Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Tidak Diberikannya Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada LKPD Provinsi Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG MENYEBABKAN TIDAK DIBERIKANNYA OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN PADA LKPD PROVINSI
SUMATERA UTARA
OLEH :
NAMA : MIRA ASTRIANA PULUNGAN
NIM : 070503241
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, seta memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan umat ke jalan yang lurus. Skripsi ini diberi judul “Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Tidak
Diberikannya Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada LKPD Provinsi Sumatera Utara”, guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada
program sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajian, hal ini disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan bagi penulis yang akan datang untuk dapat mengembangkan lagi penelitian ini.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis Ir. B. Pulungan dan Khairida Nasution, atas segala kasih sayang, doa yang tak pernah putus, pengorbanan, dukungan, serta pengertian yang sangat besar. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk abang dan adik-adik penulis, atas segala pengertian, dukungan, dan hiburan selama ini kepada penulis.
Proses penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bimbingan, saran, serta masukan dari Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, sebagai dosen pembimbing,
(3)
mudah-mudahan Allah SWT akan mencatat ini semua sebagai amalan yang terus mengalir dan juga bagi dosen-dosen penulis yang lain.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materil, spiritual maupun administrasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, terutama:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, masukan dan saran yang berguna dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Wahyu Ario Protomo, SE, M.Ec, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.
6. Bapak Rustam, SE, M.Si, selaku dosen penguji II yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun guna terselesaikannya skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis beserta staff administrasi pada Fakultas Ekonomi.
(4)
yang baik serta yang selalu saling mendukung, Putra Adriananda Pulungan, Harry Maulana Pulungan, Rizky Hermawan Pulungan, Amalina Darayani, serta seluruh keluarga besar.
9. Kepada Bapak pimpinan BPK Medan beserta jajarannya yang telah membantu dalam proses penelitian penulis dan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Terima kasih buat sahabat-sahabatku, terutama Citra Damanik dan Desi Apri ayuandari yang selama ini selalu berjuang bersama dalam suka dan duka. Terimakasih juga buat Hilda, Agung, Yudha, TM, Rizky, Dhika, Suren, Nico, Heni, serta seluruh teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih semuanya buat saran, dukungan, doa dan semangatnya.
Sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menerima setiap saran dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Medan, 21 Februari 2011 Yang Membuat Pernyataan
Mira Astriana Pulungan NIM : 070503241
(5)
ABSTRAK
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah dengan penyampaian laporan pertangungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Salah satu tolak ukur kinerja pemerintah dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang harus terlebih dahulu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan ini merupakan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran belanja daerah sebagaimana diatur dalam paket Undang-undang Keuangan Negara.
Penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus yaitu dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari objek penelitian. Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder yakni data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk yang sudah diolah sehingga lebih informatif untuk digunakan yakni dalam bentuk grafik, table, diagram dan gambar. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, kemudian disusun, diinterpretasikan, dan dianalisa sehingga memberikan keterangan bagi pemecahan masalah yang dihadapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dibagi atas tiga bagian yakni kesesuaian dengan Standard Akuntansi Pemerintahan (SAP), Implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan. Dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Sumatera Utara diketahui bahwa dalam penyajian saldo aset masih ditemukan kesalahan-kesalahan dalam penyajian nilai aset. Pemerintah Sumatera Utara belum memperhitungkan konsep nilai perolehan sebagai penambah nilai asset tetap dan belum menetapkan kebijakan mengenai batasan minimal biaya yang dapat dikapitalisir.
(6)
ABSTRACT
For creating the transparency and accountability of state financial management, it is carried out through the delivery of the responsibility report on regional financial fulfilling the principle of on time and it is arranged following the Governmental Accounting Standard which is commonly accepted. One of the indicators of the governmental performance can be seen through Regional Governmental Financial Report which should be firstly audited by Financial Examiner Board. This report is as the responsibility of the government on the implementation of state expenditure, as it is stated in the package of state financial act.
This research used case study, namely by describing the characteristics and real condition of the object of the research. The type of the data to be collected was secondary data and it is obtained from the company in the form of graphic, table, diagram and picture. Data analysis was done by using descriptive method that is a method which is done by collecting the data. Then, the data is arranged, interpreted and analyzed to give clear description for solving the problem.
The results of the research showed that the factors causing the cancellation of opinion giving without exception for Regional Governmental Financial Report can be divided into three parts, namely the appropriateness with government accounting standard, implementation on Intern Control System, and unloyalty to the rules and regulation. From the results of checking into Government Financial Report of North Sumatera, it is found that in the presentation of the asset balance, the mistakes can be found in the presentation of asset value. The government of North Sumatera did not consider the concept of gaining value as the adding for permanent asset value and has not determined the policy regarding the limitation on the minimal cost to be capitalized..
(7)
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR………... i
ABSTRAK………... iv
ABSTRACT………... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
A. Auditing...………... 8
1. Pengertian Auditing...………... 8
2. Jenis-Jenis Auditing...………...…. 10
3. Tipe-Tipe Auditor... 12
(8)
B. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)……….……….. 16
1. Pengertian SAP……….. 16
2. Sejarah SAP………... 16
3. Komponen Pernyataan SAP...………... 17
C. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah...………... 22
1. Pengertian Pengendalian Internal... 22
2. Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah... 23
3. Sejarah SPIP... 24
4. Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Intern... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 28
A. Jenis Penelitian... 28
B. Jenis Data... 28
C. Metode Analisis Data... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN... 30
A. Gambaran Umum Pemerintah Provinsi Sumut... 30
1. Sejarah Singkat Pemerintah Provinsi Sumut... 30
2. Struktur Organisasi Pemerintah Provinsi Sumut... 33
3. Latar Belakang Penyususnan LKPD... 33
4. Kebijakan Akuntansi... 34
(9)
1. Kesesuaian Dengan Standar Akuntansi Pemerintahan………. 39
2. Implementasi Sistem Pengendalian Intern..………... 44
3. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan.... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 60
A. Kesimpulan... 60
B. Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA... 63 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Laporan Opini Auditor Lampiran 2 Neraca Komparatif
Lampiran 3 Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Lampiran 4 Laporan Arus Kas
(11)
ABSTRAK
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah dengan penyampaian laporan pertangungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Salah satu tolak ukur kinerja pemerintah dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang harus terlebih dahulu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan ini merupakan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran belanja daerah sebagaimana diatur dalam paket Undang-undang Keuangan Negara.
Penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus yaitu dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari objek penelitian. Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder yakni data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk yang sudah diolah sehingga lebih informatif untuk digunakan yakni dalam bentuk grafik, table, diagram dan gambar. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, kemudian disusun, diinterpretasikan, dan dianalisa sehingga memberikan keterangan bagi pemecahan masalah yang dihadapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dibagi atas tiga bagian yakni kesesuaian dengan Standard Akuntansi Pemerintahan (SAP), Implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan. Dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Sumatera Utara diketahui bahwa dalam penyajian saldo aset masih ditemukan kesalahan-kesalahan dalam penyajian nilai aset. Pemerintah Sumatera Utara belum memperhitungkan konsep nilai perolehan sebagai penambah nilai asset tetap dan belum menetapkan kebijakan mengenai batasan minimal biaya yang dapat dikapitalisir.
