Pengembangan Kayu Lapis Berkualitas Tinggi yang Ramah Lingkungan

(1)

RAMAH LINGKUNGAN

Metya Tri Septiani Cahya

E24070062

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Tinggi yang Ramah Lingkungan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc

Upaya untuk meningkatkan produk sampingan (by product) industri kayu lapis diperlukan karena tingginya limbah industri kayu lapis di Indonesia. Salah satunya dengan pembuatan kayu lapis yang terbuat dari potongan-potongan pinggir kayu lapis. Pemanfaatan limbah sebagai bahan baku kayu lapis merupakan salah satu alternatif pemecah masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi dan dapat menambah nilai tambah industri kayu lapis. Penelitian kreatif dan inovatif tentang pemanfaatan limbah kayu lapis sebagai bahan baku pembuatan kayu lapis berkualitas tinggi merupakan usaha yang sangat baik dalam rangka mengatasi kekurangan bahan baku serta dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah kayu.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kayu lapis dari potongan-potongan kayu lapis berjenis meranti putih. Pembuatan kayu lapis ini dilakukan dengan merekatkan bagian core tegak lurus terhadap face dan back dengan tambahan perekat urea formaldehida berat labur sebanyak 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2. Pengujian sifat fisis yang dilakukan antara lain adalah kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sedangkan sifat mekanis yang di uji antara lain adalah MOE, MOR dan Internal bond. Nilai kadar air rata-rata kayu lapis berkisar antara 12,76 % hingga 13.12%, nilai kerapatan kayu lapis berisar antara 0.54 g/cm³ hingga 0.58 g/cm³. Berdasarkan dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar perekat dengan berat labur 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2 yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kayu lapis yang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang tidak berbeda nyata.


(3)

INTRODUCTION : Efforts to improve the product (by product) plywood industry is necessary

because of the high of waste plywood industry in Indonesia. One of them with the manufacture of plywood made from pieces of plywood edge. Utilization of waste as raw material for plywood is one alternative to solving the problem of raw material shortage of high quality wood and can add value-added industrial plywood. Creative and innovative research on the use of waste as raw material for plywood manufacture of high quality plywood is a very good effort in order to overcome the shortage of raw materials and can suppress the negative impact caused by waste wood.

MATERIALS AND METHOD: Raw materials used in this research is a waste of pieces of

plywood and pieces of plywood type of white meranti. Manufacture of plywood is done by taping the core perpendicular to the face and back with the addition of urea formaldehyde adhesive weight of 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2. Tests conducted physical properties include density, moisture content, water absorption and thickness development. While the mechanical properties of the tests include the MOE, MOR and internal bond

RESULTS : Value of the average moisture content of plywood ranged from 12.76% to 13,12%, Value berisar density plywood between 0,54 g / cm ³ up to 0,58 g / cm ³. Based on the results of the testing that has been done can be concluded that the levels of the adhesive with a weight 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2 is used in this study produces plywood that has physical

and mechanical properties are not significantly different.

KEYWORDS: Plywood, White Meranti, UF, physical properties, mechanical properties DHH

Development of High-Quality Plywood that is Friendly to the Environment

by


(4)

METYA TRI SEPTIANI CAHYA

E240070062

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengembangan Kayu Lapis Berkualitas Tinggi yang Ramah Lingkungan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Metya Tri Septiani Cahya NRP. E24070062


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Pengembangan Kayu Lapis Berkualitas Tinggi yang Ramah Lingkungan

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Septembar 2011


(7)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala curahan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bunda Mehram, Ayah Marwan atas semua doa, motivasi, kasih sayang tanpa batas kepada penulis. Forever in my heart. For ever. Abang dan kakakku tersayang (Ricky Rachmawan dan Cut Nina Meliya Sari). Your love has kept my hope alive

2. Bapak Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan, motivasi, saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Racmad Hermawan, M.Sc, selaku dosen penguji dan Bapak Ir. Bintang CH Simangunsong MS.Phd yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikan skirpsi ini. 4. Mas Endar Prasetyo atas kesetiaan, kesabaran, doa dan motivasi yang telah diberikan. 5. Laboran yang telah membantu selama penelitian : Pak Abdullah, Mas Irvan, Pak

Kadiman, Mas Ikin, Mbak Esti.

6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Hasil Hutan Arvita, Ana, Nia, Jala, Esi, Desy, Nita, Reza, Irma, Inggit, Rospita, Punto, Jucy, Wina, dan yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas kebersamaan bersama menjalani masa perkuliahan. 7. Sahabat karibku Eka intinawati SE senantiasa memberi nasehat, motivasi, canda, tawa,

doa dan kebersamaannya selama ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, September 2011


(8)

Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 28 September 1989 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Marwan dan Mehram. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain di SD Sukasari 7 Tangerang tahun 1995-2001, SLTP Negeri 4 Tangerang tahun 2001-2004 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Tangerang tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan Tahun 2009-2010. Penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Pangandaran-Sawal, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Daekan Indar Indonesia di Bogor. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Kayu Lapis Berkualitas Tinggi yang Ramah Lingkungan” dibawah bimbingan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.


(9)

Judul Penelitian : Pengembangan Kayu Lapis Berkualitas Tinggi yang Ramah Lingkungan

Nama : Metya Tri Septiani Cahya NRP : E24070062

Departemen : Hasil Hutan

Fakultas : Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Menyetujui: Pembimbing,

NIP. 19630711 199103 1 002 Dr. Ir. Dede Hermawan, M Sc

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

NIP.19660212 199103 1 002 Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah dari Industri Pengolahan Kayu ... 3

2.2 Kayu Lapis ... 4

2.3 Kayu Meranti... ... 5

2.4 Urea Formaldhehida (UF) ... 6

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 7

3.2 Bahan dan Alat penelitian... ... 7

3.3 Pembuatan Papan Komposit ... 7

3.3.1 Persiapan Bahan Baku ... 7

3.3.2 Persiapan Perekat ... 7

3.3.3 Pembentukan dan Pengempaan ... 7

3.3.4 Pengkondisian ... 8

3.4 Pengujian Kualitas Kayu Lapis ... 9

3.4.1 Pengukuran Kerapatan ... 10

3.4.2 Pengukuran Kadar Air ... 10

3.4.3 Pengukuran Pengembangan Tebal (Thickness swelling) ... 11

3.4.4 Pengukuran DayaSerap Air (Water absorpsion) ... 11

3.4.5 Pengukuran Modulus Lentur (MOE) ... 11


(11)

3.4.7 Pengukuran Internal Bond (IB) ... 13

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis 4.1.1 Kerapatan ... 15

4.1.2 Kadar air ... 16

4.1.3 Daya Serap air ... 17

4.1.4 Pengembangan Tebal ... 19

4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis 4.2.1 Modulus of Repture (MOR) ... 21

4.2.2 Modulus of Elasticity (MOE) ... 23

4.2.3 Internal Bond (IB) ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Gambar 1. Sketsa susunan kimia perekat Urea Formaldehyda……. 6

2. Gambar 2. Sketsa konstruksi papan kayu lapis ... 8

3. Gambar 3. Sketsa contoh uji pengujian papan kayu lapis ... 9

4. Gambar 4. Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus core ... 13

5. Gambar 5. Contoh uji MOE dan MOR sejajar core ... 13

6. Gambar 6. Kerapatan kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur 15

7. Gambar 7. Kadar air kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur 16 8. Gambar 8a. Daya serap air kayu lapis 2 jam ... 17

9. Gambar 8b. Daya serap air kayu lapis 24 jam ... 18

10. Gambar 9a. Pengembangan tebal kayu lapis 2 jam... 19

11. Gambar 9b. Pengembangan tebal kayu lapis 24 jam ... 20

12. Gambar 10. MOR sejajar core kayu lapis ... 21

13. Gambar 11. MOR tegak lurus core kayu lapis ... 22

14. Gambar 12. MOE sejajar core kayu lapis ... 23

15. Gambar 13. MOE tegak lurus core kayu lapis ... 24


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Lampiran 1. Perhitungan Berat Labur Perekat ... 30

2. Lampiran 2. Tabel Uji Statistik Kerpatan ... 31

3. Lampiran 3. Tabel Uji Statsitik Kadar Air ... 32

4. Lampiran 4. Tabel Uji Statsitik Daya Serap Air ... 33

5. Lampiran 5. Tabel Uji Statsitik Pengembangan Tebal ... 34

6. Lampiran 6. Tabel Uji Statsitik MOR Sejajar Core ... 35

7. Lampiran 7. Tabel Uji Statsitik MOE Sejajar Core ... 36

8. Lampiran 8. Tabel Uji Statistik MOR Tegak LurusCore ... 37

9. Lampiran 9. Tabel Uji Statistik MOE Tegak LurusCore ... 38


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Industri kayu lapis di Indonesia setiap tahunnya menghasilkan limbah yang masih besar, apabila hal ini dibiarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatan yang optimal dikhawatirkan limbah tersebut dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Mengamati hal tersebut, berdasarkan perhitungan dari data input-output serta mengacu hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor (DEPHUT.2009), maka potensi limbah industri kayu lapis mencapai 60% dari bahan baku yang diolah. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa potensi limbah kayu cukup besar, dan ternyata hanya sebagian saja (35-49%) kayu yang dieksploitasi dapat digunakan secara maksimal dan selebihnya berupa limbah kayu.

