Prinsip-prinsip Penerapan HACCP

4.3.2 Prinsip-prinsip Penerapan HACCP

4.3.2.1 Analisa Bahaya

Hazard dinyatakan sebagai sesuatu yang significant jika memungkinkan dapat membahayakan konsumen kecuali memang dikendalikan dengan tepat. Semua hazard yang signifikan dikelola melalui haccp sedangkan hazard yang tidak signifikan dikontrol melalui system lain.

Hazard bias berupa kontaminan biologis, kimiawi, maupun kontaminanfisik. Hazard tersebut dapat berasal dari bahanmentah, kemasan, proses, dan penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun dari lingkungan.

Hazard biologis: Hazard biologis muncul dalam bentuk mikroorganisme pathogen dan keberadaannya dalam banyak produk

dapat menimbulkan bahaya terbesar bagi konsumen. Salmonella merupakan salah satu hazard biologis dimana sedikit salmonella dapat menginfeksi, terutama pada dalam produk yang berkadar lemak tinggi, tetapi mudah dihancurkan dengan pemasakan. Mikroorganisme memiliki kebutuhan dasar yang berhubungan dengan:  Suhu optimum pertumbuhan  Kelembapan  Asiditas optimum  Sumber makanan

Tabel 4. Hazard Biologi yang ada dalam proses produksi sosis sapi vacuum

Hazard biologi

Tindakan pengendalian

Pathogen

Bahan mentah

vegetatif,mis.,Salmonella,listeria Perlakuan panas yang mematikan monocytogenes,E.coli selama proses. Spesifikasi dan surveilans. Proses dan pengujian pemasok yang

efektif. Sertifikat lulus uji. Kontrol suhu. Kontaminasi silang Kemasan utuh. Pengendalian hama. Bangunan yang aman (tidak ada atap

bocor, air tanah).

Alur proses yang logis (pemisahan karyawan, pakaian, perlengkapan, dan sebagainya, arah selokan).

Factor intrinsic, pH, aW, dan sebagainya.

Hazard kimiawi: Kontaminasi zat kimia pada bahan makanan dapat terjadi melalui ingedien, saat produksiatau selama distribusi/penyimpanan, dan dampaknya pada konsumen bias berupadampak jangka panjang,. Jangka pendek, atau dampak teratogenik.

Tabel 5. Hazard Kimia yang ada dalam proses produksi sosis sapi vacuum

Hazard kimia

Tindakan pengendalian

Pestisida, residu obat untuk hewan, Spesifikasi yang memuat kepatuhan dan plastic pada kemasan.

pemasok terhadap tingkatan maximum yang dibolehkan hukum.

Ferifikasi terhadap catatan pemasok. Program surveilans tahunan bahan

mentah yang dipilih.

Zat adiktif kimia, mis., nitrat, nitrit Spesifikasi dan surveilans (SQA) jika perlu sebagai zat adiktif.

Intruksi tertulis praktik produksi dan zat adiktif yang aman.

Penyimpanan khusus dalam container berlabel yang tertutup.

Falidasi di setiap tingkatan melalui penggunaan rata-rata, pengambilan sample, dan pengujian.

Hazard Fisik: Hazard fisik merupakan zat atau benda asing yang dapat mengontaminasi bahan makanan kapan saja selama berlangsungnya produksi. Zat asing dapat dipandang sebagai hazard pada keamanan makanan jika zat tersebut masuk dalam kategori berikut:

 Sesuatu yang tajam dan menyebabkan nyeri dan cedera, mis., serpihan kayu, pecahan gelas.  Sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan gigi yang parah mis., logam, batu.  Sesuatu yang dapat menyebabkan tersedak, mis., tulang atau plastic.

Alasan lain untuk mengatasi kontaminasi zat asing adalah bahwa zat itu dapat bertindak sebagai sarana untuk kontaminasi silang mikrobiologi. Tabel 6. Hazard Fisika yang ada dalam proses produksi sosis sapi vacuum

Hazard Fisika

Tindakan pengendalian

Kontaminasi fisik ekstrensik pada Inspeksi 100%, secara manual atau bahan mentah, mis., kaca, kayu, logam, memakai alat. plastic, hama.

Deteksi logam. Inspeksi visual.

Kontaminasi silang proses fisik, mis., Menyingkirkan semua benda dari gelas, kayu, logam, plastic, hama.

kayu seperti pallet, sikat, pensil, peralatan dari area produk yang terbuka.

Menyingkirkan semua benda yang mudah lepas seperti perhiasan, peniti, skrup dan baut, peralatan kecil.

Menyingkirkan semua item plastic yang mudah lepas seperti tutup pena, kancing pada overall, perhiasan.

(desain fasilitas, menghilangkan semua tempat persinggahan, manajemen limbah, repelen ultrasonic).

Tindakan

pencegahan

(Pembunuh lalat bertenaga listrik, racun, kotak umpan, jebakan,

bangunan, fogging).

4.3.2.2 Titik kendali kritis (CCP)

CCP atau titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi (Winarno, 2002).

Batas-batas kritis pada CCP ditetapkan berdasarkan referensi, standard teknis, dan observasi unit produksi. Batas kritis ini merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Kriteria yang kerap digunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembapan, pH, a w dan klorin yang ada, dan parameter yang berhubungan dengan panca indera seperti kenampakan dan tekstur.

Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda asing yang dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah adanya logam, ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptik.

Batas kritis kimia dihubungkan dengan bahaya kimia atau pengendalian bahaya mikrobiologis melalui formulasi produk dan faktor intrinsik. Contoh batas kritis kimia seperti kadar maksimum yang diterima untuk mikotoksin, pH, a w dan lain-lain.

