Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang Dikenal dari Kampus IPB Dramaga terhadap Serangan Rayap

KEAWETAN ALAMI BEBERAPA JENIS KAYU INDONESIA
KURANG DIKENAL DARI KAMPUS IPB DRAMAGA
TERHADAP SERANGAN RAYAP

ANDI ZAIM PRANATA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keawetan Alami
Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang Dikenal dari Kampus IPB Dramaga
terhadap Serangan Rayap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Andi Zaim Pranata
NIM E24090086

ABSTRAK
ANDI ZAIM PRANATA. Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia
Kurang Dikenal dari Kampus IPB Dramaga terhadap Serangan Rayap. Dibimbing
oleh FAUZI FEBRIANTO dan ARINANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami sembilan jenis
kayu Indonesia kurang dikenal yang berada di Kampus IPB Dramaga terhadap
serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Penelitian ini menggunakan kayu
bagian gubal dan teras. Sembilan jenis kayu yaitu mangium, durian, nangka,
angsana, afrika, rukam, trembesi, bisbul, dan ki sampang. Penilaian keawetan
alami kayu terhadap serangan rayap mengacu pada SNI 01.7207-2006. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai kehilangan berat kayu bervariasi menurut
jenis pohon dan bagian gubal & teras setelah diumpankan pada rayap tanah dan
rayap kayu kering. Kayu nangka bagian teras memiliki keawetan alami paling

tinggi dan termasuk kelas awet II terhadap serangan rayap tanah. Bagian gubal
dan teras kayu bisbul, rukam, trembesi, dan angsana bagian teras termasuk kelas
awet III. Bagian gubal dan teras kayu mangium dan afrika termasuk kelas awet
IV. Bagian gubal dan teras kayu ki sampang, durian, nangka bagian gubal,
angsana bagian gubal termasuk kelas awet V. Kayu rukam bagian gubal memiliki
keawetan alami paling tinggi dan termasuk kelas awet II terhadap serangan rayap
kayu kering. Bagian gubal dan teras kayu bisbul, mangium, ki sampang, afrika,
durian, angsana, dan trembesi, dan rukam bagian teras termasuk kelas awet III.
Kata kunci: keawetan alami, rayap tanah, rayap kayu kering, kayu gubal, kayu
teras.

ABSTRACT
ANDI ZAIM PRANATA. Natural Durability of Some Indonesian Lesser Known
Species Against Termite Attacked Grown in Dramaga Campus Bogor Agricultural
University. Supervised by FAUZI FEBRIANTO and ARINANA.
The objective of this research was to evaluate the natural durability of
Nine Indonesian lesser known species against subterranean termite (Coptotermes
curvignathus Holmgren) and dry wood termite (Cryptotermes cynocephalus
Light) attacked grown in Dramaga campus Bogor Agricultural University. Sap
and hearth woods from nine wood species namely mangium (Acacia mangium

Wild), durian (Durio zibethinus), nangka (Arthocarpus heterophyllus), angsana
(Pterocarpus indicus), afrika (Maesopsis eminii Engl), rukam (Flacourtia rukam
Zoll), trembesi (Samanea saman (Jacquin) Merrill), bisbul (Diospyros discolor
Willd), and ki sampang (Evodia latifolia Dc) were used in this experiment.
Evaluation of natural durability of wood against termite attacked referred to SNI
01.7207-2006. The results indicated that the weight loss of wood after baited to
C.curvignathus and C.cynocephalus were varied among species and positioning
wood (sap and hearth woods). It was observed that hearth wood part of nangka
wood was the most durable wood against C.curvignathus attacked and it was

classified into 2nd class. bisbul, rukam and trembesi woods both sap and hearth
wood part and heart wood of angsana wood were classified into 3rd class.
mangium and afrika woods both sap and hearth wood parts were classified into 4th
class. Ki sampang and durian woods both sap and hearth wood parts and sap wood
part of nangka and angsana woods were classified into 5th class. Sap wood part of
rukam wood was the most durable wood against C.cynocephalus attacked and it
was classified into 2nd class. Bisbul, mangium, ki sampang, afrika, nangka, durian,
angsana and trembesi woods both sap and hearth wood parts and heart wood part
of rukam wood were classified into 3rd class.
Keywords: natural durability, dry wood termite, subterranean termite, sap wood,

hearth wood

KEAWETAN ALAMI BEBERAPA JENIS KAYU INDONESIA
KURANG DIKENAL DARI KAMPUS IPB DRAMAGA
TERHADAP SERANGAN RAYAP

ANDI ZAIM PRANATA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi

: Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang
Dikenal dari Kampus IPB Dramaga terhadap Serangan
Rayap
: Andi Zaim Pranata

