Alur atau Plot

2. Alur atau Plot

Plot dalam novel Sang Pemimpi digambarkan dengan bagus dan menarik. Seperti novel sebelumnya, Andrea Hirata menggunakan berbagi alur cerita dengan pembagian pada masing-masing mozaik untuk mempermudah pembaca dalam menikmati novel kedua tetralogi Laskar Pelangi ini yang berjudul Sang Pemimpi.

Alur dalam novel Sang Pemimpi, dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu eksposisi, inciting moment, ricing action, complication, klimaks, falling action, dan denovement.

a. Tahap Eksposisi Tahap penyituasian dimulai saat pengarang memaparkan latar tempat novel di daerah pegunungan sebagai latar tempat para tokoh ditampilkan oleh pengarang. Kutipannya sebagai berikut:

Daratan ini mencuat dari perut bumi laksana tanah yang dilantakkan tenaga dahsyat kataklismik. Menggelegak sebab lahar meluap-luap di bawahnya. Lalu membumbung di atasnya, langit terbelah dua. Di satu bagian langit, matahari rendah memantulkan uap lengket yang terjebak ditudungi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi. (Sang Pemimpi: 1).

Kutipan tersebut merupakan paparan suatu daerah pegunungan dan dekat pesisir pantai sebagai latar tempat para tokoh. Eksposisi lainnya ketika tokoh utama (Ikal) menjemput seorang anak kecil yang hidup sebatang kara di depan tangga Kutipan tersebut merupakan paparan suatu daerah pegunungan dan dekat pesisir pantai sebagai latar tempat para tokoh. Eksposisi lainnya ketika tokoh utama (Ikal) menjemput seorang anak kecil yang hidup sebatang kara di depan tangga

Wajah Arai laksana patung muka yang dibuat mahasiswa –baru seni kriya yang baru pertama kali menjamah tanah liat, pencet sana, melendung sini. Lebih tepatnya, perabotan di wajahnya hasil suntikan silikon dan mulai meleleh. Suaranya kering, serak dan nyaring persis vokalis mengambil nada falseto- mungkin karena kebanyakan menangis waktu kecil. Gerak-geriknya canggung serupa belalang sembah. Tapi matanya istimewa. Di situlah letak pusat gravitasi pesona Arai. Kedua bola matanya itu, sang jendela hati, adalah layar yang mempertontonkan jiwanya yang tak pernah kosong.

Sesungguhnya aku dan Arai masih bertalian darah. Neneknya adalah adik kandung kakekku dari pihak ibu. Namun sungguh malang nasibnya, waktu ia kelas satu SD, ibunya wafat saat melahirkan adiknya. Arai, baru enam tahun ketika itu, dan ayahnya, gemetar di samping jasad beku sang ibu yang memeluk erat bayi merah bersimbah darah. Anak-beranak itu meninggal bersamaan. Lalu Arai tinggal berdua dengan ayahnya. Kepedihan belum mau menjauhi Arai. Menginjak kelas tiga SD, ayahnya juga wafat. Arai menjadi yatim piatu, sebatang kara. Ia kemudian dipungut keluarga kami. (Sang Pemimpi: 24).

b. Tahap Inciting Moment Pemunculan konflik ini terjadi ketika Arai dengan gaya Lone Ranger memberi semangat kepada Ikal untuk terus semangat dan tidak mudah menyerah dengan model rambutnya. Ia dipermalukan oleh abang-abangnya karena mempunyai gaya rambut yang seperti ekor angsa.

Hal ini yang membuat Ikal terus memiliki semangat untuk menghadapi suatu masalah yang dialaminya. Seperti yang dikutipkan sebagai berikut:

Aku gugup bukan main saat pertama kali keluar kamar dengan gaya rambut Toni Koeswoyo itu. Aku berdiri mematung di ambang pintu karena abang- abangku menertawakan aku sampai berguling-guling.

“Ha ha ha!! Lihatlah orang-orangan ladang!! ejek mereka bersahut-sahutan seperti segerombolan lutung berkebut ketela rambat.”

“Rasanya aku ingin kabur masuk kembali kamar. Aku tak menyalahkan mereka karena aku memang mirip orang-orangan ladang. (Sang Pemimpi: 34).

Arai menggenggam tanganku erat-erat dan menuntunku dengan gagah berani melewati ruang tengah rumah. Dalam dukungan Arai, aku tak sedikit pun gentar menghadapi badai cemoohan. Papan- papan panjang lantai rumah berderak-derak ketika kami berdua melangkah penuh gaya.

