Tinjauan Pustaka

3) Penulisan Kata

a) Penulisan Kata Depan Kata depan adalah kata yang bertugas merangkaikan kata atau bagian kalimat. Tempatnya terletak di depan kata. Kata depan dimunculkan dalam kaitannya dengan kelas kata, bukan dalam kaitan dengan fungsinya dalam kalimat.

Kata-kata depan yang termasuk dalam kelompok di, ke, dari, antar, hingga, dan lewat berfungsi merangkaikan sebuah kata dengan kata yang lain yang menyatakan tempat atau waktu (Keraf, 1991: 108). Kata depan di- dan ke- penulisannya terpisah dengan kata yang diikutinya, sedangkan awalan di- dan ke- penulisannya serangkai dengan kata yang diikutinya.

Kata di, ke dan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

b) Penulisan Kata Ganti -ku, kau-, -mu, dan -nya Kata gantu ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; sedang ku, mu dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

c) Penulisan Kata Turunan Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata mendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

d) Penulisan Gabungan Kata Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.

e) Penulisan Unsur Serapan Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de I ‘homme par I’homme . Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

f) Penulisan Huruf Huruf adalah lambang atau gambaran dari bunyi. Alfabet atau aksara adalah rangkaian urutan huruf menurut suatu sistem tulisan. Huruf dibedakan menjadi huruf abjad, vokal, konsonan, diftong, gabungan huruf konsonan, pemenggalan kata.

Huruf yang digunakan adalah huruf latin dari a sampai z. Huruf- huruf q dan x tidak digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa Indonesia, kecuali untuk menuliskan nama atau istilah. Huruf-huruf yang tidak dapat menempati posisi akhir adalah c, ny, v, w, dan y.

4) Penggunaan Cetak Miring dan Garis Bawah

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2007: 12-13) menyatakan bahwa di dalam tulisan, semua kata-kata yang bukan kata-kata bahasa Indonesia seharusnya kita cetak miring atau italic, istilah yang biasa dipakai untuk itu. Kalau kita menggunakan mesin ketik, atau tulis tangan, kata-kata asing itu kita beri satu garis di bawahnya.

Dari pengertian tersebut telah jelas bagaimana penggunaan garis bawah dan cetak miring. Tidak bisa sembarang huruf atau kata benar untuk Dari pengertian tersebut telah jelas bagaimana penggunaan garis bawah dan cetak miring. Tidak bisa sembarang huruf atau kata benar untuk

b. Pilihan Kata atau Diksi

Pilihan kata menurut Mustakim (1994: 41) adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil dari proses atau tindakan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pilihan kata tidak hanya mempersoalkan apakah kata yang dianggap tepat itu dapat disesuaikan dengan konteks nilai atau norma sosial pembaca atau pendengarnya. Dari sini dapat dijabarkan bahwa diksi atau pilihan kata menyangkut dua hal yang perlu diperhatikan oleh pemakai bahasa, yakni tentang ketepatan dan kesesuaian.

Sebenarnya tentang ketepatan dan kesesuaian dalam pemilihan kata bukan hal yang sederhana. Menjelaskan permasalahan ini, Wibowo (2002: 26-34) menyampaikan bahwa ketepatan dan pemilihan kata meliputi: (1) pemahaman kata sebagai simbol, (2) pemahaman adanya struktur leksikal, (3) pemahaman makna denotatif dan konotatif, (4) pemahaman kata umum dan kata khusus, (5) pemahaman adanya perubahan makna, (6) pemahaman adanya kata asing, kata serapan, dan kata baru, dan (7) pemahaman pentingnya kelangsungan pilihan kata. Sementara tentang kesesuaian pilihan kata meliputi: (1) kesadaran terhadap eksistensi bahasa baku dan non baku, (2) kesadaran terhadap konteks sosial bahasa, (3) kesadaran terhadap eksistensi kata kajian dan kata popular, (4) kesadaran terhadap keberadaan jargon, slang, dan kata percakapan, serta (5) kesadaran terhadap keberadaan makna idiomatis.