(12)
ABSTRACT
For creating the transparency and accountability of state financial management, it is carried out through the delivery of the responsibility report on regional financial fulfilling the principle of on time and it is arranged following the Governmental Accounting Standard which is commonly accepted. One of the indicators of the governmental performance can be seen through Regional Governmental Financial Report which should be firstly audited by Financial Examiner Board. This report is as the responsibility of the government on the implementation of state expenditure, as it is stated in the package of state financial act.
This research used case study, namely by describing the characteristics and real condition of the object of the research. The type of the data to be collected was secondary data and it is obtained from the company in the form of graphic, table, diagram and picture. Data analysis was done by using descriptive method that is a method which is done by collecting the data. Then, the data is arranged, interpreted and analyzed to give clear description for solving the problem.
The results of the research showed that the factors causing the cancellation of opinion giving without exception for Regional Governmental Financial Report can be divided into three parts, namely the appropriateness with government accounting standard, implementation on Intern Control System, and unloyalty to the rules and regulation. From the results of checking into Government Financial Report of North Sumatera, it is found that in the presentation of the asset balance, the mistakes can be found in the presentation of asset value. The government of North Sumatera did not consider the concept of gaining value as the adding for permanent asset value and has not determined the policy regarding the limitation on the minimal cost to be capitalized..
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (2004 : 4) menyatakan bahwa “Otonomi daerah adalah hak wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”. Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah adalah pemberian wewenang dan keleluasaan kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Dengan pemberian otonomi daerah kabupaten dan kota, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan Pemerintah Daerah (Pemda). Pemerintah daerah karenanya perlu menetapkan mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban yang tepat untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang efektif, efisien dan transparan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Syarat pendukung untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(14)
yang mewajibkan Presiden dan Gubernur / Bupati / Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005.
Sejak diberlakukannya PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP, maka salah satu tolak ukur kinerja pemerintah dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang harus terlebih dahulu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Informasi dalam laporan keuangan harus dapat memenuhi kebutuhan para penggunanya, yang menurut PP-SAP dinyatakan bahwa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah adalah masyarakat, wakil rakyat, lembaga pengawas, lembaga pemeriksa, donatur, investor, pemberi pinjaman, pemerintah, dan pihak lain yang berkepentingan.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran belanja daerah sebagaimana diatur dalam paket Undang-Undang Keuangan Negara. Paket UU yang dimaksud meliputi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
(15)
Tujuan dikeluarkannya paket UU tersebut, untuk mendorong agar lebih accountable pengelolaan keuangan Negara/daerah dan kemudian semakin diperlukannya peningkatan kinerja kualitas audit pemerintah. Kualitas audit pemerintah, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai eksternal auditor dari pemerintahan, yang melakukan pemeriksaan dan memberi opini pada LKPP dan LKPD. Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara/daerah merupakan upaya untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintah sebagai pihak yang dipercaya mengelola sumber-sumber daya yang ada. Namun hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah justru semakin memburuk selama periode 2004-2007, setelah dikeluarkannya paket undang-undang tersebut
Penyampaian ikhtisiar hasil pemeriksaan oleh ketua BPK Anwar Nasution menyatakan bahwa LKPP secara terus-menerus mendapat opini “Tidak Memberikan Pendapat (TMP)” dan opini BPK atas LKPD selama tahun 2004-2007 juga sangat mengecewakan. Persentase LKPD yang mendapat opini “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” justru semakin berkurang dari 7% tahun 2004 menjadi 5% tahun berikutnya dan masing-masing 1% tahun 2006 dan 2007. Persentase LKPD yang mendapat opini “Wajar Dengan Pengecualian (WDP)” juga merosot dari tahun ke tahun. Sebaliknya, persentase LKPD yang mendapat opini “Tidak Memberikan Pendapat (TMP)” atau “Tidak Wajar (TW)” justru meningkat cepat selama tahun 2004-2007. Persentase
(16)
LKPD yang mendapat opini “TMP” naik dari 2% tahun 2004 menjadi 17% tahun 2007. Persentase LKPD yang mendapat opini “TW” naik dari 4% menjadi 19%.
LKPD yang sampai saat ini tidak mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah LKPD Provinsi Sumatera Utara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ketua BPK Anwar Nasution, pengolahan keuangan daerah di Sumut baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota belum dapat diyakini kewajarannya. Sebab tidak ada satupun LKPD di lingkungan Pemerintah Daerah Sumut yang menyusun dan menyajikan LKPDnya tanpa kecacatan. Artinya, LKPD yang disajikan oleh setiap pemerintah daerah, tidak menggambarkan LKPD yang wajar sehingga diyakini kebenarannya.
LKPD dianggap baik jika mendapat opini wajar tanpa pengecualian . Opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa LKPD yang telah diperiksa (diaudit) dianggap telah memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika LKPD mendapat opini jenis ini, artinya auditor (BPK) meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, Pemda dianggap telah menyajikan LKPD yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat salah saji material yang dapat mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.
Terciptanya LKPD dengan opini wajar tanpa pengecualian tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan komitmen dan motivasi dari semua jenjang
(17)
pegawai mulai dari tingkat bawah sampai pada kepala biro untuk mengacu pada standar, sistem dan prosedur yang telah ada, peraturan perundangan yang berlaku, sehingga tidak ada hal-hal yang secara material menyimpang dari standar dan peraturan perundangan yang ada. Jika terdapat hal-hal yang menyimpang dari standar dan peraturan perundangan, auditor independen tidak mungkin akan memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Opini BPK sendiri merupakan pernyataan atau pendapat profesional BPK yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini pemeriksaan BPK diberikan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), 2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, 4. Efektifitas Sistem Pengendalian Internal (SPI).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, penulis mencoba untuk mengadakan penulisan dalam bentuk skripsi untuk mengetahui lebih dalam hal-hal apakah yang menyebabkan sampai saat ini tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada LKPD Provinsi Sumatera Utara dan memberi judul :
“Faktor-Faktor yang Menyebabkan Tidak Diberikannya Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Prov. Sumut”
(18)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diugkapkan, perumusan masalah atas objek penelitian yaitu apakah faktor-faktor yang menyebabkan tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada LKPD Provinsi Sumatera Utara.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang
menyebabkan tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada LKPD Provinsi Sumatera Utara.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan peneliti tentang audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan hal-hal apa saja yang mempengaruhi pemberian opini BPK pada LKPD.
b. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait di pemerintah daerah. Disamping itu,
(19)
melalui penelitian ini pemerintah daerah diharapkan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian pada LKPD.
c. Bagi Peneliti lain, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan penelitian-penelitian sejenis berikutnya.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Auditing
1. Pengertian Auditing
Definisi audit yang dikemukakan oleh Arens, Elder dan Beasley (2003: 11) menyatakan bahwa “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person.”
Dari definisi audit diatas meliputi beberapa konsep penting diantaranya pengumpulan dan evaluasi bukti, informasi dan kriteria yang ditetapkan, orang yang kompeten dan independen serta pelaporan.
a. Pengumpulan dan evaluasi bukti
Bukti-bukti adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang sedang diaudit sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti-bukti dapat berupa pernyataan lisan pada klien, komunikasi tertulis dan hasil pengamatan yang dilakukan oleh auditor.
