Nilai Pendidikan Sosial

1. Nilai Pendidikan Sosial

Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, maka setiap individu ingin mengadakan hubungan komunikasi, interaksi dengan individu lain menunjuk pada keinginan saling mengenal antar individu dalam pergaulan. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, dan bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga kesinambungan masyarakat.

Manusia agar dapat diterima dalam lingkungan masyarakat harus bersikap dewasa. Sarwono (2002: 38) menyatakan bahwa ada enam penyesuaian diri yang harus dilakukan seorang individu untuk bersikap dewasa yaitu: (1) menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadian, (2) menentukan peran dan fungsi seksualnya dalam kebudayaan di mana individu berada, (3) mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan untuk menghadapi kehidupan, (4) mencapai posisi yang diterima masyarakat, (5) mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan, (6) memecahkan masalah-masalah nyata dalam pengalaman sendiri dan kaitannya dengan lingkungan.

Tujuan pendidikan sosial dalam karya sastra adalah membentuk manusia yang mempunyai kesadaran sosial, sikap sosial, dan kemampuan sosial. Interaksi sosial yang dilakukan Ikal dalam kehidupan sosialnya ada negatif dan positif. Kehidupan sosial yang bersifat negatif memberikan Ikal memikili rasa sosial terhadap teman, seperti dalam kutipan berikut:

Ah!! Aku telah melukai hati Jimbron. Hatinya yang lunak dan putih. Bukankah aku selalu berjanji padaku sendiri akan selalu melindungi Jimbron? Aku menendang ember di dekatku karena marah pada diriku sendiri. Aku sedih menyadari ada sosok lain dalam diriku yang diam-diam sembunyi, sosok yang tak kukenal. Sosok itu menjelma dengan cepat, lalu mendadak lenyap meninggalkan aku berdiri sendiri di depan Jimbron ditumpuki berton-ton perasaan bersalah. (Sang Pemimpi: 134).

Rasa toleran Ikal terhadap sahabatnya —Jimbron—membuatnya merasa bersalah saat ia memarahi Jimbron tanpa sebab. Ikatan pertalian persahabatan antara Ikal dengan salah satu sahabatnya —Jimbron—merupakan ikatan persahabatan yang tumbuh atas perasaan sayang dan menimbulkan rasa toleran.

Rasa sosial Ikal terhadap sahabatnya yang tinggi tidak hanya pada Jimbron saja, melainkan juga pada Arai —sahabat yang banyak membantu dalam kehidupannya.

Kini dadaku ingin meledak rasanya. Pada momen ini kami memahami bahwa persahabatan kami yang lama dan lekat lebih dari saudara, berjuang senasib sepenanggungan, bekerja keras bahu-membahu sampai titik keringat terakhir untuk sekolah dan keluarga, tidur sebantal makan sepiring, susah senang bersama, ternyata telah membuahkan maslahat yang tak terhingga bagi kami. Persahabatan berlandaskan cinta kasih itu telah merajut ikatan batin yang demikian kuat dalan kalbuku dan saking kuatnya sampai memiliki tenaga gaib penyembuhan. (Sang pemimpi: 139).

Sifat sosial Ikal terhadap sahabatnya melebihi dengan saudaranya. Ikal dan Arai berjuang senasib sepenanggungan, bekerja keras, bahu-membahu sampai titik keringat terakhir untuk sekolah dan keluarga. Tidur sebantal, makan sepiring, susah senang bersama, ternyata telah membuahkan toleran yang tinggi antara Ikal dan Arai. Ikal Sifat sosial Ikal terhadap sahabatnya melebihi dengan saudaranya. Ikal dan Arai berjuang senasib sepenanggungan, bekerja keras, bahu-membahu sampai titik keringat terakhir untuk sekolah dan keluarga. Tidur sebantal, makan sepiring, susah senang bersama, ternyata telah membuahkan toleran yang tinggi antara Ikal dan Arai. Ikal

“Bertahun lewat tapi aku tak ’kan lupa Rai, akan kubalas kebaikanmu yang tak terucapkan itu, jasamu yang tak kenal pamrih itu, ketulusanmu yang tak kasatmata itu”. (Sang Pemimpi: 185-186).