Limbah kayu dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan pemanenan kayu yang terdapat di hutan dan limbah yang berasal dari proses pengolahan kayu menjadi berbagai produk olahan diberbagai industri pengolahan kayu. Limbah pengolahan kayu primer berasal dari industri kayu lapis dapat berupa berupa core, spur trim, round up, clipping, trimming, serbuk gergaji dan debu amlpas kayu lapis (Maloney 1977). Selama ini, penggunaan limbah industri kayu lapis sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga, dan hanya sebagian kecil yang masih dapat dipergunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan bakar untuk boiler.

Tingginya jumlah limbah industri kayu lapis di Indonesia berdasarkan data di atas, maka sangat diperlukan upaya untuk meningkatkan produk sampingan ( by product ) industri kayu lapis tersebut. Salah satunya dengan pembuatan kayu lapis yang terbuat dari potongan-potongan pinggir kayu lapis. Potongan-potongan atau kepingan kecil dari kayu dengan menggunakan alat tertentu dapat menghasilkan papan komposit (Panshin et al.1962).


(15)

Pemanfaatan limbah sebagai bahan baku kayu lapis merupakan salah satu alternatif pemecah masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi dan dapat menambah nilai tambah industri kayu lapis. Penelitian kreatif dan inovatif tentang pemanfaatan limbah sebagai bahan baku kayu lapis berkualitas tinggi merupakan usaha yang sangat baik dalam rangka mengatasi kekurangan bahan baku serta dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah kayu.

1.2.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kualitas kayu lapis berkualitas tinggi dengan arah core tegak lurus face dan back pada berbagai komposisi berat labur.

1.3.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diantaranya :

1. Meningkatkan produk sampingan (by product) industri kayu lapis sebagai bahan baku pembuatan kayu lapis.

2. Mengetahui mutu produk kayu lapis yang berbahan dasar hasil ikutan industri kayu lapis.

3. Dapat memberikan alternatif metode penanganan limbah dalam menambah nilai manfaat limbah untuk dijadikan suatu inovasi baru pembuatan kayu lapis.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah dari Industri Pengolahan Kayu

Limbah kayu dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan pemanenan kayu yang terdapat di hutan dan limbah yang berasal dari proses pengolahan kayu menjadi berbagai produk olahan di berbagai pabrik pengolahan kayu.Menurut Panshin et al. (1962) limbah pemanenan kayu terdiri atas pohon yang ditebang karena bentuknya yang kurang baik, kerusakan mekanis, keadaan membusuk, pada ujung dan dahanpohon yang rusak dalam penebangan dan pohon-pohon sisa yang hancurkan pada saat pembersihan lapangan. Termasuk hasil penjarangan, potongan kecil kayubulat, dolok yang melengkung dan bermata kayu banyak yang akhirnya tidak dapat diproses (Kollmann et al. 1975).

Limbah dari proses pengolahan kayu dapat dibagi menjadi limbah dari pengolahan kayu primer dan limbah dari pengoloahan kayu sekunder. Limbah pengolahan kayu primer berasal dari industri penggergajian, industri kayu lapis, industri papan serat dan industri pulp dan kertas. Limbah kayu dari pengolahan sekunder, seperti limbah industri mebel yang sangat beragam (Panshin et al. 1962).

Menurut Purwanto et al. (1994) komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :

a. Penggergajian yang meliputi serbuk gergaji 10,6 %, sebetan 25, 9 %, dan potongan 14,3%. Bila dijumlahkan besarnya 50,8 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.

b. Kayu lapis (plywood) yang terdiri dari potongan dolok 5,6 %, serbuk gergaji 0,7 %, sampah finir basah 24,8 %, sampah finir jering 12,6 %, sisa kupasan 11,0 %, dan potongan tepi kayu lapis 6,3 %. Bila dijumlahkan besarnya limbah adalah 61,0 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.


(17)

2.2 Kayu Lapis

Kayu lapis merupakan produk komposit yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat bersama dengan susunan bersilangan tegak lurus. Kayu lapis termasuk kedalam salah satu golongan panel struktural, dimana arah penggunaan kayulapis ini adalah untuk panel-panel struktural.Kayu lapis adalah produk yang terbuat dari vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah finir tegak lurus dan yang lainnya sejajar dengan sumbu panel ( Haygreen dan Bowyer, 1982).

Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran vinir pada kayu gergajian, dimana kayu gergajian sebagai bagian intinya (core) yang lebih dikenal sebagai wood core plywood.Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan core adalah saling tegak lurus, sedangkan antar lembaran vinir untuk face saling sejajar.

Haygreen dan Bowyer (1993) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan produk panel vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah vinirnya tegak lurus dan yang lainnya sejajar sumbu panjang panil.Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapis sekali diletakkan sejajar yang pertama.Hal ini untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panil ke yang lainnya. Jumlah vinir yang digunakan biasanya ganjil (3, 5, 7, dst), namun ada sejumlah kayu lapis yang diproduksi dengan jumlah vinir genap misalnya kayu lapis dari jenis softwood yang terbuat dari empat atau enam vinir dalam hal ini dua finir sebagai bagian core diletakkan sejajar.

Haygreen dan Bowyer (1982) menggolongkan kualitas kayu lapis berdasarkan empat pertimbangan antara lain: kualitas rekat, kekuatan daya menahan paku, kualitas visual finir, dan persyaratan khusus (seperti tahan api dan pembusukan).


(18)

Berdasarkan penggunaannya kayu lapis dikelompokan menjadi tiga yaitu kayu lapis untuk penggunaan umum, kayu lapis konstruksi, dan kayu lapis dekoratif. Kayu lapis penggunaan umum yaitu kayu lapis yang dalam penggunaannya tidak membutuhkan kekuatan yang besar namun dapat digunakan didalam maupun diluar ruangan. Kayu lapis konstruksi dapat digunakan untuk pemakaian yang membutuhkan kekuatan yang besar seperti untuk pembangunan rumah, dan panel. Sedangkan kayu lapis dekoratif dapat digunakan untuk panel dinding, cabinetwork, dan mabel (Simmon dan Olin. 2001).

2.3 KayuMeranti

Pohon meranti merupakan salah satu dari famili Dipterocarpaceae.Daerah penyebarannya meliputi seluruh Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Ciri umum kayu ini yaitu mempunyai warna kayu teras hampir putih jika masih segar, lambat laun menjadi coklat-kuning. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tebal 4-7 cm. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat berpadu.Permukaan kayu agak licin dan mengkilap.

Kayu Meranti memiliki berat jenis rata-rata 0.66 (0.51-0.84).Berdasarkan nilai berat jenis tersebut maka kayu Meranti dapat digolongkan ke dalam kayu dengan kekuatan sedangdan memiliki kekuatan II- III.Tekstur kayu agak kasar dan merata, tetapi lebih halus dari kebanyakan meranti merah.Arah serat biasanya berpadu.Permukaannya agak mengkilap.Kayu meranti putih terutama dipakai untuk finir dan kayu lapis.Selain itu dipakai juga untuk papan partikel, lantai, bangunan perkapalan. Jenis kayu ini pernah dipakai untuk tong minyak palm dan mungkin juga baik untuk karoseri atau mebel.

Meranti putih tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut, pada tanah kering, tanah yang kadang-kadang atau selamanya tergenang air dalam hutan rawa, tanah liat, tanah berpasir maupun berbatu-batu. Beberapa jenis kayu meranti terutama yang terapung telah umum dipakai sebagai bahan kayu lapis baik di dalam maupun di luar


(19)

negri.Musim bunga dan buah meranti putih tidak terjadi setiap tahun, sangat bergantung kepada keadaan iklim dan biasanya terjad setelah melewati suatu decade iklim yang kering dan panas. Musim berbuah jatuh dalam bulan oktober- april. Buah meranti putih berbiji tunggal.

2.4 Urea Formaldehida (UF)

Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat UF merupakan hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehyde dengan urea. Urea formaldehida (UF) matang dalam kondisi asam, keasaman UF diperoleh dengan menggunakan hardener.Hardener yang umum digunakan adalah ammonium klorida (NH4CL).Kelemahan utama UF adalah mudah terhidrolisis sehingga terjadi kerusakan pada ikatan hidrogennya oleh kelembaban atau basa serta asam kuat, khususnya pada suhu sedang sampai tinggi (Pizzi, 1983).Selanjutnya sifat-sifat UF antara lain mengeras pada suhu yang relative rendah (115-127ºC), tahan kelambaban, tidak tahan pada kondisi dan suhu ekstrim serta umur penyimpanan pendek. Perekat UF tahan terhadap peralut organik, jamur dan rayap tetapi tidak tahan terhadap basa kuat.

