NAMA: MONA SALAM SIDABUTAR

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NANGEN NANDORBIN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT SKRIPSI SARJANA OL NAMA: MONA SALAM SIDABUTAR

NIM: 110707040

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2015

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NANGEN NANDORBIN PADA MASTARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI KECAMATAN KERAJAAN PAKPAK BHARAT SKRIPSI SARJANA OL NAMA: MONA SALAM SIDABUTAR

NIM: 100707040 Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Kumalo Tarigan, M.A. Drs. Fadlin, M.A. NIP 195812131986011002

NIP 196102201998031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2015

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Tekstual dan Musikal Nangen Nandorbin pada Masyarakat Pakpak di Desa Sukarami Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.” Tujuan utama skripsi ini adalah menganalisis teks dan melodi nangen nandorbin yang dinyanyikan oleh penyanyinya di Desa Sukaramai Pakpak, dengan sampel pada Marseti Limbong. Nangen nandorbin adalah salah satu genre musik vokal (nyanyian) dalam masyarakat Pakpak yang dilakukan secara turun-temurun dan hanya digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari, yang tujuan utamanya untuk mendidik seorang putri yang belum menikah bagaimana bersikap, berkepribadian, dan melakukan kebaikan.

Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis nangen nandorbin adalah: studi pustaka, media sosial, internet, pengamatan terlibat, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat etnomusikologis. Teori yang penulis gunakan adalah dua teori utama. Untuk mengkaji teks digunakan teori semiotik, selanjutnya untuk kajian musikal, khususnya melodi, digunakan teori weighted scale.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari sudut analisis teks, lagu ini terdiri dari tujuh bait, yang saling berkaitan. Ketujuh bait tersebut memiliki formula tekstual yang khas. Terjadi perulangan-perulangan kata setiap baitnya, namun ada pula baris yang menjadi ciri khas setiap bait. Tema utamanya adalah mengenai seorang wanita pendamping suami yang ideal dalam konsep etnosains etnik Pakpak. Terdapat tujuh kriteria tipe wanita ideal, yaitu: (1) buluh i bernoh (seperti serumpun bambu yang terbaik), (2) mahan silindung bulan (menjadi pelindung), (3) mahan tongket ku idi (menjadi tongkat penopang), (4) mahan peningkat marga (menjadi peningkat keturunan), (5) mahan dengngan merarih (menjadi teman bercerita), (6) mahan dengngan mengula (menjadi teman bekerja), dan (7) man dengngan ncayur ntua (menjadi teman hidup sampai tua). Dari kajian musikal terhadap melodinya ditemukan hasil sebagai berikut: (i) tangga nada yang digunakan adalah tetratonik; (ii) wilayah nadanya 7 laras, satu oktaf lebih satu laras; (iii) nada dasar berada pada nada paling rendah yaitu Es; (iv) formula melodinya strofik; (v) interval yang digunakan adalah dari prima sampai sekta mayor; (vi) pola-pola kadensanya biner; (vii) jumlah nada-nada yang digunakan mayoritas berada pada nada ketiga, dan (viii) kontur yang digunakan ada tiga yaitu pendulum ke atas, naik, dan turun.

Kata kunci: tekstual, musikal, nangen, nandorbin.

ABSTRACT

This bachelor’s thesis entitled “Textual and Musical Analysis of Nangen Nandorbin in Pakpak Culture in Sukarami, Kerajaaan Subdistrict of Pakpak Bharat.” The main aim of this thesis is analyzing text and melody of nangen nandorbin, which sung by it’s singer, specially in Desa Sukaramai Pakpak, with focus in one key informant singer, Marseti Limbong. Nangen nandorbin is a vocal music (song) genre in Pakpak society, enculturated by one generation to next generation, uses in their’s everyday life, which main aim to educate a girl before marriage throughout to attitude, personality, and do the good morality.

I use some methods to analyze the nangen nandorbin song: literature study, social media, internet, participant observer, interview, recording data both auditive, visual, and audio visual. The filed work data then analyze in ethnomusicological laboratory. Then the writer uses two main theories. For textual study I use semiotic thaory, and then to musical study I use weighted theory.