(21)
b. Informasi dan kriteria yang ditetapkan
Dalam pelaksanaan audit terkandung informasi-informasi yang berupa bukti-bukti (verified form) dan berupa standar (criteria). Melalui kedua hal tersebut auditor dapat mengevaluasi informasi kuantitatif, termasuk laporan keuangan dan laporan pajak penghasilan individu. Kriteria untuk mengevaluasi informasi tersebut bervariasi tergantung pada informasi yang akan diaudit.
c. Orang yang kompeten dan independen
Kompeten adalah mampu mematuhi standar teknis profesi serta memiliki kemampuan profesi yaitu dengan memiliki kemampuan (pengetahuan umum, pengetahuan organisasi dan bisnis, serta peengetahuan dibidang akuntansi), kemampuan (skill) dan profesionalisme. Independen adalah mampu membebaskan diri dari semua kepentingan yang dapat mengganggu integritas dan objektivitas.
Auditor harus dapat memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten dalam mengetahui tipe-tipe dan jumlah bukti yang harus dikumpulkan untuk menghasilkan kesimpulan yang tepat setelah bukti-bukti tersebut diperiksa. Auditor juga harus memiliki sikap mental yang independen jika pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti dilakukan secara berat sebelah.
(22)
d. Pelaporan
Tahap terakhir dari proses auditing adalah penyiapan laporan audit (audit report) yang merupakan komunikasi antara temuan auditor kepada pemakai yang berkepentingan.
Dapat disimpulkan bahwa auditing adalah :
1. proses yang terdiri dari serangkaian langkah atau prosedur,
2. dilakukan oleh pihak yang independen dan kompeten,
3. auditing adalah proses membandingkan bukti dengan kriteria yang telah ditetapkan dengan cara mengumpulkan dan mengevaluasi secara objektif bukti-bukti yang ada untuk melihat tingkat kesesuaian informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Jenis - Jenis Auditing
Mulyadi (2002: 30-32) menyebutkan jenis-jenis audit terdiri dari audit laporan keuangan (financial statement audit), audit kepatuhan (compliance audit), dan audit operasional (operational audit).
a. Audit laporan keuangan (Financial statement audit)
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat
(23)
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit laporan keuangan menitikberatkan apakah laporan keuangan sesuai dengan kriteria yang spesifik. Auditor menyatakan suatu pendapat apakah laporan tersebut disajikan secara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU).
Audit laporan keuangan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas . Hasil audit laporan keuangan akan didistribusikan kepada pemegang saham, kreditor, kantor pemerintah dan masyarakat umum melalui laporan auditor atas laporan keuangan.
b. Audit kepatuhan (compliance audit)
Audit kepatuhan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu. Laporan audit kepatuhan umumnya ditujukan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria tersebut dan dapat terdiri dari (1) ringkasan temuan atau (2) pernyataan keyakinan mengenai derajat kepatuhan dengan kriteria tersebut.
c. Audit operasional (operational audit)
Audit operasional berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. Efektivitas mengukur seberapa berhasil suatu organisasi mencapai tujuan dan sasarannya. Efesiensi mengukur
(24)
seberapa baik suatu entitas menggunakan sumber dayanya dalam mencapai tujuannya.
Pemeriksaan atau auditing yang dilaksanakan oleh BPK RI berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 pasal 4 adalah :
a. Pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberikan opini (pendapat) atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan Pemerintah sesuai Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP)
b. Pemeriksaan kinerja, yaitu pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan internal pemerintah. Pemeriksaan kinerja bertujuan untuk mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya dan menilai apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, diluar pemeriksaaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
3. Tipe-Tipe Auditor
Mulyadi (2002: 28-29) menyebutkan tipe-tipe auditor terdiri dari auditor independen, auditor pemerintah dan auditor intern.
(25)
a. Auditor independen
Auditor independen (independent auditor) atau yang disebut juga auditor internal adalah akuntan publik bersertifikat (certified public accountant) yang mempunyai kantor praktik sendiri dan menawarkan jasa audit serta jasa lain kepada klien. Auditor independen tidak memihak kepada siapapun termasuk kliennya, meskipun auditor tersebut dibayar oleh kliennya.
b. Auditor internal
Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen organisasi dalam memberikan pertanggungjawaban yang efektif.
Auditor internal biasanya melaporkan kepada dewan direktur organisasi, yang merupakan pengguna utama hasil kerja internal auditor, akan tetapi, internal auditor juga mempengaruhi berbagai pihak lainnya, termasuk manajemen, pemegang saham, dan auditor independen.
c. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
(26)
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta instansi pajak.
BPKP merupakan instansi pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI dalam bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. BPK adalah lembaga tinggi Negara yang tugasnya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan Presiden RI dan aparat dibawahnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
4. Jenis – Jenis Opini Auditor
Berdasarkan UU No.15 Tahun 2004 pasal 16 diuraikan bahwa opini auditor, dalam hal ini BPK atas laporan keuangan terdiri atas 4 macam terdiri atas wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), wajar dengan pegecualian (qualified opinion), tidak wajar (adverse opinion) dan tidak memberikan pendapat (disclaimer).
a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan mendapat opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, Pemda dianggap telah menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan Standar
(27)
Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan tidak terdapat salah saji material, yang dapat mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.
b. Wajar dengan pengecualian (Qualified opinion), adalah opini audit yang diterbitkan jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian. Jika opini ini diberikan, maka auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam laporan auditnya.
c. Tidak wajar (Adverse opinion), adalah opini audit yang diterbitkan jika laporan keuangan mengandung salah saji material, atau dengan kata lain laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Jika laporan keuangan mendapat opini jenis ini, berarti auditor meyakini laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini, auditor wajib menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar dan dampak utama yang disebabkan ketidakwajaran tersebut.
d. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer), opini yang diberikan jika auditor tidak bisa meyakini apakah LKPD wajar atau tidak. Opini Tidak memberikan Pendapat bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang dibatasi secara material oleh Pemda yang diaudit, misalnya auditor tidak bisa memperoleh
(28)
bukti-bukti audit yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan pendapat.
B. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
1. Pengertian SAP
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, “Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah”. SAP diterapkan dilingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi dilingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
2. Sejarah SAP
a. Latar Belakang Terbitnya SAP
Pada tahun 2002, Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai
(29)
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang indenpenden dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
b. Penetapan SAP
Proses penetapan PP SAP berjalan dengan Koordinasi antara Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan oleh Presiden pada tanggal 13 Juni 2005.
c. Sosialisasi Awal SAP
KSAP melakukan sosialisasi awal standar kepada para pengguna. Bentuk sosialisasi awal yang dilakukan berupa seminar/diskusi dengan para pengguna, program pendidikan profesional berkelanjutan, training of trainers (TOT), dan lain-lain.
3. Komponen Pernyataan SAP
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan memuat sebelas pernyataan, yaitu:
a. Penyajian Laporan Keuangan
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun
(30)
antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban dan ekuitas dana.
b. Laporan Realisasi Anggaran
Tujuan pernyataan standar ini adalah menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan perbandingan antara informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Laporan Arus Kas
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan nonanggaran selama satu periode akuntansi.
(31)
Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, pengunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
d. Catatan Atas Laporan Keuangan
Tujuan pernyataan standar ini mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
e. Akuntansi Persediaan
Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan.
f. Akuntansi Investasi
Tujuan pernyataan standar ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang harus disajikan dalam laporan keuangan.
g. Akuntansi Aset Tetap
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat ( carrying value) aset tetap. Pernyataan Standar
(32)
ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
h. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.
