Analisis Perubahan Tegangan Dalam Deteksi Keadaan Air Dengan Free-Dipping Method Menggunakan Sensor Kitosan
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI
KEADAAN AIR DENGAN
FREE-DIPPING METHOD
MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
TESIS
Oleh
MUHAMMAD FICKY AFRIANTO
117026013/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI
KEADAAN AIR DENGAN
FREE-DIPPING METHOD
MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
TESIS
Oleh
MUHAMMAD FICKY AFRIANTO
117026013/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(3)
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI
KEADAAN AIR DENGAN
FREE-DIPPING METHOD
MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika Pada Program Pascasarjana
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD FICKY AFRIANTO
117026013/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(4)
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN
DALAM DETEKSI KEADAAN AIR DENGAN F REE-DIPPING METHOD MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD FICKY AFRIANTO
Nomor Induk Mahasiswa : 117026013
Program Studi : Magister Ilmu Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M. Sc Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc K e t u a Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc Dr. Sutarman, M. Sc NIP. 19550706 198102 1 002 NIP. 19631026 199103 1 001
(5)
PERNYATAAN ORISINILITAS
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI
KEADAAN AIR DENGAN
FREE-DIPPING METHOD
MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 24 Juli 2013
Muhammad Ficky Afrianto NIM. 117026013
(6)
PERNYATAAN PERSETUJAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
N a m a : Muhammad Ficky Afrianto
N I M : 117026013
Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : T e s i s
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI KEADAAN AIR DENGAN F REE-DIPPING METHOD MENGGUNAKAN
SENSOR KITOSAN
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 24 Juli 2013
Muhammad Ficky Afrianto NIM. 117026013
(7)
Telah diuji pada Tanggal : 24 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Tulus Ikhsan Nasution, M. Sc Anggota : 1. Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc
2. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.S 4. Dr. Susilawati, M. Si
(8)
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap berikut gelar : Muhammad Ficky Afrianto Tempat dan Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 18 Januari 1986
Alamat Rumah : Jalan Aurduri Raya III Blok Kelurahan Penyengat Rendah kecamatan Telanaipura Jambi
Telepon /Fax/HP : +6281-2627-4406-3
e-mail : [email protected]
Instansi Tempat Bekerja : -
Alamat Kantor : -
Telepon : -
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 21 Pangkalan LimaPuluh Kota Tamat : 1998
SMP : SMP Negeri 1 Padang Tamat : 2001
SMA : SMA Negeri 1 Padang Tamat : 2004
Strata-1 : Universitas Negeri Medan Tamat : 2010
(9)
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI
KEADAAN AIR DENGAN
FREE-DIPPING METHOD
MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
ABSTRAK
Telah dilakukan deteksi kualitas beberapa jenis air yaitu air sungai tamiang sebelum dan sesudah treatment, air mineral serta aqudes berdasarkan perubahan tegangan air terhadap waktu pengamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kualitas beberapa jenis air berdasarkan Perubahan tegangan menggunakan sensor kitosan sehingga didapat perbedaan terhadap air yang diamati. Sensor kitosan merupakan sensor yang difabrikasi dengan lapisan film tipis menggunakan kitosan. Metode tanpa-pencelupan merupakan sebuah metode baru dalam mendeteksi keadaan air. Pendeteksian dilakukan dengan mengekspos molekul air, Pengeksposan molekul – molekul air tersebut dalam waktu tertentu akan menyebabkan nilai tegangan keluaran sensor berubah karena sensor akan merespon kehadiran molekul – molekul air. Perubahan tegangan listrik tersebut menunjukkan perbedaan kualitas air. Hasil pengujian menunjukkan tegangan terbesar berada pada sampel air sungai sebelum treatment yaitu sebesar 184mV diikuti oleh air sungai setelah treatment sebesar 131mV sedangkan tegangan untuk air mineral diperoleh tegangan sebesar 121mV. Pengulangan dalam pengujian menunjukkan bahwa sensor kitosan memiliki respon , sensitifitas, pemulihan, stabilitas, pengulangan serta reprodubility yang baik. Pengeksposan sensor kitosan mampu untuk mendeteksi kualitas air, sehingga sensor kitosan dapat digunakan dalam menentukan kualitas air dengan metode tanpa-pecelupan.
Kata Kunci : sensor kitosan, perubahan tegangan, kualitas air
ANALYSIS OF VOLTAGE IN WATER DETECTION WITH F REE-DIPPING METHOD USING CHITOSAN SENSOR
(10)
ABSTRACT
Detection of water quality river water before and after treatment, mineral water and aqudes based on the observation time. This study aims to detect multiple types of water quality based sensor voltage change using chitosan in order to get water to the observed differences. Chitosan sensor is a sensor fabricated by coating a thin film using chitosan. Non-immersion method is a new method to detect the state of the water. The detection is done by exposing the water molecules, molecules Exposures - the water molecules within the specified time will cause the value of the sensor output voltage change due to the sensor will respond to the presence of molecules - molecules of water. The voltage changes indicate differences in water quality. The test results showed the greatest stress on river water samples before treatment is equal to 184mV followed by river water after treatment while the voltage of 131mV for mineral water obtained voltage of 121mV. Repetition in testing demonstrated that the chitosan has a response, sensitivity, recovery, stability, repeatability and reprodubility good. Exposure chitosan sensor capable of detecting water quality, so that the sensor can be used in determining the chitosan water quality with no-pecelupan method.
(11)
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji hanya kepada Allah SWT, shalawat serta salam semoga terus-menerus dilimpahkan oleh Allah SWT kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan sahabat sekalian. Dengan selesainya Tesis ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada : Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTH&H., M. Sc., (CTM)., Sp. A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc., atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Nasruddin MN, M. Eng. Sc., serta Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika, Bapak Dr. Anwar Darma Sembiring, M.S., beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Tulus Ikhsan Nasution, M.Sc selaku Pembimbing I serta Bapak Dr Nasruddin MN, M.Eng.Sc, selaku Pembimbing II, atas semua sumbangan pikiran dan saran serta bimbingan dengan penuh kesabaran, dorongan, motivasi serta arahan-arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya.Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Dewan Penguji dan Penilai Tesis, yaitu Bapak Dr. Anwar Darma Sembiring, M.S., Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc.serta Ibu Dr. Susilawati, M.Si, atas kesediaannya untuk menguji dan menilai penulis.
Ucapan terima kasih khusus, penulis sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda, Bapak H. Ir.Sucipto dan Ibu Elly Afrida yang telah bersusah payah membesarkan, menyekolahkan, membiayai dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan mahasiswa-mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Angkatan 2011 atas kebersamaan dan persahabatan yang telah terjalin selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Abangda Zulkarnain Putra, Witri Mirza Yuhanan, Mulyadi, Winsyah Ritonga, Warkum, Ucok Oka Rakasiwi Harahap yang selalu seiring jalan dalam suka maupun duka, semoga persahabatan dan persaudaraan ini tetap terjaga serta menjadi kenangan terindah hingga akhir hayat.
(12)
Sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikkan mereka dibalas dengan limpahan pahala yang berlipat ganda, terjaga kesehatannya, tetap dalam rahmat dan hidayah serta perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini tidak mungkin terlepas dari kesalahan. Oleh sebab itu dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya.
Medan, 24 Juli 2013 Penulis,
Muhammad Ficky Afrianto
(13)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Abstrak iii
Daftar Isi v
Daftar Gambar vi
Daftar Tabel vii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalahan 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Air 4
2.2 Faktor – Faktor Fisika dan Kimia Air 5
2.3 Model Pengolahan Air 7
2.4 Metode DeteksiKualitas Air 8
2.5 Sensor 13
2.6 Kitosan 14
Bab III Metode Penelitian
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 18
3.2 Alat Penelitian 18
3.3 Bahan Penelitian 19
3.4 Diagram Alir Penelitian 20
3.5 Analisa Kualitas Air dengan Metode Tanpa Celup 21
3.6 Prosedur Kerja 22
Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Deteksi Kualitas Air sungai Sebelum Treatment 23 4.2 Hasil Deteksi Kualitas Air Sungai Sesudah Treatment 26 4.3 Hasil Deteksi Kualitas Air Mineral 27
4.3 Hasil Deteksi Kualitas Aquadest 30
4.5 Hasil Gabungan Deteksi Kualitas Seluruh Sampel 31
(14)
Bab V Kesimpulan dan Saran 38
5.1 Kesimpulan 38
5.2 Saran 38
Daftar Pustaka Lampiran
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Elektrolisa Air 9
Gambar 2.2 Elektrolizer 11
Gambar 2.3 Prinsip free-dipping method 12
Gambar 2.4 Pembentukan sensor kitosan pada permukaan tembaga (Cu) 12
Gambar 2.5 Ekivalen Sensor 13
Gambar 2.6 Struktur Kitosan 15
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 20
Gambar 3.2 Skematik Alat 21
Gambar4.1 Grafik Perubahan Tegangan Air Sungai Tamiang
Sebelum Treatment 23
Gambar4.2 Grafik Perubahan Kelembapan Relative Air Sungai
Tamiang Sebelum Treatment 25
Gambar4.3 Grafik Perubahan Temperatur Air Sungai Tamiang Sebelum
Treatment 25
Gambar4.4 Grafik Perubahan Tegangan Air Sungai Tamiang
Sesudah Treatment 26
Gambar 4.5 Grafik Perubahan Tegangan Air Mineral 27 Gambar 4.6 Grafik Perubahan Kelembapan Relative Air Mineral 29 Gambar 4.7 Grafik Perubahan Temperatur Air Mineral 29 Gambar 4.8 Grafik Perubahan Tegangan Aquades 30 Gambar 4.9 Grafik Gabungan Kualitas Air yang diuji 31 Gambar 4.10. Gambar kitosan dalam bentuk membran
yang diendapkan ke atas lapisan Cu. 35 Gambar 4.11. Gambar SEM kitosan yang diendapkan pada
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Warna Endapan Setelah elektrolisa air 10
Tabel 2.2. Bentuk Kitosan serta Sifatnya 17
Tabel 4.1 Tegangan Maksimum Sensor Untuk Air Sungai 24 Tabel 4.2 Tegangan Maksimum Sensor Untuk Air Sungai
Sesudah Treatment 27
Tabel 4.3 Tegangan Maksimum untuk Sampel Air Mineral 28 Tabel 4.4 Tegangan Maksimum Untuk Air Aquadest 31 Tabel 4.5 Pengujian air sungai sebelum pengolahan 33
(17)
ANALISIS PERUBAHAN TEGANGAN DALAM DETEKSI
KEADAAN AIR DENGAN
FREE-DIPPING METHOD
MENGGUNAKAN SENSOR KITOSAN
ABSTRAK
Telah dilakukan deteksi kualitas beberapa jenis air yaitu air sungai tamiang sebelum dan sesudah treatment, air mineral serta aqudes berdasarkan perubahan tegangan air terhadap waktu pengamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kualitas beberapa jenis air berdasarkan Perubahan tegangan menggunakan sensor kitosan sehingga didapat perbedaan terhadap air yang diamati. Sensor kitosan merupakan sensor yang difabrikasi dengan lapisan film tipis menggunakan kitosan. Metode tanpa-pencelupan merupakan sebuah metode baru dalam mendeteksi keadaan air. Pendeteksian dilakukan dengan mengekspos molekul air, Pengeksposan molekul – molekul air tersebut dalam waktu tertentu akan menyebabkan nilai tegangan keluaran sensor berubah karena sensor akan merespon kehadiran molekul – molekul air. Perubahan tegangan listrik tersebut menunjukkan perbedaan kualitas air. Hasil pengujian menunjukkan tegangan terbesar berada pada sampel air sungai sebelum treatment yaitu sebesar 184mV diikuti oleh air sungai setelah treatment sebesar 131mV sedangkan tegangan untuk air mineral diperoleh tegangan sebesar 121mV. Pengulangan dalam pengujian menunjukkan bahwa sensor kitosan memiliki respon , sensitifitas, pemulihan, stabilitas, pengulangan serta reprodubility yang baik. Pengeksposan sensor kitosan mampu untuk mendeteksi kualitas air, sehingga sensor kitosan dapat digunakan dalam menentukan kualitas air dengan metode tanpa-pecelupan.
