmeFinance.com, http://www.teachmefinance.com/fiancial_terms/nonperforming_loan.html/ diakses tanggal 5 Juli 2009. Nonperforming loan is a loan that is default or close to being default. Many loans become nonperforming after being in default for 3 months, but this can depend on the contract terms. Kredit macet adalah pinjaman yang tidak dapat dibayar atau hampir tidak dapat dibayar. Banyak pinjaman menjadi macet setelah menunggak selama 3 bulan, tapi hal ini tergantung kontraknya. www.wikipedia.org/non-performingloan diakses tanggal 5 Juli 2009.
22 Indonesia Equity Research ,” Regulasi baru yang dapat membawa kondisi positif untuk sektorperbankan,”http://www.aaasecurities.com/_cms/getfile.php?fn=research/equity/company_update
/Banking-Bahasa-AAASecurities.pdf diakses tanggal 24 April 2009.
1. 23 Perpanjangan tenor foreign exchange swap dari paling lama 7 hari menjadi
1 bulan. Berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valuta dalam dolar AS yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukup bagi bank atau pelaku pasar sebelum benar- benar melakukan penyesuaian komposisi portofolionya.
2. Penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan berlaku 15 Oktober 2008. Ini untuk meningkatkan kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing, perusahaan domestik yang memiliki
underlying transactions 24 .
3. Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Berlaku sejak 13 Oktober 2008. Ini untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta dolar AS yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya.
23 Foreign Exchange Swap atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan,
merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut "kaki" dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manejemen resiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya (absolut). Istilah swap ini sebenarnya berasal dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai suatu instrumen lindung nilai atau resiko tertentu misalnya resiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu juga digunakan sebagai instrumen spekulasi. Wikipedia Indonesia, “Foreign Exchange Swap”, http://id.wikipedia.org/wiki/Tukar_menukar diakses tanggal 17 Mei 2009.
24 Underlying transactions is contract or deal between account party and beneficiary of a
Letter of Credit (L/C). Business Dictionary.com, http://www.businessdictionary.com/definition/underlying-transaction.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C.
4. Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar AS karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing.
5. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari Dana Pihak Ketiga agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih
memadai. 25 Kebijakan tersebut dituang ke dalam Peraturan Bank Indonesia No.
10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing yang diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 tanggal 23 Oktober 2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.
Diharapkan dengan kebijakan ini akan memberikan fleksibilitas kepada perbankan dalam mengelola likuiditasnya sehingga tidak terjadi keketatan likuiditas,
25 Wahyu Daniel, “BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuid”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 20 Maret 2009. GWM Rupiah
diturunkan dari efektif sebesar 9,01 persen menjadi 7,5 persen. Penyederhanaan GWM Rupiah menjadi GWM utama dan GWM sekunder. GWM valas diturunkan dari 3 persen menjadi 1 persen. Kebijakan ini akan berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam Rupiah sekitar Rp 50,0 triliun dan dalam valas sebesar US$ 721 juta. Pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi 1 tahun (paling lambat
24 Oktober 2009), guna memberi ruang bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian terkait dengan aturan tersebut sehingga tidak memberikan tekanan di pasar uang. Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/28792F55-50C7-4A34-BBF4- 0B58BB78094C/14797/Materi_Diseminasi_PBI_GWM.pdf diakses tanggal 27 Pebruari 2009.
layaknya yang dialami banyak negara lain. Langkah ini juga bertujuan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan. 26
Namun Penurunan GWM oleh Bank Indonesia belum mampu mendukung perbaikan transaksi likuiditas perbankan. Peneliti Eksekutif Biro Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Wiwik Sisto Widayat mengatakan bahwa meski likuiditas di perbankan ada, namun tidak terjadi transaksi antar bank, sehingga bank-bank yang kekurangan likuiditas masih susah mencari dana di pasar antar bank. Padahal, menurut beliau, setelah penyesuaian kebijakan GWM telah menggelontorkan dana ke perbankan sebesar Rp. 40 triliun. Sedangkan penurunan GWM valas dari tiga persen menjadi satu persen telah menambah likuiditas perbankan sebesar 700 juta dolar AS. Namun tambahan likuiditas tersebut tidak membuat transaksi antar bank membaik. Bank-bank yang memiliki limpahan likuiditas memilih menyimpan dananya dan tidak mau menjual kepada bank lain karena ada semacam ketidakpercayaan antar bank
untuk memberikan kredit disebabkan karena takut akan ketidakpastian. 27
Di lain pihak, Kendati penurunan GWM akan melonggarkan likuiditas hingga Rp 20 triliun, puluhan bank dengan loan to deposit ratio (LDR) 28 tinggi justru makin
kesulitan karena harus menyerahkan giro tambahan kepada Bank Indonesia. Beban
26 Kompas. Com, ”BI: Pelonggaran Likuiditas Antisipasi Gejolak Ekonomi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/24/08421768 diakses tanggal 24 April 2009.
27 Surabaya Post, “GWM Tak Efektif”, http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=list&id diakses tanggal 24 April 2009.
28 LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm. 118.
GWM bertambah juga dialami oleh bank-bank dengan DPK di bawah Rp 1 triliun, dengan LDR di atas 60 persen. Di atas kertas bank-bank seperti ini justru wajib
menambah giro 0,5 persen - 2,5 persen. 29 Secara teoritis dapat dikatakan bahwa perbankan akan dapat mempengaruhi
laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan aset, dan semua ini tidak terlepas dari kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter. 30 Konsekuensi dari
sulitnya mengendalikan dana dan pinjaman yang diberikan, bank harus berusaha mengelola kesenjangan waktu antara assets dan liabilities (gap management 31 ).
