TINJAUAN PUSTAKA Prevalensi Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Periode Juli-Desember 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lambung Gaster 2.1.1. Anatomi Lambung Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus Gray, 2008. Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen Tortora Derrickson, 2009. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan body, antrum, dan pilori gambar 2.1. Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal gastroesophageal junction dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan body adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan body ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik Schmitz Martin, 2008. Gambar 2.1 Pembagian daerah anatomi lambung Tortora Derrickson, 2009 Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Histologi Lambung Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa Schmitz Martin, 2008. 1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos Tortora Derrickson, 2009. 2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa Meissner Schmitz Martin, 2008 . 3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu 1 inner oblique, 2 middle circular, 3 outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik auerbach Schmitz Martin, 2008. Lapisan oblik terbatas pada bagian badan body dari lambung Tortora Derrickson, 2009 . 4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos mesotelium dan jaringan ikat areolar Tortora Derrickson, 2009. Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum Schmitz Martin, 2008. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Histologi dari lambung Tortora Derrickson, 2009 2.1.3. Fisiologi Sekresi Getah Lambung Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah : 1 mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan body, 2 daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung gastric pits, yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin Sherwood, 2010. Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar oksintik mukosa lambung Gambar 2.3, yaitu : 1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus yang encer. Universitas Sumatera Utara 2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama chief cell dan sel parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen. 3. Sel parietal oksintik mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam. Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka berperan dalam membentuk getah lambung gastric juice Sherwood, 2010. Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari Sherwood, 2010. Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam Sherwood, 2010. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Kelenjar oksintik di lambung Harrison, 2008 2.1.3.1. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidorgen H + dan ion klorida Cl ¯ secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H + di dalam lumen mencapai tiga sampai empat juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk memindahkan H + melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil energi. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali Sherwood, 2010. Ion H + yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal Universitas Sumatera Utara dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H + disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H 2 O menjadi H + dan OH -. Di sel parietal H + disekresikan ke lumen oleh pompa H + -K + -ATPase yang berada di membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga memompa K+ masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K + yang telah ditranspotkan, secara pasif balik ke lumen, melalui kanal K + , sehingga jumlah K + tidak berubah setelah sekresi H + . Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase ca. Dengan adanya karbonat anhidrase, H 2 O mudah berikatan dengan CO 2, yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H 2 O dan CO 2 menghasilkan H 2 CO 3 yang secara parsial terurai menjadi H + dan HCO 3 - Sherwood, 2010. HCO 3 - dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl - __ HCO 3 - pada membran basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl - dari plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl - dan HCO 3 - mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl gambar 2.4 Sherwood, 2010. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Mekanisme Sekresi HCl Sherwood, 2010 Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : CO 2 +H 2 O  H 2 CO 3  H + +HCO3 – Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut : 1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin. 2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil. 3. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan, walaupun Universitas Sumatera Utara sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar Sherwood, 2010. 2.1.4. Sistem Pertahanan Mukosa Lambung Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan faktor eksogen yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen adalah asam hidroklorida HCl, pepsinogenpepsin, dan garam empedu, sedangkan contoh substansi eksogen yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung adalah seperti obat, alkohol, dan bakteri. Sistem biologis yang kompleks dibentuk untuk menyediakan pertahanan dari kerusakan mukosa dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, Jameson Epitelium, 2008. Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar yang terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel gambar 2.5 . Pertahanan lini pertama adalah lapisan mukus bikarbonat, yang berperan sebagai sawar psikokemikal terhadap beberapa molekul termasuk ion hidrogen. Mukus dikeluarkan oleh sel epitel permukaan lambung. Mukus tersebut terdiri dari air 95 dan pencampuran dari lemak dan glikoprotein mucin. Fungsi gel mukus adalah sebagai lapisan yang tidak dapat dilewati air dan menghalangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat, dikeluarkan sebagai regulasi di bagian sel epitel dari mukosa lambung dan membentuk gradien derajat keasaman pH yang berkisar dari 1 sampai 2 pada lapisan lumen dan mencapai 6 sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, Jameson Epitelium, 2008. Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya melalui beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel epitel ionik yang mengatur pH intraselular dan produksi bikarbonat dan taut erat intraselular. Jika sawar preepitel dirusak, sel epitel gaster yang melapisi sisi yang rusak dapat bermigrasi untuk mengembalikan daerah yang telah dirusak Universitas Sumatera Utara restitution. Proses ini terjadi dimana pembelahan sel secara independen dan membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu pH alkaline di lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan growth factor termasuk epidermal growth factor EGF, transforming growth factor TGF α dan basic fibroblast growth factor FGF, memodulasi proses pemulihan. Kerusakan sel yang lebih besar yang tidak secara efektif diperbaiki oleh proses perbaikan restitution, tetapi membutuhkan proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diregulasi oleh prostaglandin dan faktor pertumbuhan growth factor seperti EGF dan TGF α. Bersamaan dengan pembaharuan dari sel epitel, pembentukan pembuluh darah baru angiogenesis juga terjadi pada kerusakan mikrovaskular. Kedua faktor yaitu FGF dan VEGF penting untuk meregulasi angiogenesis di mukosa lambung Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, Jameson Epitelium, 2008. Sistem mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa lambung adalah komponen utama dari pertahanan subepitel, yang menyediakan HCO 3¯ , yang menetralisir asam yang dikeluarkan oleh sel parietal. Lebih lagi, sistem mikrosirkulasi menyediakan suplai mikronutrien dan oksigen dan membuang metabolit toksik Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, Jameson Epitelium, 2008. Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal pertahanan mukosa lambung. Mukosa lambung mengandung banyak jumlah prostaglandin yang meregulasikan pengeluaran dari mukosa bikarbonat dan mukus, menghambat sekresi sel parietal, dan sangat penting dalam mengatur aliran darah dan perbaikan dari sel epitel Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, Jameson Epitelium, 2008. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 Komponen yang terlibat sebagai pertahanan mukosa lambung Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, Jameson, 2008 Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa kepada keadaan asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi. Perubahan ini dapat terjadi sebagai hasil dari inflamasi proteolisis mukus, pemaparan terhadap OAINS atau kerusakan akibat iskemia penurunan aliran darah submukosa Schmitz Martin, 2008. 2.2 Gastropati 2.2.1 Definisi Gastropati Isitilah gastropati dibedakan dengan gastritis, karena gastropati mengacu kepada kondisi dimana inflamasi bukanlah sesuatu hal yang paling mendominasi, sedangkan gastritis mengacu kepada beberapa kondisi yang melukai mukosa lambung dan menghasilkan suatu peradangan dan diciri- cirikan dengan ditemukannya sel inflamasi Ranjan, Eric, Gareth, James, 1999. Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses inflamasi atau proses inflamasi yang minimal, sedangkan gastritis adalah diagnosa secara histologis yang menunjukkan suatu inflamasi pada bagian mukosa lambung Marx, 2009. Universitas Sumatera Utara Salah satu penyebab gastropati adalah pemakaian obat anti inflamasi non steroid, selain refluks asam empedu, asam, basa dan konsumsi sejumlah alkohol Nel, 2012. 2.3 Obat Anti Inflamasi Non Steroid 2.3.1 Definisi Obat anti inflamasi non steroid adalah obat yang secara luas dikenal sebagai pengobatan nyeri, inflamasi, dan demam. Sinha Gautam, 2013. Selain itu, obat ini juga obat yang paling sering diresepkan di seluruh dunia Becker, Domschke, Thorsten, 2004. OAINS adalah suatu kelompok kimia heterogen yang memiliki efek teraputik antiinflamasi, antipiretik, dan analgesik dan efek samping. OAINS terdiri dari obat non selektif tradisional dan sub kelas obat yang secara selektif menghambat cyclooxygenase-2 COX-2 Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008. Salisilat dan obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati penyakit rematik mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejala peradangan. Beberapa dari obat ini juga mempunyai efek antipiretik dan analgesik, dan efek antiinflamasinya membuat obat ini bermanfaat dalam menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berubungan dengan intensitas proses peradangan. Furst Ulrich, 2007. Universitas Sumatera Utara 2.3.2 Klasifikasi OAINS Tabel 2.1 Klasifikasi OAINS Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Sumber Tabel 2.1 : Brunton, Palrker, Bluementhal, dan Buxton, 2007 Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Mekanisme Kerja OAINS 1. Sebagai Efek anti-inflamasi Prostaglandin dikeluarkan bilamana sel mengalami kerusakan, dimana aspirin dan OAINS menghambat biosintesis dari prostaglandin di semua jenis sel. Bagaimanapun, aspirin dan OAINS biasanya tidak menghambat pembentukan dari mediator inflamasi lain seperti leukotrien LTs. Sementara efek klinis dari obat ini dapat dijelaskan dalam istilah penghambatan dari sintesis prostaglandin, perbedaan substansi interindividu dan intraindividu juga diketahui.. Pada konsentrasi yang lebih tinggi OAINS juga diketahui menurunkan produksi radikal superoksida, menghambat ekspresi dari molekul adhesi, menurunkan sintesis nitric oxide NO, menurunkan sitokin proinflmanatori sebagai contoh : TNF-a, IL-1, memodifikasi aktivitas limfosit, dan mengubah fungsi membran seluler Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008. Berbagai jenis OAINS memiliki tambahan mekanisme kerja yang mungkin melibatkan penghambatan