Kata Kunci : sensor kitosan, perubahan tegangan, kualitas air
ANALYSIS OF VOLTAGE IN WATER DETECTION WITH F REE-DIPPING METHOD USING CHITOSAN SENSOR
(18)
ABSTRACT
Detection of water quality river water before and after treatment, mineral water and aqudes based on the observation time. This study aims to detect multiple types of water quality based sensor voltage change using chitosan in order to get water to the observed differences. Chitosan sensor is a sensor fabricated by coating a thin film using chitosan. Non-immersion method is a new method to detect the state of the water. The detection is done by exposing the water molecules, molecules Exposures - the water molecules within the specified time will cause the value of the sensor output voltage change due to the sensor will respond to the presence of molecules - molecules of water. The voltage changes indicate differences in water quality. The test results showed the greatest stress on river water samples before treatment is equal to 184mV followed by river water after treatment while the voltage of 131mV for mineral water obtained voltage of 121mV. Repetition in testing demonstrated that the chitosan has a response, sensitivity, recovery, stability, repeatability and reprodubility good. Exposure chitosan sensor capable of detecting water quality, so that the sensor can be used in determining the chitosan water quality with no-pecelupan method.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Permasalahan dalam treatmanet air dengan menggunakan filter adalah adanya pergantian berkala atau sesuai dengan anjuran pabrikan terhadap filter yang digunakan. Adanya kandungan air yang berbeda – beda ini dapat menjadikan filter kotor sebelum masa pergantian berkala sehingga apabila filter tersebut tetap digunakan maka kualitas air dapat menjadi tidak layak konsumsi. penurunan kualitas air filter ini sangat sulit untuk diamati dengan mata kasar maka untuk mengantasi masalah tersebut perlu alat yang dapat mengindikasi kualitas air. Umumnya alat yang digunakan untuk mengindikasi dinamakan dengan sensor. Secara umum sensor didefenisikan sebagai alat yang mampu menangkap fenomena fisika atau kimia kemudian mengubahnya menjadi sinyal elektrik baik arus listrik ataupun tegangan.
Pendeteksian kualitas air banyak dilakukan dengan metode celup. Metode celup merupakan suatu metode yang menggunakan elektroda sebagai sensor untuk mengindikasi kualitas air. Metode ini mengimplikasikan prinsip dari proses elektrolisa air dimana elektroda yang dialirkan arus listrik dicelupkan ke dalam air berguna untuk memunculkan partikel – partikel yang terkandung di dalam air sehingga menyebabkan terjadi perubahan warna pada air. Aryanto, dkk(2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa warna air yang telah mengalami proses elektrolisis akan berubah warna menjadi jingga, hijau hitam atau putih tergantung kandungan partikel yang terlarut didalamnya. Perubahan warna ini menunjukan adanya partikel logam atau unsur kimia yang terlarut didalamnya. Menurut Suyanto,M (2008) dalam penelitiannya mendeteksi polutan air tanah dengan memfaatkan power supply sebagai alat bantu elekrolisis ,menyimpulkan bahwa bila air tanah yang dideteksi dengan cara elektrolisis mempunyai kandungan mineral yang cukup tinggi, maka warna air cepat berubah sesuai kandungan mineralnya. penelitian yang dilakukan oleh irwana, N(2010) dalam deteksi penurunan kualitas susu menggunakan Sensor kitosan sebagai pengganti elektroda. Hasil
(20)
penelitiannya menunjukkan bahwa uji sifat elektrik dari sensor kitosan telah berhasil dilakukan untuk mendeteksi penurunan kualitas susu.
Dalam penelitian pendahuluan ini, Deteksi kualitas air akan dilakukan dengan metode tanpa-pencelupan (free-dipping method) menggunakan sensor kitosan untuk sampel beberapa jenis air, diantaranya adalah air sungai Tamiang sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, air mineral dan aquadest. Sinyal keluaran sensor dalam bentuk tegangan listrik apabila sensor diekspos dengan molekul-molekul air dibaca dengan menggunakan multimeter digital. Kemudian data tegangan keluaran versus waktu pengeksposan diplot ke dalam bentuk grafik untuk menginterpretasikan sifat-sifat sensor kitosan. Sifat-sifat tersebut digunakan untuk mengindikasikan perbedaan kualitas air untuk setiap sampel.
1.2RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah metode tanpa-pencelupan ( free-dipping method) dapat digunakan untuk mendeteksi kualitas beberapa jenis air menggunakan sensor kitosan.
2. Apakah sensor dapat memberikan informasi terhadap indikasi kualitas air yang digunakan dalam pendeteksian beberapa jenis air.
1.3BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Sampel air yang dideteksi dan diberi perlakuan adalah air sungai Tamiang di daerah Kabupaten Aceh Tamiang, air mineral dan aquadest.
2. Deteksi dilakukan pada sampel air menggunakan sensor kitosan.
3. Sifat-sifat sensor yang akan diuji meliputi sensitifitas, reaksi balas (response), stabilitas, pulihan (recovery), pengulangan (repeatability) dan kebolehhasilan (reproducibility).
(21)
1.4TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menguji kemampuan sensor kitosan dalam mendeteksi kualitas air berdasarkan perubahan tegangan dengan metode tanpa-pencelupan (free-dipping method). 2. Melihat perbedaan tegangan disetiap sampel yang diuji sebagai database suatu
kualitas air.
1.5MANFAAT PENELITIAN
1. Tersedianya alat untuk mengindikasi kualitas air yang baru dengan kelebihan-kelebihan meliputi pendeteksian yang cepat, biaya murah, mudah digunakan dan mudah dibawa (portable).
2. Menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru tentang metode tanpa-pencelupan (free-dipping method).
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O terdiri satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1bar) and temperatur 273,15 K (0 °C) (http://id.wikipedia.org).
Berdasarkan analisis kualitas air dapat digolongkan dalam 3 ( tiga ) kategori, yaitu : air bersih, air minum dan air kotor atau limbah. (Sutrisno, 2006).
a. Air Bersih
Air bersih yaitu air yang sudah terpenuhi syarat fisik dan syarat kimia namun syarat bakteriologi belum terpenuhi. Secara umum penggunaan air bersih antara lain akan diolah menjadi air siap minum, untuk keperluan MCK (mandi, cuci, dan kakus). Dari segi kualitas, air bersih harus memenuhi syarat, yaitu :
1) Syarat Fisik : air tidak boleh berwarna, tidak boleh berasa, tidak boleh berbau, suhu di bawah suhu udara (sejuk 25oC) dan jernih.
2) Syarat Kimia : tidak mengandung racun dan zat-zat mineral atau zat-zat lain tidak dalam jumlah yang berlebihan. (Sutrisno, 2006).
b. Air Minum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (Kepmenkes RI, 2010 ). Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (PP Nomor 16 Tahun 2005).
(23)
c. Air Kotor atau Air Limbah
Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. (PP Nomor 16 Tahun 2005). Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. (Permen LH Nomor 01 Tahun 2010).
2.2. Faktor-faktor Fisika dan Kimia yang Mempengaruhi Air. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas air diantara lain : a. Temperatur
Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu perairan karena organism akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan-perubahan temperature. Menurut hokum Vant’s Hoffs, kenaikan tempertaur sebesar 100C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Dengan naiknya temperature akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 1996).
b. pH
Salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses (industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya) adalah pH, yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH rendah
dinamakan ”asam” sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Skala pH
terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah mewakili air murni (netral) (Barus, 1996). pH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena dalam pengolahan air parameter ini penting dalam
(24)
penentuan kelayakan sebagai air minum. pH dalam air akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi.
c. Warna
Secara estetika warna dalam air minum dapat mengganggu. Penyebab air berwarna ini biasanya disebabkan oleh kandungan zat organik sehingga membuat air menjadi berwarna. Selain itu kemungkinan zat organik atau kekeruhan penyebab air berwarna dapat berupa senyawa yang dapat membahayakan kesehatan para pemakainya. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air rawa berwarna kuning, air buangan dari pabrik, selokan, air sumur yang tercemar dan lain-lain .
d. Kekeruhan
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelo Metrix Turbidity Unit) atau JTU (Jackson Turbidity Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri ( Barus, 1996). Kekeruhan pada air biasanya disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat yang sangat halus. Semakin keruh menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya.
e. Padatan Terlarut Total (TDS)
TDS memepengaruhi ketransparanan dan warna air. Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air. Penentuan padatan terlarut dapat cepat menetukan kualitas air, caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air (Sastrawijaya, 2000).
f. Logam
Beberapa jenis logam yang biasanya terdapat didalam air antara lain Al, Fe, Mn, Zn, dan Cu. Untuk Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 menetapkan kadar zat besi di dalam air minum yang diperbolehkan maksimum 0,3 mg/l, sedangkan Aluminium 0,2 mg/l,
(25)
Mangan 0,4 mg/l, Seng 3 mg/l dan Tembaga 2 mg/l. Zat besi di dalam air minum pada tingkat konsentrasi mg/l tidak memberikan pengaruh yang buruk pada kesehatan, tetapi dalam kadar yang besar dapat meneyebabkan air menjadi coklat kemerahan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu didalam proses pengolahan air minum, garam besi valensi dua (ferro) yang larut di dalam air perlu dirubah menjadi garam besi valensi tiga (ferri) yang tidak larut di dalam air sehingga mudah dipisahkan (Tatsunami,1971). Air yang mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa yang tidak enak apabila dikonsumsi, dan bila Zink dalam kadar yang besar didalam air akan menimbulkan rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, Zink merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekuranganSeng dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak.
2.3 Model Pengolahan Air
Pengolahan air dapat dilakukan secara biologi, kimia dan fisika. Pengolahan air secara biologi dilakukan agar air dapat memenuhi standar parameter biologi, antara lain dengan pemanasan dan penyinaran dengan sinar ultraviolet sehingga bakteri yang terdapat dalam air akan mati. Secara kimia pengolahan air digunakan bahan – bahan kimia guna memenuhi parameter kimia, misalnya untuk mengontrol pH air supaya netral. Pengolahan secara fisika dilakukan untuk menghilangkan kotoran pada air berupa zat padat misalnya, sampah, kayu dan pasir. Pengolahan secara fisika dilakukan dengan filtrasi, pengendapan atau sedimentasi dan elektrokoagulasi.
a. Proses Filtrasi
Filtrasi dalam sistem pengolahan air bersih adalah proses penghilangan partikel-partikel atau flok-flok halus yang lolos dari unit sedimentasi, dimana partikel-partikel atau flok-flok tersebut akan tertahan pada media penyaring selama air melewati media tersebut. Filtrasi diperlukan untuk menyempurnakan penurunan kadar kontaminan seperti bakteri, warna, rasa, bau dan logam yang
(26)
terkandung didalam air, sehingga diperoleh air bersih yang memenuhi standar kualitas air minum (Asmadi,2011). Ada beberapa macam filter yang dipakai dalam proses filtrasi terhadap zat atau unsur mineral dan kuman pathogen. Filter yang dimaksud adalah filter karbon aktif, filter keramik, filter selaput, filter karang aktif.( Kumalasari .F dan Sato. Y (2011).
b. Proses Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas Hidrogen (Holt et al., 2004) .Menurut Mollah (2004), elektrokoagulasi adalah proses kompleks yang melibatkan fenomena kimia dan fisika dengan menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah. Sedangkan elektrokoagulasi menurut Ni’am (2007), adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan elektrolit.
c. Proses Sedimentasi
Secara umum proses sedimentasi diartikan sebagai proses pengendapan, dimana akibat gaya grafitasi, partikel yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis air akan mengendap kebawah dan yang lebih kecil akan mengapung atau melayang. Ada beberapa pengertian proses sedimentasi yaitu:
proses untuk memisahkan flok / partikel / suspensi yang terkandung di dalam air yang diolah sampai tingkat dimana beban filter menjadi lebih ringan untuk keberhasilan proses filtrasi.
Proses penjernihan air, dimana yang akan diolah berada pada suatu tangku atau bak pada periode waktu yang dipertimbangkan.
(27)
Proses penghilangan sebagian besar pedatan yang terkandung dalam air dengan pengendapan secara gravitasi dan dalam waktu tertentu.
Adapun tujuan proses sedimentasi adalah untuk pemisahan air dan suspensi dimana air menjadi bentuk yang lebih jernih dan suspensi menjadi larutan yang lebih pekat.
2.4 Metode Deteksi Kualitas Air
Biro pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat (FDA, Food and Drug Administration) menggunakan elekrolisa dalam menguji kualitas air.
Laporan biro kesehatan menunjukan bahwa terdapat hubungan antara air yang tercemar terhadap kesehatan manusia, serta tentang warna air yang mengalami proses elektrolisis. Warna air yang telah mengalami proses elektrolisis akan berubah warna menjadi jinnga, hijau hitam atau putih tergantung kandungan partikel yang terlarut didalamnya. Perubahan warna ini menunjukan adanya partikel logam atau unsur kimia yang terlarut didalamnya dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan akan menimbulkan berbagai macam penyakit. (Aryanto.2008)
Pendeteksian air selama ini menggunakan Metode celup yang biasanya dilakukan dengan menggunakan elektrolisa. Elektrolisa adalah peristiwa penguraian suatu zat dengan bantuan arus listrik. Bila larutan elektrolit dialiri listrik arus searah melalui batang elektrode, maka ion-ion yang ada dalam cairan atau larutan tersebut akan bergerak menuju elektrode yang berlawanan muatannya.(http://africhemist.wordpress.com). Preses elektrolisa juga bertujuan untuk memunculkan partikel – partikel yang terkandung di dalam air. Air yang sama jernihnya ternyata mempunyai kandungan partikel yang berbeda – beda sehingga jumlah dan warna endapan dapat berbeda – beda.
(28)
Gambar 2.1 Proses Elektrolisa Air(sumber:http://www.purewatercare.com) Perbedaan warna endapan yang diperoleh setelah elekrolisis dilakukan menjukkan kualitas air tersebut. Adapan warna yang menunjukkan kulitas air yang terjadi saat elektrolisis diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut.
(29)
Tabel 2.1 Warna Endapan Setelah elektrolisa air
Elektro analyzer atau lebih dikenal dengan elektrolizer merupakan alat yang dapat menguji kualitas air. Alat ini mampu untuk menguraikan atau melepaskan ikatan – ikatan zat padat terlarut delam air melalui system anoda dan katoda dan alat ini cocok digunakan untuk mengetahui tingkat kekeruhan dalam air. Dengan bantuan alat ini, air yang semula tampak bening bisa berubah warna menjadi jingga, hitam, hijau dll tergantung tingkat kandungan logam yang
(30)
terlarut dalam air tersebut.Cara kerja alat ini adalah dengan cara mengambil 2 gelas air yang berbeda sumbernya. Misal 1 gelas air dari air RO dan satu gelas air yang lainnya dari air sumur/PDAM.Hal ini hanya bertujuan untuk membedakan antara dua sumber air yang berbeda Celupkan 2 elektroda (besi dan aluminium) kedalam 1 gelas air RO (kira-kira kedalaman 5cm), dan dua elektroda yang lainnya kedalam gelas yang berisi air sumur/PDAM Masukkan steker ke dalam stop kontak listrik , dan switch-on kan sehingga secara otomatis alat bekerja memproses Pada saat pertama dicelupkan air belum berubah, tunggulah kira-kira 2 sampai 3 menit sampai air berubah warna Bandingkan perbedaan warna yang muncul diantara kedua gelas tersebut, makin tinggi tds makin pekat warnanya Bandingkan pula temperatur air setelah melalui proses elektrolisa diantara kedua gelas tersebut, makin tinggi TDS makin panas temperaturnya.Elektrolisa air ini tidak boleh digunakan untuk mengukur Air Payau atau air laut atau air garam karena akan menimbulkan konsleting dan Air Accu, alkohol atau spiritus (http://www.purewatercare.com/elektrolisa_air.php)
Gambar 2.2 elektrolizer (sumber : http://sklep.osmoza.pl/elektrolizer)
Selain menggunakan metode celup dalam pengdeteksian kualitas air, maka pada penelitian pendahulu ini, pendeteksian kualitas air dilakukan dengan metode tanpa pencelupan. Dimana dengan metode ini elektroda yang biasa dicelupkan didalam air digantikan dengan menggunakan sensor sehingga tidak perlu dilakukan pencelupan saat pendeteksian dilakakukan. Secara ringkas
(31)
metode tanpa-pencelupan (free-dipping) yaitu mendeteksi kehadiran molekul air disaat air dipaparkan dalam bentuk molekul. Adanya kehadiran molekul air yang menyentuh permukaan sensor mengakibatkan terjadinya perubahan tegangan. Perubahan tegangan yang terjadi dimanfaatkan untuk menunjukkan kualitas air yang diuji. Gambar 2.3 menunjukkan prinsip kerja metode tanpa-pencelupan (free-dipping method).
Gambar 2.3 prinsip free-dipping method
Free-dipping method menggunakan sensor sebagai pengganti elektroda yang digunakan pada pendeteksian air dengan menggunakan metode celup. Dalam free-dipping method sensor yang digunakan adalah sensor yang terbuat dari fabrikasi kitosan dalam bentuk film tipis pada permukaan tembaga, seperti yang terlihat dari gamabr 2.4
air
0.
(32)
Gambar 2.4 pembentukan sensor kitosan pada permukaan tembaga (Cu) Sumber : Jurnal Sains Materi Indonesia Special Edition on Materials for Sensor 2011, page : 5 - 8
2.5 Sensor
Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi dan sering berfungsi untuk mengukur magnitude sesuatu. Sensor adalah jenis transduser yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor biasanya dikategorikan melalui pengukur dan memegang peranan penting dalam pengendalian proses pabrikasi modern. Sensor memberikan ekivalen mata, hidung, lidah untuk menjadi otak mikroprosesor dari system otomatisasi industri (suryana. N,2012)
(33)
Gambar 2.5 ekivalen sensor
Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan secara elektronik berfungsi mengubah tegangan fisika (misalnya: temperatur, cahaya, gaya, kecepatan putaran) menjadi besaran listrik yang proposional. Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan kualitas yakni :
a. Linieritas
Konversi harus benar-benar proposional, jadi karakteristik konversi harus linier. b.Tidak Tergantung Temperatur
Keluaran inverter tidak boleh tergantung pada temperatur disekelilingnya, kecuali sensor suhu.
c. Kepekaan
Kepekaan sensor harus dipilih sedemikian, sehingga pada nilai-nilai masukan yang ada dapat diperoleh tegangan listrik keluaran yang cukup besar.
(34)
d. Waktu tanggapan
Waktu tanggapan adalah waktu yang diperlukan keluaran sensor untuk mencapai nilai akhirnya pada nilai masukan yang berubah secara mendadak. Sensor harus dapat berubah cepat bila nilai masukan pada sistem tempat sensor tersebut berubah.
Jenis sensor secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 jenis yaitu : a. Sensor Fisika
Sensor fisika adalah sensor yang mendeteksi suatu besaran berdasarkan hokum-hukum fisika. Yang termasuk kedalam jenis sensor fisika yaitu: Sensor cahaya, Sensor suara, Sensor suhu, Sensor gaya, Sensor percepatan
b. Sensor Kimia
Sensor kimia adalah sensor yang mendeteksi jumlah suatu zat kimia dengan cara mengubah besaran kimi menjadi besaran listrik. Biasanya ini melibatkan beberapa reaksi kimia. Yang termasuk kedalam jenis sensor kimia yaitu :Sensor PH, Sensor Gas, Sensor oksigen. Termasuk ke dalam sensor kimia ini adalah biosensor.
2.6 Kitosan
Kitosan adalah produk hasil proses deasetilasi kitin yang memiliki sifat unik. Unit penyusun kitosan merupakan disakarida saling berikatan beta. Berat molekul kitosan tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat proses pembuatan kitosan. Berat molekul kitosan sekitar 1,063 x 105 dalton. Pembuatan kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) dari kitin disebut juga dengan proses deasetilasi yang menggunakan larutan NaOH pekat 50% dengan perbandingan 1:20 selama 1 jam pada suhu 120-140oC. Reaksi yang terjadi dalam proses tersebut antara NaOH dengan gugus N-asetil pada kitin (rantai C-2) yang akan menghasilkan Na-asetat dan terbentuklah gugus amina (-NH2) pada kitosan. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin
(35)
maka akan semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan. Gugus (-NH2) inilah yang menyebabkan kitosan mempunyai banyak fungsi.
Gambar 2.6 struktur kitosan
Kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilik dan memiliki reaktivitas tinggi (karena mengandung gugus OH atau gugus NH2) untuk ligan yang bervariasi. Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida lainnya. Kitosan merupakan polielektrolit netral pada pH asam. Bahan-bahan seperti protein, ion polisakarida, asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan kitosan membentuk ion netral. Kitosan larut dalam beberapa larutan asam
(36)
organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik dan tidak larut pada larutan yang mengandung konsentrasi ion hidrogen di atas pH 6,5. Umumnya mutu kitosan terdiri dari beberapa parameter yaitu bobot molekul, kadar air, kadar abu, kelarutan, warna dan derajat deasetilasi.(sugita, dkk, 2009)
Kitin dan kitosan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan polimer lainnya yaitu:
1. Merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui karena bahan utamanya berasal dari kulit udang
2. Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan serta tidak bersifat toksik
3. Mempunyai fungsi biologis dapat membentuk gel, koloid dan film 4. Mengandung asam amino dan hidroksil yang dapat dimodifikasi
Kitosan dan turunannya telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi mulai dari bidang pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan salah satunya sebagai makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa feses, menurunkan kolesterol dan menurunkan respon glisenik dari makanan. Peranan kitosan pada industri kertas dikarenakan adanya muatan positif yang dapat dijadikan alternatif yang baik sebagai perekat (sizer) dan pengisi (filler) kertas, dengan cara membentuk ikatan dengan selulosa yang bermuatan negatif. Kitosan juga mempunyai fungsi membentuk film (film forming) dan juga sebagai pelapis (coating). Kitosan juga efektif sebagai penjernih pada sari buah karena konsentrasi yang rendah dapat mencapai kejernihan supernatan yang tinggi dan cepat.(shahidi,1999)
Semakin tinggi mutu kitosan atau kitin berarti semakin tinggi pula kemurniannya, salah satu parameter mutu kitin atau kitosan yang cukup penting adalah derajat deasetilasinya. Semakin tinggi derajat deasetilasinya maka semakin tinggi kemurniannya artinya kitin dan kitosan semakin murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil untuk kitosan
(37)
yang disertai kelarutannya yang sempurna dalam asam asetat 1%. Sehubungan dengan kebutuhan setiap industri akan kitosan yang bermutu tertentu maka perlu didesain kondisi proses pembuatan kitosan yang akan menghasilkan produk dengan mutu beragam.( Pipih Suptijah,2012). Kitosan terdiri dari berbagai bentuk dan kegunaan seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2. Bentuk Kitosan serta Sifatnya
No. Bentuk Kitosan Sifat Kitosan
1. Serbuk
- Dapat diubah kasar menjadi halus - Mudah dilarutkan
- Kemurnian yang tinggi
2. Film - Transparan
- Mudah melekat pada permukaan
3. Fiber - Kuat, kenyal
- Mudah diuraikan secara biologi
4. Gel - Kekuatan gel yang tinggi
- Mudah dibentuk dengan polianion
5. Manik
- Mudah dibuat
- Dapat menyerap logam - Dapat dilakukan ikatan silang - Dapat memadatkan enzim
6. Larutan
- Sifat kejernihan yang tinggi - Menghasilkan bentuk garam - Dapat menyerap logam 7. Pasta - Mudah untuk diformulasikan
- Daya pelembab yang baik Sumber : Hirano,dkk (1984)
(38)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penggunaan free-dipping method untuk mendeteksi air menggunakan sensor kitosan telah dilakukan, sampel air yang diuji adalah aquadest, air mineral, dan air sungai tamiang sebelum dan sesudah treatment. Treatment yang dilakukan terhadap air sungai yaitu dengan proses elektrokoagulasi dilanjutkan dengan proses filtrasi dengan menggunakan karbon aktif tempurung kelapa after market. Variabel – variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah waktu dalam sekon sebagai variabel bebas dan perubahan tegangan dalam volt sebagai varibel terikat untuk pengujian sampel air menggunakan sensor kitosan. Data hasil pengujian kemudian diplot dalam bentuk grafik. 3.1 TEMPAT dan WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA) USU untuk perakitan alat dan persiapan bahan serta pengambilan data. Sebagai pedukung/penguat data hasil pengujian dengan sensor kitosan, maka sampel air yang digunakan terlebih dahulu diuji pada di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.
3.2 ALAT PENELITIAN 1.Sensor Kitosan
Fungsi: sebagai sensor yang akan mendeteksi indikasi keadaan sampel air berdasarkan perbedaan perubahan beda tegangan.
2. Testing chamber
Fungsi: sebagai tempat sensor. 3.Multimeter Digital
Fungsi: untuk menguji konektifitas dari sensor dan untuk mengukur perubahan beda potensial sampel saat diuji .
4. Pompa Udara
Fungsi: sebagai pembentuk sekaligus pendorong molekul air kedalam testing chamber, selama pengujian berlangsung.
(39)
5. Katup/keran
Fungsi: sebagai penutup/pembuka aliran udara. 6. Selang
Fungsi: sebagai penyalur aliran udara dan molekul air kedalam testing chamber. 7.Tabung uji
Fungsi: sebagai tempat sampel yang akan diuji. 8.Tabung sampel
Fungsi: sebagai wadah penyimpanan sampel yang telah siap untuk diuji sebelum dilakukan pengujian.
9.Gelas ukur
Fungsi: untuk mengukur volume cairan yang akan di uji. 10.Stopwatch
Fungsi : untuk menghitung waktu yang terhadap perubahan beda potensial sampel.
3.3BAHAN PENELITIAN
Dalam penelitian bahan yang digunakan adalah:
1. Sampel air sungai Tamiang Kabupaten Aceh Tamiang sebelum dan sesudah perlakuan, air mineral, aquades.
2. Karbon aktif tempurung kelapa after-market 3. Kertas saring kasar
4. Silika gel
Fungsi: sebagai pengering udara dalam testing chamber setelah dilakukan pengujian terhadap sampel.
(40)
3.4DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Selesai
Analisa Hasil Parameter setelah pengujian Parameter – parameter Analisis (reaksi balas , stabilitas,
pulihan , pengulangan dan kebolehhasilan (reproducibility)
(……….)
Tabung Uji Sampel Sampel Air
Mulai
Pengambilan Sampel (Air Sungai Tamiang )
(Air Sungai Tamiang )
Proses Perlakuan Sampel Air Sungai Tamiang dan Tanpa Perlakuan
(Perlakuan : Proses Elekrokoagulasi + Filtrasi)
Pengujian dengan metode tanpa-pencelupan (variasi ketebalan dan
Sensor Kit osa
Y
Ti d
(41)
3.5 ANALISA KEADAAN AIR DENGAN METODE TANPA-CELUP
Secara ringkas pengujian kualitas air dengan metode free-dipping dilakukan sebagai berikut: mula – mula sampel air sungai Taming sebelum perlakuan, sesudah perlakuan, dan sesudah filtrasi dimasukkan ke dalam botol dan kemudian memompa udara ke dalam masing – masing botol secara bergantian. Akibat pemompaan tersebut molekul – molekul air akan dialirkan ke permukaan sensor yang ditempatkan di dalam sebuah testing chamber seperti diilustrasikan dalam Gambar 3.2
Gambar 3.2 Skematik alat
Pengeksposan molekul – molekul air tersebut dalam waktu tertentu akan menyebabkan nilai keluaran sensor yang berupa tegangan berubah karena sensor akan merespon kehadiran molekul – molekul air. Kemudian sensor tersebut dipulihkan kembali dengan mengekspos udara normal kedalam testing chamber untuk menghilangkan molekul – molekul air yang melekat pada permukaan sensor sehingga nilai tegangan keluaran sensor akan kembali ke nilai semula. Perubahan tegangan listrik sensor baik sewaktu pengeksposan maupun pemulihan dibaca pada sebuah multimeter digital. Perbedaan di dalam setiap air tercemar. Struktur molekul sensor dikarakterisasi dengan
se D
C Air
pu
air
0. C
R Ω
Molekul air
(42)
menggunakan beberapa alat karakterisasi dan hasilnya dihubungkan dengan sifat – sifat listrik sensor untuk menunjukkan performa sensor dalam mengindikasi keadaan air.
3.6 Prosedur Kerja
1. Ambil sampel yang telah siap untuk diuji sebanyak 20 ml kedalam tabung uji. 2. Dihubungkan pipa-pipa, katup, pompa udara dan alat sesuai dengan skema
berikut:
3. Diatur kondisi katup pada pengeksposan sampel, yakni dengan membuka aliran ke tabung uji sampel dan menutup aliran ke tabung pengering (silica gell)
4. Diaktifkan alat uji.
5. Diaktifkan pompa dan stopwatch
6. Biarkan recording berlangsung selama 5 menit.
7. Setelah 5 menit, matikan pompa udara dan tunda (pause) proses perekaman bacaan sensor.
8. Atur kembali katup pada mode pengeringan, yakni dengan menutup aliran ke tabung uji sampel dan membuka aliran ke tabung pengeringan (silica gell). 9. Diaktifkan kembali pompa udara dan dilanjutkan kembali proses perekaman
berlangsung selama 3 menit.
10.Setelah 3 menit berlangsung, hentikan proses perekaman dengan menekan tombol off tersebut, kemudian matikan pompa udara dan alat uji.
(43)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Deteksi Kualitas Air sungai Tamiang Sebelum Treatment
Gambar4.1 Grafik Perubahan Tegangan Air Sungai Tamiang Sebelum Treatment Gambar 4.1 memperlihatkan grafik hasil respon sensor yang cepat, respon yang cepat terlihat pada 20detik pertama sesaat pengeksposan dilakukan. Pengeksposan (pemaparan) molekul air yang dilakukan menunjukkan kemampuan sensor-1 dalam membaca data sampel air sungai sebelum treatment . Respon sensor yang hampir sama juga diperoleh jika ini dilakukan terhadap sensor kedua dan ketiga. Pengulangan pengeksposan (pemaparan) molekul air untuk melihat kemampuan respon sensor kitosan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan, terlihat pada grafik 4.1 yang menunjukkan pengulangan sensor-1 yang cepat juga. sensor-2 pada grafik 4.1 menunjukkan respon yang cepat terhadap kedatangan molekul air pada sensor kitosan ketika pengeksposan( pemaparan) dilakukan dan respon yang konsiten juga ditunjukkan pada pengulangan kedua dan ketiga. Hal yang sama berlaku juga terhadap sensor-3, dari grafik 4.1 diperoleh respon yang cepat dari sensor kitosan untuk tiga kali pengeksposan molekul air.
0 50 100 150 200 250
0 250 500 750 1000 1250 1500
T e g a n g a n ( m V ) Waktu (s) sensor1 sensor2 sensor3
(44)
Setelah sensor merespon sampel air, pengujian dilanjutkan untuk melihat kemampuan pemulihan (recovery) sensor. Apabila pengeksposan dihentikan, tegangan listrik sensor turun ke nilai semula dan daya pulih yang baik ini juga dapat dilihat pada pengulangan yang dilakukan untuk pemulihan kedua dan ketiga. Kondisi yang sama juga diperoleh untuk pemulihan sensor kedua dan ketiga.
Pengulangan yang dilakukan terhadap sensor kitosan menunjukkan sensor telah bekerja sangat baik. Terbukti ketika Pengeksposan yang dilakukan sebanyak tiga kali berturut turut disetiap sensor. grafik Gambar 4.1 untuk sensor satu, dua dan ketiga memberikan tegangan maksimum dengan nilai lebih kurang sama. Hal yang sama ditunjukkan saat pengeksposan pertama pada tegangan maksimum sensor satu, dua, dan ketiga. Tegangan maksimum yang ditunjukkan oleh ketiga – tiga sensor untuk tiga kali pengeksposan secara berturut – turut ditunjukkan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Tegangan Maksimum Sensor Untuk Air Sungai
Sensor
Tegangan Maksimum (mV) Simpangan baku ekspose 1 ekspose 2 ekspose 3
1 195 185 179 8
2 205 195 184 11
3 201 191 169 17
Nilai simpangan baku yang tidak lebih dari 20% dari setiap tegangan maksimum sensor juga menyatakan bahwa keboleh-ulangan sensor kitosan yang diuji dalam penelitian ini sudah sangat baik.
Berdasarkan Grafik 4.1 Stabilitas sepanjang pengujian untuk sensor-1 dapat beroperasi pada kondisi yang stabil hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya fluktuasi yang terjadi, baik pada peningkatan nilai tegangan (sewaktu pengeksposan ) ataupun penurunan tegangan (sewaktu pemulihan). Stabilitas yang baik juga ditunjukkan pada sensor-2, dengan tidak adanya fluktuasi yang terjadi. Pada sensor-3 dengan tidak terlihat
(45)
fluktuasi yang besar dapat juga disimpulkan bahwa sensor-3 juga memiliki stabilitas yang baik untuk setiap pengulangan yang dilakukan.
Gambar4.2 Grafik Perubahan Kelembapan Relative Air Sungai Tamiang Sebelum Treatment
Gambar4.3 Grafik Perubahan Temperatur Air Sungai Tamiang Sebelum Treatment 0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 250 500 750 1000 1250 1500
K e le m b a p a n R e la ti v e ( % ) Waktu (s) Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3 0 5 10 15 20 25 30
0 250 500 750 1000 1250 1500
T e m p e ra tu r ( °C ) Waktu (s)
Temperatur 1 °C
Temperatur 2 °C
Temperatur 3 °C Sensor 1
Sensor 2 Sensor 3
(46)
Berdasarkan Grafik Gambar 4.2 sensor kitosan yang diuji pada suhu kamar T = 260C tahan terhadap perubahan. Sensor kitosan juga tahan terhadap perubahan kelembapan relative dengan kelembahan relative kurang lebih 62%, tahan terhadap perubahan lingkungan dan mengindikasikan sensor stabil. Nilai tegangan maksimum rata
– rata yang hampir sama menunjukkan sensor yang diuji mempunyai reprodubilitas yang baik. Dengan rata – rata tegangan maksimum sebesar 186mV, 195mV, 187mV
4.2 Hasil Deteksi Kualitas Air sungai Tamiang Sesudah Treatment
Gambar4.4 Grafik Perubahan Tegangan Air Sungai Tamiang Sesudah Treatment Respon sensor saat sampel air sungai sesudah treatment diekspose dalam 20s pertama sangat cepat terlihat pada Grafik Gambar 4.4. Respon yang cepat tersebut juga ditunjukkan pada pengeksposan kedua dan ketiga untuk satu sensor. Jika pengeksposan ini dilakukan terhadap sensor kedua dan ketiga respon yang sama juga diperoleh untuk ketiga – tiga pengeksposan.
Kemampuan pemulihan sensor (recovery sensor) terjadi apabila apabila pengeksposan dihentikan, tampak tegangan listrik sensor turun ke nilai semula dan daya pulih yang baik ini juga dapat dilihat untuk pemulihan kedua dan ketiga. Kondisi yang sama juga diperoleh untuk pemulihan sensor-2 dan sensor-3.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
0 250 500 750 1000 1250 1500
T e g a n g a n ( m V ) Waktu (s) Sensor1 sensor 2 sensor3
(47)
Pengeksposan yang dilakukan sebanyak tiga kali berturut turut pada sensor-1 memberikan tegangan maksimum sebesar 138mV untuk pengukuran pertama, sedangkan pengeksposan kedua yang dilakukan sensor-1 memberikan tegangan maksimum sebesar 123mV dan untuk sensor-3 setelah dilakukan pengeksposan (pemaparan) molekul air didapat tegangan maksimumnya sebesar 117mV. Tabel 4.2 menunjukkan Tegangan maksimum yang diperoleh oleh ketiga sensor yaitu sensor-1, sensor-2 dan sensor-3 untuk tiga kali pengeksposan ( pemaparan) molekul air saat pengujian dilakukan.
Tabel 4.2 Tegangan Maksimum Sensor Untuk Air Sungai Sesudah Treatment
Sensor Tegangan Maksimum (mV) Simpangan
baku ekspose 1 ekspose 2 ekspose 3
1 138 123 117 11
2 156 139 131 13
3 145 130 123 11
Dari nilai simpangan baku dapat dinyatakan bahwa keboleh-ulangan sensor kitosan yang diuji dalam penelitian ini sudah sangat baik. Begitu juga dengan stabilitas sensor. pada peningkatan nilai tegangan (sewaktu pengeksposan) ataupun penurunan tegangan (sewaktu pemulihan) sepanjang pengujian sensor, baik sensor 1,2 dan 3 dapat beroperasi pada kondisi yang stabil hal tersebut ditunjukkan dengan tidak terdapatnya fluktuasi. Nilai tegangan maksimum rata – rata menunjukkan sensor kitosan yang diuji mempunyai reprodubility yang baik. Dengan rata – rata tegangan maksimum sebesar 126mV, 142mV, 133mV
(48)
4.3 Hasil Deteksi Kualitas Air Mineral
Gambar 4.5 Grafik Perubahan Tegangan Air Mineral
Gambar 4.5 memperlihatkan hasil respon sensor saat sampel air mineral diekspose yang cepat, respon dalam bentuk tegangan listrik yaitu sekitar 20s . Respon yang cepat tersebut juga ditunjukkan pada pengeksposan kedua dan ketiga untuk satu sensor.Jika pengeksposan ini dilakukan terhadap sensor kedua dan ketiga respon yang cepat juga diperoleh untuk ketiga – tiga pengeksposan.
Apabila pengeksposan dihentikan pada sensor-1, tegangan listrik sensor-1 akan turun ke nilai semula yaitu 0mV. Sensor-1 tidak membutuhkan waktu yang lama untuk segera berada dalam kondisi semula hal tersebut dapat dilihat berdasarkan Grafik 4.5, dan untuk pengulangan yang dilakukan sensor-1 saat pengeksposan kedua dan ketiga yang sama diperoleh waktu pulih yang relative cepat. kondisi yang sama terjadi pada sensor-2 dan sensor-3. Hal itu mengindikasikan bahwa sensor memiliki kemampuan pulih (recovery) yang baik.
Pengeksposan yang dilakukan sebanyak tiga kali berturut turut dapat dilihat baik pada sensor-1, sensor-2 dan sensor-3 . Tegangan maksimum yang tertinggi diperoleh disetiap pengeksposan yang dilakukan pertama kali dapat terlihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3
0 20 40 60 80 100 120 140
0 250 500 750 1000 1250 1500
T e g a n g a n ( m V ) Waktu (s) sensor 1 sensor 2 sensor 3
(49)
menunjukkan tegangan maksimum yang diperoleh untuk ketiga- tiga sensor disetiap pengeksposan (pemaparan) molekul air yang dilakukan untuk sampel air mineral.
Tabel 4.3 Tegangan Maksimum untuk Sampel Air Mineral
Sensor Tegangan Maksimum (mV) Simpangan baku ekspose 1 ekspose 2 ekspose 3
1 116 117 115 1
2 121 123 119 2
3 124 119 121 3
Tegangan maksimum yang diperlihatkan oleh Tabel 4.3 menandakan sensor kitosan mempunyai daya pengulangan yang baik, hal tersebut juga didukung dengan perolehan simpangan baku yang lebih kecil dari 10%. Nilai tegangan maksimum rata – rata menunjukkan sensor yang diuji mempunyai reprodubilitas yang baik. Dengan rata – rata tegangan maksimum sebesar 116mV, 121mV, 121mV.
Gambar 4.6 Grafik Perubahan Kelembapan Relative Air Mineral 0 5 10 15 20 25 30
0 500 1000 1500
T e m p e ra tu r ( 0C ) Waktu (s)
Temperatur 1 °C
Temperatur 2 °C
Temperatur 3 °C Sensor 1
Sensor 2 Sensor 3
(50)
Gambar 4.7 Grafik Perubahan Temperatur Air Mineral
Stabilitas Sepanjang pengujian sensor-1 dapat beroperasi pada kondisi yang stabil yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya fluktuasi, hal yang sama diperlihatkan untuk pengulangan yang dilakukan sensor-1 baik pada peningkatan nilai tegangan (sewaktu pengeksposan) ataupun penurunan tegangan (sewaktu pemulihan). Pada sensor-2 hasil pengeksposan pertama hingga ketiga yang terlihat dari Grafik 4.5 menunjukkan sensor dapat beroperasi pada kondisi yang stabil dengan tidak terdapat fluktuasi. Hal yang hampir sama berlaku untuk sensor-3, Grafik 4.5 untuk sensor-3 juga menunjukkan bahwa sensor-3 dapat beroperasi dengan stabil, kestabilan itu juga ditunjukkan dengan tidak terdapat fluktuasi. Stabilitas ini mengindikasikan sensor kitosan yang diuji pada suhu kamar T = 260C dengan kelembapan relative 62%, tahan terhadap perubahan lingkuangan. 0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 500 1000 1500
K e le m b a p a n r e la ti v e ( % ) Waktu (s) Sensor 1 Sensor2 Sensor 3
(51)
4.4 Hasil Deteksi Kualitas aquades
Gambar 4.8 Grafik Perubahan Tegangan Aquades
Hasil respon sensor 1 saat sampel air aquades diekspose untuk 20s partama sangat cepat, seperti yang ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 4.8. respon yang cepat juga terlihat pada pengeksposan kedua dan ketiga untuk sensor-1. Jika ini dilakukan terhadap sensor kedua dan ketiga respon yang cepat juga diperoleh untuk ketiga – tiga pengeksposan.
Kemampuan pemulihan sensor (recovery sensor) terjadi apabila apabila pengeksposan dihentikan, tampak tegangan listrik sensor turun ke nilai semula dan daya pulih yang baik ini juga dapat dilihat untuk pemulihan kedua dan ketiga. Kondisi yang sama juga diperoleh untuk pemulihan sensor 2 dan sensor 3.
Pengulangan yang dilakukan terhadap sensor kitosan menunjukkan sensor telah bekerja dengan baik. Terbukti ketika Pengeksposan yang dilakukan sebanyak tiga kali berturut - turut disetiap sensor. grafik Gambar 4.8 untuk sensor satu, dua dan ketiga memberikan tegangan maksimum dengan nilai lebih kurang sama. Hal yang sama ditunjukkan saat pengeksposan pertama pada tegangan maksimum sensor satu, dua, dan ketiga. Tegangan maksimum yang ditunjukkan oleh ketiga – tiga sensor untuk tiga kali pengeksposan secara berturut – turut ditunjukkan dalam Tabel 4.4
0 20 40 60 80 100 120 140
0 250 500 750 1000 1250 1500
T e g a n g a n ( m V ) Waktu (s) sensor1 sensor 2 sensor 3
(52)
Tabel 4.4 Tegangan Maksimum Untuk Air Aquadest Sensor Tegangan Maksimum (mV) Simpangan
baku ekspose 1 ekspose 2 ekspose 3
1 121 113 119 4
2 115 115 114 1
3 201 191 169 17
Nilai simpangan baku menyatakan bahwa keboleh-ulangan sensor kitosan yang diuji dalam penelitian ini sudah sangat baik. Begitu juga dengan stabilitas sensor. pada peningkatan nilai tegangan (sewaktu pengeksposan) ataupun penurunan tegangan (sewaktu pemulihan) sepanjang pengujian sensor, baik sensor 1,sensor-2 dan sensor-3 dapat beroperasi pada kondisi yang stabil hal tersebut ditunjukkan dengan tidak terdapatnya fluktuasi. Nilai tegangan maksimum rata – rata yang hampir sama menunjukkan sensor kitosan yang diuji mempunyai reprodubility yang baik. Dengan rata
– rata tegangan maksimum sebesar 118mV, 115mV, 112mV. 4.5 Hasil Gabungan Deteksi Kualitas Seluruh Sampel
Gambar 4.9 Grafik Gabungan Kualitas Air yang diuji 0 50 100 150 200 250
0 250 500 750 1000 1250 1500
T e g a n g a n ( m V ) Waktu (s) Air Sungai Air Perlakuan Air Mineral Aquadest
(53)
Grafik dalam Gambar 4.9 menunjukkan sensor kitosan mempunyai tegangan listrik paling tinggi apabila diekspose dengan air sungai. Sebaliknya tegangan listrik sensor paling kecil apabila diekspose dengan aquadest. Sedangkan tegangan listrik sensor kitosan diekspose dengan air mineral memiliki tegangan yang lebih rendah dibanding dengan aquadest dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan air sungai sebelum dan setelah treatment. Perbedaan tegangan listrik menyatakan sensor kitosan dapat bekerja dengan baik dalam membedakan kualitas air berdasarkan perbedaan konduktivitas air. Seperti diketahui semangkin rendah konduktivitas air maka kualitas air semangkin baik, seperti penelitian yang dilakukan oleh Bevilacqua (1998), yang menyatakan bahwa semangkin kecil nilai konduktivitas air akan menunjukkan kemurnian air yang semakin tinggi sedangkan semangkin besar konduktivitas air akan menunjukkan tingkat kemurnian air yang semangkin rendah.
Dalam hal ini dapat dijelaskan air sungai sebelum treatment mempunyai kadar logam besi yang tertinggi sedangkan air sungai sesudah treatment mempunyai kadar logam besi yang lebih rendah. Begitu juga dengan kadar logam alumunium pada air sungai sebelum treatment, memiliki kadar yang tinggi dibandingkan dengan air sungai setelah treatment . hal ini berarti treatment yang dilakukan dengan proses elektrokoagulasi dan filtrasi telah berhasil dilakukan melalui pendeteksian menggunakan sensor kitosan.
Sebagai perbandingan air treatment mempunyai nilai tegangan yang lebih besar dibanding air mineral. Walaupun perbedaan itu signifikan. Hal ini mengindikasikan kemampuan sensor kitosan dalam menetukan kualitas air , ini sesuai dengan hasil pengujian kandungan logam besi menggunakan Atomic Absorption Spectrophotomete (AAS). Hasil pengujian laboratorium dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) menunjukkan kandungan logam besi untuk air sungai sebelum treatment sebesar 2.29mg/l dan untuk air mineral 0.018mg/l
Perbandingan lain juga dibuat terhadap air aquadest yang biasanya air ini tidak mengandung logam seperti yang ditunjukkan pada grafik. Air aquadest mempunyai tegangan listrik terendah diantara semua sampel yang mana ini selaras dengan hasil pengujian menggunakan AAS yang menunjukkan kandungan besi aquadest 0.002mg/l
(54)
yaitu terendah dari kandungan logam besi sampel sungai sebelum dan sesudah treatment serta air mineral.
4.6 Karakteristik air
Karakteristik beberapa jenis air dilakukan yaitu air sungai sebelum treatment, air sungai setelah treatment, air mineral dan aquadest untuk menguatkan/ mendukung pengujian yang dilakukan dengan menggunakan sensor kitosan. Parameter – parameter pengujian yang dilakukan terdiri dari parameter Suhu, TDS, Kekeruhan, pH, kadar Logam Fe dan Al.
Sebelum dilakukan uji karakteristik air pada laboratorium pengujian, untuk sampel air sungai setelah treatment. Treatment yang diberikan terhadap air sungai adalah proses elektrokoagulasi yang dilanjutkan dengan proses fitrasi menggunakan karbon aktif tempurung kelapa after market. Proses elektrokoagulasi bertujuan untuk menggumpalkan dan mengendapkan partikel – pertikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam air.
Hasil pengujian yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Pengujian air sungai sebelum pengolahan
N0 Parameter Satuan
Hasil Pengujian Sebelum
Treatment
Setelah Treatment
Air
Mineral Aquadest
1 Suhu 0C 26 28,1 28 27
2 TDS Mg/L 156,0 78,4 35 2
3 Kekeruhan NTU 68,0 13,0 3,5 1
4 Warna Pt.Co 344 29,0 12 9
5 pH - 7,49 7,49 7,2 6,8
6 Fe mg/l 2,29 0,18 0,014 0,002
(55)
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa kadar logam besi dari air sungai sebelum treatment dan kadar alumunium lebih tinggi dibanding setelah air sungai mendapat treatment. Hal tersebut menunjukkan bahwa treatment yang dilakukan terhadap air sungai mampu untuk menurunkan kadar logam besi dan kadar logam alumunium. Dari Tabel 45 penurunan kadar logam besi sebelum dan sesudah treatment sebesar 92% sedangkan untuk penurunan kadar logam alumunium sebelum dan sesudah treatment adalah sebesar 66%. Penurunan juga terlihat pada tingkat kekeruhan, dimana sebelum treatment tingkat kekeruhan sebesar 68,0 NTU kemudian setelah treatment tingkat kekeruhan menjadi 13,0 NTU, penurunan yang terjadi yaitu sebesar 81%.
Tabel 4.5 menunjukkan total zat terlarut (TDS) yang terdapat pada air sungai sebelum dan sesudah treatment juga mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 50%. Dari penuruan parameter yang diuji membuktikan bahwa treatment air sungai yang dilakukan dengan menggunakan proses elektrokoagulasi dan dilanjutkan pada proses filtrasi dengan karbon aktif tempurung kelapa mampu untuk menurunkan kadar logam besi dan alumunium serta mampu untuk menurunkan tingkat kekeruhan, warna dan total zat terlarut dalam air sungai.
Hasil pengujian pada tabel 4.5 untuk air mineral menunjukkan bahwa air mineral memiliki kandar logam besi dan logam alumunium yang lebih rendah dibanding dengan air sungai setelah treatment maupun sebelum treatment. Kadar logam besi dan logam alumunium yang rendah pada air mineral yaitu 0,014 mg/l untuk besi dan 0.018 mg/l, hal ini menunjukkan air mineral memiliki kualitas air yang lebih baik dibandingkan dengan air sungai sebelum treatment atau pun sebelum treatment. Sama halnya dengan kekeruhan, dari tabel 4.5 terlihat tingkat kekeruhan air mineral ternyata lebih rendah bila dibandingkan dengan air sungai sebelum dan sesudah treatment. Tingkat kekeruhan pada air mineral saat pengujian dilakukan adalah 3,5 NTU, sedangkan untuk total zat terlarut (TDS) air mineral jauh lebih kecil dibandingkan dengan air sungai sebelum dan setelah treatment yaitu 35 mg/l. lain halnya dengan aquadest.
(56)
Aquadest merupakan air hasil destilasi atau penyulingan sama dengan air murni atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Dari tabel 4.5 hasil pengujian yang dilakukan terhadap aquadest menunjukkan kadar logam besi yang terendah bila dibanding dengan air mineral dan air sungai sebelum dan sesudah treatment yaitu sebesar 0,002 mg/l. pada logam alumunium dalam aquadest juga menunjukkan hasil yang terendah yaitu 0,001mg/l. dari pengujian tingkat kekeruhan, aquadest juga memiliki nilai yang terendah yaitu sebesar 35 NTU bila dibandingkan dengan air mineral dan air sungai sebelum dan sesudah treatment terlihat pada tabel 4.5. Pada total zat terlarut (TDS) aquadest hal yang sama juga diperoleh yaitu nilai TDS yang terendah sebesar 3,5 mg/l dibandingkan air lainnya. Dari hasil pengujian tersebut membuktikan bahwa aquadest memiliki kualitas air yang baik berdasarkan parameter logam besi dan alumunium, kekeruhan, total zat terlarut (TDS) dan warna.
Hal yang sama juga diperlihatkan pada pengujian air yang dilakukan dengan menggunakan sensor kitosan. Pendeteksian dengan menggunakan sensor kitosan sebanding dengan Karakteristik air yang diperlihatkan saat pengujian pada laboratorium.
(57)
Gambar 4.10 Gambar kitosan dalam bentuk membran yang diendapkan ke atas lapisan Cu.
Gambar 4.10 menunjukkan bentuk fisik kitosan dalam bentuk membran yang dilapiskan ke atas lapisan tembaga (Cu). Dapat dilihat susunan partikel kitosan sangat rapat yang memberikan keuntungan bagi penghataran arus listrik pada suhu rendah. Apabila molekul air diekspose ke permukaan kitosan, ikatan hydrogen molekul – molekul air dapat membentuk lintasan konduktif secara mudah karena ukuran pori –pori kitosan sangat kecil. Partikel – partikel yang sangat rapat tersebut juga menyebabkab spesies oksigen yang terserap secara kimia terdapat dalam jumlah yang jauh lebih banyak pada permukaan kitosan karena itu lebih mudah untuk melepaskan electron – electron yang diperangkap oleh spesies tersebut.
Dipercayai kondisi tersebut berkontribusi kepada respon yang cepat yang ditunjukkan oleh sensor kitosan sewaktu diekspose dengan molekul air. Keuntungan lain dalam bentuk membrane yaitu dapat menghasilkan kontak langsung yang lebih fleksibel
Kitos a
Cu
(58)
diantara permukaan lapisan kitosan dan elektroda sehingga kerusakan permukaannya disebabkan efek tekanan dapat dihindarkan selain dapat mengurangkan celah (gap) pada kontak. Juga didapati kitosan dalam bentuk membrane dapat melekat secara kuat pada lapisan tembaga yang membawa kepada jangka hidup sensor yang lebih lama.
Gambar 4.11 Gambar SEM kitosan yang diendapkan pada suatu substrat. Penjelasan diatas didukung oleh hasil pengujian dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang menunjukkan partikel kitosan yang berukuran sangat kecil dan distribusi partikel yang seragam sehingga dapat dilihat kitosan mempunyai pori – pori yang sangat kecil. Selain itu morfologi kitosan mempunyai permukaan yang halus (smooth).
(59)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan :
1. Grafik perubahan tegangan terhadap waktu menunjukkan bahwa sensor kitosan memiliki waktu tanggap yang cepat serta stabilitas yang baik. ketika paparan molekul air dihilangkan, sensor menunjukkan kemampuan pulih kembali yang cepat dan baik. Dari pengukuran berulang yang dilakukan, dapat dilihat bahwa sensor kitosan juga menunjukkan hasil yang konsisten.
2. Metode tanpa – pencelupan dapat digunakan untuk mendeteksi kualitas air berdasarkan perubahan tegangan terhadap waktu.
3. Perubahan tegangan untuk setiap sampel yang diuji ternyata berbeda - beda, hal ini menunjukkan adanya perbedaan keadaan air disetiap sampel. Tegangan rata – rata terbesar yang diperoleh untuk sampel air sungai sebelum perlakuan adalah 195mv, untuk sampel air sungai sesudah perlakuan adalah 142mV sedangkan untuk sampel air mineral sebesar 121mV dan sampel aquadest adalah 118mV.
5.2 Saran
Sebagai saran untuk penelitian berikutnya :
1. Pengamatan keadaan air yang berbeda – beda untuk jumlah unsur yang terkandung dalam air dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya guna untuk menambah database sensor kitosan dalam mendeteksi keadaan air.
2. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan peranti peralatan sehingga dapat mengubah besaran tegangan menjadi besaran standar seperti ppm, pH,temperature dan lainnya dalam deteksi kualitas air.
3. Penyempuraan karakteristik sensor kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilakukan pada peneliti berikutnya sehingga banyak didapat database sebagai kebutuhan standar sensor kitosan. seperti waktu pakai sensor.
(60)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad.R, 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi : Yogyakarta.
Anonim.2010. Permenkes RI,2010,Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Nomor 492 Tahun 2010
Aryanto. V,et al,2010 , Sistem Pendeteksian Kelayakan Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Sebagai Solusi Alternatif BPOM Berbasis Mikrokontroler. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya.
Asmadi. K dan Kasjono,H.S., 2011, Teknologi Pengolahan Air Minum. Gosyen Publishing. Yogyakarta
Barus, T.A, 1996, Metodologi Ekologis Untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Jurusan Biologi FPMIPA, USU. Medan
Bevilacqua, A. C. 1998. Ultrapure Water- The Standard Resistivity Measurement of Ultrapure Water. Massachusetts : Thorton Associates.
Holt,P.K., Barton,G.W., and Mitchell,C.A.,2004, The Future for electrocoagulation as A Localised Water Treatment tecnologi, Chesmosphare, El sevier ltd, pp 1-3
Irwana Nainggolan, dkk, 2011, Detection of Milk Quality Degradation Using Biopolymer Chitosan Sensor. Jurnal sains materi Indonesia, pages 5-8
Kumalasari, F dan Satoto Y. 2011. Teknik Praktis Mengolah Air Kotor Menjadi Air Bersih. Laskar Akasara. Jawa Barat
Mambu.G, et al,2010, Sistem Sensor Merkuri Untuk Pendeteksian Kualitas Air Pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Jurnal Elektronika no.3 vol.10, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI.
Manurung. R.V dan Hiskia, 2006, Perancangan dan Fabrikasi Sensor Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Menggunakan Teknologi Thick F ilm. Prosiding Seminar Nasional Tenaga Listrik dan Mekatronik, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, LIPI, Bandung
(61)
Manurung.R.V dan Lekalette.D.J ,2005, Linierisasi Pada Sensor Temperatur Thermistor NTC dengan Bentuk Geometrik Multilayer. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI, Journal Elektronika no.1 vol 5. Hal 1-6 Mollah, M.Y.A, et al, 2001, Elektrocoaqualation (EC) - Science and Aplication Gill
Chair of Chemistry & Chemical Engenering,Lamar University, Beatmont, Tx77710,USA
Kaban.L.B, 2007, Functional Sensory Recovery After Trigeminal Nerve Repair, Journal of Oral and Maxillofacial Surgery Volume 65, Issue 1, January 2007, Pages 60–65
Kumar. K.R , et al, 1998 Functional Packaging Properties Of Chitosan Films January 1998, Volume 206, Issue 1, pp 44-47
Mollah, M.Y.A, et al, 2004, Fundamental Present and Future perspectives of Elektrocoagulation, Journal of Hazardous Material, B114 :pp. 199-21
Muzzerelly, 1998, Isolation and Characterization of Chitin From Crawfish Shell
Waste. Journal Agric Food Chem, 37-575.
Ni’am, M.F.,Othman,F.,Sohaili.J, Fauzia,Z., 2007, Removel of COD and Turbidity to
Improve Wastewater Quality Using Electrocogulation Technique, The Malaysia Journal of Analytical Sciences, vol.11 No.1, pp 198-205
Prashanth.K.V.H dan Tharanathan.R.N, 2006, Crosslingked Chitosan Preparation
and Characterization, Carbohydrate research ;341(1):169 - 73
Rahadi.B dan Lusiana. N, 2012, Penentuan Kualitas Air Tanah Dangkal dan Arahan Pengolahan (Studi Kasus Kabupaten Sumenep). Jurnal Teknologi Pertanian Vol.13 No 2 [Agustus 2012] hal 97-104
Tatsunami, I. 1971. Water Work Engineering. Josni Kogaku. Japanese edition. Tokyo.
Shahidi .F et al, 1999, Food applications of chitin and chitosans, Department of
Biochemistry, Memorial University of Newfoundland, St. John's, NF, A1B
3X9, Canada.
Shahidi.F, and Abuzaytun.R, 2005, Chitin Chitosan and Coproduct chemistry,
product, Application and health effect. Department of Biochemistry,
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan :
1. Grafik perubahan tegangan terhadap waktu menunjukkan bahwa sensor kitosan memiliki waktu tanggap yang cepat serta stabilitas yang baik. ketika paparan molekul air dihilangkan, sensor menunjukkan kemampuan pulih kembali yang cepat dan baik. Dari pengukuran berulang yang dilakukan, dapat dilihat bahwa sensor kitosan juga menunjukkan hasil yang konsisten.
2. Metode tanpa – pencelupan dapat digunakan untuk mendeteksi kualitas air berdasarkan perubahan tegangan terhadap waktu.
3. Perubahan tegangan untuk setiap sampel yang diuji ternyata berbeda - beda, hal ini menunjukkan adanya perbedaan keadaan air disetiap sampel. Tegangan rata – rata terbesar yang diperoleh untuk sampel air sungai sebelum perlakuan adalah 195mv, untuk sampel air sungai sesudah perlakuan adalah 142mV sedangkan untuk sampel air mineral sebesar 121mV dan sampel aquadest adalah 118mV.
5.2 Saran
Sebagai saran untuk penelitian berikutnya :
1. Pengamatan keadaan air yang berbeda – beda untuk jumlah unsur yang terkandung dalam air dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya guna untuk menambah database sensor kitosan dalam mendeteksi keadaan air.
2. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan peranti peralatan sehingga dapat mengubah besaran tegangan menjadi besaran standar seperti ppm, pH,temperature dan lainnya dalam deteksi kualitas air.
3. Penyempuraan karakteristik sensor kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilakukan pada peneliti berikutnya sehingga banyak didapat database sebagai kebutuhan standar sensor kitosan. seperti waktu pakai sensor.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad.R, 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi : Yogyakarta.
Anonim.2010. Permenkes RI,2010,Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Nomor 492 Tahun 2010
Aryanto. V,et al,2010 , Sistem Pendeteksian Kelayakan Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Sebagai Solusi Alternatif BPOM Berbasis Mikrokontroler. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya.
Asmadi. K dan Kasjono,H.S., 2011, Teknologi Pengolahan Air Minum. Gosyen Publishing. Yogyakarta
Barus, T.A, 1996, Metodologi Ekologis Untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Jurusan Biologi FPMIPA, USU. Medan
Bevilacqua, A. C. 1998. Ultrapure Water- The Standard Resistivity Measurement of Ultrapure Water. Massachusetts : Thorton Associates.
Holt,P.K., Barton,G.W., and Mitchell,C.A.,2004, The Future for electrocoagulation as A Localised Water Treatment tecnologi, Chesmosphare, El sevier ltd, pp 1-3 Irwana Nainggolan, dkk, 2011, Detection of Milk Quality Degradation Using
Biopolymer Chitosan Sensor. Jurnal sains materi Indonesia, pages 5-8
Kumalasari, F dan Satoto Y. 2011. Teknik Praktis Mengolah Air Kotor Menjadi Air Bersih. Laskar Akasara. Jawa Barat
Mambu.G, et al,2010, Sistem Sensor Merkuri Untuk Pendeteksian Kualitas Air Pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Jurnal Elektronika no.3 vol.10, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI.
Manurung. R.V dan Hiskia, 2006, Perancangan dan Fabrikasi Sensor Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Menggunakan Teknologi Thick F ilm. Prosiding Seminar Nasional Tenaga Listrik dan Mekatronik, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, LIPI, Bandung
(3)
Manurung.R.V dan Lekalette.D.J ,2005, Linierisasi Pada Sensor Temperatur Thermistor NTC dengan Bentuk Geometrik Multilayer. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI, Journal Elektronika no.1 vol 5. Hal 1-6
Mollah, M.Y.A, et al, 2001, Elektrocoaqualation (EC) - Science and Aplication Gill Chair of Chemistry & Chemical Engenering,Lamar University, Beatmont, Tx77710,USA
Kaban.L.B, 2007, Functional Sensory Recovery After Trigeminal Nerve Repair, Journal of Oral and Maxillofacial Surgery Volume 65, Issue 1, January 2007, Pages 60–65
Kumar. K.R , et al, 1998 Functional Packaging Properties Of Chitosan Films January 1998, Volume 206, Issue 1, pp 44-47
Mollah, M.Y.A, et al, 2004, Fundamental Present and Future perspectives of Elektrocoagulation, Journal of Hazardous Material, B114 :pp. 199-21
Muzzerelly, 1998, Isolation and Characterization of Chitin From Crawfish Shell Waste. Journal Agric Food Chem, 37-575.
Ni’am, M.F.,Othman,F.,Sohaili.J, Fauzia,Z., 2007, Removel of COD and Turbidity to Improve Wastewater Quality Using Electrocogulation Technique, The Malaysia Journal of Analytical Sciences, vol.11 No.1, pp 198-205
Prashanth.K.V.H dan Tharanathan.R.N, 2006, Crosslingked Chitosan Preparation and Characterization, Carbohydrate research ;341(1):169 - 73
Rahadi.B dan Lusiana. N, 2012, Penentuan Kualitas Air Tanah Dangkal dan Arahan Pengolahan (Studi Kasus Kabupaten Sumenep). Jurnal Teknologi Pertanian Vol.13 No 2 [Agustus 2012] hal 97-104
Tatsunami, I. 1971. Water Work Engineering. Josni Kogaku. Japanese edition. Tokyo.
Shahidi .F et al, 1999, Food applications of chitin and chitosans, Department of Biochemistry, Memorial University of Newfoundland, St. John's, NF, A1B 3X9, Canada.
Shahidi.F, and Abuzaytun.R, 2005, Chitin Chitosan and Coproduct chemistry, product, Application and health effect. Department of Biochemistry, memorial university of newfound land, st .John’s, Canada.
(4)
Soharno.A, 2012, Dasar – Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah. Gosyen Publishing, Yogyakarta.
Sugita ,et al, 2009, Emerging N-Type Redox-Active Radical Polymer for a Totally Organic Polymer-Based Rechargeable Battery. Advanced MaterialsVolume 21, Issue 16, pages 1627–1630.
Sutrisno,C.T.2006. Teknologi Penyediaan Air bersih. Cetakan Keenam. Jakarta: Rhineka Cipta.
Suyanto.M, 2008, Mendeteksi Polutan Air Tanah Dengan Memanfaatkan Power Supply Sebagai Alat Bantu Elektrolisis. Jurusan Teknik Elektro IST AKPRIND, Jokjakarta
Sastrawijaya A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Suryana.N, 2012, TTL dan Elektronika Industri Modul 5 Transduser dan Sensor, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Mercu Buana.
Pipih, Suptijah, Agoes Mardiono Jacoeb, Desie Rachmania, 2012, KARAKTERISASI NANO KITOSAN CANGKANG UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DENGAN METODE GELASI IONIK, Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, Vol 14, No 2 (2011)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Wahjono. H.D, 2008, Pemantauan Kualitas Air Sumur Menggunakan Multiprobe Sensor Digital Di Wilayah Sekitar Semburan Lumpur Sidowarjo. Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, jurnal vol.4 no.2 hal 125-133
Wardhana, W.A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Edisi Revisi, Penerbit Andi Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Air diakses 10 Januari 2013
http://www.purewatercare.com/elektrolisa_air.php?elektrolisa,air (10-01-2013)
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/08/25/27716/Mendeteksi-Kualitas-Air- diakses 10 Januari 2013
(5)
LAMPIRAN 2
A. Alat dan Bahan Pengujian Sampel
Digital Multimeter
Air Pump
Tabung Sampel
Testing Chamber
(6)
B. Sampel Air Pengujian
C. Proses Pengujian Sampel