1) Ketepatan

Dapat dikatakan dapat memilih kata-kata dengan tepat jika ia dapat dengan cermat menggunakannya ke dalam kalimat dengan tepat, yaitu dengan ide yang akan disampaikan, sesuai dengan situasi, dan sesuai dengan posisi pembicara.

a) Penggunaan Denotatif-Konotatif Menurut Keraf (1981: 28) makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makn aproporsional. Disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna itu disebut juga makna proporsional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan- pernyataan yang bersifat aktual. Makna ini, yang mengacu dengan bermacam- macam nama, adalah makna yang paling dasar pada suatu kata. Dalam bentuk yang murni, makna denotatif dihubungkan dengan bahasa ilmiah.

Makna konotatif masih menuruf Keraf (1981: 29) disebut juga dengan makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.

b) Penggunaan Sinonim Matthews (1997: 158) sinonim is the relation between two lexical units with a shared meaning . Sedangkan Fromkin (1998: 165) menjelaskan bahwa sinonim adalah beberapa kata yang mempunyai kemiripan makna tetapi bunyi pelafalan (sound) berbeda. Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sinonim adalah dua atau beberapa kata yang memiliki kemiripan makna.

c) Penggunaan Verba Berpreposisi Verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu (Alwi, dkk, 2003: 95). Preposisi yang mengikuti verba tersebut sudah tentu, seperti cinta pada/akan, terbagi atas, terdiri atas/dari, bertentangan dengan, bergantung pada , dan terbuat dari.

d) Penggunaan Kata secara Ekonomis Dalam karya tulis pasti dituntut untuk selalu menggunakan kata yang ekonomis. Kata ekonomis di sini dimaksudkan kata yang dipakai tidak berlebihan, tidak menggunakan kata-kata mubazir, dan sebagainya. Tidak jarang penggunaan kata tidak ekonomis sering digunakan, dengan tujuan untuk memperjelas suatu kalimat namun justru maksud dari kalimat tersebut tidak tersampaikan secara sempurna atau bahkan membingungkan pembaca.

2) Kesesuaian

a) Penggunaan Kata Baku Kata baku adalah kata yang cara pengucapannya atau penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar atau kaidah yang telah dibakukan. Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa pedoman (EYD), tata bahasa baku, kamus umum (Kosasih, 2001: 117).

b) Penghindaran Kata Cakapan Karya tulis siswa merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah, maka dalam penulisannya hendaknya dihindari penggunaan kata-kata cakapan. Semua kata dalam karya tulis siswa harus merupakan kata-kata bahasa tulis. Bahasa tulis di sini yakni bahasa yang sesuai dengan kaidah kebahasaan, yaitu sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku.

c. Penyusunan Kalimat

Tentang kalimat, Akhadiah, dkk (1988: 116) mengatakan: Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada

praktiknya harus dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Hal ini berati kalimta itu harus praktiknya harus dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Hal ini berati kalimta itu harus

Pendapat lain dikemukakan oleh Mustakim (1994: 65). Menurutnya kalimat adalah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, perasaan atau pikiran yang relatif lengkap. Kesimpulan dari pendapat tersebut sebagai berikut. Kalimat adalah suatu alat atau sarana untuk menyampaikan pernyataaan berupa gagasan, perasaan atau pikiran yang relatif lengkap berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku.

Kesimpulan tentang kalimat telah dirumuskan di atas, tetapi untuk lebih dalam mempelajarinya berikut adalah pengertian kalimat efektif. Parera (dalam Sabariyanto, 1992: 14) menjelaskan bahwa kalimat efektif adalah bentuk kalimat yang dengan sadar dan sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik.

Akhadiah, dkk (1998: 116-117) menjelaskan bahwa kalimat yang baik harus memenuhi ciri atau unsur: (1) kesepadanan dan kesatuan, (2) kesejajaran bentuk, (3) penekanan, (4) kehematan dalam mempergunakan kata, dan (5) kevariasian dalam struktur kalimat. Pendapat berikutnya dari Wibowo (2002: 82-

90) menyatakan bahwa kalimat yang baik harus memenuhi unsur atau ciri: (1) keharmonisan, (2) keparalelan, (3) ketegasan, (4) kehematan, (5) kecermatan, (6) kelogisan, dan (7) kevariasian.