kemotaksis, dan keterlibatan dengan kejadian intraseluler yang dikaitkan dengan ion kalsium Furst Ulrich, 2007. Enzim pertama dalam jalur sintesis prostaglandin untuk menghasilkan prostaglandin GH gambar 2.1 disebut enzim cyclooxygenase COX. Enzim ini mengkonversi asam arakidonat menjadi intermediat PGG2 dan PGH2 dan membawa pada produksi dari tromboksan A2 TXA2 dan variasi dari prostaglandin lain. Dosis teraputik dari aspirin dan OAINS lain mengurangi biosintesis dari prostaglandin dengan cara memblok COX dan terdapat hubungan yang baik dan beralasan di antara potensi sebagai penghambat COX Universitas Sumatera Utara dan kerja antiinflamasi Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton,2008. Ada dua bentuk dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 adalah isoform konstitutif yang dasar ditemukan pada kebanyakan sel normal dan jaringan, sementara sitokin dan mediator inflamasi yang menyertai inflamasi menginduksi produksi COX-2. Bagaimanapun, COX-2 juga diekspresikan secara konstitutif pada beberapa area tertentu pada ginjal dan otak dan diinduksi pada sel endotel melalui laminar shear forces. Enzim COX-1 diekspresikan sebagai yang mendominasi, isoform konstitutif pada sel epitelial lambung dan menjadi sumber utama dari pembentukan sitoproteksi prostaglandin. Penghambatan dari COX-1 pada sisi ini akan menghasilkan efek samping pada lambung Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008. Gambar 2.6 Mekanisme Kerja Obat Anti Inflamasi Non Steroid Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008 Universitas Sumatera Utara 2. Sebagai Efek Analgesik OAINS digunakan sebagai analgesik ringan. Tetapi pengenalan terhadap jenis dari nyeri dan intensitasnya penting dalam penilaian efek dari analgesik. OAINS efektif ketika inflamasi telah menyebabkan sentisisasi dari reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik ataupun kimia. Bradikinin, yang dikeluarkan dari plasma kininogen dan sitokin seperti TNF-a, IL-1, dan IL-8 tampil dalam nyeri pada inflamasi. Agen ini melepaskan prostaglandin dan mungkin beberapa faktor lain yang mempromosikan hiperalgesia. Neuropeptida, seperti substansi P dan calcitonin gen related peptide CGRP juga terlibat dalam terjadinya nyeri. Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008. Kapasitas prostaglandin untuk mensentisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimia ternyata menghasilkan penurunan ambang dari polimodal nosiseptor dari serabut saraf C Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008. 3. Sebagai Efek Anti-piretik Regulasi suhu badan membutuhkan keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas; hipotalamus meregulasikan set poin dimana suhu tubuh diatur. Set poin ini ditingkatkan pada saat panas bisa disebabkan karena infeksi, inflamasi, rejeksi graft, atau keganasan, sebagai hasil dari pembentukan sitokin seperti IL- 1β, IL-6, interferon, dan TNF- α. Sitokin meningkatkan sintesis dari PGE 2 di daerah hipotalamus dan PGE 2 meningkatkan siklik AMP dan memacu hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh dengan meningkatkan panas dan menurunkan pengeluaran panas. Aspirin dan OAINS menekan respon ini dengan menghambat PGE 2, tapi Universitas Sumatera Utara tidak mempengaruhi temperatur tubuh ketika tubuh melakukan latihan exercise Brunton, Parker, Blumenthal, Buxton, 2008. 2.3.4 Efek Samping dari OAINS Efek samping dari penggunaan OAINS adalah meningkatnya resiko dari saluran cerna bagian atas ataupun bawah, bervariasi dari dispepsia sampai ulserasi dan perdarahan saluran cerna Schellack, 2012. OAINS menghasilkan efek samping pada saluran cerna berupa lesi mukosal, perdarahan, ulkus peptikum dan inflamasi pada usus yang membawa kepada perforasi, striktur pada usus halus dan besar, yang membawa kepada masalah yang kronik Sinha Gautam, 2013. 2.4 Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid 2.4.1 Definisi Gastropati OAINS merupakan komplikasi yang sering ditemukan yang mempunyai karakteristik gejala sindroma dispepsia dengan keluhan perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai kembung dan mual Manan, Priosoeryanto, Daldiyono, Estuningsih, Rahminiwati, 2008. Gastropati OAINS adalah kelainan yang mengacu kepada spektrum komplikasi saluran cerna yang berhubungan dengan OAINS, bervariasi antara dispepsia ringan sampai perforasi, erosi, ulserasi dan perdarahan Roth, 2012. Gastropati OAINS disebut sebagai suatu fenomena dimana OAINS menyebabkan kerusakan mukosa lambung yang menghasilkan kejadian bervariasi dari dispepsia nonspesifik seperti, ulserasi, perdarahan saluran cerna bagian atas dan bahkan kematian Becker, Domschke, Thorsten, 2004. Gastropati OAINS ini juga sering disebut sebagai gastropati kimia chemical gastropathy. Istilah ini lebih diutamakan karena mengacu kepada perubahan endoskopi dan histologi dari mukosa lambung yang disebabkan oleh jejas kimia pada mukosa lambuung Nel, 2012. Universitas Sumatera Utara 2.4.2 Faktor Resiko Gastropati OAINS Faktor resiko gastropati yang perlu dipertimbangkan tabel 2.2 seorang individu untuk mendapat gejala gastropati adalah jika individu tersebut merupakan pasien yang berusia di atas 60 tahun, memiliki riwayat ulserasi sebelumnya dan sedang menjalani pengobatan osteoartitis Roth, 2012. Tabel 2.2 Faktor Resiko Gastropati Usia 60 tahun Jenis kelamin perempuan Perokok current smoker Riwayat ulserasi atau perdarahan sebelumnya Kombinasi terapi OAINS Penggunaan yang bersamaan dari agen antiplatelet, aspirin, kortikosteroid, dan antikoagulan Sumber Tabel 2.2 : Roth,2012 2.4.3 Mekanisme OAINS menginduksi gastropati OAINS termasuk aspirin, menyebabkan kerusakan mukosa melalui dua cara utama, yaitu inhibisi sistemik dari prostaglandin dan iritasi epitel lambung. Inhibisi prostaglandin berhubungan dengan penghambatan dari COX-1, sementara efek antiinflamasinya berhubungan dengan inhibisi COX–2. Iritasi epitel lambung berhubungan dengan