In this research I meet the goals, that in the textual analysis context this song shaped by seven integrated verses. These verses have a spesific formula. In the verses can be see repetition each verse, but there is some special text in every verses. The main theme is about a ideal wife which as a partner of her husband in the context of Pakpak ethnic group. Thera are seven criterias the ideal wife called: (1) buluh i bernoh (as a best bamboo group), (2) mahan silindung bulan (as a guard), (3) mahan tongket ku idi (as a wooden hand walking helper), (4) mahan peningkat marga (as a mother which produce the children), (5) mahan dengngan merarih (as a friend to talk), (6) mahan dengngan mengula (as a friend to work), dan (7) man dengngan ncayur ntua (as a girl friend to the old years). From the musical study of melody, I meet the results here: (i) this song uses tetratonic scale; (ii) it’s ambitus 7 steps, one octave plus one step; (iii) the tonic of this song falling in it’s lowest tone Es, (iv) it’s melodic formula is based on strophic; (v) the interval of this songs begin from perfect prime to major sixth; (vi) it’s cadence patterns binair; (vii) the quantitative of it’s pitchs majority in third tone; and (viii) this song use three contour, pendolous up, ascending, and discending.

Key words: textual, musical, nangen, nandorbin.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam rangka menjalani kehidupannya di dunia ini, menghasilkan dan berdasarkan kepada kebudayaan. Budaya ini menjadi identitas seseorang dan sekelompok orang yang menggunakan dan memilikinya. Kebudayaan tersebut muncul untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam rangka menjaga kesinambungan generasi yang diturunkan. Kebudayaan ini memainkan peran penting terhadap perilaku manusia dan benda-benda hasil kreativitas mereka. Kebudayaan juga mengatur siklus atau daur hidup manusia sejak dari janin, lahir, anak-anak, pubertas, dewasa, tua, sampai meninggal dunia. Demikian juga yang terjadi di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat, yang wilayah kebudayaannya mencakup Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Salah satu ekspresi kebudayaan adalah kesenian.

Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat dikenal berbagai jenis seni, seperti seni rupa, musik (genderang), tari (tatak), dan seterusnya. Mereka memiliki musik vokal yang disebut nangen, yang terdiri dari beberapa jenis, seperti nangen mendedah (menidurkan anak), nangen merkemenjen (nyanyian sambil menyadap kemenyan), nangen nandorbin (nyanyian nasihat), tangis berru sijahe , dan lain-lainnya.

Nangen nandorbin adalah nyanyian ungkapan hati seorang ibu untuk putri tercinta. Nyanyian ini adalah berupa ekspresi kebahagiaan yang bersifat mendidik putrinya, agar menjadi wanita yang baik dan pantas menjadi menantu Nangen nandorbin adalah nyanyian ungkapan hati seorang ibu untuk putri tercinta. Nyanyian ini adalah berupa ekspresi kebahagiaan yang bersifat mendidik putrinya, agar menjadi wanita yang baik dan pantas menjadi menantu

Teks yang disajikan merupakan ungkapan perasaan dari si penyaji, yang strukturnya menggunakan unsur-unsur pantun tradisional Pakpak-Dairi dan Pakpak Bharat, yang di dalamnya ada bait yang umumnya terdiri dari empat baris, juga ada sampiran, isi, rima (persajakan), serta yang tidak kalah pentingnya unsur musikal dalam penyajiannya. Oleh karena itu, kata-kata yang diucapkan tidak boleh sembarangan atau tidak seperti bahasa sehari-hari tetapi ada aturan tersendiri dalam penyampaian kata-kata tersebut. Misalnya, jika seorang ibu menyanyikan nangen nandorbin untuk putrinya, maka pada waktu anaknya mengiyakan perkataan ibunya, maka ia tidak boleh langsung menggunakan kata ibu (bahasa Pakpak: inang), tetapi ditambah dengan kata inang ni beruna . Jika ibu yang menyanyikan juga tidak bisa mengatakan langsung kepada putrinya atau anak perempuannya ucapan anak perempuan (bahasa Pakpak berru) maka ketika ibunya menyanyikan dengan menggunakan kata berru maka diganti dengan tendi ni inangna. Dengan demikian, ada aturan-aturan tertentu dalam penyampaian kata-kata. Sedangkan untuk irama, ada suatu dinamika (tinggi rendah) dalam menyanyikannya pada setiap kata- kata tertentu.

