Merasa Baik, tetapi Tidak Melakukan Hal Baik

10. Merasa Baik, tetapi Tidak Melakukan Hal Baik

Ceramah Dhamma Kebaktian Hari Magha (Magha Puja) VPDS 14 Maret 2015 Oleh Bhante Sri Pannavaro Mahathera

Pada tanggal 4 Maret yang lalu adalah saat purnama di bulan Magha. Ada peristiwa penting pada waktu purnama di bulan Magha itu, terjadi pada tahun ke-3 setelah Guru Agung mencapai Pencerahan Sempurna.

Peristiwa Magha ini mempunyai 4 keistimewaan. Pada saat purnama di bulan Magha itulah 1.250 bhikkhu berhimpun di Taman Tupai, di Hutan Bambu di kota Rajagaha, ibukota kerajaan Magadha. Dan kejadian itu hanya terjadi 1 kali dalam masa kehidupan Guru Agung kita. Mengenai

4 keistimewaan ini anda bisa simak di Khotbah Magha Puja.

Pada kesempatan itulah, Guru Agung memberikan khotbah yang pendek. Khotbah ini disebut Ovada. Tidak seperti lazimnya yang disebut dengan sutta atau sutra. Khotbah ini bukan discourse, bukan percakapan, bukan dialog, bukan sermon, tetapi disebut Ovada. Ovada artinya instruction, anjuran, arahan, yang seharusnya kita latih dalam kehidupan ini, untuk mencapai kebebasan. Khotbah Beliau yang pendek ini disebut Ovada Patimokkha.

Ovada Patimokkha ini sama sekali bukan uraian filosofis. Khotbah Sang Buddha yang pendek pada saat purnama di bulan Magha ini adalah arahan, petunjuk, instruksi yang harus kita latih. Oleh karena itu, meskipun instruksi, meskipun dalam format instruksi bukan uraian filosofis, Ovada Patimokkha sering disebut intisari Agama Buddha.

Tapi apa sesungguhnya intisari ajaran Agama Buddha itu? dengan singkat. Inti ajaran Agama Buddha itu adalah:

1. Jangan berbuat Jahat. 2. Banyaklah berbuat yang baik. 3. Bersihkan pikiranmu sendiri.

Secara lebih rinci, apakah yang dimaksudkan jangan berbuat jahat, Sabba Papassa Akaranam? Tidak lain dan tidak bukan adalah lima sila dalam pancasila Buddhis.

Jangan membunuh. Karena kehidupan itu sangat berharga. Meskipun lemah, meskipun kecil, tidak ada alasan bagi kita untuk membunuh.

Jangan mencuri. Karena semua orang membutuhkan kebutuhan- kebutuhan hidup seperti juga kita. Mengapa harus mencuri?

Jangan berbuat asusila. Karena perbuatan itu merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri.

Jangan berbohong. Karena semua orang ingin diperlakukan dengan jujur.

Jangan minum minuman dan makan makanan yang dapat

menghilangkan kesadaran. Karena seseorang yang lemah kesadarannya dapat melakukan banyak tindakan buruk yang lainnya.

Di dalam bahasa Pali, berusaha tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat yang asusila, tidak berbohong dan tidak mabuk, ini disebut dengan varitta sila (sila yang pasif). Tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbuat yang asusila, tidak berbohong, tidak mabuk. Tetapi ada sila yang aktif. Dalam bahasa Pali disebut caritta sila. Apakah sila yang aktif itu? Sila yang berwujud, yang berupa, kewajiban

moral kita. Sila yang aktif inilah yang merupakan kewajiban moral

berupa berbuat yang baik.

Yang pertama: Tidak hanya tidak membunuh, itu adalah sila yang pasif,

Yang kedua: Tidak hanya tidak mencuri tetapi juga mempunyai sila yang aktif. Kalau hanya tidak mencuri, itu pasif. Apakah yang aktif? Tidak

hanya tidak mencuri, tetapi juga berdana, menolong, membantu dan

mempunyai mata pencaharian. Seseorang yang tidak mempunyai mata pencaharian akan mudah untuk mencuri.