Pendapat maupun pandangan tentang kalimat datang dari beberapa pakar. Pendapat mengenai kalimat, selain dari ahli di atas, masih ada dari para ahli berikut ini. Mustakim (1994: 90-107) berpendapat bahwa kalimat yang baik itu memiliki unsur antara lain: (1) kelengkapan, (2) kesejajaran, (3) kehematan, dan (4) variatif. Ahli lain memberikan pengertian tentang kalimat yang baik. Menurut keraf (dalam Sabariyanto, 1992: 14) kalimat yang baik adalah kalimat yang memiliki unsur atau ciri: (1) kesatuan pikiran, (2) kesatuan susunan, dan (3) kelogisan.

Pendapat dari ahli yang terakhir inilah yang selanjutnya dijadikan acuan menganalisis kalimat dalam karya ilmiah. Penulis mengikuti jejak dari pendapat Pendapat dari ahli yang terakhir inilah yang selanjutnya dijadikan acuan menganalisis kalimat dalam karya ilmiah. Penulis mengikuti jejak dari pendapat

1) Kohesi dan Koherensi

Kohesi dan koherensi adalah dua unsur yang menyebabkan sekelompok kalimat membentuk kesatuan makna. Kohesi merujuk pada keterkaitan antar proposisi yang secara eksplisit diungkapkan oleh kalimat- kalimat yang digunakan. Koherensi juga mengaitkan dua proposisi atau lebih, tetapi keterkaitan di antara proposisi-proposisi tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan dalam kalimat-kalimat yang dipakai (Alwi, dkk, 2003: 41)

2) Kesejajaran

Menurut Suwandi (1997: 69-70) kalimat yang kurang baik dapat dilihat dari segi kesejajaran gagasan-gagasan yang ingin diungkapkan penulis. Ketidaksejajaran tersebut dapat dilihat pada contoh berikut. “Dewasa ini kesadaran wanita untuk melangsingkan tubuh, perawatan kecantikan amat gencar dipromosikan, terutama oleh produk-produk dari lusr negeri.” Kalimat tersebut tidak menempatkan gagasan-gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam suatu struktur atau konstruksi gramatikal yang sama.

3) Keekonomisan

Keekonomisan sangat erat kaitannya dengan keefektivan kalimat. Kalimat efektif adalah kalimat yang tidak banyak menggunakan kata-kata mubazir dan tidak menggunkan kata yang berkonstruksi meliuk-liuk. Sebagai contoh kalimat yang tidak efektif yaitu, “ Peran serta sponsor dalam mendukung adanya kompetisi ini adalah sangat besar sekali.” Kata sangat besar sekali seharusnya tidak digunakan, cukup menggunakan kata sangat besar atau besar sekali.

3. Pengertian Menulis

Menurut Tarigan (1993: 21), menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang Menurut Tarigan (1993: 21), menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang

Lebih jelas lagi Kurniawan (2006: 56 ) menjelaskan bahwa menulis adalah sebuah kemampuan berbahasa yang terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kemampuan menulis yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, meliputi kosa kata, struktur, kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.

Kegiatan menulis sangat penting dalam dunia pendidikan karena dapat membantu siswa berlatih berpikir, mengungkapkan gagasan, dan memecahkan masalah. Menulis adalah salah satu bentuk berpikir, yang juga merupakan alat untuk membuat orang lain (pembaca) berpikir. Dengan menulis, seorang siswa mampu mengkonstruk berbagai berbagai ilmu atau pengetahuan yang dimiliki dalam sebuah tulisan, baik dalam bentuk esai, artikel, laporan ilmiah, cerpen, puisi, dan sebagainya. (Rosidi, 2009: 2-3).