keasaman OAINS Schellack, 2012. Ada tiga mekanisme yang berbeda dari gastropati yang disebabkan oleh OAINS dan menginduksi komplikasi saluran cerna, yaitu melalui : penghambatan enzim COX-1 dan gastroprotektif PG, permeabilisasi membran, dan produksi dari mediator proinflamatori gambar 2.2 SinhaGautam, 2013. Universitas Sumatera Utara 1. Inhibisi dari COX-1 dan Gastroprotektif PG Ada dua isoform dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2, yang memiliki fungsi yang berbeda. Enzim COX-1 bertanggung jawab terhadap proteksi normal fisiologis dari mukosa lambung. COX-1 penting untuk sintesis dari prostaglandin, yang mana melindungi lambung dari pengeluaran asam, mengatur aliran darah di mukosa lambung, dan menghasilkan bikarbonat. Isoform lain, COX-2, dipicu oleh kerusakan sel, sitokin proinflamatori yang bervariasi, dan faktor turunan tumor. Kebanyakan gastropati yang terjadi disebabkan oleh inhibisi oleh COX-1 oleh OAINS Sinha Gautam, 2013. 2. Membran Permeabilisasi OAINS juga memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mukosa lambung yang menyebabkan lesi dan luka. Kerusakan topikal pada jenis ini telah diobservasi pada kasus keasaman dari OAINS, seperti aspirin yang menghasilkan akumulasi dari OAINS yang terionisasi, suatu fenoma dinamakan “ion trapping”. Aspirin menurunkan ketidaklarutan air dan menyebabkan difusi kembali dari ion H + dan pepsin Schellack, 2012. Hal itu menunjukkan bahwa OAINS menyebabkan permeabilisasi membran membawa kepada kerusakan sawar epitel. OAINS juga dapat menginduksi baik nekrosis dan apoptosis pada mukosa sel lambung Sinha Gautam, 2013. 3. Produksi tambahan dari Mediator Proinflamatori Inhibisi dari sintesis PG oleh OAINS membawa kepada aktivasi jalur lipooksigenase dan peningkatan sintesis leukotrien. Leukotrien menyebabkan inflamasi dan iskemia jaringan dan akhirnya luka pada mukosa lambung. Bersamaan dengan ini ada Universitas Sumatera Utara juga produksi dari mediator proinflamatori yang ditingkatkan seperti tumor necrosing factor. Hal ini kemudian menjadikan oklusi mikrovesel yang membawa kepada penurunan aliran pembuluh darah dan pengeluaran radikal bebas. Radikal bebas akan bereaksi dengan asam lemak yang tidak jenuh dari mukosa dan akhirnya membawa kepada peroksidasi lemak dan kerusakan jaringan Sinha Gautam, 2013. Gambar 2.7 Mekanisme Gastropati yang disebabkan oleh OAINS Sinha Gautam, 2013 2.4.4 Hubungan COX-2 dengan terjadinya gastropati Enzim COX-2 berhubungan dengan terjadinya efek samping pada saluran cerna. Hipotesis menunjukkan bahwa penghambatan selektif COX-2 akan menghematkan pengeluaran COX-1 yang memediasi PG, dan hanya menghambat COX-2 yang memediasi PG yang terlibat dalam proses inflamasi. Bagaimanapun, COX-2 terlibat dalam pertahanan dan perbaikan Universitas Sumatera Utara mukosa, dan hal ini menunjukkan bahwa kedua isoform COX bertanggung jawab untuk proses fisiologis dari kerusakan jaringan. Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana dilakukan inhibisi COX-1 secara selektif, tidak terlihat proses inhibisi itu menghasilkan kerusakan lambung yang signifikan. Dalam penelitian lain dikatakan, inhibisi selektif COX-2 menghasilkan komplikasi saluran cerna yang lebih bahaya dibandingkan penggunaan OAINS yang non selektif Schellack, 2012. 2.4.5 Gejala Klinis Gastropati OAINS Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati OAINS adalah sindroma dispepsia, perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium, disertai kembung dan mual. Manan, Priosoeryanto, Daldiyono, Estuningsih, Rahminiwati, 2008. Gastropati OAINS mengacu kepada spektrum yang bervariasi dari dispepsia ringan, dan ketidaknyamanan perut sampai kepada perforasi yang lebih serius, erosi, ulserasi dan perdarahan Roth, 2012. Manifestasi klinis dari penggunaan OAINS dapat bergantung pada keparahannya. Penggunaan OAINS dapat menyebabkan beberapa keadaan serius, dan kompilkasi yang mengancam jiwa Schellack, 2012. 2.4.6 Diagnosis dan insidensi Gastropati OAINS Gastropati, biasanya terjadi pada region prepilorik, merupakan suatu komplikasi umum penggunaan jangka panjang dari OAINS. Walaupun secara superfisial gastropati OAINS dapat memberikan tanda dan gejala dengan kelainan saluran cerna lainnya, seperti penyakit ulserasi peptikum, gastropati OAINS berbeda dari penyakit klasik ulserasi peptikum berdasarkan perbedaan patofisiologinya, lokasi anatomi, pola secara klinis, dan isitilah yang digunakan untuk menekankan perbedaan tersebut Roth, 2012. Ulserasi peptikum yang klasik dimediasi oleh asam, berhubungan dengan infeksi H.pyolri, usus, dan lebih sering terjadi pada orang yang Universitas Sumatera Utara berusia muda, biasanya lelaki sesuai demografik. Ulserasi peptikum juga berhubungan dengan pemakaian jangka panjang dari OAINS, walaupun non-OAINS, non-H.pyolri juga dapat menyebabkan penyakit ulserasi peptikum Roth, 2012. Diagnosa gastropati OAINS dapat ditegakkan dari gejala klinis gastropati OAINS yang dapat bervariasi mulai dari dispepsia dan nyeri bagian perut sampai kepada komplikasi yang fatal seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan. Sebagai tambahan, lesi yang tidak memberikan gejala asimtomatik, adalah yang paling sering ditemukan pada kasus gastropati OAINS. Endoskopi dapat menjadi alat diagnostik pada beberapa kasus, bila diagnosisnya masih belum jelas, dan penggunaan endoskopi tidak selalu diindikasikan Roth, 2012. Diagnosis juga diperkuat dengan melihat adanya faktor resiko yang memicu terjadinya gastropati OAINS, seperti penyakit komorbid yang memperparah seperti osteoartritis, reumatoid artritis, ankylosing spondylitis, penyakit muskuloskeletal dan penyakit kardiovaskular yang memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan gastopati yang disebabkan oleh pemakaian OAINS Roth, 2012. Insidensi penggunaan OAINS yang secara klinis signifikan berhubungan dengan efek samping pada saluran cerna adalah empat kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum yang tidak mendapat terapi OAINS Roth, 2012. 