Vick (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia dalam bentuk cair atau serbuk, berwarna putih, garis rekatnya tidak berwarna dan lebih durable apabila dikombinasikan dengan melamin.Penggunaan perekat ini adalah untuk kayu lapis, meuble, papan serat, dan papan partikel. Susunan kimia perekat UF dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sketsa susunan kimia perekat Urea Formaldehida Sumber : http: //www.wikipedia.com/Urea Formaldehida.html


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2010.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Dalam penelitian ini dipergunakan bahan-bahan yang terdiri dari kayu lapis meranti putih dengan berat jenis ± 0.66, dan perekat urea formaldehyda.

Sedangkan peralatan yang dipergunakan terdiri dari, oven, desikator, gelas ukur, gelas aqua, paku, karet gelang, timbangan digital, cetakan berukuran 30 cm x 30 cm, kain teflon, hot press, plat besi dengan tebal 0.9 cm, gergaji, caliper, dan alat uji sifat mekanis (Universal Testing Machine merk Instron).

3.3 Pembuatan Kayu lapis 3.3.1 Persiapan bahan baku

Kayu lapis berjenis meranti putih berukuran tebal 3 mm dipotong panjang dan lebar 35 cm, pembuatan bagian core berukuran panjang dan lebar (35x1) cm sebanyak 120 buah.

3.3.2 Persiapan Perekat

Perekat yang digunakan yaitu urea formaldehyda (UF), dihitung berdasarkan berat labur yaitu 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2.

3.3.3 Pembentukan dan Pengempaan

Lapisan papan terdiri dari tiga lapis lembar pertama dan ketiga yaitu kayu lapis berukuran tebal 3 mm, lembar ke dua susunan kayu lapis sebanyak 120 buah yang ukurannya panjang (35x 1) cm tebal 3 mm disusun tegak lurus dengan kayu lapis lebar pertama dan ketiga. Pembentukan lembaran setelah bagian tengah


(21)

disusun tegak lurus dengan bagian pertama dan ketiga yang telah diberikan perekat. Penyusunan pembuatan papan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Sketsa konstruksi papan kayu lapis

Lembaran dikempa dengan menggunakan kempa panas pada suhu 1200C dengan waktu kempa 7 menit dan tekanan kempa sebesar 12 kg/cm2.

3.3.4 Pengkondisian

Setelah proses pengempaan, lembaran-lembaran papan diberi perlakuan conditioning dengan cara penumpukan rapat (solid files) selama ± 14 hari agar sebelum dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanisnya perekat mengeras dan kadar air berada dalam kondisi kesetimbangan

Lembar pertama, kayu lapis dengan tebal 3 mm

Bagian core disusun oleh kayu lapis dengan tebal 3 mm dan lebar 1cm disusun secara tegak lurus

Lembar ke tiga,kayu lapis dengan tebal 3 mm


(22)

3.4 Pengujian Kualitas Papan Komposit

Parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji meliputi : kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan patah atau modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE), dan keteguhan rekat (internal bond). Pola pemotongan contoh uji disesuaikan dengan standar pengujian JIS A 5908 (2003) pada setiap lembaran papan disajikan pada Gambar 3.

11 35 cm

35 cm

Gambar 3 Sketsa contoh uji pengujian papan kayu lapis. Keterangan :

1 = contoh uji untuk determinasi keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) sejajar core (30 cm x 5 cm)

1

2

3

4

5

6


(23)

2 = contoh uji untuk determinasi keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) tegak lurus core (30 cm x 5 cm)

3 = contoh uji determinasi kerapatan dan kadar air (5 cm x 5 cm)

4 = contoh uji determinasi daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm) 5 = contoh uji cadangan determinasi daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm)

6 = contoh uji determinasi internal bond (5 cm x 5 cm)

7 = contoh uji cadangan determinasi internal bond (5 cm x 5 cm)

3.4.1 Pengukuran kerapatan

Pengukuran kerapatan papan komposit dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara dengen menggunakan rumus (Tsoumis 1991) :

Keterangan :

Kr = Kerapatan (g/cm3)

m1 = Berat contoh uji kering udara (g) V = Volume contoh uji kering udara (cm3)

3.4.2 Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal dengan berat setelah dikeringkan dalam

C. Kadar air tersebut dihitung dengan rumus (Tsoumis 1991) :

Keterangan :

KA = Kadar air (%)

m1 = Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)


(24)

3.4.3 Pengukuran Pengembangan Tebal (Thickness swelling)

Pengukuran pengembangan tebal berdasarkan atas selisih tebal dan panjang sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengembangan tebal tersebut dihitung dengan rumus (Tsoumis1991) :

Keterangan :

P = Pengembangan tebal (%)

t1 = Tebal atau panjang awal contoh uji setelah pengkondisian (cm)

t2 = Tebal atau panjang contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (cm)

3.4.4 Pengukuran Daya Serap Air (Water absorpsion)

Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus (Tsoumis 1991) :

Keterangan :

WA = Daya serap air (%)

m2 = Berat contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (g) m1 = Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

3.4.5 Pengukuran Modulus Lentur (Modulus of Elasticity = MOE)

Pengujian MOE dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Contoh uji yang digunakan berukuran (5 x 30) cm sejajar core dan tegak lurus core. Pembebanan contoh uji


(25)

diberikan dengan kecepatan 10 mm/menit. Nilai MOE dihitung dengan persamaan ( Tsoumis 1991):

Keterangan :

MOE : modulus of elasticity (kgf/cm2) ΔY : defleksi (cm)

ΔP : beban dibawah batas proporsi (kgf) b : lebar contoh uji (cm) L : jarak sangga (cm) h : tebal contoh uji (cm)

3.4.6 Pengukuran Modulus Patah (Modulus of Rupture = MOR)

Pengujian MOR dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Pada pengujian ini, pembebanan pada pengujian MOE dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan (patah). Nilai MOR dihitung dengan persamaan (Tsoumis 1991):

Keterangan :

MOR : modulus of rupture (kgf/cm2) b : lebar contoh uji (cm) P : beban maksimum (kgf) h : tebal contoh uji (cm) L : jarak sangga (cm)

Pengujian MOE dan MOR pada dua posisi yang berbeda yaitu sejajar core (Gambar 5) dan tegak lurus core (Gambar 4), dengan sketsa bagian core sebagai berikut:


(26)

Gambar 4 Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus core

Gambar 5 Contoh uji MOE dan MOR sejajar core

3.4.7 Pengukuran Internal Bond (IB)

Contoh uji berukuran 5 x 5 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) direkatkan pada dua buah blok alumunium dengan perekat dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji dengan kecepatan 2 mm/menit sampai beban maksimum. Nilai IB dihitung dengan persamaan sebagai berikut ( Tsoumis 1991) :

Keterangan :

IB : internal bond strength kgf/cm2) b : lebar contoh uji (cm) P : beban maksimum (kgf) L : panjang contoh uji (cm)


(27)

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor adalah berat labur terdiri dari 150 g/ m2, 175 g/ m2, 200 g/ m2 dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + εij

Keterangan :

Yij = nilai respon pada taraf ke-i faktor kombinasi tiga jenis kayu dan taraf ke-j faktor kadar perekat

µ = nilai rata-rata pengamatan

Ai = pengaruh sebenarnya faktor berat labor pada taraf ke-i i = 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2

j = ulangan (1, 2, 3)

εij = kesalahan (galat) percobaan pada faktor kombinasi berat labur taraf ke- i

Pengolahan data dilakukan dengan menggunkan Microsoft excel 2007 dan SPSS 19.0 for windows. Sedangkan kriteria ujinya yang digunakan adalah jika P

value lebih kecil dari α (0,05) maka perlakuan berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan 95 % dan jika P value lebih besar dari α (0,05) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda Duncan.


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis 4.1.1 Kerapatan

Kerapatan papan komposit merupakan salah satu sifat fisis yang sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis. Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan bahan dalam lembaran (Haygreen dan Bowyer, 1989). Secara teoritis jika berat bahan yang digunakan dalam pembentukan suatu lembaran papan komposit dengan ukuran tertentu, maka kerapatan papan yang akan diperoleh relatif sama.

Nilai rata-rata kerapatan kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 0,54-0,58 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan terendah (0,54 g/cm3) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 175 g/m2, sedangkan nilai kerapatan tertinggi (0,58 g/cm3) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2. Nilai kerapatan rata-rata tertera pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Kerapatan kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan uji statistik nilai kerapatan tidak berbeda nyata untuk semua tipe kombinasi berat labur perekat. Menurut Kelly (1977) besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh besarnya kerapatan bahan baku asal dan kandungan perekat yang

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,58 0,54 0,57 K e rap at an ( g /c m 3)

150 175 200


(29)

digunakan. Semakin tinggi kandungan perekat relatif akan meningkatkan kerapatan yang dihasilkan selain itu tekanan kempa juga mempengaruhi kerapatan yang maksimum.