29 Bisnis Indonesia Online, “Regulasi GWM Sulitkan Puluhan Bank”, www.bisnis.com diakses tanggal 24 April 2009.
30 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 44. Otoritas moneter adalah lembaga yang melaksanakan pengendalian
moneter dengan fungsi-fungsi: 1. mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal sebagai alat pembayaran yang sah; 2. memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa; 3. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank-bank; 4. memegang kas pemerintah.
Fungsi-fungsi otoritas tersebut dilaksanakan oleh bank sentral. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., 25. 31 Karena aspek-aspek yang dikelola oleh bank dapat dibedakan berdasarkan pos-pos neraca,
yaitu aktiva (assets) dan pasiva (liability dan equity), maka pengelolaan bank dapat menggunakan asas-asas pengelolaan aktiva-pasiva (assets-liability management). Dua model manajemen pengelolaan aktiva-pasiva yang paling dikenal adalah model pool dana (the pool of fund approach) dan model alokasi asset (assets allocation model). Model pool dana menyarankan agar dana-dana yang dikumpulkan bank ditampung (pool) secara keseluruhan, baru kemudian disalurkan berdasarkan tujuan atau kebutuhan. Dalam model alokasi asset, alokasi dana yang dihimpun disesuaikan dengan jenis dan sifat sumber dana. Ibid, hlm. 164, 165-167.
Bank umum memiliki struktur dasar neraca (balance sheet) yang sama dengan lembaga keuangan lainnya, dalam arti: aktiva = pasiva atau aktiva = kewajiban + modal. Yang termasuk ke dalam aktiva, yaitu: 1. cadangan (reserves), yaitu cadangan primer (primary reserves) dan cadangan kedua (secondary reserves) 2. kredit (loans) 3. investasi (security investment), yaitu sekuriti pasar modal. 4. aktiva lainnya (other assets), yaitu aktiva tetap (fixed assets), terdiri dari tanah, bangunan dan inventaris. Yang termasuk ke dalam pasiva, yaitu: 1. kewajiban (liabilitis)
Kegagalan dalam pengelolaan liquidity management 32 akan berakibat fatal bagi bank, salah satunya adalah minimal GWM yang ditetapkan Bank Indonesia kemungkinan
tidak terpenuhi. Hal ini membawa akibat Bank Indonesia akan mengenakan denda. 33 GWM merupakan kewajiban bank-bank di Indonesia untuk menempatkan
dana di Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari seluruh dana nasabah yang berhasil dihimpun. Produk ini merupakan salah satu piranti moneter yang digunakan untuk menyerap ekses likuiditas perekonomian dalam rangka mencapai kestabilan harga dan nilai tukar rupiah, dengan demikian GWM milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak sistemik pada sistem perbankan dan
perekonomian. 34 Bank umum harus menaati ketentuan ini. Jika tidak, bank sentral akan melakukan tindakan dan hal ini akan menurunkan citra bank yang bersangkutan.
Tetapi setoran GWM akan menurunkan daya ekspansi kredit oleh bank, yang berarti menurunkan kemampuan menghasilkan pendapatan bunga. 35
a. simpanan (deposits), yaitu transaksi (demand deposito), tabungan (saving accounts), berjangka (time deposits) b. pinjaman-pinjaman, yaitu jangka pendek (shout term debts) dan jangka panjang (long term debts) 2. ekuitas (equity), yaitu modal disetor dan hasil laba operasional. Ibid., hlm. 142-14.
32 Dalam pengelolaan likuiditas, bank berhadapan dengan masalah imbang korban antara likuiditas dengan profitabilitas. Bila ingin meningkatkan likuiditasnya, sebaiknya bank mengurangi
aktiva dalam bentuk kredit dan menyimpan instrument pasar uang yang relative aman, utamanya yang diterbitkan pemerintah. Tetapi bila jumlah kredit berkurang, bank akan kekurangan kemampuan menghasilkan keuntungan karena berkurangnya penghasilan dari pendapatan bunga. Ibid., hlm. 176- 177.
33 Ibid., hlm. 19. Dunia perbankan mengenal dua macam penalty atau denda dalam kaitannya dengan GWM dan saldo Giro Bank Indonesia. Pertama adalah tidak memenuhi batas GWM dan kedua
adalah denda karena negatifnya saldo giro di Bank Indonesia. Denda GWM adalah sebesar 0,1 persen (satu perseribu) per hari dari kekurangan pemenuhan GWM. Ibid., hlm. 23 – 24.
34 Hukum Online, ”Duh, Sulitnya Mencairkan Rekening,” http://hukumonline.com/berita.asp diakses tanggal 1 Oktober 2008.
35 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 169.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang pengaruh Peraturan Bank Indonesia tentang GWM terhadap fungsi bank dalam penyaluran kredit sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul: “Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah berikut ini:
1. Mengapa GWM diatur dalam hukum perbankan di Indonesia?
2. Bagaimana peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan?
3. Bagaimana perubahan GWM bank umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dikaitkan dengan penyaluran kredit bank?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan memperjelas pemahaman bagaimana peranan hukum dalam mengatur perekonomian. Maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui alasan GWM diatur dalam hukum perbankan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan.
3. Untuk mengetahui perubahan GWM bank umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dikaitkan dengan penyaluran kredit bank.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama hukum perbankan khususnya tentang GWM sehingga dapat terciptanya sistem perbankan yang kuat dan sehat.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi, dan perbankan dalam melakukan tindakan- tindakan yang berhubungan dengan GWM.