Mengingat pentingnya nangen nandorbin ini, maka dahulu seorang gadis disarankan untuk belajar menyajikan nyanyian ini kepada orang yang pandai menyajikannya. Biasanya kepada kaum ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Tujuannya adalah untuk melestarikan kebudayaan dan sebagai sarana ekspresi Mengingat pentingnya nangen nandorbin ini, maka dahulu seorang gadis disarankan untuk belajar menyajikan nyanyian ini kepada orang yang pandai menyajikannya. Biasanya kepada kaum ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Tujuannya adalah untuk melestarikan kebudayaan dan sebagai sarana ekspresi

Nangen nandorbin ini juga bisa dikatakan sebagai sarana komunikasi untuk memberitahukan atau sebagai tanda bahwa ada seorang putri yang telah bersedia di pinang oleh siapapun, dan apabila yang sudah di nasehati dengan nangen nandorbin sudah menjadi pilihan terhadap orang-orang di sekitarnya. Dengan mendengar nyanyian tersebut, maka secara otomatis orang-orang di sekitarnya akan mengetahui bahwa ada orang yang telah bersedia di pinang di sekitarnya.

Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat nangen nandorbin ini tidak pernah disajikan oleh kaum pria. Hal ini memang tidak pernah berlaku pada masyarakat itu sendiri. Untuk menyajikan nangen nandorbin ini memang merupakan tugas dari kaum wanita. Menurut penjelasan para informan tidak pernah ditemukan kaum pria yang menyajikan nangen nandorbin tersebut, karena merupakan hal yang dianggap tabu bagi masyarakat Pakpak jika ada kaum pria yang menyajikan nangen nandorbin ini.

Tetapi setelah tahun 60-an nangen nandorbin telah digabungkan dengan alat musik, seperti kalondang, kecapi, lobat, taratoa yang dimainkan oleh pria, karena ketika mendengar nangen tersebut kaum pria langsung menirukan Tetapi setelah tahun 60-an nangen nandorbin telah digabungkan dengan alat musik, seperti kalondang, kecapi, lobat, taratoa yang dimainkan oleh pria, karena ketika mendengar nangen tersebut kaum pria langsung menirukan

Pada awalnya penulis berpikir bahwa teks atau lirik yang diungkapkan penyaji pada waktu menasehati putrinya tersebut hanya berkisar tentang penjodohan putrinya tersebut saja, misalnya kelebihan-kelebihannya, sifat- sifatnya, serta pengalaman ibunya selama bersama putri tersebut. Namun setelah dikaji lebih mendalam, dalam kenyataannya setelah meneliti lebih lanjut ternyata teks yang diungkapkan penyaji tidak hanya itu saja, melainkan bercerita tentang pengalaman atau kegigihan seorang putri tersebut untuk menjalani hidup dan mampu berbagi suka maupun duka kepada keluarga yang akan meminang nya. Pada waktu menasehati putrinya tersebut, maka penyaji mengungkapkan segala pesan-pesan penting di dalam kehidupannya. Dalam hal ini ada istilah: “Sada nandorbin ko buluh i bernoh idi nandorbin nandorbin,” artinya “Serumpun bambu yang di lembah sangat bagus digunakan untuk apa saja.” Jadi putri tersebut diibaratkan tumbuhan bambu di antara rumpun tersebut terdapat satu yang betul-betul bagus dan dapat dipergunakan, karena pada zaman dahulu hingga saat ini tumbuhan bambu adalah tumbuhan yang serbaguna dan multifungsi. Jadi, melalui nangen nandorbin ini di lingkungan Pakpak Bharat semakin menyadari bahwa seorang putri tersebut menjadi putri terbaik dan dapat menjadi penyejuk kepada keluarga yang akan melamarnya.

Dengan melihat fakta sosial dan budaya seperti diurai di atas, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang keberadaan nangen nandorbin dari dua sudut pandang utama yaitu: (a) tekstual dan (b) musikal Dengan melihat fakta sosial dan budaya seperti diurai di atas, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang keberadaan nangen nandorbin dari dua sudut pandang utama yaitu: (a) tekstual dan (b) musikal

Nangen nandorbin adalah nyanyian nasihat mendidik putrinya agar menjadi wanita terbaik, untuk dapat menjadi menantu terbaik bagi masyarakat Pakpak. Disajikan pada saat si putri tersebut masih berada di hadapan ibunya. Teks nya berisi hal-hal perilaku yang paling berkesan untuk di pelajari oleh putrinya kelak di dalam hidupnya, kebaikan dan kelebihan-kelebihannya, serta kemungkinan kesukaran hidup yang akan dihadapi putrinya. Melalui nangen ini pula, orang-orang yang mendengar dapat lebih mengetahui dan mengenal sifat-sifat dari orang yang dinasehati tersebut. Melalui nangen ini para orang tua yang ada dalam masyarakat Pakpak merasa tertarik dan menaruh perhatian kepada putri yang telah terdidik tersebut. Kilas baliknya seorang ibu menyanyikan nangen nandorbin tersebut karena sudah ingin menimang cucu, dan sudah memantapkan bahwa usia putrinya sudah siap untuk dipinang orang.