4.1.2 Kadar air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya (Haygreen dan Bowyer, 1989). Nilai rata-rata kadar air kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 12,76-13,2%. Nilai rata-rata kerapatan terendah (12,76 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai kadar air tertinggi (13,12%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai kadar air rata-rata tertera pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7 Kadar air kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Pada gambar di atas penambahan berat labur tidak berpengaruh terhadap kadar air, hal ini dilihat oleh uji statistik yang tidak signifikan.

0 2 4 6 8 10 12

14 12,76 13,05 13,12

K

a

d

a

r A

ir

(%)

150 175 200


(30)

4.1.3 Daya Serap Air

Daya serap air (Water Absorption) merupakan kemampuan papan untuk menyerap air (Haygreen dan Bowyer, 1989). Semakin kecil daya serap air papan maka stabilitas papan tersebut semakin baik. Daya serap air mencerminkan kemampuan suatu papan menyerap air setelah direndam selama 2 jam dan 24 jam. Air yang masuk ke dalam papan dapat dibedakan atas dua jenis, air yang masuk ke dalam papan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu air yang langsung dapat masuk mengisi rongga-rongga kosong di dalam papan terutama pada bagian core, serta air yang masuk ke dalam kayu lapis pengisi bagian core papan.

Nilai rata-rata daya serap air 2 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 18,51-16,98 %. Nilai rata-rata daya serap air terendah (16,98%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2, sedangkan nilai daya serap air tertinggi (18.51%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2. Nilai hasil penelitian daya serap air 2 jam tertera pada Gambar 8a berikut ini.

Gambar 8a Daya serap air kayu lapis 2 jam pada berbagai kombinasi berat labur.

Pada grafik histogram terlihat perbedaan nilai daya serap air 2 jam kayu lapis terhadap berat labur 150 g/m2, 175 g/m2, dan 200 g/m2, tetapi perbedaan tersebut

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 18,51 18,29 16,98 D a y a S e ra p A ir 2 j a m ( %)

150 175 200


(31)

tidak signifikan artinya dengan pembahan berat labur nilai daya serap air 2 jam menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik.

Nilai rata-rata daya serap air 24 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 39,60-44,24 %. Nilai rata-rata daya serap air terendah (39,60 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur150 g/m2, sedangkan nilai daya serap air tertinggi (44,24%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai daya serap air 24 jam tertera pada Gambar 8b berikut ini.

Gambar 8b Daya serap air 24 jam kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan uji statistik pada tabel di Lampiran 9, menunjukan bahwa nilai daya serap air kayu lapis 24 jam mempunyai nilai yang sama pada berbagai kombinasi perekat. 0 5 10 15 20 25 30 35 40

45 39,60 40,43

44,24 D a y a S e ra p A ir 2 4 j a m ( %)

150 175 200


(32)

4.1.4 Pengembangan Tebal

Sifat Pengembangan tebal merupakan salah satu sifat fisis yang sangat penting karena akan menentukan apakah suatu papan dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau interior (Iswanto 2005). Sifat ini juga penting karena sifat pengembangan tebal yang tinggi akan menyebabkan stabilisasi dimensi papan menjadi rendah, jika stabilisasi dimensi papan rendah maka papan tersebut diduga tidak dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama karena sifat mekanis yang dimiliki oleh papan tersebut akan segera menurun dengan drastis dalam jangka waktu tidak terlalu lama.

Nilai rata-rata pengembangan tebal 2 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 1,11-1,84 %. Nilai rata-rata pengembangan tebal terendah (1,11 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 175 g/m2, sedangkan nilai pengembangan tebal tertinggi (1,84%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai pengembangan tebal 2 jam tertera pada Gambar 9a berikut ini.

Gambar 9a Pengembangan tebal 2 jam kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur. 0 0,5 1 1,5 2 1,73 1,11 1,84 P e n g e mb a n g a n T e b a l 2 j a m ( %)

150 175 200


(33)

Nilai rata-rata pengembangan tebal 24 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 1,95-2,07 %. Nilai rata-rata pengembangan tebal terendah (1,95 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai pengembangan tebal tertinggi (2,07%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilainya tertera pada Gambar 9b berikut ini.

Gambar 9b Pengembangan tebal 24 jam kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi akibat pengembangan dinding sel atau perubahan rongga akibat menyerap air, rongga akan mengicil pada saat pengempaan mudah kembali keukuran semula karena perkat tidak dapat memasuki rongga dan mengikatnya dengan baik (Sekino et al. 1997). Pada penelitian ini berdasarkan hasil pengujian statistik (Lampiran 10) menunjukkan bahwa pengembangan kayu lapis yang dihasilkan sama untuk semua taraf perlakuan.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

1,95 2,01 2,07

P e n g e mb a n g a n T e b a l 2 4 j a m ( %)

150 175 200


(34)

4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis 4.2.1 Modulus of Repture (MOR)

Modulus of Repture (MOR) merupakan kemampuan papan untuk menahan beban hingga batas maksimum (keteguhan patah). Nilai rata-rata MOR sejajar core kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 263.54-287,69 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR sejajar core terendah (263,54 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai MOR sejajar core tertinggi (287,69 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilainya tertera pada Gambar 10 berikut ini.

Gambar 10 MOR sejajar core kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa MOR sejajar core kayu lapis yang dihasilkan tidak berbeda nyata untuk semua taraf perlakuan. Nilai rata-rata MOR tegak lurus core kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 102,71-115,35 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR tegak lurus core terendah (102,71 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai MOR sejajar

0 50 100 150 200 250

300 263,54 277,24

287,69 M O R s ej a ra r C o re ( k g f/ cm 2)

150 175 200


(35)

core tertinggi (115,35 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai rata-rata MOR tegak lurus core tertera pada Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11 MOR tegak lurus core kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa MOR tegak lurus core kayu lapis yang dihasilkan tidak berbeda nyata untuk semua taraf perlakuan. Apabila Nilai MOR sejajar core tertinggi (287,69 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2 dan MOR tegak lurus core tertinggi (115,35 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2 dibandingkan, maka nilai MOR sejajar core mempunyai nilai yang lebih besar karena susunan kayu lapis pada bagian core nya sejajar, dugaan ini di perkuat oleh Nuryawan (2007) faktor yang mempengaruhi MOR yaitu geometri kayu pada saat pengujian, kadar perekat, kadar air, dan prosedur pengempaan.

Standar JAS NO 232 for plywood (2003) nilai MOR minimal 204,08 kgf/cm2, nilai yang dihasilkan dari penelitian ini jauh lebih tinggi yaitu 102,71-287,69 kgf/cm2 sehingga papan dengan bahan baku limbah industri kayu lapis mempunyai nilai kemapuan untuk menahan beban hingga batas maksimum yang lebih baik.

0 20 40 60 80 100

120 102,71 107,48

115,35 M O R T e g a k L u ru s C o re ( k g f/ cm 2)

150 175 200


(36)

4.2.2 Modulus of Elasticity (MOE)

Modulus of Elasticity (MOE) atau keteguhan lentur merupakan ukuran ketahanan papan terhadap pembengkokan yaitu berhubungan langsung dengan kekuatan papan dari sifat elastisitas suatu bahan atau material. Nilai rata-rata MOE sejajar core kayu lapis hasil penelitian tiga kali ulangan berkisar antara 21280,32-23742,72 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE sejajar core terendah (21280,32 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai MOE sejajar core tertinggi (23742,72 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai rata-rata MOE sejajar core tertera pada Gambar 12 berikut ini.

Gambar 12 MOE sejajar core kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur. Nilai rata-rata MOE tegak lurus core kayu lapis hasil penelitian tiga kali ulangan berkisar antara 213465,60-235699,20 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE tegak lurus core terendah (213465,60 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai MOE sejajar core tertinggi (235699,20 kgf/cm2) terdapat

0 5000 10000 15000 20000 25000 21280,32 23742,72 23636,16 M O E S e ja ja r C o re ( k g f/ cm 2

150 175 200


(37)

pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilainya tertera pada Gambar 13 berikut ini.

Gambar 13 MOE tegak lurus core kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa MOE sejajar core kayu lapis dan MOE tegak lurus core yang dihasilkan tidak berbeda nyata untuk semua taraf perlakuan.

MOE tegak lurus core tertinggi (235699,20 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 175 g/m2. Apabila nilai MOE sejajar core dan MOE tegak lurus core dibandingkan, nilai MOE tegak lurus core cenderung lebih besar hal ini diduga karena bagian face dan back terdiri dari susunan kayu lapis yang sejajar apabila dibandingkan dengan core yang susunannya tegak lurus, semakin panjang serat kayu lapis maka semakin lentur.