Ikal membina hubungan sosial dengan Arai menjadi tali persahabatan yang erat. Persahabatan yang erat dibina oleh Ikal membuat Ikal memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Ikal menginginkan hubungan sosialnya dengan Arai dapat berjalan baik, maka ia berusaha membahahagiakan sahabatnya tersebut. Kutipan lainnya, yaitu:

Dan aku tau persis caranya, sebab aku paham saat ini kebahagiaan Arai sesungguhnya terperangkap dalam sebuah peti. Kunci peti itu berada di tangan wanita ini: Zakiah Nurmala binti Berahim Matarum. Cinta Arai pada Nurmala adalah salah satu kisah cinta yang paling menyedihkan di muka bumi ini. (Sang Pemimpi: 186).

Sebagai teman, Ikal memiliki rasa sosial yang tinggi. Rasa sosial Ikal ditunjukkan dengan membantu sahabatnya untuk mendapat gadis yang dicintai sahabatnya. Ikal membantu Arai karena Ikal dapat memahami keinginan yang dirasakan oleh Arai.

Hubungan sosial yang terjadi di masyarakat bukan hanya hubungan sosial dengan sahabat, melainkan juga hubungan dengan anggota keluarga. Hubungan sosial Ikal dengan orangtuanya dapat berjalan baik. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut:

Ketika berpisah, ayahku memeluk Arai dan mendekapnya kuat sekali. Tak ada kata-kata untuk kami, hanya senyum lembut kebanggaan, dan matanya berkaca- kaca. Beliau kehilangan karena tak pernah sebelumnya kami meninggalkannya. Pak Balia memberikan padaku sebuah gambar yang selalu diperlihatkannya di depan kelas: pelukis, menara Eiffel, dan sungai Siene. Beliau diam saja dan aku mengerti maksudnya. Perancis bukan hanya impianku dan Arai tapi juga impian sepi beliau. (Sang Pemimpi: 219).

Pelukan seorang ayah kepada anaknya menunjukkan hubungan sosial yang terjalin erat. Demikian juga pada Ikal, hubungan sosial Ikal dengan orangtuanya terjalin erat. Ada ikatan batin antara orangtua dan anaknya. Pelukan erat yang diberikan oleh orangtua kepada anak juga membuktikan dukungan sosial orangtua kepada anak dalam mencapai cita-cita.

Hubungan sosial Ikal yang lain yaitu hubungan sosial dengan para gurunya. Hubungan sosial Ikal dengan gurunya mendorong Ikal untuk dapat meraih cita-citanya.

Tapi aku tak ’kan surut. Tokoh-tokoh hebat telah mempersiapkanku untuk situasi ini. Bu Muslimah guru SD-ku yang telah mengajariku agar tak takut pada kesulitan apa pun, ayahku dengan senyum lembutnya yang membakar jiwaku, Pak Balia

yang menunjukan padaku indahnya penjelajahan ilmu, dan Arai yang mengingatkanku agar tak mendahului nasib. (Sang Pemimpi: 256).

Dukungan yang diberikan oleh guru kepada murid merupakan hubungan sosial tanggung jawab seorang guru kepada anak didik dalam mencapai pendidikan yang tinggi.

Tubuhku yang dari tadi kaku karena tegang mengantisipasi rencana Arai kini pelan-pelan merosot sehingga aku terduduk di balik daun pintu. Aku menunduk dan memeluk lututku yang tertekuk. Aku merasa sangat malu pada diriku sendiri. Bibirku bergetar menahan rasa haru pada putihnya hati Arai. Air mataku mengalir pelan. Sungguh tak sedikit pun kuduga Arai merencanakan sesuatu yang sangat mulia untuk Mak Cik. Sebuah rencana yang akan kudukung habis-habisan. Sejak itu, aku mengenal bagian paling menarik dari Arai, yaitu ia mampu melihat keindahan di balik sesuatu, keindahan yang hanya biasa orang temui di dalam mimpi-mimpi. Maka Arai adalah seorang pemimpi sesungguhnya, seorang pemimpi sejati. (Sang Pemimpi: 185).

Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia. Kodrat manusia adalah makhluk monodualisme yang memiliki sifat makhluk individu dan sosial. Dalam banyak hal, individu memerlukan keberadaan orang lain Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia. Kodrat manusia adalah makhluk monodualisme yang memiliki sifat makhluk individu dan sosial. Dalam banyak hal, individu memerlukan keberadaan orang lain