Pada awalnya Nangen nandorbin adalah nyanyian logogenik yang mengutamakan teks dari pada musik, tetapi banyak perubahan di era sekarang ini bahwa nangen sudah berhubungan dengan musik, bahkan sekarang musik

lebih diutamakan dari pada teks. 1 Wawancara dengan Bapak Atur Pandapotan

1 Logogenik adalah sebuah penajian music dalam konteks kebudayaan yang mengutamakan teks atau lirik, sehingga berkaitan erat dengan seni sastra dan bahasa. Di dalam

kebudayaan masyarakat Sumatera Utara, sebagai contoh dalam budaya Angkola dan Mandailing dikenal musik onang-onang dan jeir, dalam kebudayaan Pesisir dikenal sikambang, di dalam masyarakat Melayu ditemukan syair, gurindam, nazam, sinandong, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sebaliknya terdapat pula sajian musik melogenik, yaitu

Solin, Januari 2015 di Desa Sukaramai, Pakpak Bharat. Dengan melihat uraian dari bapak tersebut menggambarkan kepada kita bahwa menyajikan nangen nandorbin adalah sebuah aktivitas total dari penyajinya yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan. Ini juga memberikan gambaran tentang begitu pentingnya keberadaan nangen nandorbin di dalam kebudayaan Pakpak Bharat.

Melodi disajikan secara strofik, yaitu teksnya berubah-ubah tetapi melodinya sama atau hampir sama (Naiborhu, 2004:150). Sesuai dengan perjalanan waktu dalam konteks kebudayaan Pakpak, maka institusi adat nangen nandorbin ini , mengalami perubahan-perubahan. Di antara penyebab perubahan itu adalah berkembang pesatnya kemajuan tekhnologi, juga agama yang datang ke dalam kehidupan masyarakat Pakpak Bharat. Jika melihat keberadaannya saat ini, nyanyian ini mengalami penurunan pembelajarannya kepada generasi muda. Walaupun secara agama “dilarang,” namun secara kultural tetap dilaksanakan dan menjadi suatu kebiasaan atau tradisi yang turun-temurun dilaksanakan.

Di dalam tulisan Lothar Screiner dikatakan bagaimana hubungan adat dan agama. Segala sesuatu yang mempunyai kebiasaan, baik golongan maupun perorangan, itu mempunyai suatu adat. Juga kecenderungan-kecenderungan yang merupakan kebiasaan yang tidak disadari, bahkan naluri-naluri, orang sebutkan sebagai adat. Oleh karena itu, adat merangkum semua lapangan kehidupan, agama, dan peradilan, hubungan-hubungan keluarga, kehidupan,

mengutamakan sajian musik itu sendiri dalam bentuk ritme, melodi, harmoni, atau gabungan keseluruhannya. Dalam tekik sajian demikian, unsur teks (lirik) lagu tidak diutamakan. Di dalam kebudayaan masarakat Sumatera Utara, sajian seperti ini contohnya adalah gordang sambilan, gordang tano (Angkola dan Mandailing), ensambel genderang sipitu-pitu (Pakpak dan Dairi), gondang sabangunan (Batak Toba), dan lain-lainnya.

dan kematian. Adat dan agama janganlah dianggap sebagai dua hal yang berdiri satu di samping yang lain dan saling terikat. Selain itu, jangan pula orang menganggap bahwa agama berada di atas adat. Tetapi adat itu harus dipahami sebagai keberagaman totaliter dari manusia yang diliputi oleh tradisi mitisnya. Sifat khas keberagaman ini terdapat dalam dijaminnya keselamatan melalui kesetiaan yang kokoh kepada apa yang orang anut. Adat bukanlah agama itu sendiri, melainkan pelaksanaannya secara menyeluruh, yang diperlukan untuk memberlakukan peristiwa keselamatan dari zaman purbakala.