2.4.7 Pengobatan Gastropati OAINS Ketika mengindentifikasi dan menurunkan resiko terjadinya gastropati yang disebabkan oleh penggunaan OAINS, prinsip teraputik dibawah ini dapat digunakan : Universitas Sumatera Utara 1. Memberikan terapi OAINS yang bersamaan dengan proton pump inhibitor PPI, atau misoprostol, akan mengurangi resiko ulserasi dan komplikasi pada pasien yang beresiko. 2. Menggunakan inhibitor COX-2 yang non-selektif, tidak secara keseluruhan menghilangkan ulserasi dan komplikasi, tapi setidaknya mengurangi resiko, dan tetap harus melakukan evaluasi terhadap profil kardiovaskular pasien. 3. Ketika menggunakan strategi gastroprotektif, pasien harus di evaluasi secara keseluruhan Schellack, 2012 Terapi terbaru untuk mencegah kerusaan mukosa lambung : 1. Mengidentifikasi profil pasien yang memiliki resiko Resiko dapat diturunkan dengan substitusi OAINS dengan OAINS non-analgesik seperti parasetamol. Hal ini mungkin tidak mudah, khususnya pada pasien dengan kondisi inflamasi yang berat seperti artritis. Gambar 2.3 akan menunjukkan algoritma yang mungkin untuk manajemen pasien yang cenderung memakai OAINS dalam jangka waktu lama, dan pasien memilki resiko kardiovaskular. Schellack, 2012. Gambar 2.8 Algoritma manejemen pasien yang cenderung memakai OAINS untuk waktu yang lama Schellack, 2012 Universitas Sumatera Utara 2. Kombinasi Terapi OAINS dengan Gastroprotektif Analog prostaglandin diresepkan bersama dengan OAINS untuk mengganti prostaglandin di mukosa lambung yang telah dirusak oleh OAINS Sinha Gautam, 2013. Sebagai contoh, misoprostol. Misoprostol adalah analog sintetik dari prostaglandin E. Walaupun penggunaan misoprostol didemonstrasikan untuk menurunkan resiko ulserasi pada saluran cerna, telah dibuktikan bahwa misoprostol memilki efek samping. Efek samping yang terjadi berupa, nyeri pada daerah perut, mual, diare, dan penggunaanya harus dihindarkan pada wanita yang menyusui Schellack, 2012. 3. Kombinasi Terapi OAINS dengan Proton Pump Inhibitor PPI PPI secara ireversibel terikat pada pompa proton H + –K + –ATPase yang menghambat sekresi asam lambung. Sebagai contoh Lansoprazole telah dibuktikan untuk melindungi dan menyembuhkan mukosa lambung setelah diinduksi oleh pemakaian OAINS, melalui inhibisi apoptosis, dan stimulasi dari peningkatan kelangsungan hidup sel dan proliferasi sel Schellack, 2012. PPI efektif juga dalam pencegahan ulserasi ketika diberikan bersamaan dengan OAINS Sinha Gautam, 2013. Penambahan dari PPI terhadap pemberian OAINS telah menunjukkan efek proteksi pada saluran cerna baik pada penggunaan OAINS jangka pendek ataupun jangka panjang. Dibandingkan dengan prostaglandin analog, PPI secara terapi lebih superior. Penggunaan yang lama dari PPI berhubungan dengan resiko fraktur panggul pada orang tua. PPI juga dapat menyebabkan penurunan serum level magnesium, dan jika digunakan untuk periode yang lebih lama akan meningkatkan resiko kardiovaskular. Penambahan PPI terhadap OAINS meningkatkan resiko interaksi obat, efek samping, dan kepatuhan pasien Roth, 2012 . Universitas Sumatera Utara 4. Kombinasi Histamin H 2 -Reseptor antagonis terhadap OAINS Histamin H 2 -reseptor antagonis melindungi saluran cerna akibat pemakaian OAINS dengan cara memblok kerja dari histamin pada sel parietal di lambung, sehingga menurunkan produksi asam oleh sel ini Roth, 2012. H 2 reseptor antagonis adalah obat pertama yang digunakan sebagai pencegahan mekanisme terjadinya ulserasi peptikum yang diinduksi oleh penggunaan OAINS. Tetapi, tidak ada tanda perbaikan yang diamati pada kasus perdarahan mukosa lambung, sehingga obat ini tidak direkomendasikan lagi Sinha Gautam, 2013. 5. Penggunaan COX-2 inhibitor Sesuai dengan namanya, obat ini bekerja dengan cara menghambat COX-2, sebagai efek anti-inflamasi yang akan melindungi saluran cerna. Sejauh ini, celecoxib dan rofecoxib adalah inhibitor COX-2 yang paling efektif dan menunjukkan kemanjuran di antara OAINS nonselektif lainnya terhadap efek pada mukosa saluran cerna dan efek samping saluran cerna lainnya Sinha Gautam, 2013. Pengobatan dengan COX-2 berhubugan dengan peningkatan resiko infark miokard, oedem perifer, toksisitas renal, dan peningkatan tekanan darah. Roth, 2012. Setiap pasien yang menggunakan coxib harus dievaluasi secara teliti, baik resiko maupun keuntungannya. Kemungkinan ada hubungan antara dosis dan toksisitas kardiovaskular terhadap penggunaan celecoxib. Ketika menggunakan obat ini, harus diberikan pada dosis terendah yang paling memungkinkan, dan durasi yang paling cepat. Schellack, 2012 . Pendekatan Terbaru terhadap pengobatan Gastropati OAINS : 1. Prodrug OAINS Prodrug dari OAINS adalah agen potensial untuk meningkatkan potensial aktivitas antioksidan, solubilitas dan disolusi air, dan pengeluaran nitric oxide NO yang menghambat antikolinergik dan Universitas Sumatera Utara aktivitas asetilkolinesterase. Telah diamati bahwa NO memberikan suatu proteksi pada saluran cerna. NO dibentuk oleh kerja dari NO sintase yang meningkatkan mukus dan sekresi bikarbonat dan juga mikrosirkulasi dan menurunkan perlengketan neutrofil Sinha Gautam, 2013. NO juga telah diketahui sebagai vasodilator. Pemberian agen ini akan meningkatkan resistensi dari mukosa lambung terhadap lesi yang dihasilkan dari pemakaian OAINS atau substansi berbahaya lainnya Schellack, 2012 . 2. Penghambatan dari COX dan 5-LOX OAINS yang menginduksi COX juga meningkatkan produksi leukotrien, yaitu salah satu mediator inflamasi potent. Pendekatan terakhir terhadap terjadinya lesi pada saluran cerna yang diinduksi oleh OAINS adalah disebabkan oleh inhibisi dari COX 5-LOX Sinha Gautam, 2013 . 3. Peran Laktoferin dalam menurunkan kerusakan saluran cerna Beberapa penelitian melaporkan bahwa kolostrum bovin memiliki kemampuan untuk mencegah ulserasi yang disebabkan oleh OAINS. Penelitian lebih lanjut mendemonstrasikan peran rekombinan laktoferin pada manusia menurunkan perdarahan saluran cerna akut yang diinduksi oleh pemakaian OAINS Sinha Gautam, 2013. 