Yang ketiga: Tidak hanya tidak berbuat asusila, itu sila yang pasif, varitta sila. Tetapi juga ada sila yang aktif, caritta sila. Apakah itu? Tidak hanya

tidak melakukan yang tidak susila tetapi membangun kehidupan

rumah tangga yang harmoni. Menghargai wanita dan pria dengan sikap yang sama. Itu caritta sila, sila yang aktif.

Apakah yang ke empat? Tidak hanya tidak berbohong, tetapi juga mengucapkan kalimat-kalimat yang baik. Tidak membiasakan untuk berbicara sinis, suka menyindir, mengancam, mengucapkan kata-kata yang menusuk perasaan orang lain. Meskipun itu bertujuan baik, gunakanlah ungkapan-ungkapan yang baik, yang menyenangkan, yang sopan; juga berlaku jujur. Tidak hanya tidak berbohong, tetapi berkata- kata yang baik, dan berlaku jujur.

Yang kelima, yang pasif adalah tidak mabuk, tidak makan atau minum yang menghilangkan kesadaran. Tidak mabuk, tidak narkoba, itu sila pasif, lalu apakah yang aktif? Tidak hanya tidak minum atau makan yang

memabukkan tetapi makan dan minum yang sehat dan menjaga

kesadaran dengan bermeditasi. Itu adalah caritta sila, sila yang aktif.

Akibat NARKOBA setiap hari kurang lebih 43 orang mati. Itu terjadi tiap hari di Indonesia ini !

Untuk bisa menjaga Sila, baik yang pasif maupun yang aktif, Buddha memberikan kunci. Kuncinya adalah khanti dan viriya. Khanti adalah

sungguh.

Kalau hanya khanti, sabar saja tanpa usaha, itu kemalasan, tidak akan

mendapatkan apa-apa. Tidak hanya urusan Sila, meraih cita-cita, apa pun, kalau hanya sabar menunggu saja, tanpa usaha, apa yang bisa kita dapatkan?

Viriya... sungguh-sungguh, semangat yang tidak ada putus-putusnya,

berusaha untuk tidak kendor. Usaha yang penuh semangat tetapi

tanpa kesabaran, juga harus hati-hati. Bisa menghancurkan kita dan menghancurkan orang lain. Hanya ingin cepat... cepat... cepat... tanpa kesabaran. Itu bisa menjadi kejahatan.

Kesabaran dan usaha... semangat. Semangat tetapi juga membutuhkan

kesabaran. Apa pun yang kita lakukan... menjaga Sila, melakukan kebaikan, meraih cita-cita, di bidang apa pun, semuanya membutuhkan usaha tetapi juga kesabaran. Kedua-duanya, khanti

dan viriya harus selalu bersama-sama. Itulah kunci untuk sukses / berhasil. Baik untuk menjaga Sila maupun mencapai cita-cita.

Tetapi kadang-kadang kita merasa tidak melanggar sila. Kadang-kadang kita merasa tidak berbuat jahat. Tetapi ingat, apa akibat dari perbuatan

kita. Kalau akibat perbuatan kita merugikan orang lain,

itu kejahatan! Meskipun seolah-olah tidak melanggar sila.

Saya diajak Romo Sindhunata melihat sumber suara riuh rendah. Truk- truk banyak sekali... ada alat pengeruk pasir juga. Mereka mengeruk pasir Gunung Merapi dari pagi sampai sore... pagi sampai sore. Kemudian umat yang membantu Romo Sindhu itu mengatakan, “Kami sudah mengatakan Bhante, agar mengeruk pasirnya agak ke sana... agak ke sana, karena kalau pasirnya dikeruk kemari... pasti padepokan ini akan longsor, habis, masuk ke sungai.”

Padepokan rum ah budaya “Omah Petruk” itu berada di Kaliurang, di

Mereka tidak merasa melanggar Sila, mereka tidak merasa berbuat jahat, “Feel Good, but Not Doing Good”. Merasa enak tetapi tidak

melakukan yang baik.

Sering kita melakukan sesuatu, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berbohong, tidak mabuk, seolah-olah kita tidak berbuat jahat. Tetapi apakah kita sudah berpikir, bagaimana akibatnya untuk orang lain? Kalau perbuatan kita merugikan orang lain, itu kejahatan juga! Sudahkah kita concern / peduli pada orang lain?

Merupakan kejahatan kalau apa yang kita lakukan akibatnya merugikan orang lain. “Feel Good, merasa baik”, “but Not Doing Good, tapi tidak melakukan hal baik”.

Mendengarkan Dhamma itu tidak sekedar mendengar. Kalau Anda sekedar mendengar, Anda bisa mendengar tetapi tidak bisa mengerti. Dhamma itu membutuhkan perenungan.

Orang yang bicara melulu pada waktu Dhamma diberikan, mereka merasa tidak berbuat jahat, tidak berbohong, tidak mencuri, tidak berzina, tetapi perilakunya itu mengganggu orang lain. Dia tidak peduli pada orang lain yang ingin mendengarkan Dhamma, dia hanya

senang untuk dirinya sendiri. Orang lain rugi, dia juga rugi tidak

mendengarkan Dhamma. Seolah-olah tidak berbuat jahat. Tetapi apa yang dia lakukan adalah kejahatan.

Kalau Dhamma sedang diberikan oleh siapa saja, bhikkhu siapa pun, umat... siapa pun, dengarkan. Kalau Anda tidak bisa mengerti seluruhnya, ada bagian yang akan berguna. Karena bersikap diam itu adalah menghormat Dhamma. Hanya dengan diam, Saudara sudah

Ada dua sifat yang harus dikembangkan agar kita dapat melaksanakan

sila atau mencapai cita-cita yaitu Khanti (kesabaran) dan Viriya

(semangat/usaha). Hanya sabar namun tidak memiliki semangat itu merupakan kemalasan. Hanya punya semangat, usaha yang gigih tanpa kesabaran dapat menimbulkan kejahatan. Tidak sabar menunggu hasil, melakukan jalan pintas demi mencapai tujuan.

Tidak melakukan perbuatan jahat, itulah Sila yang Pasif, Varitta Sila, Sabba papassa akaranam.

Kusalassa upasampada, banyak berbuat baik, itu adalah Sila yang

Aktif, Caritta Sila.

Kalau hanya jangan berbuat jahat, lalu banyaklah berbuat baik, selesai. Itu bukan agama Buddha. Justru puncak ajaran Guru Agung, agama

kita, adalah bersihkan pikiranmu sendiri. Membersihkan pikiran

sendiri bukan pilihan, bukan sukarela sebenarnya, tetapi keharusan.

Mengapa keharusan? Karena semua perilaku kita, datangnya dari pikiran kita. Penderitaan itu bersumber dari pikiran kita.

Kebahagiaan juga bersumber dari pikiran kita.

Kalau Anda tidak mempedulikan pikiran Anda, membersihkan dengan meditasi, Anda tidak mungkin berhasil untuk mencegah perbuatan yang buruk dan menambah kebaikan.

Saudara sering bert anya, “Bhante... mengapa saya gagal menjaga hawa nafsu? Saya melakukan lagi dan lagi... hal- hal yang tidak baik”.

Usahanya berkali-kali gagal. Karena sumbernya dibiarkan. Sumber

perbuatan buruk adalah pikiran. Sumber perbuatan baik juga dari

pikiran. Penderitaan berasal dari pikiran, kebahagiaan juga bersumber dari pikiran. Cobalah Saudara bermeditasi. Semampu- mampunya. Tidak bisa meditasi dengan baik tidak apa-apa, tetapi lakukanlah.

Meditasi adalah satu-satunya cara untuk membersihkan pikiran

kita. Dari pikiran yang bersih, dari sumber yang bersih, tidak mungkin mengalir air yang kotor. Air yang kotor hanya mengalir dari sumber yang kotor. Kalau saudara membersihkan sumber itu, dan sumber itu adalah pikiran kita, maka ucapan dan perbuatan kita otomatis menjadi baik.

- o0o -