Pembahasan Hasil Penelitian

K. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Kesalahan Penggunaan Ejaan

Berbicara mengenai kesalahan ejaan dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan ejaan dalam penulisan karya tulis siswa seharusnya sesuai dengan ketentuan. Namun, bila melihat tabel di atas banyak ditemukan kesalahan penggunaan ejaan khususnya penggunaan huruf kapital dan cetak miring. Penggunaan huruf kapital dan cetak miring sering kali tidak diperhatikan oleh siswa. Siswa hanya beranggapan yang terpenting mereka menyelesaikan tugas Berbicara mengenai kesalahan ejaan dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan ejaan dalam penulisan karya tulis siswa seharusnya sesuai dengan ketentuan. Namun, bila melihat tabel di atas banyak ditemukan kesalahan penggunaan ejaan khususnya penggunaan huruf kapital dan cetak miring. Penggunaan huruf kapital dan cetak miring sering kali tidak diperhatikan oleh siswa. Siswa hanya beranggapan yang terpenting mereka menyelesaikan tugas

Padahal, sekecil apapun kesalahan yang terjadi dalam pembuatan karya tulis dapat membingungkan pemahaman pembaca karya tulis tersebut terutama siswa lain yang masih berada di tingkat lebih bawah. Oleh karena itu, seorang penulis karya tulis dalam hal ini siswa hendaknya selalu memperhatikan keberadaan karya tulis yang mereka hasilkan, dalam hal ini biasanya karya tulis terdahulu akan menjadi contoh dalam pembuatan karya tulis berikutnya. Mengingat pendapat dari Tarigan ((1993: 21) bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami lambang grafik itu. Jadi, menulis merupakan suatu kegiatan mengungkapkan informasi kepada pembaca dengan media kertas dan tinta yang menggunakan huruf-huruf (lambang-lambang grafik) sebagai sistem tanda.

Berbicara mengenai kesalahan berbahasa pada bidang ejaan, peneliti menemukan kesalahan yang paling dominan adalah kesalahan pada penulisan cetak miring. Penulisan kata yang tidak tepat tersebut sebagai besar terjadi karena menuliskan kata kata asing, kata ilmiah, maupun kata serapan yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Sebagai contohnya adalah penulisan kata ilmiah Camellia Sinensis. Kata ilmiah, kata asing, dan kata serapan sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2007: 58) harus dicetak miring. Namun terkadang siswa kurang memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam EYD tersebut.

Selain penulisan tanda baca, kesalahan lain pada bidang ejaan adalah penggunaan kata depan dan kata turunan yang tidak tepat. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti selalu menemukan penggunaan kata depan sebagai contohnya kata di depan penulisannya dirangkai, sedangkan kata turunan, misalnya kata diekspor penulisannya dipisah. Penulisan kata-kata tersebut jelas tidak sesuai dengan Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan.

Berdasarkan data tesebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa belum mengetahui ketepatan suatu ejaan padahal ejaan yang tergolong baku adalah ejaan yang sesuai dengan EYD. Seorang penulis hanya berpedoman pada EYD yang dikenalnya pada tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan dalam hal kata begitu cepat sehingga peneliti berharap selain meningkatkan kualitas menulis, siswa harus memperkaya ilmu pada bidang kebahasaan karena penggunaan ejaan yang tepat dapat membantu pembaca dalam memahami maksud dari tulisan seorang penulis.

2. Kesalahan Penggunaan Diksi atau Pilihan Kata

Berbicara mengenai kesalahan berbahasa pada bidang pilihan kata, peneliti menemukan kesalahan yang paling dominan adalah kesalahan pada penulisan kesesuaian kata, misalnya pada penulisan kata kwalitas. Kata tersebut tidak baku karena tidak sesuai dengan KBBI halaman 603. Pada halaman tersebut kata yang benar seharusnya adalah kualitas. Semua kata beku harus sesuai dengan KBBI, EYD, dan tata bahasa baku, hal ini sesuai dengan pernyataan Kokasih ( 2001: 117) bahwa kata baku adalah kata yang cara pengucapannya atau penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar atau kaidah yang telah dibakukan. Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa pedoman (EYD), tata bahasa baku, kamus umum.

Selain kesesuaian kata, kesalahan lain pada bidang pilihan kata adalah penggunaan ketepatan kata. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti selalu menemukan penggunaan kata denotatif, sinonim, dan penggunaan kata tidak ekonomis pada sampel yang diteliti. Kata denotatif misalnya terdapat pada kalimat berikut, “Penulisan telah mengunjungi tempat wisata di daerah Bandung selatan.” Pada kata yang digaris bawah tidak tepat karena tidak sesuai dengan konteks. Kata yang tepat untuk mengganti kata tersebut yakni kata penulis.