4. Peran Glukokortikoid sebagai gastroprotektif OAINS yang merupakan sama dengan stimulasi stres menginduksi produksi glukokortokoid yang membantu mukosa lambung untuk bertahan terhadap stimulus yang berbahaya dari obat tersebut. Efek gastroprotektif dari glukokortikoid selama pengobatan dengan OAINS dapat dimediasi oleh beberapa mekanisme, termasuk pengaturan aliran darah mukosa lambung, produksi mukus, dan proses perbaikan. Sebagai tambahan, glukokortikoid akan keluar selama diinduksi oleh OAINS sebagai aktivasi Universitas Sumatera Utara oleh HPA aksis dan dapat berkontribusi untuk melindungi mukosa lambung dengan mengatur homeostasis, termasuk kadar gula darah dan tekanan darah sistemik, yang dapat sebagai pengaruh penting untuk integritas mukosa lambung. Filaretova, 2013 . Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 3.1 Kerangka Konsep 3.2 Definisi Operasional 1. Variabel : Obat Anti Inflamasi Non Steroid OAINS Definisi Operasional : Obat-obat golongan OAINS yang sering digunakan pasien sebelumnya, sebagai obat anti nyeri, dan penurun panas, seperti: Aspirin, Voltaren, Toradol, Plavix. Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala : Nominal Hasil Ukur : Dikumpulkan data untuk melihat apakah pasien memiliki riwayat pemakaian OAINS atau tidak Sindroma Dispepsia Gastropati OAINS OAINS - Prevalensi - Distribusi Usia - Distribusi Jenis Kelamin - Jenis OAINS yang digunakan Universitas Sumatera Utara 2. Variabel : Sindroma Dispepsia Definisi Operasional : Setiap pasien yang didiagnosa dispepsia berdasarkan gejala klinis berupa nyeri ulu hati, rasa tidak enak pada perut, kembung, mual, dan muntah Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala : Nominal Hasil Ukur : Dikumpulkan untuk melihat apakah pasien menderita dispepsia atau tidak 3. Variabel : Gastropati OAINS Definisi Operasional : Pasien yang didiagnosa dispepsia berdasarkan gejala klinis dan didapati riwayat pemakaian OAINS sebelumnya Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala : Nominal Hasil Ukur : Dikumpulkan data untuk melihat pasien yang didiagnosa dispepsia apakah disebabkan oleh pemakaian OAINS sebelumnya atau tidak 4. Variabel : Prevalensi Definisi Operasional : Jumlah pasien yang terkena gastropati OAINS dibagi dengan jumlah populasi pasien yang didiagnosa dispepsia seluruhnya pada periode Juli-Desember Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala : Nominal Hasil Ukur : Dihitung jumlah kasus lama dan kasus baru gastropati OAINS dibagi total populasi pasien dispepsia untuk mendapatkan prevalensi , hasil dalam bentuk persen. Universitas Sumatera Utara 5. Variabel : Distribusi Usia Definisi Operasional : Kelompok pasien yang terkena gastropati OAINS berdasarkan usia Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala Ukur : Nominal Hasil Ukur : Pasien dikelompokkan berdasarkan usia, yaitu usia 17-26 tahun, 27-36 tahun, 37-46 tahun, 47-56 tahun, 57-66 tahun, 67-76 tahun, dan 77-86 tahun. 6. Variabel : Distribusi Jenis Kelamin Definisi Operasional : Kelompok pasien yang terkena gastropati OAINS berdasarkan jenis Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala Ukur : Nominal Hasil Ukur : Pasien dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki- laki ataupun perempuan. 7. Variabel : Jenis OAINS yang digunakan Definisi Operasional : OAINS yang sering digunakan oleh pasien yang tertera dalam riwayat pengobatan terdahulu dan berhubungan dengan terjadinya gastropati OAINS, baik penggunaan tunggal ataupun kombinasi OAINS Alat Ukur : Rekam Medis Cara Ukur : Observasi Skala Ukur : Nominal Hasil Ukur : Jenis OAINS tertentu yang sering digunakan dan berhubungan dengan terjadinya gastropati OAINS, seperti meloxicam, asam mefenamat, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan pendekatan cross sectional potong lintang dengan menggunakan data sekunder, yaitu rekam medis. Penelitian ini menggambarkan prevalensi gastropati OAINS di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli-Desember 2012. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Poli Penyakit Dalam Umum WanitaPria, Poli Gastroentero dan Hepatologi, dan Poli Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari bulan Agustus sampai September 2013. 4.3 Populasi dan Data Sampel 4.3.1 Populasi Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua rekam medis pasien dengan sindroma dispepsia di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam Umum PriaWanita, Poli Rawat Jalan Gastroentero dan Hepatologi, dan Poli Rawat Jalan Reumatologi di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli- Desember 2012. Universitas Sumatera Utara 4.3.2 Sampel Sampel pada penelitian ini diambil dari rekam medis dengan menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah Kriteria inklusi : Semua data rekam medik dari Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam PriaWanita, Gastroentero dan Hepatologi dan Reumatologi pada periode Juli-Desember 2012 untuk pasien yang memiliki riwayat penggunaan OAINS sebelumnya dan didiagnosa dispepsia disebabkan oleh pemakaian OAINS. Kriteria eksklusi : Rekam medis yang tidak lengkap status pasien, dan lembar pemeriksaan pasien. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis yang ada di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam Umum PriaWanita, Poli Rawat Jalan Gastroentero dan Hepatologi, dan Poli Rawat Jalan Reumatologi, di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli-Desember 2012. Dari jumlah populasi sindroma dispepsia yang didapat, diteliti dan dicatat sindroma dispepsia yang berhubungan dengan OAINS Gastropati OAINS. Kemudian diteliti distribusi frekuensi usia dan jenis kelamin terbanyak terhadap terjadinya Gastropati OAINS, dan juga jenis-jenis OAINS yang sering digunakan. Universitas Sumatera Utara 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dan kemudian diolah dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science SPSS versi 17.0, sesuai dengan tujan penelitian untuk mengetahui prevalensi gastropati OAINS di RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode Juli-Desember 2012. Universitas Sumatera Utara BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335MENKESSKVII1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502MENKESSKIX1991. Selain itu, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik juga merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No.17 Km.12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam PriaWanita, Poli Rawat Jalan Gastroentero dan Hepatologi dan Poli Rawat Jalan Reumatologi yang berada di lantai tiga dan di bagian Instalasi Rekam Medis yang berada di lantai satu, gedung Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Poli Penyakit Dalam PriaWanita, Poli Gastroentero dan Hepatologi, dan Poli Reumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah sub divisi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Poli ini memiliki catatan rekam medis terhadap pasien yang datang ke poli tersebut. Instalasi Rekam Medis adalah tempat penyimpanan rekam medis data pasien dari semua poli yang ada di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, baik untuk pasien rawat jalan dan juga rawat inap. Penyimpanan data di Instalasi Universitas Sumatera Utara Rekam Medis menggunakan sistem komputerisasi yaitu untuk mengetahui jumlah pasien berdasarkan diagnosis utama untuk periode waktu tertentu dan menggunakan sistem manual dalam hal penyimpanan data berupa hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, ataupun hasil rujukan. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang berasal dari rekam medis pasien dispepsia dengan mencatat nomor rekam medis pasien di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam Umum PriaWanita, Poli Rawat Jalan Gastroentero dan Hepatoloogi dan Poli Rawat Jalan Reumatologi dan kemudian membuka rekam medis pasien tersebut di bagian Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Data yang diambil adalah berasal dari periode bulan Juli hingga Desember 2012. Jumlah data keseluruhan yang dicatat nomor rekam medisnya dengan diagnosa dispepsia di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam PriaWanita, Poli Rawat Jalan Gastroentero dan Hepatologi, dan Poli Rawat Jalan Reumatologi adalah 209 data, dan dari data tersebut yang rekam medisnya lengkap, memenuhi kriteria penelitian dan tersedia di bagian Instalasi Rekam Medis berjumlah 198 data. 5.1.2.1 Prevalensi Gastropati OAINS Dari penelitian yang telah dilakukan di Poli Rawat Jalan Penyakit Dalam PriaWanita, Poli Rawat Jalan Gastroentero dan Hepatologi, dan Poli Rawat Jalan Reumatologi didapati jumlah pasien yang didiagnosa dispepsia berjumlah 198 pasien dan dari jumlah tersebut yang gastropati OAINS gejala dispepsia yang disebabkan oleh pemakaian OAINS adalah 72 orang, jadi prevalensinya dapat diihitung sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Prevalensi Gastropati OAINS = = 72 198 X 100 = 36,36 5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Pasien Gastropati OAINS berdasarkan Usia Distribusi frekuensi pasien gastropati OAINS berdasarkan usia pada periode Juli-Desember 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pasien Gastropati OAINS berdasarkan Usia pada Periode Juli-Desember 2012 Usia N 17-26 3 4,2 27-36 4 5,6 37-46 8 11,1 47-56 18 25,0 57-66 16 22,2 67-76 18 25,0 77-86 5 6,9 Total 72 100 Berdasarkan tabel 5.1, didapati bahwa jumlah pasien gastropati OAINS pada rentang usia 17-26 tahun sebanyak 3 orang 4,2, pada rentang usia 27-36 tahun sebanyak 4 orang 5,6, pada rentang usia 37-46 tahun sebanyak 8 orang 11,1, Jumlah pasien yang gastropati OAINS dispepsia OAINS Jumlah pasien yang didiagnosa dispepsia seluruhnya X 100 Universitas Sumatera Utara pada rentang usia 47-56 tahun sebanyak 18 orang 25,0, pada rentang usia 57-66 tahun sebanyak 16 orang 22,2, pada rentang usia 67-76 tahun sebanyak 18 orang 25,0, dan pada rentang usia 77-86 tahun sebanyak 5 orang 6,9. 5.1.2.3 Distribusi Frekuensi Pasien Gastropati OAINS berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi data penelitian pasien gastropati OAINS berdasarkan jenis kelamin pada periode Juli-Desember 2012 di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Gastropati OAINS berdasarkan Jenis Kelamin pada Periode Juli-Desember 2012. Jenis Kelamin N Laki-laki 26 36.1 Perempuan 46 63.9 Total 72 100 Berdasarkan tabel 5.2, didapati bahwa untuk periode Juli-Desember 2012, jumlah pasien laki-laki yang gastropati OAINS adalah 26 orang 36.1 dan perempuan sebanyak 46 orang 63,9. 5.1.2.4 Jenis-jenis Obat Anti Inflamasi Non Steroid OAINS yang sering digunakan Data penelitian yang menunjukkan jenis OAINS yang sering digunakan pada periode Juli-Desember 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 Jenis-jenis OAINS yang sering digunakan pada periode Juli-Desember 2012. Nama OAINS Frekuensi Asam Mefenamat 22 30.6 Ketorolac 3 4.2 Meloxicam 23 31.9 Na diclofenac 11 15.3 Ibuprofen 2 2.8 Asetilsalisilat ASA 11 15.3 Total 72 100 Tabel 5.3 di atas memperlihatkan bahwa jumlah pasien yang menggunakan OAINS berupa asam mefenamat ada 22 orang 30.6, ketorolac ada 3 orang 4,2, meloxicam ada 23 orang 31,9, Na diclofenac ada 11 orang 15,3, ibuprofen ada 2 orang 2,8, dan Asetilsalisilat ASA ada 11 orang 15,3. 