Demikianlah, arti Arai bagiku. Maka sejak Arai tinggal di rumah kami, tak kepalang senang hatiku. Aku semakin gembira karena kami diperbolehkan menempati kamar hanya untuk kami berdua. (Sang Pemimpi: 35).

Persahabatan Arai dan Ikal yang mulai terjalin mendapat tantangan. Apabila ada yang menghina Ikal, Arai akan berusaha memberi ketenangan pada Ikal dengan cara menggenggam erat tangan Ikal dan memberi dukungan kepada Ikal untuk menghadapi hal yang tidak menyenangkan tersebut.

Arai memiliki pengalaman masa kecil yang menyedihkan, hal ini membuat Arai mempunyai rasa belas kasihan kepada orang lain. Seperti pada kutipan tersebut:

“Ibuku memberi isyarat dan Arai melesat ke gudang peregasan. Ia memasukkan beberapa takar beras ke dalam karung, kembali kepekarangan,

memberikan karung beras itu kepada ibuku yang kemudian melungsurkannya kepada Mak Cik.”

“Ambillah……..” “Mak Cik menerimanya dengan canggung dan berat hati. Aku tak sampai hati

melihatnya. Ia berkata terbata- bata, “Tak ’kan mampu kami menggantikannya, Kak….” (Sang Pemimpi: 39).

Mata Arai berkaca-kaca melihat Mak Cik bergandengan tangan dengan anak- anaknya sambil menenteng karung beras. Lalu aku heran melihat ekspresi Arai.

Sulit kuartikan makna air mukanya: dingin, datar, dan gundah. Kulihat ketidakpuasan, ada juga kilatan kemarahan. Lebih dari itu, kulihat sebuah rencana yang aneh. Instingku mengabari bahwa sesuatu yang dramatis pasti sedang berkecamuk dalam kepala manusia yang nyentrik ini. (Sang Pemimpi: 40).

Pemunculan konflik yang terjadi pada Arai tidak hanya terjadi pada Ikal saja, melainkan juga permasalahan yang ada dalam diri Arai. Arai menginginkan kehidupannya sama seperti teman-teman lain yang masih mempunyai orangtua lengkap. Permasalahan yang terjadi dalam diri Arai adalah ketidakmampuan Arai dalam mengendalikan emosinya untuk tidak cemburu pada teman yang masih mempunyai orangtua. Arai selalu terharu ketika melihat kerukunan teman dengan orangtuanya yang Arai sendiri tidak dapat merasakan kehangatan keluarga lagi.

c. Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action) Peningkatan konflik ini terjadi ketika Ikal yang merasa punya hutang budi kepada Arai. Untuk membalas kebaikan Arai, Ikal mengajak Arai untuk berlatih alat musik gitar kepada Bang Zaitun. Hal ini adalah usaha untuk meraih cinta Nurmala karena Nurmala merupakan sosok yang diidolakan Arai dari bangku SD sampai sekarang. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut:

Aku ingin membahagiakan Arai. Aku ingin berbuat sesuatu seperti yang ia lakukan pada Jimbron. Seperti yang ia lakukan padaku. Aku sering melihat sepatuku yang menganga seperti buaya berjemur tahu-tahu sudah rekat kembali, Arai diam-diam memakunya. Aku juga selalu heran melihat kancing bajuku yang lepas tiba-tiba lengkap lagi, tanpa banyak cincong Arai menjahitnya. Jika terbangun malam-malam, aku sering mendapatiku telah berselimut, Arai menyelimutiku. Belum terhitung kebaikannya waktu ia membelaku dalam perkara rambut belah tengah Toni Koeswoyo saat aku masih SD dulu. Bertahun lewat aku tak ’kan lupa Rai, akan kubalas kebaikanmu yang tak terucapkan itu, jasamu yang tak kenal pamrih itu, ketulusanmu yang tak kasatmata itu. (Sang Pemimpi: 185).

Dan aku tahu persis caranya, sebab aku paham saat ini kebahagiaan Arai sesungguhnya terperangkap dalam sebuah peti. Kunci peti itu berada di tangan Dan aku tahu persis caranya, sebab aku paham saat ini kebahagiaan Arai sesungguhnya terperangkap dalam sebuah peti. Kunci peti itu berada di tangan

Arai berlatih bermain gitar di tempat Bang Zaitun. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut:

“Kau kenal Bang Zaitun kan, Rai?? Tanyaku.” “Arai menjawab heran, “Pimpinan Orkes Melayu Pasar Ikan Belok Kiri itu…..?” “Ke sanalah kau harus berguru soal cinta…….” “Arai tersenyum. Siapa tak kenal Bang Zaitun, pria flamboyan yang kondang

dalam dunia persilatan cinta. Di Belitong ada empat kampung besar, di setiap kampung itu ia punya istri. Laki-laki positif mencerna setiap usulan, pemikirannya dengan lapang dada. Arai menatapku cerah.”

“Kau yakin Bang Zaitun punya cukup wewenang ilmiah untuk memecahkan masalahku ini, Kal?”

“Tak ada salahnya mencoba, Kawan, jauh lebih terhormat daripada ke dukun!!”

“Ah, Keriting, baru kutahu, kau cerdas sekali!!” (Sang Pemimpi: 189).

Namun, sekarang aku memiliki filosofi baru bahwa berbuat yang terbaik pada titik di mana aku berdiri, itulan sesungguhnya sikap yang realistis. Maka sekarang aku adalah orang yang paling optimis. Jika kuibaratkan semangat manusia sebuah kurva, sebuah grafik, maka sikap optimis akan membawa kurva itu terus menanjak. Sebaliknya aku semakin terpatri dengan cita-cita agung kami: ingin sekolah ke Prancis, menginjakkan kaki di altar almamater Sorbonne, menjelajahi Eropa sampai ke Afrika. Tak pernah sedikit pun terpikir untuk mengompromikan cita-cita itu. ( Sang Pemimpi: 208).

Peningkatan permasalahan tentang persabahatan yang terjadi pada Ikal dan Arai adalah usaha Ikal untuk menolong sahabatnya yang sedang jatuh cinta dengan seorang gadis. Ikal membawa Arai ke tempat Bang Zaitun untuk berlatih Peningkatan permasalahan tentang persabahatan yang terjadi pada Ikal dan Arai adalah usaha Ikal untuk menolong sahabatnya yang sedang jatuh cinta dengan seorang gadis. Ikal membawa Arai ke tempat Bang Zaitun untuk berlatih

d. Tahap Complication Tahap ini merupakan tahap semakin rumitnya sebuah konflik. Tahap ini terjadi sejak Ikal ingin merantau ke Jakarta untuk meraih mimpinya menjadi seorang sarjana. Seperti yang dikutipkan sebagai berikut:

J angan pernah pulang sebelum jadi sarjana…, pesan Ibu Muslimah, guru SD-ku. Di samping beliau Pak Mustar mengangguk-angguk. Mereka tersenyum ketika kami menyalami mereka erat-erat karena mereka tahu itu pertanda kami menerima tantangan itu: tak ’kan pernah pulang ke Pulau Belitong sebelum jadi sarjana. (Sang Pemimpi: 219).

Hal tersebut juga terdapat pada kutipan berikut: Kebiasaan adalah racun, rutinitas tak lain adalah seorang pembunuh darah

dingin. Aku memandangi pasar ikan yang pesing ketika panas dan becek mengambangkan segala jenis limbah ketika hujan, bioskop bobrok sarang berbagai jenis kutu dan hewan pengerat, kamar sempit kontrakan kami yang nyamuknya sudah kebal pada berbagai jenis racun serangga dari yang dibakar, disemprot, atau dilistrik. Berada di dalamnya hanya tertahankan dengan cepat- cepat menutup mata, memasuki frekuensi mimpi, tidur sambil mendengkur. Tapi masya Allah, aku gamang ketika akan meninggalkan semua kekumuhan itu. (Sang Pemimpi: 215).

“Merantau, kita harus merantau, berapa pun tabungan kita, sampai di Jawa urusan belakangan,” Arai yakin sekali dengan rencana ini.

“Kami ingin mengunjungi pulau Jawa yang gemah ripah lohjinawi itu dan berspekulasi dengan nasib kami”. (Sang Pemimpi: 216).

Ketika berpisah, ayahku memeluk Arai dan mendekapnya kuat sekali. Tak ada kata-kata untuk kami, hanya senyum lembut kebanggaan dan matanya Ketika berpisah, ayahku memeluk Arai dan mendekapnya kuat sekali. Tak ada kata-kata untuk kami, hanya senyum lembut kebanggaan dan matanya

Ikal dalam petualangannya mencari ilmu pengetahuan banyak mendapat rintangan. Salah satu rintangan tersebut terdapat pada kutipan di bawah ini.

Kami tak peduli mungkin karena panik akan keadaan kami sendiri. Berbulan- bulan di Bogor, berbekal selembar ijazah SMA, kami tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Bahkan hanya sekadar ingin menjadi penjaga toko susahnya minta ampun. Pada bulan keempat, dengan sangat terpaksa kami memecahkan celengan kuda sumbawa dan kuda sandel itu. Tebersit perasaan bersalahku pada Jimbron. Tapi apa boleh buat, melamar kerja pun perlu biaya. Jika masih begini, napas kami tinggal tiga bulan di Jawa. Aku teringat pesan mualim untuk kembali ke Tanjung Priok pada bulan Juli jika Jawa tak bersimpati pada nasib kami. Dan bulan Juli masih tujuh bulan lagi, berarti, selama empat bulan kami harus berhibernasi seperti hewan pengerat marmot yang hidup di Pegunungan Alpen ketika musim salju. (Sang Pemimpi: 236).

Rintangan yang ditemui Ikal untuk memenuhi keinginan mencari ilmu yang tinggi dan jauh dari orangtua membuat Ikal harus dapat mandiri. Ia berjuang untuk menyelesaikan rintangan yang dihadapi agar dapat bertahan hidup.

Manusia hidup memerlukan beraneka macam kebutuhan, antara lain kebutuhan kehidupan, kebutuhan keamanan, kebutuhan penghargaan, kebutuhan kebebasan, dan kebutuhan prestasi dan kemampuan. Kebutuhan kehidupan merupakan kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi oleh manusia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus bekerja (Moekijat, 2001: 35). Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Aktivitas kerja mengandung unsur untuk mendapatkan penghasilan atau imbalan hasil kerja yang telah dilakukan. Tujuan orang bekerja untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Aktivitas kerja melibatkan fungsi fisik dan mental. Manusia bekerja disesuaikan dengan dengan Manusia hidup memerlukan beraneka macam kebutuhan, antara lain kebutuhan kehidupan, kebutuhan keamanan, kebutuhan penghargaan, kebutuhan kebebasan, dan kebutuhan prestasi dan kemampuan. Kebutuhan kehidupan merupakan kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi oleh manusia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus bekerja (Moekijat, 2001: 35). Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Aktivitas kerja mengandung unsur untuk mendapatkan penghasilan atau imbalan hasil kerja yang telah dilakukan. Tujuan orang bekerja untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Aktivitas kerja melibatkan fungsi fisik dan mental. Manusia bekerja disesuaikan dengan dengan

Menyuruhku push up, merayap, dan lompat kodok. Mereka juga melarangku berjalan lebih dari lima langkah, harus berlari. Setiap bangun subuh aku berlari lagi, tengah hari sebelum makan berlari lagi, sepanjang sore berlari, dan tak boleh tidur jika belum berlari. Aku menjadi kurus tetapi keras berisi, hitam legam seperti aspal. Sebulan penuh aku menjalani pendidikan dasar militer agar nanti di Jawatan Pos dapat disiplin melayani masyarakat. (Sang Pemimpi: 242).

Maka dengan sebuah cap karet berukirkan nama dan nomor induk pegawaiku, aku memberi otorisasi di belakang wesel itu: DIKENAL PRIBADI. Bangga minta ampun aku dengan privilege sebagai pegawai pos itu, selain senang dapat memberi bantuan kecil pada rekan sekampung. Tapi ketenangan ini pun tak berlangsung lama, sebab sejak awal 1990-an PN timah lumpuh. Aku prihatin melihat uang wesel mahasiswa yang berangsur turun setiap bulan. (Sang Pemimpi: 245).

Perjuangan Ikal untuk mencapai cita-cita menjadi seorang sarjana dan telah merantau ke Jakarta mengalami kesulitan keuangan. Untuk mengatasi masalah keuangan tersebut, Ikal berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Saat penerimaan sebagai petugas pos, Ikal harus melakukan berbagai latihan-latihan fisik yang berat dan latihan fisik dijalani Ikal dengan penuh semangat. Akhirnya, Ikal dapat diterima menjadi pegawai pos. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama sebab sejak awal 1990-an PN timah lumpuh sehingga bantuan Ikal yang kecil kepada teman masih belum dapat membantu temannya.

e. Tahap Klimaks (Climax) Tahap klimaks merupakan tahap permasalahan yang dihadapi tokoh

mencapai klimak atau puncaknya. Tahap klimak dialami oleh Ikal untuk mencapai cita-cita membutuhkan totalitas perjuangan Ikal. Ikal selain sibuk kuliah, bekerja, juga merasa rindu kepada sahabatnya Arai.

Tahun berikutnya aku diterima di UI. Aku mengatur jadwal shift menyortir surat sesuai dengan kesibukan kuliah. Aku merindukan Arai setiap hari dan Tahun berikutnya aku diterima di UI. Aku mengatur jadwal shift menyortir surat sesuai dengan kesibukan kuliah. Aku merindukan Arai setiap hari dan

Perjuangan Ikal untuk mencapai cita-cita membutuhkan perjuangan keras. Ikal harus mampu mengatasi masalah kesibukan bekerja, kuliah, dan rasa rindu kepada Arai secara bersamaan. Hal tersebut membutuhkan pikiran, tenaga, dan hati Ikal untuk dapat menyelesaikannya. Pikiran dipergunakan Ikal untuk mengatasi kesibukan kuliah, tenaga untuk mengatasi masalah kerja, dan hati untuk memendam rasa rindu kepada sahabatnya Arai.

f. Tahap Falling Action Tahap ini merupakan tahap menurunnya konflik yang telah terbangun setelah mencapai klimaksnya. Tahap ini bermula pada tes untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Seperti yang dikutipkan sebagai berikut:

Aku tenggelam dalam euforia intelektual sang profesor. Kawan, bukan bermaksud sombong. Begin,i sebenarnya apa yang kulakukan berangkat dari ide yang sederhana saja, aku hanya membuat model untuk menemukan metode yang paling pas untuk menentukan harga produk tekomunikasi, tarif SLJJ misalnya. Nah, penentuan tarif telekomunikasi selalu menemui kesulitan karena dari sifat-sifat alamiah dari bisnis telekomunikasi itu sendiri, yaitu jasanya sampai kepada konsumen sering harus melalui banyak operator telekomunikasi yang populer disebut interkoneksi, dan telekomunikasi merupakan usaha jasa yang sulit ditentukan struktur biaya operasinya. Penentuan harga produk untuk bisnis yang interkonektip seperti telekomunikasi disebut transfer pricing. (Sang Pemimpi: 254).

Aku masih seekor pungguk buta dan mimpi-mimpi itu masih rembulan, namun sebenderang rembulan dini hari ini, mimpi-mimpi itu masih bercahaya dalam dadaku. Tak pernah lekang syair-syair Pak Balia, juga ketika ia mengutip puisi ” Belle de Paris ” yang ditulis ratusan tahun lampau oleh Eustache Deschamps. (Sang Pemimpi: 269).

Permasalahan yang ditemui Ikal semakin menurun setelah semua halangan yang merintanginya dapat diatasi. Ikal berhasil dalam mengatasi masalah kuliah dan masalah kerjanya. Ikal mampu menyelesaikan permasalahannya karena terdorong oleh mimpi-mimpinya untuk dapat mencari ilmu setinggi mungkin.

g. Tahap Penyelesaian (Denouement) Pada tahap penyelesaian diceritakan akhirnya Ikal dan Arai diterima di universitas yang selama ini menjadi harapan, cita-cita dan mimpi-mimpinya sejak masih SD. Seperti yang dikutipkan sebagai berikut:

Aku mengambil surat kelulusan Arai dan membaca kalimat demi kalimat dalam surat keputusan yang dipegangnya dan jiwaku seakan terbang. Hari ini seluruh ilmu umat manusia menjadi setitik air di atas samudra pengetahuan Allah. Hari ini Nabi Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya, dan miliaran bintang-gemintang yang berputar dengan eksentrik yang bersilangan, membentuk lingkaran episiklus yang mengelilingi miliaran siklus yang lebih besar, berlapis-lapis tak terhingga di luar jangkauan akal manusia. Semuanya tertata rapi dalam protokol jagad raya yang diatur tangan Allah. Sedikit saja satu dari miliaran episiklus itu keluar dari orbitnya, maka dalam hitungan detik sementara alam akan meledak menjadi remah-remah. Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, telah menyimak harapan- harapan sepi dalam hati kami, karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya, sama dengan universitas yang menerimaku, disana jelas tertulis: Université de Paris, Sorbonne, Prancis. (Sang Pemimpi: 272).

Maka dalam hitungan detik semesta alam akan meledak menjadi remah- remah. Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya,sama dengan universitas yang menerimaku, disana jelas tertulis: Université de Paris, Sorbonne, Prancis. (Sang Pemimpi: 272).

Sesuai dengan kutipan tersebut, diketahui bahwa akhirnya perjuangan Ikal berhasil. Ikal mampu menyelesaikan kuliah di UI dan diterimanya Ikal dan Arai Sesuai dengan kutipan tersebut, diketahui bahwa akhirnya perjuangan Ikal berhasil. Ikal mampu menyelesaikan kuliah di UI dan diterimanya Ikal dan Arai

Berdasarkan analisis di atas, dalam novel Sang Pemimpi digunakan campuran, yaitu kronologis dan flash back. Penggunaan alur bersifat kronologis karena peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian. Di sisi lain, bersifat flash back karena peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi dikisahkan ke masa lalu tokoh utama pada bagian awal.