Standar JAS NO 232 for plywood (2003) nilai MOE sejajar core minimal 40816 kgf/cm3 dan nilai MOE tagak lurus core minimal 25510,20 kgf/cm3. Nilai hasil penelitian MOE tegak lurus core cenderung lebih baik.

0 50000 100000 150000 200000 250000 213465,60 235699,20 232416,00 M O E T e g a k L u ru s c o re ( k g f/ cm 2)

150 175 200


(38)

4.2.3 Internal Bond (IB)

Internal Bond atau keteguhan rekat internal merupakan keteguhan tarik tegak lurus permukaan papan. Nilai internal Bond kayu lapis hasil penelitian tiga kali ulangan berkisar antara 4,21-6,89 kgf/cm2. Nilai rata-rata internal Bond terendah (4,21 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 175 g/m2, sedangkan nilai internal Bond tertinggi (6.89 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai rata-rata internal bond tertera pada Gambar 14 berikut ini.

Gambar 14. Internal Bond kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur. Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa Internal Bond kayu lapis yang dihasilkan tidak berbeda nyata untuk semua taraf perlakuan. Standar SNI 01-2704-1992 Internal Bond kayu lapis untuk semua 7 kgf/cm2. Nilai yang di dapat hasil penelitaian cenderung lebih kecil hal ini karena bidang kontak antara face atau back dengan bagian core tidak merata, selain itu perekat yang ditambahkan tidak optimal mengikat face dengan bagian core karena diduga ada sebagian perekat yang masuk diantara celah pada bagian core.

0 1 2 3 4 5 6 7 5,44 4,21 6,89 In te rn a l b o n d (k g f/ cm 2)

150 175 200


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

a. Kadar perekat dengan berat labur 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2 yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kayu lapis yang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang tidak berbeda nyata.

b. Limbah industri kayu lapis dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu lapis berkualitas tinggi yang ramah lingkungan.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan evaluasi pengembangan kayu lapis yang corenya terbuat dari limbah industri pengolahan kayu lapis berupa potongan-potongan vinir.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Bodig J, Jayne BA. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Penerjemah: Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kollman, FFP, Kuenzi WE, Stamm AJ. 1975. Principles of Wood Science and Technology II. New York: Springer-Verlag, Berlin, Hedelberg.

Malloney TM. 1993. Modern Particleboard & Dry-Process Fiberboard Manufacturing. California: Miller Freeman Publications.

Malloney TM. 1996. The Family of Wood Composite Materials. Forest Products Journal Vol 46 (2): 19-26.

Martawijaya A, Iding K, Kosasi K, Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Panshin AJ, Harrar ES, Bethel JS, Baker WJ. 1962. Forest Product, Their Sources, Production and Utilization. New York: Mac Graw-Hill Book Co.

Pizzi. 1983. Wood Adhesives, Chemistry and Technology. South Africa: National Timber Research Institute Council for Scientific and Indusrial Research. Purwanto D, Slamet, Mahfuz, Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu

Lapis untuk Papan Buatan Secara Laminasi. Banjar Baru: Badan Penelitian dan Pengembangan industri Departemen Perindustrian.

Rowell RM, Young RA, Rowell JK. 1997. Paper and Composites From Agro-Based Resources. CRS press. Boca Raton.

Ruhendi S. 1988. Teknologi Perekatan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Simmons HL, Olin HB. 2001. Construction Principles, Materials and Methods 7th Edition. Canada: John Wiley & Sons Inc.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Renhold. New York.


(41)

Vick, B Charles. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book: Wood as an Engineering Material. USA.


(42)

(43)

Lampiran 1. Perhitungan Berat Labur Perekat

150 g/m2 = 35 x 35 = 1225 cm2 : 0,1225 m2 x150 = 18,375 X 50 % = 36,8 g/m2

175 g/m2 = 35 x 35 = 1225 cm2 : 0,1225 m2 x175 = 21,4375X 50 % = 44 g/m2


(44)

Lampiran. 2 Tabel Uji Statistik Kerapatan Kayu Lapis

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kerapatan Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .003a 2 .001 1.928 .226

Intercept 2.845 1 2.845 3710.667 .000

perlakuan .003 2 .001 1.928 .226

Error .005 6 .001

Total 2.852 9

Corrected Total .008 8

a. R Squared = .391 (Adjusted R Squared = .188)


(45)

Lampiran. 3 Tabel Uji Statistik Kadar Air

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar Air Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .257a 2 .129 .343 .722

Intercept 1492.317 1 1492.317 3987.181 .000

perlakuan .257 2 .129 .343 .722

Error 2.246 6 .374

Total 1494.819 9

Corrected Total 2.503 8


(46)

Lampiran 4 Tabel Uji Statistik Daya Serap Air 24 jam

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Daya Serap Air Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 36.771a 2 18.386 .403 .685

Intercept 15442.204 1 15442.204 338.331 .000

perlakuan 36.771 2 18.386 .403 .685

Error 273.854 6 45.642

Total 15752.830 9

Corrected Total 310.625 8


(47)

Lampiran 5 Tabel Uji Statistik Pengembangan Tebal Kayu Lapis

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pengembangan tebal Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .019a 2 .010 .060 .943

Intercept 36.401 1 36.401 225.394 .000

perlakuan .019 2 .010 .060 .943

Error .969 6 .162

Total 37.389 9

Corrected Total .988 8


(48)

Lampiran 6 Tabel Uji Statistik MOR Sejajar Core Between-Subjects Factors

N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOR sc

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 879.654a 2 439.827 1.701 .260

Intercept 686368.064 1 686368.064 2653.880 .000

perlakuan 879.654 2 439.827 1.701 .260

Error 1551.769 6 258.628

Total 688799.487 9

Corrected Total 2431.423 8


(49)

Lampiran 7 Tabel Uji Statistik MOE Sejajar Core

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOE SC Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 11624750.899a 2 5812375.450 .751 .511

Intercept 4.714E9 1 4.714E9 609.274 .000

perlakuan 11624750.899 2 5812375.450 .751 .511

Error 46423292.314 6 7737215.386

Total 4.772E9 9

Corrected Total 58048043.213 8


(50)

Lampiran 8 Tabel Uji Statistik MOR Tegak Lurus Core

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOR TLC Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 492.428a 2 246.214 1.540 .289

Intercept 99754.906 1 99754.906 623.909 .000

perlakuan 492.428 2 246.214 1.540 .289

Error 959.322 6 159.887

Total 101206.656 9

Corrected Total 1451.750 8


(51)

Lampiran 9 Tabel Uji Statistik MOE Tegak lurus Core

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOE TLC Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.399E8 2 69954836.890 .075 .929

Intercept 4.107E11 1 4.107E11 438.400 .000

perlakuan 1.399E8 2 69954836.890 .075 .929

Error 5.621E9 6 9.369E8

Total 4.165E11 9

Corrected Total 5.761E9 8


(52)

Lampiran 10 Tabel Uji Statistik Internal Bond Between-Subjects Factors

N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:internal bond

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 10.849a 2 5.424 .583 .587

Intercept 273.461 1 273.461 29.402 .002

perlakuan 10.849 2 5.424 .583 .587

Error 55.806 6 9.301

Total 340.116 9

Corrected Total 66.654 8


(53)

RAMAH LINGKUNGAN

Metya Tri Septiani Cahya

E24070062

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(54)

Tinggi yang Ramah Lingkungan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc

Upaya untuk meningkatkan produk sampingan (by product) industri kayu lapis diperlukan karena tingginya limbah industri kayu lapis di Indonesia. Salah satunya dengan pembuatan kayu lapis yang terbuat dari potongan-potongan pinggir kayu lapis. Pemanfaatan limbah sebagai bahan baku kayu lapis merupakan salah satu alternatif pemecah masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi dan dapat menambah nilai tambah industri kayu lapis. Penelitian kreatif dan inovatif tentang pemanfaatan limbah kayu lapis sebagai bahan baku pembuatan kayu lapis berkualitas tinggi merupakan usaha yang sangat baik dalam rangka mengatasi kekurangan bahan baku serta dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah kayu.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kayu lapis dari potongan-potongan kayu lapis berjenis meranti putih. Pembuatan kayu lapis ini dilakukan dengan merekatkan bagian core tegak lurus terhadap face dan back dengan tambahan perekat urea formaldehida berat labur sebanyak 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2. Pengujian sifat fisis yang dilakukan antara lain adalah kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sedangkan sifat mekanis yang di uji antara lain adalah MOE, MOR dan Internal bond. Nilai kadar air rata-rata kayu lapis berkisar antara 12,76 % hingga 13.12%, nilai kerapatan kayu lapis berisar antara 0.54 g/cm³ hingga 0.58 g/cm³. Berdasarkan dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar perekat dengan berat labur 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2 yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kayu lapis yang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang tidak berbeda nyata.