Pernyataan standar ini memberikan panduan untuk:
1) Identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai konstruksi dalam pengerjaan,
2) Penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca,
3) Penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.
i. Akuntansi Kewajiban
Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.
(33)
j. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa
Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa.
k. Laporan Keuangan Konsolidasi
Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan laporan keuangan konsolidasi pada unit-unit pemerintahan dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan yang dimaksud. Yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
1. Pengertian Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang digunakan dalam suatu entitas merupakan faktor yang menentukan keandalan laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas. Boynton dkk (2003: 373) menyatakan
(34)
Pengendalian internal adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam kategori berikut :
a. keandalan pelaporan keuangan,
b. kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, c. efektifitas dan efisiensi operasi.
Pengendalian internal memberikan kepastian yang layak atas pencapaian masing-masing dari tiga tujuan diatas. Pengendalian internal merupakan alat untuk mengendalikan aktivitas entitas guna membantu menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang diakukan pada akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Tidak semua tujuan pengendalian keuangan relevan dengan audit atas laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor berkewajiban untuk memahami pengendalian internal yang ditujukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia.
Setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab terhadap, dan menjadi bagian dari pengendalian internal organisasi. Disamping itu, beberapa pihak luar, seperti auditor independen, dan badan pengatur (regulatory body) dapat membantu organisasi dengan cara memberikan informasi yang bermanfaat bagi manajemen untuk pemberlakuan pengendalian internal dalam organisasi tersebut.
(35)
2. Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Sistem pengendalian intern didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 artinya adalah proses yang intergral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Lalu kalau demikian halnya maka Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau SPIP didalam PP Nomor 60 Tahun 2008 adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Berdasarkan pengertian tersebut jelaslah bahwa sistem pengendalian intern tidak bisa dilaksanakan secara parsial, tetapi harus terintegrasi dalam bentuk tindakan dan kegiatan. Dilaksanakan oleh semua anggota organisasi tidak terkecuali baik pimpinan maupun staf, pimpinan tertinggi (top manajemen), middle manajemen maupun lower manajemen. Semua barsatu padu membentuk konfigurasi yang terpola dalam satu kesatuan dengan tekad yang sama yaitu mencapai tujuan organisasi sebagaimana termaksud dalam visi dan misinya.
Tujuan tercapai tidak asal tercapai saja melainkan dengan sumber daya yang efektif dan efisien baik sumber daya manusia maupun sumber daya keuangan. Laporan keuangannya handal, barang milik negara (aset) terjaga dengan baik (aman)
(36)
dalam koridor yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku. Setiap kegiatan, setiap kebijakan dan setiap tindakan yang akan dilakukan harus dapat dipahami oleh semua unsur/pelaku yang terlibat dalam organisasi tersebut. Tidak dikenal manajemen tunggal tetapi yang diutamakan adalah manajemen partisipatif.
3. Sejarah SPIP
Cikal bakal SPIP dimulai dengan adanya Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, Keputusan Menteri PAN No. 30 Tahun 1994 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004.
Dalam rangka upaya mereformasi bidang keuangan, pemerintah telah mengeluarkan 3 paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Dengan adanya tiga paket tersebut telah memberikan implikasi pengelolaan keuangan negara yang terdesentralisasi yang diwujudkan dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel dan terukur. Guna mewujudkan itu semua diperlukan suatu sistem pengendalian intern yang dapat memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan instansi secara efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
(37)
pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai wujudnya dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan SPI di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Oleh karena itu lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Terbitnya PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut selain sebagai amanah dari reformasi di bidang keuangan negara juga ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah sebagaimana dijelaskan diatas. Dengan membangun SPIP secara berkelanjutan pada akhirnya ditujukan untuk menciptakan pelaporan keuangan pemerintah yang handal, kegiatan yang efektif dan efisien, taat pada peraturan, serta iklim yang kondusif untuk mencegah korupsi, memperkuat akuntabilitas yang akhirnya menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
4. Unsur – Unsur Sistem Pengendalian Intern
Secara konseptual SPI mengadopsi konsep sistem pengendalian intern yang dikembangkan oleh The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions (COSO). Sesuai dengan PP Nomor 60 tahun 2008 terdapat 5 unsur SPI
(38)
yang perlu diimplementasikan oleh seluruh pimpinan dan staf pada semua jajaran instansi pemerintah terdiri atas lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.
1. Lingkungan pengendalian, adalah kondisi dalam instansi pemerintah yang dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian dalam instansi untuk menjalankan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dapat meningkatkan efektifitas sistem pengendalian intern.
2. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan instansi.
3. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi, dalam hal ini informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
(39)
5. Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
(40)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang bisnis (Sugiyono, 2007 : 4). Adapun metode penelitian yang dipergunakan untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain :
A. Jenis Penelitian
Didalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus yaitu dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari objek penelitian sehingga hanya merupakan pengungkapan fakta.
B. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk yang sudah diolah sehingga lebih informative jika digunakan oleh pihak yang berkepentingan atas data tersebut, misalnya dalam bentuk grafik, tabel, diagram dan gambar. Data sekunder yang
(41)
diperoleh antara lain sejarah singkat entitas, struktur organisasi entitas, dan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sumut tahun 2009.
C. Metode Analisis Data
Analisis data didalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data, disusun, diinterpretasikan, dan dianalisis sehingga memberikan keterangan bagi pemecahan masalah yang dihadapi.
(42)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
1. Sejarah Singkat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur. Wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi satu Pemerintahan Provinsi, 19 Pemerintahan Kabupaten, dan tujuh Pemerintahan Kota. Selain itu, diwilayah Provinsi Sumatera Utara terdapat 19 RSUD dan 23 BUMD, yang terdiri atas 14 PDAM, dua PT, lima PD, satu Badan Pelayanan Kesehatan, dan satu Badan Pengelola Perparkiran.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara didirikan tahun 1948 berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 Tanggal 15 April 1948 tentang Penetapan Sumatera menjadi tiga provinsi, yang masing-masing berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri diantaranya Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan-Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli. Namun dengan adanya pergantian kekuasaan maka diudangkanlah Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara.
(43)
Luas daratan Propinsi Sumatera Utara 71.680 Km2 , Sumatera Utara dikenal dengan luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar kabupaten di Sumatera Utara maupun antara Sumatera Utara dengan provinsi lainnya. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan.
2. Struktur Organisasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara. Masa jabatannya dalam satu periode adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali pada periode berikutnya melalui pilkada, dan hanya dapat dipilih selama dua periode.
(44)
Tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat adalah:
1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
2. Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
3. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Gubernur dan wakil gubernur wajib memberikan pertanggungjawaban kepada lembaga legislatif dalam bentuk laporan pertanggungjawaban yang telah diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) setiap tahunnya. Gubernur dan wakil gubernur melimpahi sebagian wewenangnya kepada Sekretariat Daerah (Sekda) untuk menjalankan tugas-tugas kepala daerah. Tugas-tugas Sekda secara umum adalah memimpin dan mengkoordinasikan seluruh dinas-dinas dan badan-badan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan kegiatan dan tata usaha keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menggunakan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi dan Sekretariat DPRD dengan Perda No. 02 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya dengan Perda No. 03 Tahun 2001 Pemerintah Provinsi Sumatera menetapkan Susunan Organisasi
(45)
dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Perda tersebut organisasi dan tata kerja dinas daerah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 19 Dinas. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Daerah berbentuk Badan dengan Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2001 yang terdiri dari 13 badan dan dua kantor.
