Media Kultur Jaringan Pertubuhan Eksplan Kotileon Jeruk Keprok ( Citrus Nobilis Lour.) Dengan Kultur In Vitro Pada Media MS (Murahige & Skoog) Dengan BAP (Benzyl Amino Purin)

demikian, teknologi kultur jaringan telah terbukti dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit tanaman yang akan dieksploitasi secara luas. Namun demikian, ada faktor tertentu yang harus diantisipasi, yaitu penyimpangan genetik yang dapat terjadi karena metode in vitro. Untuk itu, perlu dimengerti mekanisme fisiologi apa yang terjadi, faktor apa saja yang menyebabkannya sehingga mutasi dapat dihindarkan. Berdasarkan pengalaman pada spesies tanaman tertentu, yaitu suatu formulasi media sangat baik untuk memacu pertunasan pada tahap awal sampai subkultur keenam, namun pada subkultur berikutnya menjadi tidak baik semua biakan menghitam, layu, dan mati. Hal tersebut terjadi karena terdapat komponen organik tertentu yang tidak baik digunakan pada jaringan yang sudah mengalami periode kultur in vitro lama Mariska, 2002 Menurut George dan Sherrington 1984 dan Yusnita 2003, kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh seperti anakan atau mata tunas.

2.3 Media Kultur Jaringan

Menurut Suryowinoto 1996 salah satu alternatif pemecahan masalah yaitu melalui teknik kultur jaringan atau teknik in vitro. Dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media tanam dan pemilihan eksplan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit. Media untuk menumbuhkan seleksplan tanaman pada dasarnya berisi unsur hara makro,mikro, dan gula sebagai sumber karbon. Selain itu, media kultur juga dilengkapi dengan zat besi, vitamin, mineral, dan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh sangat besar peranannya di dalam mengarahkan pertumbuhan sel tanaman. Kombinasi zat pengatur tumbuh yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan sel yang optimal Wattimena, 1992. Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Media kultur secara fisik dapat berbentuk cair atau padat Yusnita, 2003. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu diperlukan pula bahan tambahan seperti agar, gula dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh hormon yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya juga jumlahnya tergantung dengan kebutuhan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan Departemen Pertanian, 2007. Media yang paling sering digunakan dalam kultur jaringan adalah media Murashige dan Skoog MS Hartmann Kester, 1983, hal: 536. Media dasar MS digunakan untuk hampir semua macam tanaman. Media ini mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4- Hendaryono Wijayani, 1994. Medium MS tampaknya mengandung jumlah hara oanorganik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak sel tanaman dalam kultur Wetter Constabel, 1991. Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang, media dasar Murashige dan Skoog MS merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik untuk tanaman herba maupun berkayu. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas.

2.4 Eksplan