(55)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Industri kayu lapis di Indonesia setiap tahunnya menghasilkan limbah yang masih besar, apabila hal ini dibiarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatan yang optimal dikhawatirkan limbah tersebut dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Mengamati hal tersebut, berdasarkan perhitungan dari data input-output serta mengacu hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor (DEPHUT.2009), maka potensi limbah industri kayu lapis mencapai 60% dari bahan baku yang diolah. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa potensi limbah kayu cukup besar, dan ternyata hanya sebagian saja (35-49%) kayu yang dieksploitasi dapat digunakan secara maksimal dan selebihnya berupa limbah kayu.

Limbah kayu dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan pemanenan kayu yang terdapat di hutan dan limbah yang berasal dari proses pengolahan kayu menjadi berbagai produk olahan diberbagai industri pengolahan kayu. Limbah pengolahan kayu primer berasal dari industri kayu lapis dapat berupa berupa core, spur trim, round up, clipping, trimming, serbuk gergaji dan debu amlpas kayu lapis (Maloney 1977). Selama ini, penggunaan limbah industri kayu lapis sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga, dan hanya sebagian kecil yang masih dapat dipergunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan bakar untuk boiler.

Tingginya jumlah limbah industri kayu lapis di Indonesia berdasarkan data di atas, maka sangat diperlukan upaya untuk meningkatkan produk sampingan ( by product ) industri kayu lapis tersebut. Salah satunya dengan pembuatan kayu lapis yang terbuat dari potongan-potongan pinggir kayu lapis. Potongan-potongan atau kepingan kecil dari kayu dengan menggunakan alat tertentu dapat menghasilkan papan komposit (Panshin et al.1962).


(56)

Pemanfaatan limbah sebagai bahan baku kayu lapis merupakan salah satu alternatif pemecah masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi dan dapat menambah nilai tambah industri kayu lapis. Penelitian kreatif dan inovatif tentang pemanfaatan limbah sebagai bahan baku kayu lapis berkualitas tinggi merupakan usaha yang sangat baik dalam rangka mengatasi kekurangan bahan baku serta dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah kayu.

1.2.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kualitas kayu lapis berkualitas tinggi dengan arah core tegak lurus face dan back pada berbagai komposisi berat labur.

1.3.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diantaranya :

1. Meningkatkan produk sampingan (by product) industri kayu lapis sebagai bahan baku pembuatan kayu lapis.

2. Mengetahui mutu produk kayu lapis yang berbahan dasar hasil ikutan industri kayu lapis.

3. Dapat memberikan alternatif metode penanganan limbah dalam menambah nilai manfaat limbah untuk dijadikan suatu inovasi baru pembuatan kayu lapis.


(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah dari Industri Pengolahan Kayu

Limbah kayu dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan pemanenan kayu yang terdapat di hutan dan limbah yang berasal dari proses pengolahan kayu menjadi berbagai produk olahan di berbagai pabrik pengolahan kayu.Menurut Panshin et al. (1962) limbah pemanenan kayu terdiri atas pohon yang ditebang karena bentuknya yang kurang baik, kerusakan mekanis, keadaan membusuk, pada ujung dan dahanpohon yang rusak dalam penebangan dan pohon-pohon sisa yang hancurkan pada saat pembersihan lapangan. Termasuk hasil penjarangan, potongan kecil kayubulat, dolok yang melengkung dan bermata kayu banyak yang akhirnya tidak dapat diproses (Kollmann et al. 1975).

Limbah dari proses pengolahan kayu dapat dibagi menjadi limbah dari pengolahan kayu primer dan limbah dari pengoloahan kayu sekunder. Limbah pengolahan kayu primer berasal dari industri penggergajian, industri kayu lapis, industri papan serat dan industri pulp dan kertas. Limbah kayu dari pengolahan sekunder, seperti limbah industri mebel yang sangat beragam (Panshin et al. 1962).

Menurut Purwanto et al. (1994) komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :

a. Penggergajian yang meliputi serbuk gergaji 10,6 %, sebetan 25, 9 %, dan potongan 14,3%. Bila dijumlahkan besarnya 50,8 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.

b. Kayu lapis (plywood) yang terdiri dari potongan dolok 5,6 %, serbuk gergaji 0,7 %, sampah finir basah 24,8 %, sampah finir jering 12,6 %, sisa kupasan 11,0 %, dan potongan tepi kayu lapis 6,3 %. Bila dijumlahkan besarnya limbah adalah 61,0 % dari jumlah bahan baku yang digunakan.


(58)

2.2 Kayu Lapis

Kayu lapis merupakan produk komposit yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat bersama dengan susunan bersilangan tegak lurus. Kayu lapis termasuk kedalam salah satu golongan panel struktural, dimana arah penggunaan kayulapis ini adalah untuk panel-panel struktural.Kayu lapis adalah produk yang terbuat dari vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah finir tegak lurus dan yang lainnya sejajar dengan sumbu panel ( Haygreen dan Bowyer, 1982).

Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran vinir pada kayu gergajian, dimana kayu gergajian sebagai bagian intinya (core) yang lebih dikenal sebagai wood core plywood.Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan core adalah saling tegak lurus, sedangkan antar lembaran vinir untuk face saling sejajar.

Haygreen dan Bowyer (1993) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan produk panel vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah vinirnya tegak lurus dan yang lainnya sejajar sumbu panjang panil.Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapis sekali diletakkan sejajar yang pertama.Hal ini untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panil ke yang lainnya. Jumlah vinir yang digunakan biasanya ganjil (3, 5, 7, dst), namun ada sejumlah kayu lapis yang diproduksi dengan jumlah vinir genap misalnya kayu lapis dari jenis softwood yang terbuat dari empat atau enam vinir dalam hal ini dua finir sebagai bagian core diletakkan sejajar.

Haygreen dan Bowyer (1982) menggolongkan kualitas kayu lapis berdasarkan empat pertimbangan antara lain: kualitas rekat, kekuatan daya menahan paku, kualitas visual finir, dan persyaratan khusus (seperti tahan api dan pembusukan).


(59)

Berdasarkan penggunaannya kayu lapis dikelompokan menjadi tiga yaitu kayu lapis untuk penggunaan umum, kayu lapis konstruksi, dan kayu lapis dekoratif. Kayu lapis penggunaan umum yaitu kayu lapis yang dalam penggunaannya tidak membutuhkan kekuatan yang besar namun dapat digunakan didalam maupun diluar ruangan. Kayu lapis konstruksi dapat digunakan untuk pemakaian yang membutuhkan kekuatan yang besar seperti untuk pembangunan rumah, dan panel. Sedangkan kayu lapis dekoratif dapat digunakan untuk panel dinding, cabinetwork, dan mabel (Simmon dan Olin. 2001).

2.3 KayuMeranti

Pohon meranti merupakan salah satu dari famili Dipterocarpaceae.Daerah penyebarannya meliputi seluruh Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Ciri umum kayu ini yaitu mempunyai warna kayu teras hampir putih jika masih segar, lambat laun menjadi coklat-kuning. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tebal 4-7 cm. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat berpadu.Permukaan kayu agak licin dan mengkilap.

Kayu Meranti memiliki berat jenis rata-rata 0.66 (0.51-0.84).Berdasarkan nilai berat jenis tersebut maka kayu Meranti dapat digolongkan ke dalam kayu dengan kekuatan sedangdan memiliki kekuatan II- III.Tekstur kayu agak kasar dan merata, tetapi lebih halus dari kebanyakan meranti merah.Arah serat biasanya berpadu.Permukaannya agak mengkilap.Kayu meranti putih terutama dipakai untuk finir dan kayu lapis.Selain itu dipakai juga untuk papan partikel, lantai, bangunan perkapalan. Jenis kayu ini pernah dipakai untuk tong minyak palm dan mungkin juga baik untuk karoseri atau mebel.

Meranti putih tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut, pada tanah kering, tanah yang kadang-kadang atau selamanya tergenang air dalam hutan rawa, tanah liat, tanah berpasir maupun berbatu-batu. Beberapa jenis kayu meranti terutama yang terapung telah umum dipakai sebagai bahan kayu lapis baik di dalam maupun di luar


(60)

negri.Musim bunga dan buah meranti putih tidak terjadi setiap tahun, sangat bergantung kepada keadaan iklim dan biasanya terjad setelah melewati suatu decade iklim yang kering dan panas. Musim berbuah jatuh dalam bulan oktober- april. Buah meranti putih berbiji tunggal.