Menulis adalah sebuah aktivitas yang kompleks, bukan hanya sekadar mengguratkan kalimat-kalimat, tetapi lebih daripada itu. Menulis adalah proses menuangkan pikiran dan menyampaikannya kepada khalayak. Ide yang sudah tertuang dalam tulisan, kelak memiliki kekuatan untuk menembus ruang dan waktu sehingga keberadaan ide atau gagasan tersebut akan abadi. Lain kata, proses menulis adalah satu upaya untuk mewariskan dan meneruskan ide atau gagasan kepada generasi selanjutnya agar ide tersebut terpelihara dan tetap “hidup”. (Kartono, 2009: 17).

Mengacu pada uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang berwujud kegiatan Mengacu pada uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang berwujud kegiatan

4. Pengertian Karya Tulis Ilmiah

Tulisan atau karangan pada hakikatnya merupakan organisasi ide atau pesan secara tertulis. Jika kata itu dikaitkan dengan kata ilmiah, maka hasil organisasi ide atau pesan itu disebut tulisan ilmiah. Menurut Moersaleh dan Musanef (dalam Suwandi, 1997: 97), karya ilmiah adalah suatu karya yang ditulis berdasarkan kenyataan-kenyataan ilmiah yang diperoleh sebagai hasil penelitian kepustakaan (library research) maupun penelitian lapangan (field research). Dengan kata lain, karya ilmiah merupakan suatu karangan yang membahas suatu masalah yang timbul berdasarkan teori-teori ilmiah dan data atau kenyataan yang objektif sehingga dapat dibuat suatu analisis yang menghaslkan simpulan yang benar guna menjawab permasalahan tersebut.

Dardjowidjojo (dalam Suwandi, 1997: 17) mengemukakan sejumlah ciri bahasa ilmu pengetahuan: (1) wujud bahasanya haruslah lengkap (artinya afiksasi yang di dalam ragam informal opsional, dalam bahasa ilmiah wajib), (2) kosa kata yang dipakai harus utuh, (3) menggunakan tanda baca yang tepat, (4) padat isi, bukan padat kata-kata, (5) adanya ketepatan ungkapan dan ketunggalan arti, (6) pemakaian bahasanya bersifat abstrak, (7) lebih menekankan pada peristiwa yang digambarkan (banyak ditemukan kalimat pasif), dan (8) adanya kelengkapan unsur kalimat seperti subjek dan predikat.

Berdasarkan uraian di atas terlihat secara jelas bahwa dalam penulisan karya ilmiah hendaknya digunakan bahasa baku. Alwi, dkk (1993) mengemukakan ciri bahasa baku. Pertama, bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis , yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kedua, bahasa baku memiliki sifat cendekia. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan pemahaman atau pemikiran yang teratur dan masuk akal. Ketiga, baku atau standar berpraanggapan adanya Berdasarkan uraian di atas terlihat secara jelas bahwa dalam penulisan karya ilmiah hendaknya digunakan bahasa baku. Alwi, dkk (1993) mengemukakan ciri bahasa baku. Pertama, bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis , yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kedua, bahasa baku memiliki sifat cendekia. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan pemahaman atau pemikiran yang teratur dan masuk akal. Ketiga, baku atau standar berpraanggapan adanya

5. Bahasa dalam Tulisan Ilmiah

Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa baku. Alwi, dkk (2003) mengemukakan ciri-ciri bahasa baku, yaitu: (a) bahasa baku memiliki sifat kemantapan, dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap, (b) bahasa baku memiliki sifat keilmuan, perwujudannya dalam kalimat, paragraf dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan pemahaman atau pemikiran yang teratur dan masuk akal, (c) baku atau standar, yaitu adanya keseragaman. Pembakuan sampai taraf tertentu, berarti penyeragaman kaidah, bukan penyeragaman bahasa atau variasi bahasa.

Dari penjelasan di atas, sangat jelas bahwa bahasa dalam penulisan ilmiah harus memenuhi ciri-ciri bahasa baku dan memenuhi cari-ciri bahasa keilmuan. Dengan terpenuhinya ciri-ciri tersebut, seorang penulis tidak dapat dengan seenaknya menggunakan aturannya sendiri dalam menulis ilmiah. Hal inilah yang membedakan dengan bahasa dalam penulisan imajinatif.