Pengendalian Diri

20. Pengendalian Diri

Kita mengerti manfaat kebaikan. Kita mengerti bahaya tindak kejahatan, resiko kalau berbuat jahat; mungkin mempunyai reputasi jelek, nama jelek, mungkin juga bisa dikeluarkan dari pekerjaan, dan sebagainya. Tetapi, pengertian itu bisa lenyap total pada saat kotoran batin timbul.

Mengapa kotoran batin timbul? Kotoran batin itu muncul karena dipancing untuk muncul. Apakah, siapakah, yang memancing? Yang memancing adalah objek yang diluar diri ini. Yang terpancing

adalah pancaindera kita. Mata melihat, telinga mendengar, hidung membaui sesuatu, lidah kita mengecap makanan, fisik kita menyentuh sesuatu; itulah yang memancing atau membuat pancaindera ini terpancing dan kemudian memancing hawa nafsu keburukan untuk muncul. Timbullah kejengkelan, kemarahan, kebencian, keserakahan, kesombongan, dan sebagainya.

Oleh karena itu: KESADARAN merupakan kunci untuk menjaga

pancaindera ini. Melihat dengan kesadaran, mendengar dengan kesadaran, membau dengan kesadaran, menyentuh sesuatu dengan kesadaran. Kalau kesadaran muncul, maka pengertian yang kita punyai akan berfungsi. Kalau kesadaran itu absen, maka pengertian apa pun yang kita punyai akan lenyap. Saat pengertian itu menjadi lenyap, kita berani melakukan kejahatan. Betapa pentingnya kesadaran kita. Pada saat mata kontak dengan pemandangan, melihatlah dengan kesadaran. Jangan sampai apa yang dilihat itu membuat pancaindera ini terpancing dan memancing hawa nafsu sehingga kita hanyut pada perbuatan yang merugikan kita.

Ada satu contoh. Kalau suami bekerja di perusahaan yang besar, kemudian mendapatkan tugas keluar kota. Empat hari, dia meninggalkan rumahnya sendiri. Dia melihat orang tua yang berjalan tertatih-tatih,

mudahan sehat, karena wakt u saya pergi ibu sedang sakit.”

Kalau sudah tiga hari atau seminggu meninggalkan rumah, kemudian melihat anak kecil tertawa-tawa lucu sekali, yang dilihat itu memancing ingatannya, ingat pada anaknya yang ada di rumah. “Bagaimana keadaan anak saya sekarang? Sudah saya tinggalkan seminggu. “Tetapi, kalau si suami melihat wanita cantik, yang terpancing dari pikirannya bukan ingat istri di rumah. Yang terpancing, “Eh, wanita ini cantik , saya mau dekat, saya mau kenalan.”

Itulah faktanya, apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, apa yang kita sentuh, kalau kita tidak ada kesadaran, maka akan memancing hawa nafsu indera. Tidak peduli kita bisa berkhotbah, mempunyai pengertian agama yang lengkap, jika tidak ada kesadaran, maka hawa nafsu buruk- buruk muncul dan semua menjadi gelap, tidak ingat resiko, tidak ingat

nama jelek, dan sebagainya. Tidak ingat semuanya, karena hawa nafsu itu memberikan kenikmatan yang spontan dan manusia mencari

kenikmatan yang spontan itu. Hawa nafsu tidak sabar untuk menunggu, untuk dengan tekun dan ulet memperjuangkan kebahagiaan yang sejati, tetapi kalau bisa, sekonyong-konyong kaya saja, sekonyong- konyong enak, sekonyong-konyong nikmat, sekonyong-konyong maju, itulah tuntutan hawa nafsu.

Lain halnya kalau kesadaran muncul, sewaktu melihat, kesadaran muncul; sewaktu mendengar, kesadaran muncul. Dengan begitu kita

akan melihat dengan kesadaran. Kita menggunakan landasan pengertian kita menjadi landasan mengambil keputusan. Melihat dengan kesadaran, mendengar dengan kesadaran, mengecap

dengan kesadaran. Inilah sesungguhnya meditasi.

Meditasi sering disalahtafsirkan bahwa meditasi itu hanya semata duduk diam, bertafakur, siapa yang tahan duduk lebih lama, dia akan lebih sukses. Meskipun mungkin dia duduk diam, tetapi kalau pikirannya

Meditasi adalah sadar setiap saat, tidak perlu dilakukan di tempat suci, tidak perlu dengan doa atau mantra-mantra, tetapi kesadaran dijaga agar tidak absen. Sejak kita bangun pagi-pagi sampai nanti menjelang lelap tidur kembali berusahalah menggunakan kesadaran atau perhatian. Itulah sesungguhnya meditasi.

- o0o -