2.4 Urea Formaldehida (UF)

Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat UF merupakan hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehyde dengan urea. Urea formaldehida (UF) matang dalam kondisi asam, keasaman UF diperoleh dengan menggunakan hardener.Hardener yang umum digunakan adalah ammonium klorida (NH4CL).Kelemahan utama UF adalah mudah terhidrolisis sehingga terjadi kerusakan pada ikatan hidrogennya oleh kelembaban atau basa serta asam kuat, khususnya pada suhu sedang sampai tinggi (Pizzi, 1983).Selanjutnya sifat-sifat UF antara lain mengeras pada suhu yang relative rendah (115-127ºC), tahan kelambaban, tidak tahan pada kondisi dan suhu ekstrim serta umur penyimpanan pendek. Perekat UF tahan terhadap peralut organik, jamur dan rayap tetapi tidak tahan terhadap basa kuat.

Vick (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia dalam bentuk cair atau serbuk, berwarna putih, garis rekatnya tidak berwarna dan lebih durable apabila dikombinasikan dengan melamin.Penggunaan perekat ini adalah untuk kayu lapis, meuble, papan serat, dan papan partikel. Susunan kimia perekat UF dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sketsa susunan kimia perekat Urea Formaldehida Sumber : http: //www.wikipedia.com/Urea Formaldehida.html


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2010.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Dalam penelitian ini dipergunakan bahan-bahan yang terdiri dari kayu lapis meranti putih dengan berat jenis ± 0.66, dan perekat urea formaldehyda.

Sedangkan peralatan yang dipergunakan terdiri dari, oven, desikator, gelas ukur, gelas aqua, paku, karet gelang, timbangan digital, cetakan berukuran 30 cm x 30 cm, kain teflon, hot press, plat besi dengan tebal 0.9 cm, gergaji, caliper, dan alat uji sifat mekanis (Universal Testing Machine merk Instron).

3.3 Pembuatan Kayu lapis 3.3.1 Persiapan bahan baku

Kayu lapis berjenis meranti putih berukuran tebal 3 mm dipotong panjang dan lebar 35 cm, pembuatan bagian core berukuran panjang dan lebar (35x1) cm sebanyak 120 buah.

3.3.2 Persiapan Perekat

Perekat yang digunakan yaitu urea formaldehyda (UF), dihitung berdasarkan berat labur yaitu 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2.

3.3.3 Pembentukan dan Pengempaan

Lapisan papan terdiri dari tiga lapis lembar pertama dan ketiga yaitu kayu lapis berukuran tebal 3 mm, lembar ke dua susunan kayu lapis sebanyak 120 buah yang ukurannya panjang (35x 1) cm tebal 3 mm disusun tegak lurus dengan kayu lapis lebar pertama dan ketiga. Pembentukan lembaran setelah bagian tengah


(62)

disusun tegak lurus dengan bagian pertama dan ketiga yang telah diberikan perekat. Penyusunan pembuatan papan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Sketsa konstruksi papan kayu lapis

Lembaran dikempa dengan menggunakan kempa panas pada suhu 1200C dengan waktu kempa 7 menit dan tekanan kempa sebesar 12 kg/cm2.

3.3.4 Pengkondisian

Setelah proses pengempaan, lembaran-lembaran papan diberi perlakuan conditioning dengan cara penumpukan rapat (solid files) selama ± 14 hari agar sebelum dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanisnya perekat mengeras dan kadar air berada dalam kondisi kesetimbangan

Lembar pertama, kayu lapis dengan tebal 3 mm

Bagian core disusun oleh kayu lapis dengan tebal 3 mm dan lebar 1cm disusun secara tegak lurus

Lembar ke tiga,kayu lapis dengan tebal 3 mm


(63)

3.4 Pengujian Kualitas Papan Komposit

Parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji meliputi : kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan patah atau modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE), dan keteguhan rekat (internal bond). Pola pemotongan contoh uji disesuaikan dengan standar pengujian JIS A 5908 (2003) pada setiap lembaran papan disajikan pada Gambar 3.

11 35 cm

35 cm

Gambar 3 Sketsa contoh uji pengujian papan kayu lapis. Keterangan :

1 = contoh uji untuk determinasi keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) sejajar core (30 cm x 5 cm)

1

2

3

4

5

6


(64)

2 = contoh uji untuk determinasi keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) tegak lurus core (30 cm x 5 cm)

3 = contoh uji determinasi kerapatan dan kadar air (5 cm x 5 cm)

4 = contoh uji determinasi daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm) 5 = contoh uji cadangan determinasi daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm)

6 = contoh uji determinasi internal bond (5 cm x 5 cm)

7 = contoh uji cadangan determinasi internal bond (5 cm x 5 cm)

3.4.1 Pengukuran kerapatan

Pengukuran kerapatan papan komposit dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara dengen menggunakan rumus (Tsoumis 1991) :

Keterangan :

Kr = Kerapatan (g/cm3)

m1 = Berat contoh uji kering udara (g) V = Volume contoh uji kering udara (cm3)

3.4.2 Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal dengan berat setelah dikeringkan dalam

C. Kadar air tersebut dihitung dengan rumus (Tsoumis 1991) :

Keterangan :

KA = Kadar air (%)

m1 = Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)


(65)

3.4.3 Pengukuran Pengembangan Tebal (Thickness swelling)

Pengukuran pengembangan tebal berdasarkan atas selisih tebal dan panjang sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengembangan tebal tersebut dihitung dengan rumus (Tsoumis1991) :

Keterangan :

P = Pengembangan tebal (%)

t1 = Tebal atau panjang awal contoh uji setelah pengkondisian (cm)

t2 = Tebal atau panjang contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (cm)

3.4.4 Pengukuran Daya Serap Air (Water absorpsion)

Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus (Tsoumis 1991) :

Keterangan :

WA = Daya serap air (%)

m2 = Berat contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (g) m1 = Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

3.4.5 Pengukuran Modulus Lentur (Modulus of Elasticity = MOE)

Pengujian MOE dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Contoh uji yang digunakan berukuran (5 x 30) cm sejajar core dan tegak lurus core. Pembebanan contoh uji


(66)

diberikan dengan kecepatan 10 mm/menit. Nilai MOE dihitung dengan persamaan ( Tsoumis 1991):

Keterangan :

MOE : modulus of elasticity (kgf/cm2) ΔY : defleksi (cm)

ΔP : beban dibawah batas proporsi (kgf) b : lebar contoh uji (cm) L : jarak sangga (cm) h : tebal contoh uji (cm)

3.4.6 Pengukuran Modulus Patah (Modulus of Rupture = MOR)

Pengujian MOR dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Pada pengujian ini, pembebanan pada pengujian MOE dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan (patah). Nilai MOR dihitung dengan persamaan (Tsoumis 1991):

Keterangan :

MOR : modulus of rupture (kgf/cm2) b : lebar contoh uji (cm) P : beban maksimum (kgf) h : tebal contoh uji (cm) L : jarak sangga (cm)

Pengujian MOE dan MOR pada dua posisi yang berbeda yaitu sejajar core (Gambar 5) dan tegak lurus core (Gambar 4), dengan sketsa bagian core sebagai berikut:


(67)

Gambar 4 Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus core

Gambar 5 Contoh uji MOE dan MOR sejajar core

3.4.7 Pengukuran Internal Bond (IB)

Contoh uji berukuran 5 x 5 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) direkatkan pada dua buah blok alumunium dengan perekat dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji dengan kecepatan 2 mm/menit sampai beban maksimum. Nilai IB dihitung dengan persamaan sebagai berikut ( Tsoumis 1991) :

Keterangan :

IB : internal bond strength kgf/cm2) b : lebar contoh uji (cm) P : beban maksimum (kgf) L : panjang contoh uji (cm)


(68)

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor adalah berat labur terdiri dari 150 g/ m2, 175 g/ m2, 200 g/ m2 dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + εij

Keterangan :

Yij = nilai respon pada taraf ke-i faktor kombinasi tiga jenis kayu dan taraf ke-j faktor kadar perekat

µ = nilai rata-rata pengamatan

Ai = pengaruh sebenarnya faktor berat labor pada taraf ke-i i = 150 g/m2, 175 g/m2, 200 g/m2

j = ulangan (1, 2, 3)

εij = kesalahan (galat) percobaan pada faktor kombinasi berat labur taraf ke- i

Pengolahan data dilakukan dengan menggunkan Microsoft excel 2007 dan SPSS 19.0 for windows. Sedangkan kriteria ujinya yang digunakan adalah jika P

value lebih kecil dari α (0,05) maka perlakuan berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan 95 % dan jika P value lebih besar dari α (0,05) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda Duncan.


(69)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis 4.1.1 Kerapatan

Kerapatan papan komposit merupakan salah satu sifat fisis yang sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis. Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan bahan dalam lembaran (Haygreen dan Bowyer, 1989). Secara teoritis jika berat bahan yang digunakan dalam pembentukan suatu lembaran papan komposit dengan ukuran tertentu, maka kerapatan papan yang akan diperoleh relatif sama.