5.2 Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi terjadinya gastropati akibat penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid OAINS, mengetahui distribusi frekuensi pasien gastropati OAINS berdasarkan usia, jenis kelamin dan mengetahui jenis-jenis OAINS yang sering digunakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada periode Juli-Desember 2012. Diagnosa gastropati OAINS ditegakkan bila hasil anamnesis di rekam medis menunjukkan bahwa pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, perut kembung, mual, ataupun muntah atau yang disebut sindroma dispepsia dan didapati adanya riwayat penggunaan OAINS sebelumnya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik didapati bahwa jumlah pasien gastropati OAINS adalah 72 orang, jumlah pasien dengan diagnosa dispepsia keseluruhan adalah 198 orang, sehingga didapatkan prevalensi terjadinya gastropati yang disebabkan oleh penggunaan OAINS pada periode Juli-Desember 2012 adalah 36,36. Prevalensi yang ditemukan di setiap daerah berbeda. Data yang didapatkan dari Konsensus Nasional Penatalaksanaan Gastro-enteropati OAINS di Indonesia oleh Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia 2011, menyatakan berdasarkan data endoskopi berbasis rumah sakit, komplikasi saluran cerna akibat penggunaan OAINS cukup bervariasi dan relatif tinggi di beberapa daerah seperti, Makassar 71, Jakarta 67,7, Surabaya 61, dan Malang 21. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia 2011 juga melaporkan, di Malang dari 505 pasien gastropati yang menjalani endoskopi, didapatkan 22,6 berkaitan dengan OAINS, 65,3 berkaitan dengan jamu, dan 12,1 berkaitan dengan OAINS dan jamu dan di Yogyakarta pada tahun 2010, dari 585 pasien yang menjalani endoskopi atas didapat 59 kasus dengan gastropati OAINS 10,1. Penggunaan OAINS yang terbanyak adalah pada pasien yang memiliki riwayat penyakit terdahulu berupa penyakit muskuloskeletal penyakit kardiovaskular, atau penyakit serebrovaskular. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Roth 2005 di Amerika Serikat yang melaporkan 28 dari 142 pasien yang didiagnosa reumatoid artritis yang diberikan OAINS menderita ulserasi pada lambung. Dan juga sejalan dengan Schellack dalam South African Pharmauceutical Journal 2012 yang menyatakan bahwa OAINS juga digunakan sebagai profilaksis primer dan sekunder baik untuk penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular. Dari hasil penelitian ini didapati, distribusi frekuensi pasien gastropati OAINS berdasarkan usia terbanyak adalah usia 47-56 tahun yaitu 18 orang 25,0, dan jumlah yang sama juga didapatkan pada usia 67-76 tahun yaitu berjumlah 18 orang 25. Sementara usia yang paling sedikit persentasenya terkena gastropati OAINS adalah usia 17-26 tahun yaitu 3 orang 4,2. Hasil ini didukung oleh laporan Lanza Universitas Sumatera Utara 1998 dalam American Journal of Gastroenterology, dalam suatu penelitian kohort didapati pasien yang menggunakan OAINS dan berumur lebih dari 60 tahun meningkatkan resiko untuk terjadinya perdarahan saluran cerna. Kemudian didukung juga oleh Pietzsch 2002 yang melakukan penelitian di Rumah Sakit Rostock Jerman, menemukan 58 pasien terkena perdarahan saluran cerna disebabkan oleh pemakaian OAINS sebelumnya dan salah satu faktor resikonya adalah umur di atas 60 tahun. Begitu juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Van Leen, Van Der Eijk, dan Schols 2007 di Belanda yang menemukan bahwa pasien yang berumur lebih dari 65 tahun yang menjalani perawatan di rumah nursing homes memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terkena gastropati OAINS. Schellack 2012 menyatakan bahwa hampir 70 dari populasi usia lebih dari 50 tahun menggunakan OAINS setidaknya satu kali dalam seminggu yang mana penggunaan OAINS untuk periode yang lama akan meningkatkan terjadinya gastropati OAINS. Kejadian gastropati OAINS dalam penelitian ini lebih sering mengenai usia diatas 50 tahun. Hal ini bisa disebabkan usia diatas 50 tahun memiliki kecenderungan terkena penyakit degeneratif. Namun kejadian gastropati OAINS juga dapat terjadi pada usia yang lebih muda, tentunya dengan jumlah kejadian yang lebih kecil dibandingkan dengan yang berusia lebih dari 50 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi frekuensi pasien gastropati OAINS yang terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah jenis kelamin perempuan, yaitu 46 orang 63,9, sedangkan pada jenis kelamin laki-laki terdapat 26 orang 36,1. Hasil ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Visser dan Graatsma 2002 di Belanda yang melakukan observasi pada pasien yang telah diresepkan OAINS dalam jangka waktu tertentu. Dari hasil observasi tersebut didapati bahwa pasien yang mengalami komplikasi saluran cerna kebanyakan adalah kelompok jenis kelamin perempuan 56. Hal tersebut sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Waranughara, P, dan Pratomo 2010 di Rumah Sakit Saiful Anwar di Malang, yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien yang terkena gastropati Universitas Sumatera Utara OAINS berjenis kelamin perempuan. Kejadian gastropati OAINS dalam penelitian ini lebih banyak terjadi pada perempuan. Hal ini terjadi karena ada beberapa penyakit tertentu yang cenderung menyerang perempuan, contohnya penyakit rematik yaitu oseteoartritis Isbagio, 1992. Akibatnya perempuan lebih sering mendapat terapi OAINS yang pada umumnya jangka panjang. Jenis OAINS yang sering digunakan berdasarkan hasil penelitian adalah meloxicam, dimana penggunaannya didapati pada 23 orang 31,9 dan diikuti dengan penggunaan asam mefenamat yang didapati pada 22 orang 30,6. Meloxicam tergolong prefential COX-2 inhibitor cenderung menghambat COX-2 lebih dari COX-1 pada dosis terapi nyata, dan obat ini sering dipakai sebagai pengobatan artritis Brunton, Parker, Blumenthal, dan Buxton,2008. Riwayat penggunaan obat Meloxicam banyak ditemukan pada penelitian ini, dimana hal tersebut bisa disebabkan oleh karena kebanyakan pasien di Rumah Sakit Haji Adam Malik adalah pasien anggota Asuransi Kesehatan ASKES dan jenis OAINS yang banyak tersedia dari ASKES adalah meloxicam. Asam mefenamat adalah jenis OAINS yang menghambat pembentukan COX-1 dan COX-2, obat ini sering dipakai untuk mengobati dismenorea, osteoartritis dan peradangan. Brunton, Parker, Blumenthal, dan Buxton,2008. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN