Sterilisasi Bahan Penanaman Eksplan Variabel Pengamatan

Benzyl Amino Purin pada konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4 dan Ekstrak Malt dengan kosentrasi yang disesuaikan dengan perlakuan. Tahap awal pembuatan media adalah pembuatan larutan stok, yang terdiri dari stok hara mikro, iron, vitamin dan zat pengatur tumbuh. Sementara unsur hara makro, myo-inositol, sukrosa dan agar dapat ditimbang langsung sesuai kebutuhan tanpa harus dijadikan larutan stok. Larutan MS Murashige Skoog dibuat dengan cara memasukkan hara makro, mikro, iron, vitamin, sukrosa dan Ekstrak malt ke dalam erlenmeyer yang ditambah akuades hingga 500 ml kemudian ditambahkan aquades hingga 1000 ml, kemudian larutan dibagi ke 5 perlakuan yang setiap perlakuannya berisi 200 ml. Selanjutnya dimasukkan BAP Benzyl Amino Purin untuk masing-masing perlakuan. Derajat keasaman pH larutan diukur setiap perlakuan dengan menggunakan pH meter sebesar 5,8. Untuk mendapatkan pH yang optimal maka ditambahkan NaOH 0,1 N atau HCl 0,1 N. Masing-masing media ditambahkan dengan 3,5 gram agar sambil dimasak. Media dimasukkan ke dalam botol-botol kultur dengan volume masing-masing lebih kurang 20 ml, mulut botol ditutup aluminium foil kemudian diikat dengan karet. Kemudian botol-botol itu disterilkan dengan autoklaf pada tekanan 15 psi, suhu 121 o C selama 30 menit, setelah selesai disimpan dalam rak kultur dalam ruangan AC.

3.4.3. Sterilisasi Bahan

Kulit biji jeruk dikupas, diambil bagian kotiledonnya lalu dicuci dibawah air kran mengalir dan dibilas dengan akuades steril hingga bersih. Kotiledon direndam dalam larutan dethane 0,2 g100 ml yang ditambahkan tween 20 sebanyak 2 tetes dan dishaker selama 30 menit. Kemudian direndam dengan alkohol 70 selama 1 menit. Setelah itu dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Selanjutnya kotiledon disterilkan dengan larutan pemutih 5 selama 5 menit, dibilas 3 kali dengan akuades steril dan selanjutnya dengan larutan pemutih 2,5 selama 5 menit. Kotiledon dicuci dengan akuades steril. Selanjutnya kotiledon diletakkan di dalam cawan petri dan dikeringkan dengan kertas saring steril.

3.4.4. Penanaman Eksplan

Sebelum melakukan penanaman diusahakan agar ruangan dalam keadaan bersih. Penanaman dilakukan di dalam Entkas yang telah disterilisasi dengan UV. Alat-alat diseksi, lampu bunsen dan alkohol 70 dipersiapkan terlebih dahulu. Salah satu sisi kotiledon dilukai lalu satu per satu ditanam dalam media. Botol media hanya diisi oleh satu satu eksplan biji saja. Setiap kali melakukan penyayatan pisau terlebih dahulu dicelupkan ke dalam alkohol 96 lalu dibakar. Botol berisi eksplan kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan karet. a b d c Gambar 3.4.4.1 a. Media MS Murashige Skoog, b. Kotiledon yang telah siap untuk ditanam, c. Penanaman eksplan kedalam botol berisi media, d. Media yang telah ditanam eksplan 3.4.5. Pemeliharaan Eksplan Botol-botol yang telah berisi eksplan disusun pada rak kultur sesuai dengan layout penelitian. Intensitas cahaya yang digunakan pada rak kultur adalah dengan menggunakan lampu neon 500 lux.

3.4.6. Variabel Pengamatan

Pengamatan dilakukan 4 kali dengan interval waktu 1 minggu. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah : a. Panjang Akar cm b. Panjang Tunas cm c. Berat Planlet gram d. Jumlah Tunas e. Jumlah Daun helai f. Jumlah Akar g. Pengamatan mikroskopik planlet bagian akar dengan objek preparat segar yang diambil dari tiap pengamatan interval pengambilan planlet 1 minggu, bagian akar yang diamati adalah bagian tengah akar. h. Persentase kultur yang hidup Jumlah eksplan yang tumbuh Persentase kultur yang hidup = X 100 Jumlah eksplan seluruh perlakuan i. Persentase kultur terkontaminasi Persentase kultur terkontaminasi dihitung setiap hari sejak awal hingga akhir penelitian Jumlah eksplan yang terkontaminasi Persentase terkontaminasi = X 100 Jumlah eksplan seluruh perlakuan 3.5 Analisis Data Data dianalisis dengan AnĂ¡lisis of Variance ANOVA. Jika terdapat perbedaan yang nyata p0.05, dilanjutkan dengan Uji Duncan New Multiple Range Test DNMRT Sasatrosupadi, 2004. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian BAP Benzyl Amino Purin terhadap Panjang Akar cm Planlet Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. Pengamatan panjang akar dapat dilihat pada Lampiran A dan Tabel 4.1. Berdasarkan analisis sidik ragam Lampiran B, pengaruh BAP Benzyl Amino Purin berbeda nyata terhadap panjang akar terdapat pada minggu ke-1 dan ke-3, namun tidak berbeda nyata pada minggu lainnya. Untuk melihat perbandingan yang lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Pengaruh BAP terhadap Panjang Akar cm pada Kultur Kotiledon Jeruk Keprok dalam Media MS Perlakuan Rataan Panjang Akar cm pada minggu ke- 1 2 3 4 B 0,55 2,53 2,36 2,33 B 1 1,51 2,36 2,25 1,61 B 2 0,43 1,63 2,21 1,61 B 3 1,50 0,93 1,91 2,33 B 4 0,56 2,18 2,95 2,16 Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama bila diikuti dengan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 huruf kecil dan taraf 1 huruf besar menurut Uji Jarak Duncan UJD. B ppm, B 1 1 ppm, B 2 2 ppm, B 3 3 ppm, B 4 4 ppm. Dari Tabel 4.1 rataan panjang akar tertinggi pada minggu ke-1 terdapat pada B 1 1.51 cm, terendah terdapat pada perlakuan B 2 0.43cm. Pada minggu ke-2 akar tertinggi pada perlakuan B 2.53 cm, akar terpendek pada perlakuan B 3 0.93 cm, sedangkan pada minggu ke-3 akar terpanjang terdapat pada B 4 2.95cm dan terendah pada perlakuan B 3 1.91cm. Pada minggu ke-4 akar terpanjang pada perlakuan B dan B 3 4.66cm dan terendah pada perlakuan B 3 2.33cm. Gambar 4.1.1 Respon Panjang Akar Akibat Peningkatan Konsentrasi BAP Pada Setiap Minggu Pengamatan Dari Gambar 4.1.1. dapat dilihat bahwa pada akhir pengamatan yaitu minggu ke-4 perlakuan B dan B 3 menghasilkan akar yang paling panjang dibanding perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa eksplan yang dikulturkan pada media tanpa penambahan BAP memperilhatkan pertumbuhan pemanjangan akar yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Salisbury Ross 1992, menyatakan bahwa sel akar umunya mengandung cukup atau hampir cukup auksin untuk memanjang secara normal mendukung pemanjangan akar pada eksplan. Ini diindikasikan hormon yang terdapat pada media digunakan secara optimal oleh eksplan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Hasil ini diperkuat oleh hasil penelitian Ammirato 1986 bahwa beberapa sel tanaman dapat tumbuh dan berkembang dan selanjutnya beregenerasi menjadi tanaman baru dalam media tanpa hormon tumbuh. Dengan demikian, tanpa suplai auksin dan sitokinin secara eksogen, akar tanaman akan tetap tumbuh dan memanjang. Hal ini sejalan dengan azas keseimbangan auksin dan sitokinin yang dikemukakan oleh George and Sherrington 1984 bahwa pembentukan akar in vitro memerlukan auksin tanpa sitokinin atau sitokinin dalam konsentrasi rendah. Eksplan yang membentuk akar dapat dilihat pada Gambar 4.1.2 Gambar 4.1.2 Eksplan Membentuk Akar : a Tunas, b Akar, c Media 4.2 Pengaruh Pemberian BAP Benzyl Amino Purin terhadap Panjang Tunas Planlet Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. Data pengamatan panjang tunas dapat dilihat pada Lampiran A dan Tabel 4.2. Berdasarkan analisis sidik ragam Lampiran B menunjukkan bahwa konsentrasi BAP Benzyl Amino purin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada minggu ke-2 terhadap panjang tunas. Pengaruh BAP terhadap Panjang Tunas cm pada setiap perlakuan dapat dilihat pada pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pengaruh BAP terhadap Panjang Tunas cm pada Kultur Kotiledon Jeruk Keprok dalam Media MS Perlakuan Waktu Pertumbuhan Kultur minggu M1 M2 M 3 M4 B 0,75 2,53 1,30 2,16 B 1 0,74 2,36 1,68 1,41 B 2 0,43 1,63 1,70 1,65 B 3 0,93 0,98 1,41 3,10 B 4 0,80 2,18 2,13 3,66 b c a Dari data diatas panjang tunas tertinggi terdapat pada minggu ke-1 pada perlakuan B 3 0.93cm, akar terendah pada perlakuan B 2 0.43cm. Pada minggu ke-2 akar tertinggi terdapat pada perlakuan B 2.53cm, akar terendah pada B 3 0.98cm. Pada minggu ke-3 akar tertinggi pada B 4 2.13cm, akar terendah pada B 1.30cm, dan pada minggu ke-4 akar tertinggi pada B 4 3.66cm, akar terendah pada B 1 1.41cm.Pola pertumbuhan panjang tunas dengan perlakuan BAP untuk setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 4.2.1. Gambar 4.2.1 Respon Panjang Tunas Akibat Peningkatan Konsentrasi BAP Pada Setiap Minggu Pengamatan Dari Gambar 4.2.1 . pertumbuhan panjang tunas pada minggu ke-2 meningkat, namun pada minggu berikutnya pertumbuhan panjang tunas cenderung menurun. Pada minggu ke-4 tunas terpanjang terdapat pada B 4, dan terendah pada B 1. Perlakuan B tanpa penambahan BAP menghasilkan tunas yang tinggi juga, namun lebih rendah dari pada perlakuan dengan penambahan BAP 4 ppm. Hal ini membuktikan bahwa hormon eksogen dibutuhkan bagi pertumbuhan eksplan, walaupun di dalam tanaman tersebut terdapat hormon endogen mungkin konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan belum tercukupi. Pemberian NAA secara tunggal sebenarnya sudah cukup efektif untuk memacu pertumbuhan tinggi tunas, terutama pada konsentrasi rendah 0,1 mgl. Namun, penambahan BAP dalam media kultur dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman Hunter 1988; Krikorian et al., 1982. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Staba dan Chung 1981, yang berhasil menumbuhkan eksplan tunas C. ledgeriana dan C. succirubra hingga membentuk planlet dengan penambahan BAP dan IBA. Penggunaan hormon tumbuh diperlukan untuk pengembangan dan penumbuhan planlet, namun produksi in vivo hormon tersebut belum cukup sehingga perlu penambahan ZPT ke dalam media kultur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusnita 1999, pemberian BAP Benzyl Amino purin dalam media kultur cukup efektif untuk memacu pertumbuhan tinggi tunas. Pada konsentrasi tinggi 4 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman Gambar 4.2.2 Eksplan Membentuk Tunas a Tunas, b Media 4.3. Pengaruh Pemberian BAP Benzyl Amino Purin terhadap Berat Planlet Planlet Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. Data pengamatan berat planlet dapat dilihat pada Lampiran A dan Tabel 4.3. Diketahui bahwa pada masing- masing perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap berat planlet. Untuk melihat perbandingan yang lebih jelas dapat dilihat Tabel 4.3. b a Tabel 4.3 Pengaruh BAP terhadap Berat Planlet gram pada Kultur Kotiledon