Selain faktor agama, faktor lain yang menyebabkan memudarnya nyanyian ini adalah masyarakat Pakpak yang menganggap hal tersebut merupakan tradisi yang tidak perlu lagi dilestarikan, seiring dengan perkembangan tekhnologi yang sudah semakin maju, maka nyanyian ini, tidak mendapat perhatian lagi. Dengan memperhatikan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam bentuk karya ilmiah dengan pendekatan etnomusikologis.

Etnomusikologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji musik dalam konteks kebudayaan. Karena nangen nandorbin ini adalah ilmu yang dimana di dalamnya ada kajian musik di dalam konteks kebudayaan, seperti yang didefinisikan oleh Merriam, sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as

a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a

analysis of music sound (Merriam 1964:3-4). 2

Apa yang dikemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih- benih pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam memfusikan kedua disiplin ini, maka dalam etnomusikologi akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu, tentu saja setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk

2 Di dalam hal aplikasi disiplin etnomusikologi di Indonesia dan dunia, terdapat sebuah buku yang terus populer sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi

para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang berciri khas etnomusikologis.

memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara bertahap oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing- Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-

Secara khusus, mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan

42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976. 3

Dari semua penujelasan tentang apa itu etnomusikologi, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang merupakan hasil fusi dari antropologi (etnologi) dan musikologi, yang mengkaji musik baik secara struktural dan juga sebagai

3 Buku tersebut ini disunting oleh seorang etnomusikolog dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, yaitu R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan judul ringkas

Etnomusikologi . Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar

etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.

fenomenal sosial dan budaya manusia di seluruh dunia. Para ahlinya (lulusan sarjana etnomusikologi atau peringkat magister dan doktoral) disebut sebagai etnomusikolog. Ilmu ini sangat relevan dalam mengkaji musikal dan tekstual nangen nandorbin dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat.

Dengan memperhatikan secara seksama semua latar belakang di atas, maka dengan demikian kajian ini akan melihat bagaimana struktur tekstual, dan musikal yang disajikan dalam nangen nandorbin sehingga nyanyian tersebut dapat mempengaruhi atau membawa orang lain larut dalam suasana bangga yang mendalam. Maka penulis meneliti lebih lanjut dan membuat ke dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Analisis Tekstual dan Musikal

Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai

Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.” Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan tentang kebudayaan yang terdapat pada masyarakat Pakpak Bharat.

1.2 Pokok Permasalahan

Sesuai dengan judul skripsi ini dan juga fokus perhatian kepada masalah yang akan diteliti, maka penulis menentukan dua pokok masalah (atau pertanyaan masalah), yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana struktur dan makna tekstual yang terkandung dalam nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat?

2. Bagaimana struktur musikal yang terkandung di dalam nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat?

Pokok masalah pertama, yaitu akan dijabarkan dengan sejauh apa makna- makna yang terdapat dalam lirik nangen nandorbin dengan pendekatan kajian kebudayaan. Kemudian untuk pokok masalah kedua yaitu bagaimana struktur musikal nangen nandorbin dalam kebudayaan masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat akan diurai dengan unsur utamanya yaitu melodi yang mencakup tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, nada-nada yang digunakan, distribusi interval, pola-pola kadensa, dan kontur. Dengan fokus pada dua pokok masalah dan unsur-unsur yang akan dikaji, maka diharapkan dalam penelitian ini akan ditemukan hal-hal baru dalam konteks penelitian etnomusikologis.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam rangka penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur dan makna tekstual yang terdapat pada nyanyian nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak Di desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

2. Untuk mengetahui dan memahami struktur musikal yang terkandung di dalam nyanyian nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak Di desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

Secara umum tujuan akhir dalam penelitian ini adalah dengan mengetahui dan memahami struktur dan makna tekstual dan struktur musikal nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat memahami manusia Pakpak Bharat yang memiliki budaya nangen nandorbin sedemikian rupa. Secara etnomusikologi, tujuan akhir menganalisis musik adalah memahami manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu (lebih jauh lihat Merriam 1964).

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai usaha untuk memperluas informasi mengenai kebudayaan Pakpak, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

a. Sarana untuk memperluas pengetahuan tentang nangen nandorbin terhadap kesenian Pakpak Bharat.

b. Bermanfaat bagi pembaca khususnya yang bergelut di bidang disiplin ilmu etnomusikologi.

c. Sebagai bahan pendokumentasian terhadap kesenian tradisional Pakpak Bharat.

d. Sebagai data etnografi yang akan memperkaya khasanah keilmuan tentang budaya Pakpak Bharat.