Berdasarkan data tesebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa belum dapat menggunakan penggunaan pilihan kata secara tepat. Siswa sering menggunakan kata secara serampangan, tanpa melihat dampak apa yang bisa disebabkan karenanya. Perkembangan dalam hal kata begitu cepat sehingga Berdasarkan data tesebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa belum dapat menggunakan penggunaan pilihan kata secara tepat. Siswa sering menggunakan kata secara serampangan, tanpa melihat dampak apa yang bisa disebabkan karenanya. Perkembangan dalam hal kata begitu cepat sehingga

3. Kesalahan Penggunaan Kalimat

Kesalahan bahasa selain penggunaan ejaan, pilihan kata atau diksi yaitu penggunaan kalimat. Kesalahan penggunaan kalimat yang penulis temukan pada sampel yakni kohesi, koherensi, dan kesejajaran. Kesalahan kohesi, contohnya yaitu pada kalimat ”Tanpa bimbingan dan bantuan pihak tersebut penulis akan banyak kesulitan-kesulitan ...” Kata banyak berfungsi menjelaskan kata kesulitan. Dengan demikian tidak perlu digunakan kata kesulitan-kesulitan karena banyak sudah jelas menunjuk pengertian jamak (lebih dari satu).

Penggunaan kalimat selanjutnya yang tidak tepat yakni koherensi. Contoh koherensi tidak tepat pada kalimat, ”Serta sejarah berdirinya pabrik teh Rancabali.” Kalimat tersebut menjadi kabur karena kedudukan subjek dan predikat tidak jelas, terutamasalah menggunakan kata depan. Kalimat tersebut akan tepat jika menjadi ” Sejarah berdirinya pabrik teh Rancabali.”

Penggunaan kesejajaran kata juga peneliti temukan pada sampel. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Akhadiah, dkk (1988: 116-117) yakni menjelaskan bahwa kalimat yang baik harus memenuhi ciri atau unsur: (1) kesepadanan dan kesatuan, (2) kesejajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan kata, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat. Salah satu syarat kalimat yang baik yakni harus memenuhi unsur kesejajaran. Contoh ketidaksejajaran kalimat pada sampel yaitu pada kalimat, ”Yaitu kami mengumpulkan data melalui pengamatan langsung dan catatan dengan ...” Kedua kata tersebut tidak sejajar karena fungsi kata pengamatan tidak sejajar dengan kata catatan. Kedua kata tersebut akan sejajar jika kata catatan diganti dengan kata pencatatan.

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang berhubungan dengan penggunaan kalimat harus mengetahui unsur-unsur yang membangun dalam kalimat, misalnya kalimat tersebut harus mengandung unsur Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang berhubungan dengan penggunaan kalimat harus mengetahui unsur-unsur yang membangun dalam kalimat, misalnya kalimat tersebut harus mengandung unsur

4. Persentase Kesalahan Berbahasa

Kesalahan-kesalahan yang sudah peneliti temukan tidak berhenti sampai di sini. Untuk menunjukkan jumlah kesalahan yang peneliti temukan maka peneliti membuat persentase dari semua kesalahan yang telah penelit temukan. Persentase tersebut yakni, kesalahan ejaan yang meliputi huruf kapital 20, 46%; tada titik 13, 20%; tanda koma 10,56 %; tanda titik dua 1, 32 %; tanda titik koma

5, 94 %; tanda apostrof 1, 32 %; tanda hubung 0,99 %; tanda petik 0,99 %; tanda pisah 0,33 %; kata depan 5, 62 %; kata turunan 6, 60 %; cetak miring 23, 76 %; dan garis bawah 1, 32 %.

Kesalahan diksi dan pilihan kata juga peneliti persentasekan. Pilihan kata atau diksi meliputi ketepatan dan kesesuaian, dan masing-masing penulis persentasekan secara sendiri-sendiri. Persentase tersebut, 3, 30% untuk kata denotasi; 0,99 % untuk kata sinonim; 2, 97 % untuk penggunaan kata tidak ekonomis; 3, 63 % untuk kata baku; dan 1, 32 % untuk kata cakapan. Selain penggunaan ejaan dan pilihan kata atau diksi masih ada penggunaan kalimat. Persentase kesalahannya yaitu, kohesi 1, 32 %; koherensi 2, 31 %; dan kesejajaran

5. Sumber Penyebab Terjadinya Kesalahan

Penggunaan bahasa Indonesia dalam karya tulis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Andong Kabupaten Boyolali ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor pertama yang mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia dalam karya tulis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Andong berasal dari guru pembimbing. Kesalahan ini muncul karena guru pembimbing tidak memperhatikan penggunaan bahasa yang digunakan dalam karya tulis siswa. Guru pembimbing hanya mempertimbangkan isi dari karya tulis tersebut. Guru pembimbing seharusnya meneliti karya tulis yang dibuat siswanya dengan teliti, Penggunaan bahasa Indonesia dalam karya tulis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Andong Kabupaten Boyolali ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor pertama yang mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia dalam karya tulis siswa kelas XI SMA Negeri 1 Andong berasal dari guru pembimbing. Kesalahan ini muncul karena guru pembimbing tidak memperhatikan penggunaan bahasa yang digunakan dalam karya tulis siswa. Guru pembimbing hanya mempertimbangkan isi dari karya tulis tersebut. Guru pembimbing seharusnya meneliti karya tulis yang dibuat siswanya dengan teliti,

1 Andong. “Siswa itu konsultasi pada saya ketika waktu pengumpulannya sudah

dekat. Dan biasanya konsultasi itu dilakukan pada saat jam istirahat. Sebenarnya sebelum study tour siswa sudah diberi kerangka penulisan karya tulis. Pembimbing seperti saya ini tidak tahu menahu, anak buat gitu saja. Jujur karena saya guru seni, maka hal-hal mengenai teknik penulisan serta hal-hal yang njlimet saya abaikan. Saya mengecek paling dalam hal penulisan yang kurang bagus, kata-kata yang sering diulang dan sebagainya.” (Sumber: Agus Suyono).

Kesalahan tersebut tidak semata-mata berasal dari guru pembimbing. Dalam proses bimbingan tersebut tidak melibatkan guru bahasa Indonesia, maka kesalahan-kesalahan teknik yang sebenarnya bisa dibenarkan oleh guru bahasa Indonesia tidak bisa terjadi karena tidak ada keterlibatan guru bahasa Indonesia. Berikut pendapat tentang ketidakadanya keterlibatan guru bahasa Indoesia dalam bimbingan. Berikut kutipan dari Agus Suyono, selaku guru pembimbing dan Achmad Sochib, selaku guru bahasa Indonesia.

“Iya Mbak, ya itu tadi karena guru bahasa Indonesia tidak ada yang ikut dalam study tour.” (Sumber: Agus Suyono).

“Ya, benar. Kalau tanya keterlibatan saya dalam pembuatan karya tulis siswa, bagaimana ya Mbak? Saya memang tidak terlibat sama sekali dalam pengerjaan karya tulis itu. Saya juga beberapa tahun terakhir ini tidak ikut studi wisata, karena suatu hal. Ya mungkin masalah prinsip.” (Sumber: Achmad Sochib).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa terjadi karena guru pembimbing kurang memperhatikan secara sungguh-sungguh karya tulis siswa yang menjadi siswa bimbingannya. Untuk memudahkan pembaca atau siswa lain dalam memahami karya tulis siswa tidak perlu mengesampingkan kaidah kebahasaan terutama penggunaan ejaan, pemilihan kata, dan penyusunan kalimat.

Faktor kedua yang menjadi penyebab timbulnya kesalahan penggunaan bahasa Indonesia adalah kesalahan berbahasa bersumber dari diri siswa sendiri. Kesalahan tersebut biasanya terjadi karena siswa tidak memperhatikan kaidah kebahasaan dan membuatnya asal-asalan. Siswa kurang menggunakan bahasa Indonesia dengan benar karena mereka hanya merasa dituntut untuk mengumpulkan tugas sebagai syarat kenaikan kelas saja. Berikut pendapat tentang pembuatan karya tulis yang tidak memperhatikan kaidah kebahasaan dengan baik dan benar. Berikut kutipan dari beberapa siswa selaku pembuat karya tulis, yakni Anisa dan Winda.

“Paham Mbak, tapi terkadang kalau sudah mengerjakan jadi lupa dan nggak digunakan Mbak ...” (Sumber: Anisa).

”Sudah Mbak, tapi kadang kita juga nggak terlalu memperhatikan.” (Sumber: Wanda).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kesalahan berbahasa dapat terjadi karena kesalahan siswa. Siswa terkesan sesuka hatinya tanpa memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan yang seharusnya diterapkan dalam karya tulis siswa, mengngat bahwa karya ilmiah adalah suatu karya yang ditulis berdasarkan kenyataan-kenyataan ilmiah yang diperoleh sebagai hasil penelitian kepustakaan (library research) maupun penelitian lapangan (field research) (Moersaleh dan Musanef (dalam Suwandi, 1997: 97).

Faktor ketiga yang mempengaruhi adanya kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam karya tulis siswa adalah sumber kesalahan yang berasal dari pihak lain. Kesalahan tersebut terjadi karena keterlibatan pihak lain dalam pembuatan karya tulis siswa. Pembuatan karya tulis ini biasanya siswa akan melibatkan pihak lain untuk membantunya. Tugas membuat karya tulis merupakan tugas kelompok, oleh karena itu untuk mempermudah dan agar tidak terjadi saling tunjuk siswa menyerahkan tugas tersebut pada pihak dalam hal ini kepada penyedia jasa rental. Berikut kutipan beberapa siswa, yakni Nanik dan Bulan untuk memperkuat penyebab kesalahan berbahasa tersebut.

“Itu karena ada yang direntalkan Mbak, kita kan nggak ngecek lagi. Tahu- tahu jadi saja.”(Sumber: Nanik).

“O iya Mbak, dirental. Kadang kan saling iri kalau disuruh ngetik gitu. Akhirnya dirental saja, yang penting jadi.”(Sumber: Bulan).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa bisa terjadi karena pihak lain. Pihak lain tersebut ikut menjadi penyebab karena ditunjuk siswa untuk membantu dalam pembuatan karya tulis. Oleh karena itu, sebaiknya penyedia jasa rentalpun seharusnya mengetahui penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan yang sudah ditentukan.