Jeruk Keprok dalam Media MS Perlakuan Waktu Pertumbuhan Kultur minggu M1 M2 M3 M4 B 0,08 0,09 0,09 0,11 B 1 0,11 0,13 0,23 0,15 B 2 0,08 0,32 0,07 0,11 B 3 0,17 0,15 0,13 0,09 B 4 0,12 0,11 0,15 0,17 Dari Tabel 4.3 dapat dilihat berat planlet yang paling tinggi pada minggu ke-1 terdapat pada perlakuan B 3 0.17gram, terendah pada perlakuan B 0.08gram. Pada minggu ke-2 perlakuan B 2 menghasilkan planlet tertinggi 0.32gram, sedangkan planlet yang memiliki berat terendah terdapat pada B 0.09gram. Minggu ke-3 berat tertinggi pada perlakuan B 1 0.23gram, berat terendah pada B 2 0.07gram. Di minggu ke-4 berat tertinggi pada B 4 0,17 gram, dan berat yang terendah B 3 0.09gram. Respon berat planlet terhadap BAP tiap minggunya dapat dilhat pada Gambar 4.3.1. Gambar 4.3.1 Respon Berat Planlet Akibat Peningkatan Konsentrasi BAP Pada Setiap Minggu Pengamatan Dari Tabel 4.3.1 pertambahan berat planlet cendrung menurun, kecuali pada perlakuan B 4, dimana pada perlakuan tersebut mengalami peningkatan berat planlet. Pada akhir pengamatan yaitu minggu ke-4 berat planlet tertingg terdapat pada perlakuan B 4. Salisbury Ross 1995 menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam jumlah yang tepat dapat memberikan pengaruh terhadap berat kultur. Interaksi substansi pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh tersebut akan meningkatkan jumlah dan ukuran sel dalam jaringan tumbuhan tersebut. Menurut Utami 1998 sitokinin dalam hal ini BAP berperan memacu terjadinya sintesis RNA dan protein pada berbagai jaringan yang selanjutnya dapat mendorong terjadinya pembelahan sel. Selain itu, BAP juga dapat memacu jaringan untuk menyerap air dari sekitarnya sehingga proses sintesis protein dan pembelahan sel dapat berjalan dengan baik. Gambar 4.3.2 Planlet yang memiliki berat tertinggi, berat planlet ini adalah berat basah. 4.4. Pengaruh Pemberian BAP Benzyl Amino Purin terhadap Jumlah Tunas Planlet Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. Pada Lampiran B terlihat bahwa penambahan hormon tumbuh BAP menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk rataan jumlah tunas. Hasil uji rataan jumlah tunas dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Pengaruh BAP terhadap Jumlah Tunas pada Kultur Kotiledon Jeruk Keprok dalam Media MS Perlakuan Waktu Pertumbuhan Kultur minggu M1 M2 M3 M4 B 1,50 1,50 2,33 1,50 B 1 1,40 1,33 1,33 1,33 B 2 1,66 1,66 1,50 1,50 B 3 1,00 1,50 1,66 1,66 B 4 1,00 1,16 2,33 1,16 Dari Tabel 4.4 jumlah tunas tertinggi pada minggu ke-1 terdapat pada perlakuan B 2 1.66, jumlah tunas terendah terdapat pada B 3 dan B 4 1.00. Pada minggu ke-2 jumlah tunas tertinggi pada B 2 1.66, terendah pada B 4 1.16. Pada minggu ke-3 jumlah tunas tertinggi pada B dan B 4 2.33, dan terendah pada B 1 1.33. Di minggu ke-4 jumlah tunas tetinggi pada B 3 1.66, dan terendah pada B 4 1.16. Terjadinya pembentukan dan multiplikasi tunas pada media perlakuan diduga karena konsentrasi sitokinin eksogen yang ditambahkan ke dalam media kultur lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi auksin endogen yang dihasilkan oleh eksplan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Gunawan 1992, bahwa interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen dan endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur. Jika dalam media kultur konsentrasi sitokinin lebih tinggi dibandingkan dengan auksin maka akan merangsang pembentukan dan multiplikasi tunas Hartmann dan Kester, 1983 . Gambar 4.4.1 Respon Jumlah Tunas Akibat Peningkatan Konsentrasi BAP Pada Setiap Minggu Pengamatan Pada Gambar 4.4.1 jumlah tunas yang terbentuk tiap minggunya cendrung menurun, ini diindikasikan eksplan