Nama
NIM

: E24090086

Disetujui oleh

セG@

r'

(


Prof Dr Ir Fauzi :ebriant:, MS
Pembimbing 1

Tanggal Lulus:

.9-..;

Arinana, SHut MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang
Dikenal dari Kampus IPB Dramaga terhadap Serangan
Rayap
: Andi Zaim Pranata
: E24090086


Disetujui oleh

Arinana, SHut MSi
Pembimbing II

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Pembimbing 1

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini

berjudul “Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang Dikenal dari
Kampus IPB Dramaga terhadap Serangan Rayap”. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Juli 2013.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS dan Arinana, SHut MSi yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai
akhir penulisan.
2. Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan terhadap penulisan skripsi ini.
3. Orangtua dan kakak-kakak tersayang yang selalu memberikan doa dan
semangat.
4. Rekan-rekan FAHUTAN khususnya THH 46 atas segala bantuan dan
motivasinya.
5. TIDAR GROUP Rukin, Ujang, Maul, Ari, Yonas, Candra, Colil, Ichma
Yeldha, Dea, Intan, Bemby atas segala bantuan dan motivasinya.
Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.


Bogor, Oktober 2013

Andi Zaim Pranata

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Keawetan Alami
Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light)
Akasia Mangium (Acacia mangium Wild)
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)

Durian (Durio zibethinus)
Angsana (Pterocarpus indicus)
Afrika (Maesopsis eminii Engl)
Rukam (Flacourtia rukam Zoll)
Trembesi (Samanea saman (Jacquin) Merrill)
Ki sampang (Evodia latifolia Dc)
Bisbul (Diospyros discolor Willd)
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah
Keawetan alami kayu terhadap serangan rayap kayu kering
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keawetan alami kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus)
Keawetan alami kayu terhadap rayap kayu kering (C. cynocephalus)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
1
2
2
2
2
3
4
4
4
5
5
6
6
6
7
7
7
8
8
8
9
11
12
12
14
16
16
16
17
19
23

DAFTAR TABEL
1

Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI
01.7202-2006
2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering berdasarkan
SNI 01.7202-2006

9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5
6
7

Pemotongan contoh uji pada bagian teras dan gubal
Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap tanah
C. curvignathus dengan metode SNI 01.7201-2006
(a) Pengujian ketahanan kayu solid terhadap serangan rayap kayu
kering C. cynocephalus dengan metode SNI 01.7201-2006,
(b) Sampel uji setelah pengumpanan 12 minggu.
Penurunan berat kayu
Mortalitas rayap tanah
Kehilangan berat kayu
Mortalitas rayap kayu kering

8
9

11
12
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan
rayap tanah
Analisis data sidik ragam mortalitas rayap tanah
Analisis data sidik ragam kehilangan berat kayu terhadap serangan
rayap kayu kering
Analisis data sidik ragam mortalitas rayap kayu kering
Dokumentasi

19
19
19
20
211

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah, salah satunya adalah hutan sebagai penghasil berbagai jenis kayu.
Kayu di Indonesia dipandang penting karena terdapat dalam jumlah yang relatif
banyak diperkirakan 400 jenis. Dari jumlah tersebut 267 jenis telah dikenal dalam
perdagangan sisanya sebanyak 133 jenis masih digolongkan sebagai kayu kurang
dikenal (Mandang 1990). Kayu kurang dikenal yang dimaksudkan masih sedikit
mengenai informasi dari sifat-sifat kayu tersebut baik sifat fisis, mekanis, kimia
maupun anatomi serta dalam penggunaannya. Kayu telah lama memegang
peranan penting dalam kehidupan manusia, baik digunakan sebagai bahan
bangunan (konstruksi), perabotan rumah tangga, furniture, maupun dalam
penggunaan lainnya (Kuswanto et al. 2008). Kayu sebagai produk biologis
mempunyai keunggulan sifat-sifat tertentu daripada bahan lainnya, antara lain
kekuatan cukup tinggi, mudah dikerjakan, daya hantar panas yang rendah dan
mempunyai nilai dekoratif yang beraneka ragam. Permintaan kayu yang semakin
meningkat tidak diimbangi oleh pasokan kayu yang berasal dari hutan alam dan
hutan tanaman yang menyebabkan pasokan kayu bagi industri perkayuan di
Indonesia menurun dalam dekade terakhir.
Potensi hutan rakyat di Indonesia sangat besar dan telah terbukti mampu
memenuhi permintaan kayu di masyarakat. Kayu yang berasal dari hutan rakyat
umumnya mempunyai ukuran diameter yang kecil, jenis beragam dan mempunyai
keawetan alami rendah sehingga berakibat pada masa pakai life service kayu
tersebut pendek. Dari sekitar 4000 jenis kayu Indonesia sebagian besar (80-85%)
berkelas awet rendah III, IV, dan V (Martawijaya et al. 1981).
Kasus perusakan kayu oleh organisme perusak kayu tidak hanya
menimbulkan masalah secara teknis namun juga secara ekonomis. Rayap
merupakan hama yang sangat penting secara ekonomis di berbagai negara,
khususnya di daerah tropika karena banyak menyebabkan kerusakan pada struktur
kayu bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya (Rismayadi 2008). Akibat dari
kerusakan kayu oleh organisme perusak kayu mengakibatkan komponen bagian
bangunan tersebut harus diganti.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah belum adanya penelitian yang melaporkan tentang keawetan alami
beberapa jenis kayu Indonesia kurang dikenal dari Kampus IPB Dramaga
terhadap serangan rayap.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keawetan alami sembilan jenis
kayu yang ditanam di Kampus IPB Dramaga terhadap serangan rayap tanah

2

(Coptotermes curvignathus Holmgren) dan rayap kayu kering (Cryptotermes
cynocephalus Light).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keawetan alami sembilan jenis kayu kurang dikenal terhadap rayap tanah (C.
curvignathus) dan rayap kayu kering (C. cynocephalus) sehingga penggunaan
kayu tersebut dapat tepat sesuai dengan sifat-sifatnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Keawetan Alami
Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap berbagai faktor perusak
kayu. Biasanya faktor perusak yang dimaksud adalah faktor biologis seperti
jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu kering) dan binatang laut.
Menurut Martawijaya et al. (1981), keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan
kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan
yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Nilai suatu jenis kayu sangat
ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu,
penggunaannya akan kurang berarti jika keawetannya rendah. Selain bergantung
kepada jenis kayunya, keawetan kayu bergantung kepada jenis organisme perusak
kayu yang menyerangnya.
Keawetan secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif
yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang tentu saja bervariasi
menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain-lain. Hal inilah
yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbeda-beda. Keawetan
alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua
ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya namun, terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif keawetan alami kayu
cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002).
Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang
disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila
tidak dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya
spesialisasi (kasta) dimana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran
yang berbeda, yaitu: kasta prajurit, kasta pekerja, dan kasta reproduktif.
Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang
besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota–anggotanya mempunyai mandible
atau rostum yang besar dan kuat sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung
koloni dari gangguan luar (Pranggodo et al. 1983). Kasta pekerja merupakan
anggota yang sangat penting dalam koloni rayap. Tidak kurang dari 80-90%

3

populasi dalam koloni rayap merupakan individu-individu kasta pekerja. Kasta
pekerja umumnya berwarna putih pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami
penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Kasta pekerja bertugas memberi
makan ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya.
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu; betina (ratu) yang
tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina (Nandika et
al. 2003).
Rayap tanah dikenal sebagai hama tanaman yang utama. Beberapa jenis
tanaman perkebunan yang banyak diserang hama tersebut adalah pohon kelapa,
karet, coklat, dan kelapa sawit (Nandika et al. 2003). Rayap tanah C. curvignathus
merupakan golongan rayap yang banyak menyebabkan kerusakan. Rayap ini
bersarang di dalam tanah dan membangun liang-liang kembara yang
menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya karena rayap tanah
membutuhkan kelembaban yang tinggi dalam kehidupannya (Nandika et al.
1996). Klasifikasi jenis rayap menurut Azhim (2011) adalah:
Klas
: Insekta
Ordo
: Blatodea
Famili
: Rhinotermitidae
Subfamili
: Coptotermitinae
Genus
: Coptotermes
Spesies
: Coptotermes curvignathus Holmgren
Dalam hidupnya rayap memiliki beberapa sifat penting antara lain
trophalaxis, yaitu sifat rayap saling berkumpul dan menjilat satu sama lain untuk
mengadakan pertukaran bahan makanan, cryptobiotic yaitu sifat menyembunyikan
diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap
yang bersayap (laron), dan cannibalisme yaitu sifat rayap yang memakan
sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini akan semakin terlihat bila rayap
kekurangan makanan (Nandika et al. 2003).
Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light)
Rayap kayu kering merupakan jenis rayap yang umum terdapat pada
daerah-daerah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera,
Kalimantan dan Filipina. Rayap ini termasuk famili Kalotermitidae dan biasa
menyerang kayu-kayu yang kering, kayu yang tidak lapuk termasuk kayu struktur
bangunan, kusen pintu, jendela, perabot rumah tangga, dan lain-lain. Bahan-bahan
lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain juga diserang (Nandika et
al. 2003).
Koloni rayap kayu kering berkembang sangat lambat dan maksimum
anggota koloni berjumlah sangat sedikit. Jumlah anggota koloni yang berumur 4
tahunan kurang dari 1000 ekor, sedangkan koloni yang sudah tua berumur 10-15
tahun anggotanya kira-kira berjumlah 3000 ekor. Golongan rayap ini mampu
hidup pada kayu-kayu yang kadar airnya rendah sekitar 5-6% (Nandika et al.
1996)
Cara penyerangan rayap kayu kering tidak mudah dideteksi sebab
hidupnya terisolir di dalam kayu yang berfungsi sebagai sarangnya. Tanda
serangan rayap ini adalah kayu yang diserang masih utuh, meskipun bagian
dalamnya sudah rusak dan berlubang. Terdapatnya butiran-butiran kecil halus

4

yang merupakan kotoran rayap kayu kering, kecoklatan dengan ujung yang bulat
di sekitar kayu yang terserang (Sulistyowati 2004).
Akasia Mangium (Acacia mangium Wild)
Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu mangium memiliki ciri
umum, yaitu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat
zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning
pucat sampai kuning jerami. Kayu mangium (A. mangium) adalah tanaman asli
yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku.
Kayu Mangium berasal dari famili leguminosae dengan ciri anatomi
kayunya adalah sel-sel pembuluh atau porinya baur, soliter, dan berganda radial
yang terdiri atas 2 - 3 pori, diameter kecil, bidang perforasi sederhana. Parenkim
dan jari-jari kayu bertipe paratrakea bentuk selubung, kadang-kadang cenderung
bentuk sayap (PROSEA 1997).
Akasia Mangium memiliki BJ rata – rata 0.61 (0.43-0.66) dengan kelas
kuat II-III dan kelas awet III. Kayu mangium dapat digunakan untuk bahan
konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga,
lantai, papan dinding, tiang, batang korek api (Pandit dan Kurniawan 2008).
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)
Pohon yang termasuk kedalam famili moraceae ini dapat tumbuh dengan
tinggi sekitar 20 m sampai 30 m. Batang bulat silindris dengan diameter dapat
mencapai 1 m. Kayunya berwarna kuning di bagian teras, warna kayu nangka
mengalami perubahan warna dari warna kuning muda pada waktu kayu gubal
menjadi kuning sitrus pada kayu teras. Daun tunggal, helai daun agak tebal seperti
kulit, kaku, bertepi rata, bulat. Secara mikroskopis kayu nangka memiliki pori
berdiameter kecil, sel serabut yang panjang dan dinding sel serabut yang tebal.
Kandungan kimia kayu nangka antara lain selulosa 56.47%, lignin 28.76% dan
pentosan 28.64% (Komarayati dan Hastoeti 1993).
Kayu ini mengandung zat ekstraktif yang disebut morin. Bahan ini dapat
diekstrak dengan air panas atau dengan alkohol. Kayu nangka berkualitas baik dan
mudah di kerjakan sehingga kayu nangka sering dijadikan perkakas rumah tangga,
mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik. Kayu nangka
mempunyai berat jenis 0.55-0.71 dengan BJ rata-rata 0.61 dan termasuk kelas
kuat II-III (Heyne 1987).
Durian (Durio zibethinus)
Nama botanis durian adalah Durio spp. termasuk dalam famili
bombacaceae. Nama daerahnya adalah duren, deureuyan, andurian, duriat,
duriang, duiang, duhuian. Penyebaran kayu durian ini di seluruh Indonesia. Ciri
anatomi kayu durian adalah pori baur, soliter dan berganda parenkima terutama
bertipe apotrakea baur. Jari-jari sempit, letaknya jarang, dan ukurannya pendek
(Pandit dan Kurniawan 2008).
Ciri umum dari kayu ini adalah kayu teras berwarna coklat merah jika
masih segar, lambat laun menjadi coklat kelabu atau coklat semu-semu

5

lembayung. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari
kayu teras. Teksturnya agak kasar, permukaan kayu agak licin dan mengkilap.
Kesan raba agak licin, kekerasan agak lunak sampai agak keras. Kayu durian
termasuk ke dalam kelas kuat II-III dan kelas awet IV-V (Martawijaya dan
Kartasujana 1977). Kayunya mudah digergaji meskipun permukaannya cenderung
untuk berbulu, selain itu mudah dikupas untuk dibuat vinir. Kegunaan kayu ini
adalah sebagai bahan bangunan di bawah atap, rangka pintu dan jendela, perabot
rumah tangga, furniture, lantai, dinding, sekat ruangan, kayu lapis, peti, sandal
kayu, peti jenazah, dan bangunan kapal (Martawijaya et al. 1981).
Angsana (Pterocarpus indicus)
Angsana atau sonokembang (P.indicus) adalah sejenis pohon penghasil
kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae. Kayunya keras, kemerah-merahan,
dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau
rosewood. Ciri anatomi angsana adalah porinya cenderung tatalingkar, soliter,
komposisi selnya homoseluler, memiliki parenkim yang banyak bertipe paratrakea
bentuk sayap (PROSEA 1997). Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam
penggunaan yang berhubungan dengan tanah, namun sukar dimasuki bahan
pengawet. Kayu teras angasan berwarna kuning coklat terang hingga kemerahmerahan cokelat. Kayu gubal berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah.
Kayu ini berbau harum dan mengandung santalin, suatu komponen kristalin
merah yang menyusun bahan warna utama (Martawijaya et al. 1981).
Kayu Sonokembang memiliki BJ rata-rata 0.65 (0.39-0.94), memiliki kelas
awet II (I-IV) dan kelas kuat II (I-IV) sehingga kayu ini dapat digunakan dalam
konstruksi ringan maupun berat. Warna dan motif serat kayunya yang indah
menjadikan kayu sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel,
kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, bantalan rel kereta api, vinir
dekoratif, serta meja billyard (Pandit dan Ramdan 2002).
Afrika (Maesopsis eminii Engl)
Pohon afrika (M.eminii) merupakan jenis tanaman kehutanan yang
termasuk dalam famili Rhamnaceae. Pohon afrika tumbuh tersebar secara alami di
daerah tropika, Afrika Timur. Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian 1001500 m dpl. Pohon dapat tumbuh tinggi mencapai 15-45 m. Batang pohon lurus
berbentuk silindris dengan kulit batang halus atau beralur dalam dan vertikal.
Daun berbentuk bulat telur dengan tepi daun beringgi. Sifat anatomi kayu manii
antara lain panjang serat 1,5 mm dan diameter dinding serat 29,5 μm. Sementara
itu, kandungan kimia struktural kayu manii untuk selulosa 47,2% dan lignin
20,4% (Pandit dan Kurniawan 2008).
Kegunaan utama kayu afrika adalah untuk konstruksi ringan, peti kemas,
box dan bahkan sudah digunakan untuk plywood. Kayu afrika umumnya ditanam
di pekarangan rumah sebagai pohon peneduh, sebagai sumber kayu bakar dan
bahan bangunan ringan atau berat, pulp, papan partikel, tiang lantai dan bangunan
kapal. Di Jawa, pohon ini biasanya ditanam di sepanjang tepi jalan atau sebagai
pohon pembatas, sedangkan daunnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

6

Kayunya termasuk ke dalam kelas awet III-V dan kelas kuat III berberat jenis 0.45
g/cm² (Abdurachman dan Hadjib 2009).
Rukam (Flacourtia rukam Zoll)
Nama daerah. Ind : rukem – Sunda : kupa landak, rukem – Jawa : rukem.
Rukam (F.rukam) merupakan pohon buah yang biasanya bengkok berbonggolbongol, dengan batang yang banyak durinya. Pohon rukam ini dapat mencapai
tinggi 10 m hingga 15 m dan dapat mencapai diameter 40 cm. Penyebarannya
diseluruh Asia Tenggara, di Jawa banyak tumbuh liar dan berpencar-pencar baik
di dataran rendah yang panas maupun di daerah pegunungan sejuk yang selalu
lembab hingga ketinggian 1550 m diatas permukaan laut. Rukam banyak
dibudidayakan di Jawa Barat. Kayu rukam hanya dapat diperoleh dalam ukuran
kecil saja, kayunya yang sangat keras banyak digunakan di daerah Jawa untuk
antan (alu), galah kereta atau pedati (Heyne 1987).
Trembesi (Samanea saman (Jacquin) Merrill)
Trembesi (S. saman) merupakan tanaman cepat tumbuh asal Amerika
Tengah dan Amerika Selatan sebelah utara. Beberapa nama dalam bahasa Inggris
seperti, Rain Tree, Monkey Pod, East Indian Walnut, Saman Tree, dan False
Powder Puff. Di Indonesia umumnya jenis ini dikenal dengan nama trembesi,
dengan nama daerah seperti kayu colok (Sulawesi Selatan), ki hujan (Jawa Barat)
dan munggur (Jawa Tengah) (Heyne 1987).
Pohon trembesi mudah dikenali dari kanopinya yang berbentuk payung
dengan diameter kanopi lebih besar dari tingginya. Trembesi dapat mencapai
tinggi maksimum 15-25 m. Diameter setinggi dada mencapai 5 m. Kanopinya
dapat mencapai diameter 30 m. Pohon ini membentuk kanopi berbentuk payung,
dengan penyebaran horisontalnya lebih besar dibandingkan tinggi pohon jika
ditanam di tempat yang terbuka. Pada kondisi penanaman yang lebih rapat,
tingginya bisa mencapai 40 m dan diameter kanopi lebih kecil. Kayu trembesi
dapat digunakan untuk furnitur dan kerajinan pahatan karena mempunyai
karakteristik tekstur kayu yang lebih lembut, terang dan kuat (Nuroniah dan
Kosasih 2010).
Ki sampang (Evodia latifolia Dc)
Nama daerah Sund.: ki sampang – Jaw.: sampang – Ternate.: sauju. Ki
sampang (Evodia latifolia Dc) merupakan pohon perdu besar dengan tinggi
hingga 25 m dan diameter 45 cm, pohon ini banyak tumbuh di Jawa pada
ketinggian antara 1000-1500 m diatas permukaan laut. Pada kulit kayunya yang
retak atau pada tempat yang terdapat mata kayunya, mengalir sedikit damar dari
batangnya biasanya bening dan berwarna kuning pucat. Pemanfaatan batang kayu
ini bermacam-macam di sebagian daerah misalnya untuk membangun rumah
kecil, perabot rumah, sarung keris, dan popor senjata api (Heyne 1987).

7

Bisbul (Diospyros discolor Willd)
Nama daerah Ind.: buah mentega - Sund.: bisbul, mabolo. Bisbul (D.
discolor) merupakan pohon buah asli dari Filipina. Pohon bisbul umumnya
berukuran sedang dengan tinggi pohon hingga 15-32 m, pada batang umumnya
lurus dan bergalur. Pohon bisbul ini dapat ditemukan sampai dengan ketinggian
800 m dpl. Bisbul adalah salah satu spesies eboni bergaris yang banyak tumbuh di
Sumatera dan Jawa Barat. Di Sumatera, pohon ini dikenal sebagai buah mentega
karena buahnya yang dapat dimakan. Sementara di Jawa Barat pohon ini dikenal
dengan nama bisbul atau mabolo. Pohon ini sering ditanam untuk dimakan
buahnya yang rasanya manis dan juga untuk ditanam dipinggir jalan. Buah dari
pohon bisbul memiliki serabut atau berbulu dan tidak terdapat isi sehingga dapat
dikonsumsi setelah mengupasnya. Bisbul menghasilkan kayu yang dapat
digunakan untuk produk – produk mewah seperti: patung, ukiran, dan mebel
mewah (Soerianegara 1995).
Kayu bisbul sangat keras dan licin sehingga sukar dikerjakan serta
memiliki warna gelap dan berkilau. Secara anatomi heartwoodnya berwarna hitam
dengan garis – garis merah muda. Seratnya interlock lurus dan agak pendek,
memiliki pori-pori yang kecil, parenkim apotrakeal. Sifat fisis kayu bisbul yaitu
memiliki kerapatan yang sedang berkisar 0.74 ± 0.04 gr/cm3, kadar air kayunya
59.86 ± 2.84 % (Krisdianto dan Abdurachman 2005).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Juli 2013 di
Laboratorium Rayap (Termites Rearing Unit) Bagian Teknologi Peningkatan
Mutu Kayu, Laboratorium Biokomposit pada Bagian Biokomposit dan Bagian
Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian keawetan alami kayu adalah
rayap tanah (C. curvignathus), rayap kayu kering (C. cynocephalus), kayu
mangium (Acacia mangium Wild), kayu durian (Durio zibethinus), kayu nangka
(Arthocarpus heterophyllus Lamk), kayu angsana (Pterocarpus indicus), kayu
afrika (Maesopsis eminii Engl), kayu rukam (Flacourtia rukam Zoll), kayu
trembesi (Samanea saman (Jacquin) Merrill), kayu bisbul (Diospyros discolor
Willd), dan kayu ki sampang (Evodia latifolia Dc). Kayu berasal dari sekitar
kampus IPB. Bagian kayu yang dijadikan sampel adalah bagian pangkal pohon
dengan diameter kayu berkisar antara 11 cm – 30 cm. Bahan lain yang digunakan
pasir steril, air mineral, alkohol 70% dan alumunium foil.

8

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, desikator, botol uji,
timbangan elektrik, cawan petri, sendok, pipa paralon, kapas, lilin, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Pengujian keawetan alami sembilan jenis kayu mengacu pada prosedur
pengujian ketahanan kayu terhadap rayap yang terdapat pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01.7207-2006. Dalam penelitian ini organisme perusak kayu
yang dimaksud adalah rayap tanah dan rayap kayu kering. Masing-masing jenis
kayu dipotong menurut bagian teras dan gubal serta diambil 3 buah contoh uji
pada bagian teras dan gubal tiap jenis kayu.

Gambar 1 Pemotongan contoh uji pada bagian teras dan gubal
Keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah
Berdasarkan SNI 01.7202-2006 contoh uji kayu dipotong dengan ukuran
2.5 x 2.5 x 0.5 cm. Contoh uji dioven pada suhu 60 ºC ± 2 ºC selama 48 jam
untuk mendapatkan berat kayu sebelum pengujian (W1), serta dilakukan sterilisasi
pada pasir dan botol uji. Selanjutnya contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji
sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji.
Kemudian ke dalam botol uji dimasukkan pasir steril 200 g lalu ditambahkan air
mineral sebanyak 50 ml. Sebanyak 200 ekor rayap tanah (C. curvignathus) kasta
pekerja yang masih sehat dan aktif dimasukkan ke dalam botol uji selanjutnya
botol uji ditutup alumunium foil dan disimpan dalam ruang gelap selama 4
minggu.
Setiap minggu aktivitas rayap dalam botol uji diamati tanpa menggangu
aktivitasnya. Setelah 4 minggu contoh uji dibongkar, dibersihkan dan dihitung
jumlah rayap yang masih hidup untuk menentukan mortalitasnya. Contoh uji
dioven pada suhu 60 ºC ± 2 ºC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kayu
setelah pengujian (W2). Nilai kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap
tanah dihitung dengan persamaan berikut :
(%) =
Ket :
WL
W1
W2



× 100%

= Penurunan berat (%)
= Berat kering oven kayu sebelum pengumpanan (g)
= Berat kering oven kayu setelah pengumpanan (g)

9

Pada penelitian ini dilakukan juga pengamatan mortalitas rayap dengan
menggunakan rumus mortalitas :
=
Ket :
MR
D
200

200

100%

= Mortalitas rayap
= Jumlah rayap mati
= Jumlah rayap awal pengujian

Penentuan ketahanan dan kelas awet contoh uji terhadap rayap tanah
diklasifikasikan berdasarkan penurunan berat sebagaimana disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI
01.7202-2006
Kelas
I
II
III
IV
V

Ketahanan
Sangat tahan
Tahan
Sedang
Buruk
Sangat buruk

Penurunan berat (%)