3. Latar Belakang Penyusunan LKPD
Sebagai perwujudan atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP No.8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyajikan Laporan Keuangan Daerah untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2006 sebagai bagian pertanggungjawaban Gubernur Tahun Anggaran 2006.
Mengingat sistem yang diterapkan belum dapat menjembatani penyusunan Laporan Keuangan, maka dilakukan pendekatan praktis yaitu mengumpulkan, menganalisis, mencatat anggaran dan realisasi serta data lainnya kedalam pos-pos Neraca, Laporan Arus Kas dan Laporan Realisasi Anggaran. Penyusunan Laporan keuangan mengacu kepada Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diberlakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Tujuan penyusunan Laporan Keuangan Daerah adalah untuk memberikan gambaran keuangan yang lebih utuh kepada masyarakat. Disamping itu, penyusunan Laporan Keuangan Daerah dimaksudkan juga untuk akuntabilitas, manajemen dan transparansi.
(46)
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) secara periodik.
2. Manajemen
Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah daerah serta memudahkan pengendalian yang efektif atas seluruh aset, hutang, dan ekuitas dana.
3. Transparansi
Menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good governance).
4. Kebijakan Akuntansi
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara disusun dengan mengacu pada format yang disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diperlakukan sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 2005. Masa pembukuan adalah satu tahun anggaran yang dimulai 1 Januari dan berakhir 31 Desember. Mata uang yang digunakan adalah Rupiah, Valuta Asing dikonversi berdasarkan nilai kurs tengah, dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal Neraca.
(47)
Basis Akuntansi, yang dipergunakan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara adalah :
− basis Kas untuk pengakuan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan,
− basis Akrual untuk pengakuan Aset, Kewajiban dan Ekuitas.
1. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Kas Umum Daerah Provinsi Sumatera Utara yang menambah ekuitas dana dalam periode Laporan Keuangan yang menjadi hak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, yang tidak perlu dibayar kembali oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Kas Umum Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pembukuan pendapatan dilaksanakan dengan menggunakan asas bruto, yakni dengan membukukan penerimaan bruto atas pendapatan. Pengembalian/koreksi penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan, sedangkan atas penerimaan pendapatan dari periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar.
2. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran Kas Umum Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode laporan keuangan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali (menjadi beban) Pemerintah Provinsi
(48)
Sumatera Utara. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Kas Umum Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Belanja dalam Laporan Keuangan diklasifikasikan ke dalam Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, Belanja Modal, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Tersangka. Koreksi atas pengeluaran (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja, dibukukan sebagai pengurang belanja. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam ekuitas dana lancar. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja, sedangkan Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja.
3. Pembiayaan
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah Provinsi Sumatera Utara, baik penerimaan maupun pengeluaran yang perlu dibayar kembali atau akan diterima kembali dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Sisa Lebih/Kurang Perhitungan Anggaran adalah akumulasi surplus/defisit dengan pembiayaan netto.
4. Aset
Aset diakui pada saat diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah.
(49)
5. Persediaan
Persediaan adalah barang pakai habis yang diperoleh dengan maksud untuk mendukung kegiatan operasional Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan barang - barang yang dimaksudkan untuk dijual/diserahkan dalam rangka pelayanan masyarakat. Persediaan dicatat pada akhir tahun buku berdasarkan atas hasil inventarisasi fisik. Persediaan dinilai dengan cara :
a) harga pembelian terakhir apabila diperoleh dengan pembelian,
b) harga standar bila memperoleh dengan memproduksi sendiri,
c) harga wajar atau harga estimasi apabila diperoleh dengan cara lainnya, seperti donasi/rampasan.
6. Investasi Permanen
Investasi permanen dinilai berdasarkan harga perolehan (Historical Cost) termasuk didalamnya biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh investasi permanen. Harga perolehan dalam valuta asing dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) yang berlaku pada saat tanggal transaksi.
7. Aset Tetap
Aset Tetap dinilai berdasarkan harga perolehan (Historical Cost) termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh Aset Tetap. Harga perolehan aset
(50)
tetap yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku dan biaya tidak langsung, termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan dan semua biaya lainnya yang berhubungan hingga aset tetap tersebut siap digunakan. Aset Tetap Dalam Pengerjaan dinilai sebesar realisasi biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut. Nilai aset tetap bertambah apabila terjadi penambahan dan berkurang nilainya apabila terjadi penghapusan yang telah ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Aset tetap yang berasal dari hibah dinilai berdasarkan nilai wajar dari harga pasar atau harga penggantinya. Nilai aset tetap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam neraca tidak disusutkan. Nilai aset tetap dalam Neraca Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak termasuk aset tetap yang dipisahkan (aset tetap BUMN/BUMD dan perusahaan lainnya).
8. Aset Lainnya
Tagihan Penjualan Angsuran dan Piutang lain-lain dinilai sebesar nilai nominal. Bangunan berdasarkan kemitraan dengan pihak ketiga dinilai berdasarkan nilai perolehan pada saat bangunan tersebut selesai dibangun. Dana Cadangan dinilai sebesar akumulasi dana yang berasal dari pembentukan dana cadangan yang tercantum dalam APBD (nominal) ditambah dengan hasil yang diperoleh.
(51)
9. Kewajiban
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul. Kewajiban dibukukan dalam neraca sebesar nilai nominal dari kewajiban tersebut. Kewajiban dalam valuta asing dikonversikan kedalam mata uang rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada tanggal transaksi.
B. Analisis Hasil Penelitian
Faktor-faktor yang menyebabkan tidak diberikannya opini wajar tanpa pengecualian pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dibagi atas tiga bagian yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan.
1. Kesesuaian Dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2009, ditemukan beberapa penyimpangan diantaranya masih terdapat kesalahan dalam penyajian nilai aset, belum adanya peraturan yang memadai tentang pengelolaan bantuan sosial dan adanya pelanggaran prinsip basis kas.
(52)
a. Masih terdapat kesalahan dalam penyajian nilai aset
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyajikan saldo aset tetap per 31 Desember 2009 sebesar Rp 5.363.368.021.452,98. Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa penyajian aset tetap tanggal 31 Desember 2009 masih terdapat kesalahan– kesalahan dalam penyajian nilai aset, diantaranya :
1. Aset yang sudah diserahkan ke masyarakat masih diakui sebagai aset pemerintah
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada beberapa dinas diketahui bahwa dalam penyajian saldo aset tetap ditemukan aset yang sudah diserahkan ke masyarakat tapi masih diakui sebagai aset, antara lain pada Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan. Berdasarkan pada pernyataan dari pengurus barang Dinas Kesehatan, pengurus barang tidak mengetahui dengan pasti jumlah barang yang telah diserahkan kepada masyarakat yaitu untuk aset-aset sebelum tahun 2008. Pada Dinas Pertanian, pengurus barang tidak mengetahui jumlah aset untuk aset tahun 2007 dan tahun-tahun sebelumnya karena adanya pergantian pengurus barang. Untuk aset tahun 2008 dan 2009 yang telah diserahkan kepada masyarakat telah dilakukan koreksi oleh BPK sebesar Rp 15.354.625.800,00.
2. Aset – aset yang sudah rusak tidak dapat ditentukan tahun pembelian dan nilainya oleh pengurus barang
Penyajian aset tetap pada neraca Tahun Anggaran 2009 terdapat barang-barang yang sudah rusak tapi masih diakui sebagai aset tetap dengan tujuan untuk
(53)
pengamanan. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah mengajukan penghapusan barang yang telah rusak tersebut, tapi belum ditindaklanjuti oleh Biro Perlengkapan. Terdapat lima SKPD yang telah mengajukan daftar usul penghapusan barang kepada Biro Perlengkapan, yaitu Rumah Sakit Jiwa, Dinas Kehutanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kesbanglinmas dan Sekretariat DPRD.
3. Aset yang langsung dihapuskan tanpa melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah
Dalam proses koreksi data aset, terdapat beberapa SKPD yang langsung menghapuskan aset yang rusak dari aset tetap lainnya tanpa mengajukan surat penghapusan aset kepada biro perlengkapan aset dan tanpa melalui SK Gubernur Sumatera Utara diantaranya pada Dinas Pendapatan dan Dinas Kesehatan.
4. Terdapat kegiatan yang dianggarkan dalam Belanja Barang dan Jasa yang menghasilkan output berupa aset tetap lainnya tapi belum diakui sebagai aset.
Ditemukannya kegiatan belanja barang dan jasa berupa jasa konsultan atau jasa pihak ketiga yang menghasilkan output berupa laporan atau buku, tetapi belum diakui sebagai aset tetap lainnya minimal sebesar Rp 798.650.000,00.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum memperhitungkan konsep nilai perolehan sebagai penambah nilai aset tetap dan belum menetapkan kebijakan mengenai batasan minimal biaya yang dapat dikapitalisir (capitalization threshold). Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas Pelaksanaan
(54)
Belanja Bidang Infrastruktur Jalan dan Jembatan Provinsi Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara TA 2009, diketahui terdapat 4 (empat) pekerjaan tahun jamak untuk pembangunan pemeliharaan dan peningkatan jalan Tahun Anggaran 2009, tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak sehingga terjadi kekurangan fisik pekerjaan sebesar Rp 15.444.542.478,32. Hal–hal diatas mempengaruhi penyajian saldo aset tetap dalam neraca per 31 Desember 2009, sehingga nilai aset tetap per 31 Desember 2009 sebesar Rp 5.363.368.021.452,98 belum memberikan informasi yang andal dan bebas dari salah saji material.
b. Belum adanya peraturan yang memadai tentang pengelolaan bantuan sosial
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyajikan saldo belanja bantuan sosial sebesar Rp 215.176.817.267,00. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum membuat peraturan yang memadai dalam pengelolaan bantuan sosial, tidak adanya kriteria khusus dan batasan maksimal dalam pemberian bantuan sosial, serta tidak ada pengendalian dan pengawasan dalam pemberian, penggunaan dan pertanggungjawaban bantuan sosial. Dari hasil pemeriksaan terdapat paket bantuan yang direalisasikan melebihi kewenangan dalam persetujuan pemberian bantuan, pemberian bantuan sosial yang berulang-ulang untuk yayasan yang sama, pemakaian dokumen yang berindikasi tidak sah seperti duplikasi akta pendirian yayasan, bantuan sosial yang berindikasi disalahgunakan, dan pemberian bantuan sosial yang diragukan kebenaran penggunaannya. Hal-hal tersebut mengakibatkan penyajian realisasi
(55)
bantuan sosial dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2009 minimal sebesar Rp 10.789.032.500,00 tidak dapat diyakini kewajarannya.
c. Adanya pelanggaran prinsip basis kas
Didalam Neraca, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyajikan saldo kas daerah sebesar Rp 336.785.027.198,29. Saldo kas tersebut merupakan saldo kas setelah dikurangi antara lain 42 SP2D (Surat Perintah Pencairan dana) yang dicairkan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2010 sebesar Rp 44.009.767.135,00 tetapi tetap diakui sebagai pengeluaran Tahun Anggaran 2009, sehingga melanggar prinsip basis kas. Dan belanja Tahun Anggaran 2009 lebih disajikan sebesar Rp 44.009.767.135,00.
2. Implementasi Sistem Pengendalian Intern
Pemeriksaan atas laporan keuangan yang dilakukan BPK RI bertujuan untuk memberikan opini atas tingkat kewajaran penyajian informasi keuangan. Syarat pertimbangan dalam memberikan opini adalah hasil penilaian atas desain dan implementasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Untuk mengetahui hal tersebut, BPK RI mengajukan pengujian atas desain dan implementasi SPI yang dimiliki Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk memberikan keyakinan tentang keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
(56)
Penyelenggaraan akuntansi pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan dengan menggunakan program aplikasi Sistem Informasi Keuangan Pemerintah Daerah (SIKPD) – keuangan oleh bagian pembukuan. Pembukuan dan penyusunan laporan keuangan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar akuntansi Pemerintahan serta Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007.
Hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern atas pengelolaan keuangan daerah yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam organisasi, kebijakan, personalia, perencanaan, prosedur, pembukuan dan pencatatan, pelaporan, serta pengawasan.
a. Organisasi
Struktur organisasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2009 ditetapkan melalui Perda No. 7 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan DPRD Prov. Sumut, Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata-tata Kerja Dinas-dinas Daerah Provinsi Sumatera Utara, Perda No. 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Perda No. 6 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Provinsi Sumatera Utara sudah mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007, namun didalam pelaksanaannya
(57)
belum mengacu kepada PP No. 41 Tahun 2007, antara lain Kepala PPKD masih berada di bawah Sekretaris Daerah.
b. Kebijakan
Mulai Oktober 2009 Pemprovsu telah menggunakan SP2D dan telah melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. Bank Sumut mengenai Penggunaan Aplikasi Kas On Line Daerah Dalam Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan sistem tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain proses kerja yang lambat dan kapasitas yang belum memadai untuk memproses transaksi-transaksi Pemprovsu. Sistem tersebut juga belum dapat melaksanakan transaksi pajak secara langsung ke kantor pajak, sehingga masih ada pajak-pajak Pemprovsu yang sampai dengan 31 Desember 2009 sebesar Rp 29.003.167.174,09 yang belum diproses dan ditampung terlebih dahulu oleh Bank Sumut dalam rekening penampungan.
Berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Maret 2009, telah ditunjuk PPKD dan Kuasa Bendahara Umum Daerah, serta Pejabat yang diberi wewenang antara lain menandatangani SP2D, cek dan giro Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009. Namun dengan ditetapkannya sistem kas on line tersebut maka Pemprovsu telah menggunakan SP2D sebagai instrumen pencairan dana dan tidak lagi menggunakan giro/cek, hal itu menyebabkan uraian tugas yang tercantum dalam SK tersebut sudah tidak relevan lagi.
(58)
Disamping itu, Gubernur Sumatera Utara telah mengeluarkan SK No. 445/4496/K/Tahun 2008 pada tanggal 5 Desember 2008 tentang Penetapan Rumah Sakit Jiwa Daerah selaku Penyelenggara Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) Provinsi Sumatera Utara namun belum ada petunjuk pelaksanaan atas pengelolaan BLUD tersebut, antara lain dalam pengelolaan pendapatannya, sehingga Rumah Sakit Jiwa tersebut masih melaksanakan penerimaan daerah seperti halnya SKPD.
c. Personalia
Masih ditemukannya pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini berdaharawan yang tidak memahami arti penting aspek pengendalian yang memadai dengan menyimpan dana yang dikelolanya dalam rekening pribadi yaitu Bendahara Pengeluaran pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Perhubungan. Dan dengan terjadinya perubahan struktur organisasi yang mempedomani PP No. 41 Tahun 2007, dari 1422 posisi pejabat eselon yang tersedia hanya 610 pejabat eselon yang dilantik sehingga masih terdapat 750 pejabat eselon yang belum dilantik. Dengan belum dilantiknya pejabat-pejabat tersebut diatas akan berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan dilingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
(59)
d. Perencanaan
Dari hasil pemeriksaan APBD Provinsi Sumut TA 2009 diketahui bahwa dalam penganggarannya masih terdapat beberapa kelemahan, antara lain adanya duplikasi penganggaran di Biro Organisasi yaitu kegiatan survey indeks kepuasan pada unit pelayanan publik, adanya anggaran Belanja Barang dan Jasa pada Sekretariat Daerah untuk Komisi Penyiaran Indonesia Daerak (KPID) Sumut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) yang merupakan lembaga diluar Pemprovsu, serta adanya pemberian bantuan sosial tanpa rincian mengenai penerima bantuan sosial yang membuka peluang untuk tidak tepat sasaran.
e. Prosedur
Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada TA 2009 masih belum ditetapkan dengan Peraturan Gubernur karena Peraturan Daerah mengenai Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 yang telah disusun dalam bentuk draft, sudah dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 1 Maret 2010, namun sampai dengan akhir tahun 2009 belum disahkan oleh DPRD Provinsi Sumut. Dengan belum adanya Perda ini sebagai pedoman, mengakibatkan pengelolaan keuangan antara lain Uang Persediaan (UP) belum sesuai dengan ketentuan. Didalam pelaksanaan pengadaan aset daerah juga terdapat beberapa kelemahan, antara lain pada Dinas Pendidikan yaitu pengadaan TV
(1)
Lampiran 3
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN
YG BERAKHIR S.D. 31 DESEMBER 2009
NO URAIAN REF ANGGARAN 2009 REALISASI 2009 %
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 PENDAPATAN 1
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah 1.946.447.000.000,00 1.834.682.281.195,00 94,26 4 Pendapatan Retribusi Daerah 25.562.581.000,00 29.456.735.842,71 115,23 5
Pendapatan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 96.870.000.000,00 90.518.048.143,17 93,44 6 Lain-lain PAD yang sah 39.383.035.180,00 61.416.258.900,32 155,95 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah 2.108.262.616.180,00 2.016.073.324.081,20 95,63
8 PENDAPATAN TRANSFER
9
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT -
DANA PERIMBANGAN
10 Dana Bagi Hasil Pajak 356.991.848.900,00 354.949.737.359,00 99,43 11 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 19.378.768.058,00 5.257.934.888,00 27,13 12 Dana Alokasi Umum 754.398.902.000,00 761.054.820.000,00 100,88 13 Dana Alokasi Khusus 46.303.000.000,00 46.303.000.000,00 - 14 Jumlah Transfer Pem. Pusat - Dana
Perimbangan 1.177.072.518.958,00 1.167.565.492.247,00 99,19 15
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT -
LAINNYA
16 Dana Otonomi Khusus - - - 17 Dana Penyesuaian 1.193.498.600,00 2.535.789.000,00 212,47 18 Jumlah Transfer Pemerintah Pusat -
Lainnya 1.193.498.600,00 2.535.789.000,00 212,47 19 Jumlah Pendapatan Transfer 1.178.266.017.558,00 1.170.101.281.247,00 311,66
20 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
21 Pendapatan Hibah 31.555.746.000,00 26.384.094.777,00 83,61 22 Pendapatan Dana Darurat - - - 23 Pendapatan Lainnya - - - 24 Jumlah Lain-Lain Pendapatan yang Sah 31.555.746.000,00 26.384.094.777,00 83,61 25 T O T A L P E N D A P A T A N 3.318.084.379.738,00 3.212.558.700.105,20 96,82
26 BELANJA 2
27 BELANJA OPERASI
28 Belanja Pegawai 886.275.216.902,00 807.535.877.434,00 91,12 29 Belanja Barang 597.307.878.824,00 512.740.306.769,00 85,84 30 Bunga 34.171.687,00 34.171.687,00 -
(2)
NO URAIAN REF ANGGARAN 2009 REALISASI 2009 %
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
31 Subsidi - - - 32 Hibah 127.982.325.000,00 125.559.525.000,00 98,11 33 Bantuan Sosial 225.285.676.407,00 215.176.817.267,00 95,51 34 Bantuan Keuangan 422.354.691.000,00 420.526.785.414,40 35 Jumlah Belanja Operasi 2.259.239.959.820,00 2.081.573.483.571,40 92,14
36 BELANJA MODAL
37 Belanja Tanah 65.700.830.553,00 35.553.993.060,00 54,11 38 Belanja Peralatan dan Mesin 183.281.685.504,00 164.898.708.986,00 89,97 39 Belanja Gedung dan Bangunan 118.323.788.938,00 102.165.174.534,00 86,34 40 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 435.661.653.848,00 391.733.212.893,00 89,92 41 Belanja Aset Tetap Lainnya 10.707.487.391,00 9.985.962.250,00 93,26 42 Belanja Aset Lainnya - - - 43 Jumlah Belanja Modal 813.675.446.234,00 704.337.051.723,00 86,56
44 BELANJA TAK TERDUGA
45 Belanja Tak Terduga 56.400.000.000,00 2.600.000.000,00 4,61 46 Jumlah Belanja Tak Terduga 56.400.000.000,00 2.600.000.000,00 4,61 47 T O T A L B E L A N J A 3.129.315.406.054,00 2.788.510.535.294,40 89,11
48 TRANSFER
49
TRANSFER / BAGI HASIL
PENDAPATAN KE KAB/KOTA
50 Bagi Hasil Pajak 766.740.497.121,00 655.864.355.339,32 85,54 51 Bagi Hasil Retribusi 480.015.178,00 185.691.688,00 38,68 52 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya - - - 53
Jumlah Transfer / Bagi Hasil Ke
Kab/Kota
767.220.512.299,00 656.050.047.027,32 - 54 TOTAL BELANJA DAN
3.896.535.918.353,00 3.444.560.582.321,72 88,40
TRANSFER
5 SURPLUS / DEFISIT (578.451.538.615,00) (232.001.882.216,52) 40,11
56 PEMBIAYAAN 3
57 PENERIMAAN PEMBIAYAAN
58 Penggunaan SILPA Tahun Lalu 610.590.951.928,00 610.590.951.927,74 100,00
59 Pencairan Dana Cadangan
60
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yg
Dipisahkan
61
Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah
Pusat
62
Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah
Daerah Lainnya
63
Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga
Keuangan Bank
(3)
NO URAIAN REF ANGGARAN 2009 REALISASI 2009 %
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Keuangan Bukan Bank
