BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jeruk Citrus sp. merupakan komoditas buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Sejak ratusan tahun yang
lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Jeruk merupakan tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara Soelarso, 1996. Jeruk
Keprok Citrus nobilis Lour. adalah buah terpenting ketiga di Indonesia setelah
pisang dan mangga, sedangkan di dunia, jeruk merupakan buah yang populer setelah anggur jika dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produk pertahun.
Jeruk merupakan sumber vitamin C yang baik, mengandung 50 mg100 ml sari buah, serta
vitamin A Lelly, 2004.
K etersediaan buah jeruk di dalam negeri hingga saat ini belum mencukupi
kebutuhan. Kebutuhan jeruk Keprok saat ini berkisar 60 dari semua jenis jeruk Al
Anshori et al., 2006. Ini mengindikasikan bahwa adanya segmen pasar khusus yang menghendaki buah jeruk bermutu prima yang belum mampu dipenuhi oleh produsen
jeruk dalam negeri. Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. merupakan salah satu spesies
dari sekian banyak spesies jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Mutu dan penampilannya sangat mempengaruhi dan memegang peranan penting
dalam perdagangan Zahara, 2002.
Jeruk Keprok merupakan salah satu komoditi buah andalan Sumatera Utara. Buah jeruk mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif dengan kultivar jeruk
lainnya, yaitu penampilannnya yang menarik dan rasanya yang manis dan segar Sinaga et al., 2000. Jeruk Keprok banyak diminati para konsumen, disebabkan mutu
sebagai berikut : kulitnya tebal, lembut dan mudah dikupas, buahnya beraroma harum,
flavedo berwarna orange, rasa yang manis dan menyegarkan dengan tekstur daging buah yang halus memiliki banyak bulir dan berair, serta septanya mudah dilepas.
Jeruk Keprok termasuk varietas yang paling banyak diusahakan dan paling luas penyebarannya.
Jeruk Keprok yang ada sekarang ini di Sumatera Utara hanya tinggal beberapa pohon saja dan hampir punah, hal ini disebabkan adanya serangan penyakit
terutama Citrus Vein Phloem Degeneration CVPD oleh bakteri Liberiobacter asiaticus
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1999. Serangan penyakit ini dapat menurunkan mutu buah jeruk sehingga harga jeruk Indonesia kalah bersaing di pasar
dunia. Pada saat ini tanaman jeruk keprok di Medan tidak diregenerasikan dan diremajakan lagi.
Pada umumnya jeruk Keprok diperbanyak dengan cara vegetatif dengan
okulasi. Tanaman yang berasal dari perbanyakan vegetatif ini memiliki sifat sama dengan induknya, namun teknik ini sangat lambat oleh karena itu perlu dikembangkan
dengan teknik kultur jaringan , untuk tanaman jeruk. Pelestarian secara in vitro
memiliki banyak keuntungan antara lain mudah pengelolaannya, tidak memerlukan ruangan yang luas, dan mencegah penularan penyakit sistemik yang dapat
menurunkan mutu hasil maupun degenerasi tanaman induk Wattimena, 1992.
Keberhasilan dalam penggunaan metode in vitro sangat tergantung pada media yang digunakan. Kultur media jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur hara
makro dan mikro saja tetapi juga vitamin, karbohidrat, dan zat pengatur tumbuh Pierik, 1987. Sel-sel memerlukan zat pengatur tumbuh untuk inisiasi dalam media
kultur jaringan. Pembentukkan kalus ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut.
Kultur jaringan jeruk telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan oleh Silalahi 2006 menggunakan MS Murashige Skoog 14 MS, 12 MS, MS penuh
dengan kombinasi 2,4-D 1mgl pada kultur biji jeruk, ternyata media MS penuh yang dapat memberikan hasil paling baik bagi pertumbuhan pembentukan kalus.
Menurut Heinz dan Mee 1969 dalam Reinert Bajaj, 1989, media yang paling baik
untuk diferensiasi kalus dan perkembangan planlet adalah media Murashige dan Skoog 1962 atau modifikasinya. Media ini kaya akan makroelemen, nitrogen,
sukrosa dan vitamin tertentu Hartman Kester, 1983. Sementara zat tambahan yang biasa digunakan adalah zat pengatur tumbuh. Auksin dan sitokinin dapat diberikan
bersama-sama atau auksin saja ataupun sitokinin saja, tergantung dari tujuan Hendaryono Wijayani, 1994.
Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Silalahi 2006. Kotiledon dikulturkan pada media MS dengan berbagai kombinasi
konsentrasi 2,4-D dan Benzyl Amino Purin
BAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2,4-D 1,0 ppm memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase
kultur membentuk kalus. BAP konsentrasi 1,0 ppm juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah akar. Sementara
kombinasi 2,4-D 1,0 ppm dan BAP 1,0 ppm memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah akar Situngkir, 1998. Namun demikian dalam penelitian
tersebut belum dilakukan penggunaan media MS dengan perlakuan BAP pada kultur kotiledon jeruk Keprok. Maka berdasarkan acuan tersebut, dalam penelitian ini
eksplan kotiledon jeruk Keprok akan dikulturkan dalam media yang diperkaya Benzyl Amino Purin BAP dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3 dan 4 ppm dan penambahan Ekstrak
Malt pada media MS sebagai sumber karbon.
1.2. Permasalahan