yang digunakan pada tiap pengamatan berbeda, sehingga data yang didapat bersifat fluktuatif. Pada minggu ke-4 jumlah tunas yang terbentuk pada perlakuan B 3 lebih banyak dibanding perlakuan lainnya, walaupun pada perlakuan tanpa penambahan BAP jumlah tunas juga tinggi, namun lebih rendah dari perlakuan B 3 . Widiastoety et al., 1991, menyatakan bahwa pemberian BAP dalam media kultur dapat merangsang terjadinya pembentukan dan multiplikasi tunas dari eksplan potongan jaringan. Hal ini terlihat dari nilai rataan jumlah tunas yang dihasilkan pada media dengan penambahan BAP lebih banyak dibandingkan dengan media tanpa BAP. Chaerudin et al., 1996 menambahkan BAP merupakan suatu zat pengatur tumbuh sintetik yang tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dari tanaman sehingga dapat memacu induksi dan multiplikasi tunas. Gambar 4.4.2 Eksplan yang membentuk tunas : a Tunas, b media 4.5. Pengaruh Pemberian BAP Benzyl Amino Purin terhadap Jumlah Daun Planlet Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. Data pengamatan jumlah daun dapat dilihat pada Lampiran A dan Tabel 4.5. Diketahui bahwa pada masing- masing perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun. Tabel 4.5 Pengaruh BAP terhadap Jumlah Daun pada Kultur Kotiledon Jeruk Keprok dalam Media MS Perlakuan Waktu Pertumbuhan Kultur minggu M1 M2 M3 M4 B 2,00 3,83 4,33 3,50 B 1 1,00 3,50 4,16 2,83 B 2 1,66 3,33 5,50 3,33 B 3 1,33 2,50 4,16 2,16 B 4 1,00 3,16 8,33 4,83 Dari Tabel 4.5 jumlah daun tertinggi pada mingu ke-1 terdapat pada B 2.00, dan terendah pada B 1 dan B 4 1.00. Pada minggu ke-2 jumlah daun tertinggi pada perlakuan B 3.83, dan terendah pada B 3 2.50. Pada minggu ke-3 jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan B 4 8.333 dan terendah pada B 1 dan B 3 4.167. Di minggu ke-4 jumlah daun tertingi terdapat pada B 4 4.83 dan terendah pada B 3 2.16 a b Gambar 4.5.1 Respon Jumlah Daun Akibat Peningkatan Konsentrasi BAP Pada Setiap Minggu Pengamatan Pada Gambar 4.5.1 terlihat bahwa respon eksplan terhadap peningkatan konsentrasi cendrung meningkat, namun pada konsentrasi BAP tertinggi yaitu 4 ppm menghasilkan jumlah daun yang sedikit, ini diindikasikan eksplan yang digunakan berbeda. Pada akhir pengamatan jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan B 4. Ini kemungkinan disebabkan Pemberian BAP 4 ppm menunjukkan respons yang terbaik terhadap jumlah daun , namun penambahan BAP 1 ppm tidak mengalami pertambahan jumlah daun jeruk yang begitu signifikan. J umlah daun yang dihasilkan ini berhubungan dengan fungsi BAP dalam mendorong pembelahan sel dan proses organogenesis dalam proses mikropropagasi. Menurut Hess 1975 sitokinin mempunyai kemampuan mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan terutama dalam pembentukan pucuk. Senyawa nitrogen yang terkandung dalam sitokinin berperan untuk proses sintesis asam-asam amino dan protein secara optimal yang selanjutnya digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan eksplan dalam hal ini pembentukan daun Gardner et al., 1991. Gambar 4.5.2 Eksplan Membentuk Daun 4.6 Pengaruh Pemberian BAP Benzyl Amino Purin terhadap Jumlah Akar Planlet Jeruk Keprok Citrus nobilis Lour. Data pengamatan jumlah akar dapat dilihat pada Lampiran A dan Tabel 4.6. Diketahui bahwa pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah akar. Untuk Hasil rata-rata jumlah akar dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Pengaruh BAP terhadap Jumlah Akar pada Kultur Kotiledon Jeruk Keprok dalam Media MS Perlakuan Waktu Pertumbuhan Kultur minggu M1 M2 M3 M4 B 1.00 1.00 1.00 1.00 B 1 1.00 1.00 1.16 1.00 B 2 1.00 1.00 1.00 1.00 B 3 1.00 1.00 1.00 0.50 B 4 1.00 1.66 1.00 1.00 Dari Tabel 4.6 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah akar adalah sama pada setiap perlakuan. BAP merupakan hormon untuk pembentukkan tunas maka pada pengamatan akar tidak terlihat. Krishnamoorthy dalam Roseliza 1995 menyatakan bahwa pada umumnya perbandingan yang relatif tinggi antara auksin dan sitokinin akan mempengaruhi pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Skoog dan Miller 1975 bahwa untuk perakaran secara in vitro biasanya digunakan auksin dalam konsentrasi tinggi.Menurut George dan Sherrington 1984, sitokinin biasanya tidak digunakan untuk tahap pengakaran pada mikropropagasi karena aktivitasnya dapat menghambat pembentukan akar, menghalangi pertumbuhan akar, dan menghambat pengaruh auksin terhadap inisiasi akar pada kultur jaringan sejumlah spesies tertentu. Gambar 4.6.1 Respon Jumlah Akar Akibat Peningkatan Konsentrasi BAP Pada Setiap Minggu Pengamatan Pada Gambar 4.2.1 dapat dilihat bahwa jumlah akar berbagai konsentrasi BAP minggu ke-1 sampai minggu ke-4 menunjukkan respon yang sama. Hal ini dibuktikan tidak terjadi peningkatan jumlah akar, ini mungkin disebabkan karena BAP yang diberikan tidak berpengaruh terhadap multiplikasi akar. Itu berari bahwa sitokinin, dalam hal ini BAP berfungsi menekan pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wetter Constabel 1991, bahwa apabila dalam perbandingan sitokinin lebih besar dari auksin, maka hal ini akan memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas dan daun. Sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah dari auksin, maka ini akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan apabila perbandingan sitokinin dan auksin berimbang, maka pertumbuhan tunas, daun dan akar akan berimbang pula. Menurut George dan Sherrington 1984, Sitokinin biasanya tidak digunakan untuk tahap pengakaran pada mikropropogasi karena aktivitasnya yang dapat menghambat pembentukan akar, menghalangi pertumbuhan akar, dan menghambat pengaruh auksin terhadap inisiasi akar pada kultur jaringan sejumlah spesies tertentu. apabila ketersediaan sitokinin di dalam medium kultur sangat terbatas maka pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Akan tetapi, apabila jaringan tersebut disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang memadai maka pembelahan sel akan berlangung secara sinkron. Gambar 4.6.2 Eksplan Membentuk Akar 4.7 Pengamatan Mikroskopik Anatomi Akar Pengamatan mikroskopik akar segar yang diiris secara melintang pada Gambar 4.7.1. Pada akar muda bila dilakukan sayatan melintang akan terlihat bagian-bagian dari luar ke dalam yaitu epidermis, korteks, dan silinder pusatstele. Epidermis tersusunan atas sel yang rapat dan terdiri dari satu lapis sel, dinding selnya mudah dilewati air. Bulu akar merupakan modifikasi dari sel epidermis akar, bertugas menyerap air dan garam- garam mineral terlarut, bulu akar memperluas permukaan akar. Sedangkan korteks letaknya langsung di bawah epidermis, sel-selnya tidak tersusun rapat sehingga banyak memiliki ruang antar sel. Sebagian besar dibangun oleh jaringan parenkim. Endodermis merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan silinder pusat. Sel-sel endodermis dapat mengalami penebalan zat gabus pada dindingnya dan membentuk seperti titik-titik, dinamakan titik Caspary. Lalu silinder pusatstele merupakan bagian terdalam dari akar. Gambar 4.7.1. Sayatan melintang radix Citrus nobilis Lour. a Epidermis, b Korteks, c floem, d xilem, e Empelur Gambar 4.7.2 Mikroskopik Akar. a. Akar pada minggu ke-2, b.Akar pada minggu ke-3, c dan Akar pada minggu ke-4. a b c d e a c b d

4.8. Persentase Kultur Terkontaminasi