1.5 Konsep

Nangen Nandorbin adalah salah satu nyanyian atau musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang disajikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Nangen artinya nyanyian, dan nandorbin artinya putri yang Nangen Nandorbin adalah salah satu nyanyian atau musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang disajikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Nangen artinya nyanyian, dan nandorbin artinya putri yang

Musik vokal dapat juga disebut nyanyian. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Poerwadarminta (1985:680), bahwa nyanyian adalah sesuatu yang berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan alat/media untuk menyampaikan maksud seseorang atau tanpa iringan musik.. Berdasarkan uraian di atas maka nangen nandorbin dapat disebut juga sebagai musik vokal atau nyanyian, karena menghasilkan bunyi yang memiliki irama, nada, dinamik, dan pola-pola melodi. Analisis dapat diartikan menguraikan atau memilah-milah suatu hal atau ide ke dalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut. Analisis yang penulis maksud disini adalah menguraikan struktur musikal, struktur teks serta makna yang terkandung dalam teks tersebut. Sebagai landasan penelitian ini, tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Istilah teks dalam musik vokal berarti syair.

Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna

1.6 Kerangka Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas permasalahan (Nasution, 1982:126). Dalam tulisan ini yang menjadi pokok permasalahannya adalah mengetahui unsur-unsur tekstual serta musikal yang terkandung dalam nangen nandorbin tersebut. Sesuai dengan dua pokok masalah dalam penelitian ini, yaitu: tekstual, dan musikal, maka dipergunakan juga dua teori utama. Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual digunakan teori semiotika. Selanjutnya untuk mengkaji struktur musikal yang berupa melodi nangen nandorbin digunakan teori weighted scale.

1.6.1 Teori Semiotika

Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual nangen nandorbin , penulis menggunakan teori semiotika. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual nangen nandorbin , penulis menggunakan teori semiotika. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat

Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Semiotika atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.”

Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-

17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai 17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai

1.6.2 Teori Weighted Scale

Untuk mengkaji aspek musikal nangen nandorbin yang disajikan secara melodis, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh Malm yang dikenal dengan teori weighted scale. Pada prinsipnya teori weighted scale adalah teori yang lazim dipergunakan di dalam disiplin etnomusikologi untuk menganalisisi melodi baik itu berupa musik vokal atau instrumental. Ada delapan parameter atau kriteria yang perlu diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu: (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah nada (frequency of note), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa (cadence patterns), (7) formula melodi (melody formula), dan (8) kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13).

Dalam rangka penelitian ini, sebelum menganalisis melodi nangen nandorbin yang disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data audio ditranskripsi ke dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis. Setelah dapat ditransmisikan ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual, barulah notasi tersebut dianalisis. Dalam kerja ini juga penulis melakukan penafsiran-penafsiran.

1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini lebih berupa kata-kata secara detail dan bukan berupa angka-angka. Sejalan dengan itu, Bogdan dan Taylor (dalam Maleong 1988:3), mengungkapkan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku masyarakat yang dapat diamati.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa penelitian ini menggunakan format penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian dekriptif (descriptive research) yang biasa juga disebut dengan penelitian taksonomik, dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis pendekatan ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada. Tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu, pada Seperti telah disebutkan diatas bahwa penelitian ini menggunakan format penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian dekriptif (descriptive research) yang biasa juga disebut dengan penelitian taksonomik, dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis pendekatan ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada. Tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu, pada

Penelitian kualitatif merupakan bidang antar-disiplin, lintas-disiplin, dan kadang-kadang kontradisiplin. Penelitian kualitatif menyentuh humaniora, ilmuilmu sosial, dan ilmu-ilmu fisik. Penelitian ini teguh dengan sudut pandang naturalistik sekaligus kukuh dengan pemahaman interpretif mengenai pengalaman manusia (Nelson, dkk., dalam Denzin dan Lincoln, 2009:5). Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah mencakup: (a) studi kepustakaan, (b) observasi, (c) wawancara, dan (d) kerja laboratorium. Keempat teknik ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

1.7.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan kerja lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan. Penulis mencari informasi dan referensi untuk mendapat pengetahuan dasar tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis menggunakan referensi berupa buku dan sebagian besar dari beberapa skripsi yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga buku-buku yang berkait dengan kebudayaan Pakpak Bharat, tentang siklus hidup manusia terutama ritus peralihan antara dunia nyata dan kehidupan pernikahan, tentang sistem religi yang berkaitan dengan pernikahan, dan lain-lain.

Selain itu juga dalam studi kepustakaan ini penulis melakukan survei terhadap tulisan-tulisan di jejaring sosial internet, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Di dalamnya terdapat data yang diunggah melalui blok dan juga laman web. Data-data ini membantu memahami latar belakang kajian terhadap nangen nandorbin sebagai prilaku sosial, budaya, dan musikal.

1.7.2 Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang digunakan dengan menggunakan pengamatan dan pengindraan untuk menghimpun data penelitian. Menurut Bungin (2007:115), metode observasi merupakan kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya. Dalam meneliti nyanyian ini, penulis meneliti langsung ke lapangan. Sebelum melakukan penelitian penulis melakukan pengamatan lokasi, tempat penelitian serta mencari beberapa narasumber yang betul-betul menguasai nangen nandorbin tersebut, setelah melakukan observasi maka penulis dapat Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang digunakan dengan menggunakan pengamatan dan pengindraan untuk menghimpun data penelitian. Menurut Bungin (2007:115), metode observasi merupakan kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya. Dalam meneliti nyanyian ini, penulis meneliti langsung ke lapangan. Sebelum melakukan penelitian penulis melakukan pengamatan lokasi, tempat penelitian serta mencari beberapa narasumber yang betul-betul menguasai nangen nandorbin tersebut, setelah melakukan observasi maka penulis dapat

1.7.3 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan teknik wawancara. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu membuat pertanyaan yang berpusat terhadap pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu pertanyaan yang tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan saja tetapi pertanyaan berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh data lainnya namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat, 1985:139). Dengan melakukan teknik wawancara tersebut, maka penulis mendapatkan banyak informasi tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara terhadap beberapa informan yaitu: bapak Atur Pandapotan Solin. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Pakpak Bharat dan selanjutnya diterjemahkan oleh penulis sendiri, karena penulis adalah keturunan Pakpak Asli dari ibu penulis sehingga penulis tidak mengalami kesulitan dalam berbahasa Pakpak di Desa Sukaramai.

1.7.4 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber yaitu hasil pengamatan di lapangan, hasil wawancara selanjutnya akan ditelaah dan diolah Keseluruhan data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber yaitu hasil pengamatan di lapangan, hasil wawancara selanjutnya akan ditelaah dan diolah

Setelah melakukan kerja laboratorium, maka penulis membuatnya ke dalam sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan teknik-teknik penulisan karya ilmiah yang berlaku di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara di Medan. Sesuai dengan pendekatan di bidang etnomusikologi, maka dalam menganalisis nangen nandorbin dengan dua fokus pokok masalah yaitu: tekstual dan musikal maka perlu dilihat dalam konteks multidisiplin ilmu.

Dalam kaitannya dengan studi multidisiplin tersebut di atas, maka untuk menganalisis dan mengkaji bidang tekstual nangen nandorbin diperlukan melihatnya dalam multidisiplin seperti melihatnya dari aspek sastra, linguistik, dan semiotika namun dengan tekanan utama pada etnomusikologi. Demikian pula dalam mengkaji musikal perlu dilihat melalui musikologi dan prosodi. Musikologi berkait erat dengan aspek-aspek seperti: melodi dan ritme. Melodi sendiri tersdiri dari berbagai unsurnya seperti: tangga nada (scale), wilayah nada, nada dasar, interval dan distribusinya, nada-nada ang digunakan, motif, frase, bentuk melodi, formula melodi, kontur, dan sejenisnya. Demikian juga dalam aspek ritme (waktu) musik tersebut disusun oleh beberapa unsurnya Dalam kaitannya dengan studi multidisiplin tersebut di atas, maka untuk menganalisis dan mengkaji bidang tekstual nangen nandorbin diperlukan melihatnya dalam multidisiplin seperti melihatnya dari aspek sastra, linguistik, dan semiotika namun dengan tekanan utama pada etnomusikologi. Demikian pula dalam mengkaji musikal perlu dilihat melalui musikologi dan prosodi. Musikologi berkait erat dengan aspek-aspek seperti: melodi dan ritme. Melodi sendiri tersdiri dari berbagai unsurnya seperti: tangga nada (scale), wilayah nada, nada dasar, interval dan distribusinya, nada-nada ang digunakan, motif, frase, bentuk melodi, formula melodi, kontur, dan sejenisnya. Demikian juga dalam aspek ritme (waktu) musik tersebut disusun oleh beberapa unsurnya

BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

1 Pada Bab II ini, saya akan membahas tentang etnografi umum masyarakat 2 Pakpak secara umum, serta menggambarkan tentang lokasi

penelitian yang saya teliti. Di sini akan saya jelaskan beberapa hal, seperti bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan, serta kesenian yang terdapat di daerah lokasi yang saya teliti.

Etnik 3 Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa

bagian, yaitu:

1 Dalam konteks studi disiplin antropologi dan juga etnomusikologi, yang dimaksud dengan etnografi adalah sebuah karya antropologi yang isinya berupa deskripsi mengenai

kebudayaan satu suku bangsa (etnik). Jenis karya etnografi adalah karangan penting dan mengandung bahan pokok dari kajian antropologis. Namun demikian dalam kenyataannya, karena di dunia ini terdapat berbagai suku bangsa yang jumlahnya kecil (ratusan saja) dan ada yang besar sampai jutaan, maka seorang ahli antropologi (antropolog) yang mendeskripsikan sebuah etnografi, tentu saja tidak bisa mencakup keseluruhan dari suku bangsa yang besar jumlahnya. Oleh itu, pakar antropologi biasanya membatasi jumlah atau lokasi suku bangsa yang ditelitinya. Dalam melakukan penelitian terhadap nangen nandorbin ini, penulis tidak mendeskripsikan keseluruhan etnik Pakpak yang berada di kawasan Sumatera Utara dan Aceh, namun sesuai dengan batasan kajian ini, hanya akan forkus terhadap etnografi etnik Pakpak yang terdapat di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

2 Masyarakat (society) adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu

rasa identitas bersama. Lihat Koentjaraningrat (1974:11). Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang dimaksud masyarakat adalah: "... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative,"--yang ertinya: "kelompok manusia yang terbesar, yang secara umum memiliki adat istiadat, tradisi, sikap, dan rasa bersatu, yang merupakan kesatuan tingkah laku mereka." Lebih jauh lihat J.L. Gillin dan J.P. Gillin (1954:139). 3

Etnik atau etnik adalah unsur serapan dari bahasa Inggris ethnic. Di dalam bahasa Indonesia kata ini selalu ditulis dengan etnik, yang maknanya adalah sama dengan suku atau suku bangsa. Di dalam Kamus besar bahasa Inddonesia (KBBI versi luar jaringan/luring) yang dimaksud dengan etnik adalah di dalam ilmu antropologi adalah bertalian dengan kelompok

1. Kabupaten Dairi ibu kotanya Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibu kotanya Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibu kotanya Salak yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kota Subulussalam ibu kotanya Subulussalam yang terdiri dari 5 Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Boang.

5. Kabupaten Tapanuli Tengah ibu kotanya Pandan yang terdiri dari 6 Kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak (Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibu kotanya Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu : Kec. Pakkat, Kec. Parlilitan dan Kec. Tara Bintang dan masih termasuk ke dalam Suak Kelasen.

Luas wilayah tanah Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari

52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Dengan demikian etnik ini didasari oleg faktor genealogis serta kebudayaan (terutama unsur religi, bahasa, dan adat). Sebuah kelompok etnik dipandang memiliki nenek moyang atau keturunan yang sama.

Tabel 2.1

Luas Wilayah Budaya Etnik Pakpak di Sumatera Utara dan Aceh

No Kabupaten/Kecamatan Luas

1 Kabupaten Dairi 1.927,8 Km2

2 Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Madya 375,8 Km2 Subulussalam

3 Kabupaten Pakpak Bharat 1.221,3 Km2

4 Kabupaten Barus 84,83 Km2

5 Kecamatan Sosor Gadong 143,18 Km2

6 Kecamatan Andam Dewi 122,42 Km2

7 Kecamatan Manduamas 99,55 Km2

8 Kecamatan Sirandorung 87,82 Km2

9 Kecamatan Pakkat 459,140 Km2

10 Kecamatan Parlilitan

598,70 Km2

11 Kecamatan Tara Bintang

277,30 Km2

8.331,12 Km2 Sumber: Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat (2015) Selanjutnya tanah hak ulayat Pakpak berbatasan sebagai berikut. (a) Sebelah Utara berbatasan dengan Aceh Tenggara dan Aceh Selatan, (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Karo, (c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara, dan

Jumlah

(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Tapanuli Tengah.

2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Pakpak