Nilai rata-rata kerapatan kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 0,54-0,58 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan terendah (0,54 g/cm3) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 175 g/m2, sedangkan nilai kerapatan tertinggi (0,58 g/cm3) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2. Nilai kerapatan rata-rata tertera pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Kerapatan kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan uji statistik nilai kerapatan tidak berbeda nyata untuk semua tipe kombinasi berat labur perekat. Menurut Kelly (1977) besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh besarnya kerapatan bahan baku asal dan kandungan perekat yang

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,58 0,54 0,57 K e rap at an ( g /c m 3)

150 175 200


(70)

digunakan. Semakin tinggi kandungan perekat relatif akan meningkatkan kerapatan yang dihasilkan selain itu tekanan kempa juga mempengaruhi kerapatan yang maksimum.

4.1.2 Kadar air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya (Haygreen dan Bowyer, 1989). Nilai rata-rata kadar air kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 12,76-13,2%. Nilai rata-rata kerapatan terendah (12,76 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai kadar air tertinggi (13,12%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai kadar air rata-rata tertera pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7 Kadar air kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Pada gambar di atas penambahan berat labur tidak berpengaruh terhadap kadar air, hal ini dilihat oleh uji statistik yang tidak signifikan.

0 2 4 6 8 10 12

14 12,76 13,05 13,12

K

a

d

a

r A

ir

(%)

150 175 200


(71)

4.1.3 Daya Serap Air

Daya serap air (Water Absorption) merupakan kemampuan papan untuk menyerap air (Haygreen dan Bowyer, 1989). Semakin kecil daya serap air papan maka stabilitas papan tersebut semakin baik. Daya serap air mencerminkan kemampuan suatu papan menyerap air setelah direndam selama 2 jam dan 24 jam. Air yang masuk ke dalam papan dapat dibedakan atas dua jenis, air yang masuk ke dalam papan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu air yang langsung dapat masuk mengisi rongga-rongga kosong di dalam papan terutama pada bagian core, serta air yang masuk ke dalam kayu lapis pengisi bagian core papan.

Nilai rata-rata daya serap air 2 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 18,51-16,98 %. Nilai rata-rata daya serap air terendah (16,98%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2, sedangkan nilai daya serap air tertinggi (18.51%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2. Nilai hasil penelitian daya serap air 2 jam tertera pada Gambar 8a berikut ini.

Gambar 8a Daya serap air kayu lapis 2 jam pada berbagai kombinasi berat labur.

Pada grafik histogram terlihat perbedaan nilai daya serap air 2 jam kayu lapis terhadap berat labur 150 g/m2, 175 g/m2, dan 200 g/m2, tetapi perbedaan tersebut

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 18,51 18,29 16,98 D a y a S e ra p A ir 2 j a m ( %)

150 175 200


(72)

tidak signifikan artinya dengan pembahan berat labur nilai daya serap air 2 jam menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik.

Nilai rata-rata daya serap air 24 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 39,60-44,24 %. Nilai rata-rata daya serap air terendah (39,60 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur150 g/m2, sedangkan nilai daya serap air tertinggi (44,24%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai daya serap air 24 jam tertera pada Gambar 8b berikut ini.

Gambar 8b Daya serap air 24 jam kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan uji statistik pada tabel di Lampiran 9, menunjukan bahwa nilai daya serap air kayu lapis 24 jam mempunyai nilai yang sama pada berbagai kombinasi perekat. 0 5 10 15 20 25 30 35 40

45 39,60 40,43

44,24 D a y a S e ra p A ir 2 4 j a m ( %)

150 175 200


(73)

4.1.4 Pengembangan Tebal

Sifat Pengembangan tebal merupakan salah satu sifat fisis yang sangat penting karena akan menentukan apakah suatu papan dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau interior (Iswanto 2005). Sifat ini juga penting karena sifat pengembangan tebal yang tinggi akan menyebabkan stabilisasi dimensi papan menjadi rendah, jika stabilisasi dimensi papan rendah maka papan tersebut diduga tidak dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama karena sifat mekanis yang dimiliki oleh papan tersebut akan segera menurun dengan drastis dalam jangka waktu tidak terlalu lama.

Nilai rata-rata pengembangan tebal 2 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 1,11-1,84 %. Nilai rata-rata pengembangan tebal terendah (1,11 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 175 g/m2, sedangkan nilai pengembangan tebal tertinggi (1,84%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilai pengembangan tebal 2 jam tertera pada Gambar 9a berikut ini.

Gambar 9a Pengembangan tebal 2 jam kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur. 0 0,5 1 1,5 2 1,73 1,11 1,84 P e n g e mb a n g a n T e b a l 2 j a m ( %)

150 175 200


(74)

Nilai rata-rata pengembangan tebal 24 jam kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 1,95-2,07 %. Nilai rata-rata pengembangan tebal terendah (1,95 %) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai pengembangan tebal tertinggi (2,07%) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilainya tertera pada Gambar 9b berikut ini.

Gambar 9b Pengembangan tebal 24 jam kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi akibat pengembangan dinding sel atau perubahan rongga akibat menyerap air, rongga akan mengicil pada saat pengempaan mudah kembali keukuran semula karena perkat tidak dapat memasuki rongga dan mengikatnya dengan baik (Sekino et al. 1997). Pada penelitian ini berdasarkan hasil pengujian statistik (Lampiran 10) menunjukkan bahwa pengembangan kayu lapis yang dihasilkan sama untuk semua taraf perlakuan.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

1,95 2,01 2,07

P e n g e mb a n g a n T e b a l 2 4 j a m ( %)

150 175 200


(75)

4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis 4.2.1 Modulus of Repture (MOR)

Modulus of Repture (MOR) merupakan kemampuan papan untuk menahan beban hingga batas maksimum (keteguhan patah). Nilai rata-rata MOR sejajar core kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 263.54-287,69 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR sejajar core terendah (263,54 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai MOR sejajar core tertinggi (287,69 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 200 g/m2. Nilainya tertera pada Gambar 10 berikut ini.

Gambar 10 MOR sejajar core kayu lapis pada berbagai kombinasi berat labur.

Berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa MOR sejajar core kayu lapis yang dihasilkan tidak berbeda nyata untuk semua taraf perlakuan. Nilai rata-rata MOR tegak lurus core kayu lapis hasil penelitian berkisar antara 102,71-115,35 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR tegak lurus core terendah (102,71 kgf/cm2) terdapat pada kayu lapis dengan berat labur 150 g/m2, sedangkan nilai MOR sejajar

0 50 100 150 200 250

300 263,54 277,24

287,69 M O R s ej a ra r C o re ( k g f/ cm 2)

150 175 200


(1)

Lampiran 5 Tabel Uji Statistik Pengembangan Tebal Kayu Lapis

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pengembangan tebal Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .019a 2 .010 .060 .943

Intercept 36.401 1 36.401 225.394 .000

perlakuan .019 2 .010 .060 .943

Error .969 6 .162

Total 37.389 9

Corrected Total .988 8


(2)

Lampiran 6 Tabel Uji Statistik MOR Sejajar Core

Between-Subjects Factors

N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOR sc

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 879.654a 2 439.827 1.701 .260

Intercept 686368.064 1 686368.064 2653.880 .000

perlakuan 879.654 2 439.827 1.701 .260

Error 1551.769 6 258.628

Total 688799.487 9

Corrected Total 2431.423 8


(3)

Lampiran 7 Tabel Uji Statistik MOE Sejajar Core

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOE SC Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 11624750.899a 2 5812375.450 .751 .511

Intercept 4.714E9 1 4.714E9 609.274 .000

perlakuan 11624750.899 2 5812375.450 .751 .511

Error 46423292.314 6 7737215.386

Total 4.772E9 9

Corrected Total 58048043.213 8 a. R Squared = .200 (Adjusted R Squared = -.066)


(4)

Lampiran 8 Tabel Uji Statistik MOR Tegak Lurus Core

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOR TLC Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 492.428a 2 246.214 1.540 .289

Intercept 99754.906 1 99754.906 623.909 .000

perlakuan 492.428 2 246.214 1.540 .289

Error 959.322 6 159.887

Total 101206.656 9

Corrected Total 1451.750 8


(5)

Lampiran 9 Tabel Uji Statistik MOE Tegak lurus Core

Between-Subjects Factors N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MOE TLC Kayu Lapis

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.399E8 2 69954836.890 .075 .929

Intercept 4.107E11 1 4.107E11 438.400 .000

perlakuan 1.399E8 2 69954836.890 .075 .929

Error 5.621E9 6 9.369E8

Total 4.165E11 9

Corrected Total 5.761E9 8


(6)

Lampiran 10 Tabel Uji Statistik Internal Bond

Between-Subjects Factors

N

Berat Labur Perekat P150 3

P175 3

P200 3

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:internal bond

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 10.849a 2 5.424 .583 .587

Intercept 273.461 1 273.461 29.402 .002

perlakuan 10.849 2 5.424 .583 .587

Error 55.806 6 9.301

Total 340.116 9

Corrected Total 66.654 8