65 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi
66 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya
67
Penerimaan Kembali Pinjaman kpd
Perusahaan Negara
68
Penerimaan Kembali Pinjaman kpd
Perusahaan Daerah
69
Penerimaan Kembali Pinjaman kpd
Pemda Lainnya
70 Jumlah Penerimaan Pembiayaan 610.590.951.928,00 610.590.951.927,74 100,00
71 PENGELUARAN PEMBIAYAAN
72 Pembentukan Dana Cadangan - 73
Penyertaan Modal Pemerintah
Daerah
32.000.000.000,00
32.000.000.000,00
100,00 74
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Pemerintah Pusat
75
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Pemda Lainnya - 76
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Lembaga Keu Bank
139.413.313,00
137.914.296,93
98,92 77
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Lembaga Keu Bukan Bank - 78
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Obligasi -
79
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Lainnya -
80
Pemberian Pinjaman kepada
Perusahaan Negara - 81
Pemberian Pinjaman kepada
Perusahaan Daerah - 82
Pemberian Pinjaman kepada Pemda
Lainnya -
83 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 32.139.413.313,00 32.137.914.296,93 100,00 84 PEMBIYAAN NETTO 578.451.538.615,00 578.453.037.630,81 100,00 85 SISA LEBIH PEMBIYAAN ANGGARAN - 346.451.155.414,29
(4)
Lampiran 4
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA
LAPORAN ARUS KAS
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR S.D
31 DESEMBER 2009 DAN 2008
NO URAIAN REF
TAHUN 2009 TAHUN 2008 (Rp) (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Arus Kas dari Aktivitas Opeasi 1 2 Arus Masuk Kas 1.1
3 Pendapatan Pajak Daerah 1.834.682.281.195,00 2.002.004.604.678,00
4 Pendapatan Retribusi Daerah 29.456.735.842,71 29.409.174.123,20
5
Pendapatan Hasil Peng. Kekayaan
Daerah yg Dipisahkan 90.518.048.143,17 89.673.273.426,80
6 Lain-lain PAD yang sah 61.416.258.900,32 57.976.825.964,20
7 Dana Bagi Hasil Pajak 354.949.737.359,00 306.252.062.391,60
8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 5.257.934.888,00 4.887.241.436,00
9 Dana Alokasi Umum 761.054.820.000,00 727.910.822.000,00
10 Dana Alokasi Khusus 46.303.000.000,00 -
11 Dana Otonomi Khusus - -
12 Dana Penyesuaian 2.535.789.000,00 285.398.132,00
13 Pendapatan Hibah 26.384.094.777,00 5.206.199.870,00
14 Pendapatan Dana Darurat - - 15 Pendapatan Lainnya - - 16 Jumlah Arus Masuk Kas 3.212.558.700.105,20 3.223.605.602.021,80
17 Arus Keluar Kas 1.2
18 Belanja Pegawai 807.535.877.434,00 705.375.473.357,00
19 Belanja Barang 512.740.306.769,00 447.635.101.312,89
20 Bunga 34.171.687,00 -
21 Subsidi - -
22 Hibah 125.559.525.000,00 433.158.075.501,00
23 Bantuan Sosial 215.176.817.267,00 117.761.735.124,00
24 Bantuan Keuangan 420.526.785.414,40 -
25 Belanja Tak Terduga 2.600.000.000,00 342.822.440,00
26 Bagi Hasil Pajak 655.864.355.339,32 682.993.122.208,63
27 Bagi Hasil Retribusi 185.691.688,00 343.801.590,00
28 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya - - 29 Jumlah Arus Keluar Kas 2.740.223.530.598,72 2.387.610.131.533,52 30 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi 472.335.169.506,48 835.995.470.488,28 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Non Keuangan 2
(5)
33 Arus Masuk Kas 2.1 34 Pendapatan Penjualan atas Tanah - 400.000,00 35
Pendapatan Penjualan atas Peralatan
dan Mesin - - 36
Pendapatan Penjualan atas Gedung
dan Bangunan -
121.125.415,00
NO URAIAN REF TAHUN 2009
(Rp)
TAHUN 2008 (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
37
Pendapatan Penjualan atas Jalan,
Irigasi dan Jaringan - - 38
Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap
Lainnya - - 39
Pendapatan dari Penjualan Aset
Lainnya - 2.126.190.000,00
40 Jumlah Arus Masuk Kas - 2.247.715.415,00 41 Arus Keluar Kas 2.2
42 Belanja Tanah 35.553.993.060,00 10.870.596.190,00
43 Belanja Peralatan dan Mesin 164.898.708.986,00 122.616.826.085,00
44 Belanja Gedung an Bangunan 102.165.174.534,00 37.291.552.304,00
45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 391.733.212.893,00 394.378.822.264,00
46 Belanja Aset Tetap Lainnya 9.985.962.250,00 14.582.866.338,00
47 Belanja Aset Lainnya - - 48 Jumlah Arus Keluar Kas 704.337.051.723,00 579.740.663.181,00 49
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi
Aset Non Keu
(704.337.051.723,00)
(577.492.947.766,00) 50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 3
51 Arus Masuk Kas 3.1
52 Pencairan Dana Cadangan - - 53
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yg
Dipisahkan - - 54 Pinjaman DN - Pemerintah Pusat - - 55
Pinjaman DN - Pemerintah Daerah
Lainnya - - 56
Pinjaman DN - Lembaga Keuangan
Bank - - 57
Pinjaman DN - Lembaga Keuangan
Bukan Bank - - 58 Pinjaman DN - Obligasi - - 59 Pinjaman DN - Lainnya - - 60
Penerimaan Kembali Pinjaman dr
Perusahaan Negara - - 61
Penerimaan Kembali Pinjaman dr
(6)
62
Penerimaan Kembali Pinjaman dr
Pemda Lainnya - - 63 Jumlah Arus Masuk Kas - - 64 Arus Keluar Kas 3.2
65 Pembentukan Dana Cadangan - -
66 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 32.000.000.000,00 42.000.000.000,00
67
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Pemerintah Pusat - - 68
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Pemda Lainnya - - 69
Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Lembaga Keu Bank
137.914.296,93
170.400.623,86 70
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Lembaga Keu Bukan Bank - - 71
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Obligasi - - 72
Pembayaran Pokok Pinjaman
DN-Lainnya - - 73
Pemberian Pinjaman kpd Perusahaan
Negara - - 74
Pemberian Pinjaman kpd Perusahaan
Daerah - - 75
Pemberian Pinjaman kpd Pemda
Lainnya - - 76 Jumlah Arus Keluar Kas 32.137.914.296,93 42.170.400.623,86 77
Arus Kas Bersih dari Aktivitas
Pembiayaan
(32.137.914.296,93)
(42.170.400.623,86) 78 Arus Kas dari Aktivitas Non Anggaran 4
79 Arus Masuk Kas 4.1 80
Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
94.001.316.962,00
702.102.211,00
81 Pendapatan Ditangguhkan 34.985.000,00 42.844.450,00
82 Jumlah Arus Masuk Kas 94.036.301.962,00 744.946.661,00 83 Arus Keluar Kas 4.2
84
Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
94.703.419.173,00
2.732.690.967,00
85 Pendapatan Ditangguhkan tahun lalu 42.844.450,00 43.095.000,00
86 Jumlah Arus Keluar Kas ( 82 ) 94.746.263.623,00 2.775.785.967,00 87
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Non
Anggaran
(709.961.661,00)
(2.030.839.306,00)
88 Kenaikan / Penurunan Kas (264.849.758.174,45) 214.301.282.792,42
89 Saldo Awal Kas 611.335.898.588,74 397.034.615.796,12
90 Saldo Akhir Kas di BUD (84+85) 336.785.027.198,29 594.226.197.261,15
91
Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran