BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 2004 : 4 menyatakan bahwa “Otonomi daerah adalah hak wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”. Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah
adalah pemberian wewenang dan keleluasaan kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Dengan pemberian otonomi
daerah kabupaten dan kota, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan Pemerintah Daerah Pemda. Pemerintah daerah karenanya perlu menetapkan
mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban yang tepat untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang efektif, efisien dan transparan dalam
meningkatkan kepercayaan masyarakat. Syarat pendukung untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti
Standar Akuntansi Pemerintahan SAP yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang mewajibkan Presiden dan Gubernur Bupati Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBNAPBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005.
Sejak diberlakukannya PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP, maka salah satu tolak ukur kinerja pemerintah dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
LKPP dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah LKPD yang harus terlebih dahulu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK. Informasi dalam laporan
keuangan harus dapat memenuhi kebutuhan para penggunanya, yang menurut PP- SAP dinyatakan bahwa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah
adalah masyarakat, wakil rakyat, lembaga pengawas, lembaga pemeriksa, donatur, investor, pemberi pinjaman, pemerintah, dan pihak lain yang berkepentingan.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat LKPP dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah LKPD adalah pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran
belanja daerah sebagaimana diatur dalam paket Undang-Undang Keuangan Negara. Paket UU yang dimaksud meliputi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.
Tujuan dikeluarkannya paket UU tersebut, untuk mendorong agar lebih accountable pengelolaan keuangan Negaradaerah dan kemudian semakin
diperlukannya peningkatan kinerja kualitas audit pemerintah. Kualitas audit pemerintah, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan BPK, sebagai eksternal
auditor dari pemerintahan, yang melakukan pemeriksaan dan memberi opini pada LKPP dan LKPD. Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan Negaradaerah merupakan upaya untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik good governance. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk
mewujudkan akuntabilitas pemerintah sebagai pihak yang dipercaya mengelola sumber-sumber daya yang ada. Namun hasil pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah justru semakin memburuk selama periode 2004-2007, setelah dikeluarkannya paket undang-undang tersebut. http:www.bpk.go.id.
Penyampaian ikhtisiar hasil pemeriksaan oleh ketua BPK Anwar Nasution menyatakan bahwa LKPP secara terus-menerus mendapat opini “Tidak Memberikan
Pendapat TMP” dan opini BPK atas LKPD selama tahun 2004-2007 juga sangat mengecewakan. Persentase LKPD yang mendapat opini “Wajar Tanpa Pengecualian
WTP” justru semakin berkurang dari 7 tahun 2004 menjadi 5 tahun berikutnya dan masing-masing 1 tahun 2006 dan 2007. Persentase LKPD yang mendapat opini
“Wajar Dengan Pengecualian WDP” juga merosot dari tahun ke tahun. Sebaliknya, persentase LKPD yang mendapat opini “Tidak Memberikan Pendapat TMP” atau
“Tidak Wajar TW” justru meningkat cepat selama tahun 2004-2007. Persentase
LKPD yang mendapat opini “TMP” naik dari 2 tahun 2004 menjadi 17 tahun 2007. Persentase LKPD yang mendapat opini “TW” naik dari 4 menjadi 19.
http:www.bpk.go.id. LKPD yang sampai saat ini tidak mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian
WTP adalah LKPD Provinsi Sumatera Utara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ketua BPK Anwar Nasution, pengolahan keuangan daerah di Sumut baik pada tingkat
provinsi maupun kabupatenkota belum dapat diyakini kewajarannya. Sebab tidak ada satupun LKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Sumut yang menyusun dan
menyajikan LKPDnya tanpa kecacatan. Artinya, LKPD yang disajikan oleh setiap pemerintah daerah, tidak menggambarkan LKPD yang wajar sehingga diyakini
kebenarannya. http:www.bpk.go.id. LKPD dianggap baik jika mendapat opini wajar tanpa pengecualian . Opini wajar
tanpa pengecualian menyatakan bahwa LKPD yang telah diperiksa diaudit dianggap telah memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika LKPD mendapat
opini jenis ini, artinya auditor BPK meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, Pemda dianggap telah menyajikan LKPD yang sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat salah saji material yang dapat mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.
Terciptanya LKPD dengan opini wajar tanpa pengecualian tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan komitmen dan motivasi dari semua jenjang
pegawai mulai dari tingkat bawah sampai pada kepala biro untuk mengacu pada standar, sistem dan prosedur yang telah ada, peraturan perundangan yang berlaku,
sehingga tidak ada hal-hal yang secara material menyimpang dari standar dan peraturan perundangan yang ada. Jika terdapat hal-hal yang menyimpang dari standar
dan peraturan perundangan, auditor independen tidak mungkin akan memberikan opini wajar tanpa pengecualian WTP.
Opini BPK sendiri merupakan pernyataan atau pendapat profesional BPK yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan. Opini pemeriksaan BPK diberikan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah SAP,
2. Kecukupan pengungkapan adequate disclosure,
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,
4. Efektifitas Sistem Pengendalian Internal SPI. http:www.bpk.go.id.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, penulis mencoba untuk mengadakan penulisan dalam bentuk skripsi untuk mengetahui lebih dalam hal-hal
apakah yang menyebabkan sampai saat ini tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada LKPD Provinsi Sumatera Utara dan memberi judul :
“Faktor-Faktor yang Menyebabkan Tidak Diberikannya Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Prov. Sumut”
B. Perumusan Masalah