Sistem Religi dan Kepercayaan

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan

Pada mulanya masyarakat Pakpak di desa Sukaramai masih menganut animisme dan dinamisme. Mereka percaya akan adanya kekuatan yang berasal dari luar dirinya sendiri. Mereka percaya kepada roh-roh nenek moyang maupun kepada benda-benda alam yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Sistem religi yang seperti itu percaya kepada dewa-dewa juga.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang masyarakat Pakpak menganut berbagai agama besar dunia, terutama agama-

agama samawi, 4 yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam kebudayaan Pakpak terjadi toleransi, yang saling menghargai perbedaan-

perbedaan yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu budaya Pakpak.

2.4.1 Kepercayaan Kepada Dewa-dewa

Dahulu suku Pakpak mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitimempa/ Simenembe nasa si lot yang artinya yang “menciptakan yang ada di dunia ini.” Debata Guru atau Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan

4 Agama samawi adalah merujuk kepada tiga agama di dunia ini yaitu: Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga-tiga agama ini berinduk dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim

Alaihissalam. Ketiganya memandang bahwa ajaran-ajaran yang sampai kepada mereka adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut Yahweh di dalam agama Yahudi, Tuhan Bapa dalam Kristen, dan Allah Subhanahu Watala dalam Islam. Istilah samawi berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah langit. Dengan demikian istilah ini merujuk kepada agama yang diturunkan Tuhan melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada umat manusia melalui Nabi-nabi-Nya.

melindungi. Selain itu masyarakat Pakpak awal, mempercayai makhluk- makhluk gaib sebagai berikut ini.

1. Beraspati Tanoh Diberi simbol dengan gambar Cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.

2. Tunggung Ni Kuta Tunggung ni kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu, maka tunggung nikuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut:

a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang di dalamnya terdapat tulisan- tulisan yang berbentuk mantra maupun ramuan obat-obatan serta ramalan- ramalan. Tentang ramalan-ramalan tersebut, orang yang membaca harus jujur dan beretika baik serta tujuan untuk kepentingan umum.

b. Naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung.Apabila suatu kampung mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda suara gemuruh atau siulan agar masyarakat dapat mengantisipasi gangguan tersebut.

c. Pengulu Balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu. Pengulu balang dapat memberikan bunyi (suara gemuruh) sebagai tanda gangguan, bala, musuh, dan penyakit yang mengancam sebuah desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas untuk mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat mengganggu kehidupan manusia sekaligus dapat melindungi manusia apabila diberikan sesajian.

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang (1) meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan yang gelap.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh.

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau. j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau, dan air.

2.4.2 Kepercayaan kepada Roh

Etnik Pakpak sebelum datangnya Kristen dan Islam, percaya kepada roh- roh, yang diklasifikasikan dan diistilahkan sebagai berikut ini.

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meninggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang.

b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun- temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu sinambela, yaitu roh orang yang meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain secara lintas dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba. Biasanya begu laus adalah roh orang yang meninggal dunia secara mendadak.

Selain kepercayan-kepercayaan di atas, masyarakat Pakpak juga mempunyai beberapa kegiatan ritual yang berhubungan dengan kehidupan mereka yaitu sebagai berikut,

a. Meraleng Tendi

Meraleng tendi adalah ritual yang dilakukan ketika seseorang terkejut karena mendengar suara keras dan keadaan dimana seseorang sedang terancam suatu bahaya. Dengan keadaan seperti ini, maka tendi(rohnya) akan pergi meninggalkan raganya. Untuk menjemput tendi (roh) yang pergi tersebut, maka diadakanlah upacarameraleng tendi. Biasanya diadakan dengan membawa sesajen seperti : ayam merah atau ayam putih yang diberikan kepada roh nenek moyang yang sudah meninggal. Sesajen tersebut dibawa ke tempat pemakaman nenek moyang tersebut atau sesuai dengan petunjuk datu atau dukun.

b. Tolak Bala Atau Pelaus Persilihi Urat-Urat Ambat

Apabila seseorang merasa nasibnya sangat malang/sial dan mendapat mimpi-mimpi buruk, maka ia akan berusaha untuk menghindarkannya. Usaha untuk hal itu disebut dengan tolak bala atau pelaus persilihi uraturat ambat.

Upacara ini dilakukan dengan cara mengambil ramuan atau bahan berupa

akar kayu yang melintang di jalan atau arahnya memotong jalan. Akar ini dipahat atau dibentuk berbentuk patung manusia yang diberi tudung kain dan disemburi dengan sirih. Kemudian disediakan makanan berupa ikan yang bentuknya lurus atau dalam bahasa Pakpak disebut Nurung ncayur(sejenis ikan jurung) serta dilengkapi dengan nasi kuning. Selanjutnya, akar yang sudah dibentuk seperti patung tadi diletakkan di atas niru (tampi) kemudian diletakkan di persimpangan jalan. Hal ini bermakna“ Inilah sebagai pengganti badan semoga jauhlah bahaya dan datanglah keselamatan.” Kepercayaan- kepercayaan di atas sudah jarang dilaksanakan atau ditemukan pada masyarakat Pakpak yang ada di Aceh Singkil sejak masuknya agama. Masyarakat Pakpak di sana sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah diakui oleh Pemerintah. Sebagian besar masyarakat Pakpak yang ada di sana beragama Islam, Kristen Protestan, dan sebagian kecil beragama Kristen Khatolik.