Batas mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memonitor tingkat kontaminasi produk oleh pathogen, biaya mahal, pengukuran fisik dan kimia dapat digunakan sebagai indikator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis.

Pada proses produksi sosis sapi kemasan vacuum, ditetapkan dua (2) titik kritis atau CCP yang merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya yang sudah diidentifikasi. 2 titik kritis (CCP) pada proses pembuatan sosis di PT CIP Denpasar yaitu pada tahap penerimaan bahan baku sebagai CCP 1, dan pada saat proses curing sebagai CCP 2.

a. CCP Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku Titik kritis pertama yaitu penerimaan bahan baku berupa daging sapi beku. Batas kritis fisik yang dikendalikan pada CCP ini yaitu suhu. Persyaratan suhu daging beku yang diterima yaitu -18 o

C. Mikroba pathogen yang mungkin terdapat pada daging sapi diantaranya Clostridium Perfringens, Salmonella sp., dan Escherichia coli. Bila PT CIP menerima daging sapi seperti diatas maka daging sapi ini akan membawa dampak buruk bagi proses berikutnya dan produk akhir. PT CIP melakukan pemeriksaan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian kuantitatif dan organoleptik daging dengan mengambil sampel bahan baku daging segar secara acak untuk dilakukan uji mikroorganisme, fisika dan kimia di laboratorium secara berkala setiap tiga (3) bulan sekali bagi merk daging yang pernah diterima. Dari hasil ini diharapkan nilai Clostridium Perfringens dan Salmonella sp. Adalah negatif. Pengujian kuantitatif dan organoleptik daging merk baru dilakukan dengan mengambil 5 karton sampel untuk dianalisis. Dokumen-dokumen yang diprasyaratkan dalam SOP juga diperiksa kelengkapannya. Apabila pada saat pemeriksaan ditemukan adanya penyimpangan kualitas dan atau tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan maka daging ditolak dan bisa dikembalikan setelah adanya pemberitahuan ke bagian PPIC.

Pengawasan terhadap penerimaan daging sapi di PT CIP Denpasar berpedoman pada SOP inspeksi penerimaan daging import, SOP penerimaan daging lokal dan SOP uji organoleptik daging. Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. Kandungan mikroba pada daging sapi dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995). Oleh karena itu, sanitasi atau kebersihan lingkungan peternakan maupun rumah potong hewan perlu mendapat perhatian. Proses pengolahan daging yang cukup lama juga memungkinkan terjadinya cemaran mikroba pada produk olahannya. Produk olahan daging seperti kornet dan sosis harus memenuhi syarat mutu yang sudah ditetapkan. Berdasarkan SNI 01- 3820-1995, cemaran Salmonella pada sosis daging harus negatif, Clostridium perfringens negatif, dan S. aureus maksimal 102 koloni/g.

b. CCP Pada Tahap Curing Proses curing atau penggaraman pada pembuatan sosis ditetapkan sebagai CCP 2. Berdasarkan pedoman SNI dan CODEX yang digunakan di PT CIP Denpasar batas maksimum penambahan nitrit yang masih bisa ditoleransi yaitu tidak lebih dari 500 ppm. Nitrit bersifat toksik bila dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Dosis nitrit yang lebih dari 15-20 mg/kg berat badan bisa menyebabkan kematian. Kelebihan nitrit juga menyebabkan daging menjadi berwarna hijau dan disebut “terbakar nitrit”, sebaliknya kekurangan nitrit dalam curing dapat menyebabkan warna pucat pada daging.

Natrium nitrit dapat menghambat pertumbuhan Clostridium Botulinum. Clostridium Botulinum merupakan mikroorganisme pathogenik yang paling berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging cured.

Natrium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar. (Anonimus, 2006).

Natrium nitrit menghambat produksi toksin Clostridium Botulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora dan atau dengan cara membentuk senyawa penghambat nitrit bila nitrat pada daging dipanaskan. Keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin Clostridium Botulinum disebut Botulisme. Natrium nitrit juga menghambat pertumbuhan Clostridium Perfringens dan Staphylococcus aereus pada daging proses.

Kalibrasi alat ukur (timbangan) secara berkala merupakan tindakan antisipasi perusahaan dalam ketepatan jumlah penggunaan nitrit. PT CIP melakukan pencegahan dengan cara melakukan kalibrasi alat ukur (timbangan) minimal 1 tahun sekali, dan mengambil sampel secara acak untuk dilakukan uji nitrit dan kadar garam secara berkala.Pengawasan jumlah natrium nitrit yang digunakan, dilakukan berdasarkan pada SOP inspek proses produksi sosis sapi vacuum tentang kesesuaian penggunaan natrium nitrit dan STPP dengan standar pickel.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

SISTEM OTOMATISASI SONAR (LV MAX SONAR EZ1) DAN DIODA LASER PADA KAPAL SELAM

15 214 17

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

AN ANALYSIS OF DESCRIPTIVE TEXT WRITING COMPOSED BY THE HIGH AND THE LOW ACHIEVERS OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMPN SUKORAMBI JEMBER

11 83 16

AN ANALYSIS OF LANGUAGE CONTENT IN THE SYLLABUS FOR ESP COURSE USING ESP APPROACH THE SECRETARY AND MANAGEMENT PROGRAM BUSINESS TRAINING CENTER (BTC) JEMBER IN ACADEMIC YEAR OF 2000 2001

3 95 76

A DISCOURSE ANALYSIS ON “SPA: REGAIN BALANCE OF YOUR INNER AND OUTER BEAUTY” IN THE JAKARTA POST ON 4 MARCH 2011

9 161 13