I. PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang
Udang vannamei Littopenaeus vannamei saat ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting dalam kegiatan ekspor nonmigas di
Pulau Jawa dan Provinsi Lampung. Salah satu perusahaan besar yang memasok kebutuhan benur udang ini adalah PT CentralPertiwi Bahari PT. CP Bahari.
Berdasarkan informasi dari hatchery PT CP Bahari 2005, larva udang vannamei hingga saat ini masih sering mengalami kendala kelangsungan hidup yang rendah
pada saat larva berada di stadia zoea hingga zoea-mysis. Jumlah populasi pada stadia tersebut bisa mencapai 40-50 dari jumlah populasi awal tebar naupli 6.
Hal ini terjadi dikarenakan larva udang vannamei masih sering mengalami kegagalan dalam melakukan moulting pengelupasan dan penggantian karapas
setiap kali berganti stadia. Salah satu sebab kegagalan moulting mungkin dikarenakan kurangnya
nutrien tertentu seperti vitamin C. Vitamin C sendiri diketahui dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan daya tahan tubuh larva udang. Irmasari
2002 dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian artemia yang diperkaya dengan 1 g ascorbyl palmitatl air media dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, kelangsungan hidup dan pertumbuhan pasca larva udang windu. Kontara et al. 1997 melaporkan bahwa defisiensi vitamin C pada udang penaeid
dapat dicirikan oleh pertumbuhan dan konversi pakan yang rendah, berkurangnya frekuensi moulting atau moulting yang tidak sempurna, penurunan ketahanan
terhadap stress, sintesis kolagen, penyembuhan luka yang tidak sempurna dan mortalitas yang tinggi. Sementara itu juga, Merchie et al. 1997 melaporkan
bahwa pertumbuhan yang baik bagi pasca larva udang windu adalah 20 mg ascorbyl acid
kg pakan. Di PT CP Bahari sendiri, pada stadia zoea hingga mysis, jenis-jenis pakan
yang diberikan terdiri dari pakan alami berupa Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp
., pakan buatan dan vitamin C dalam bentuk bubuk. Metode peningkatan nutrien berupa vitamin C masih kurang tepat dikarenakan vitamin C
yang diberikan bersamaan dengan pakan buatan akan mengalami leaching selama berada di media pemeliharaan larva, sehingga memperkecil kesempatan larva
untuk memperoleh nutrien vitamin C tersebut. Vitamin C sendiri merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, tidak stabil, mempunyai sifat asam
dan sifat pereduksi yang kuat Combs, 1992. Upaya pemberian vitamin C dapat dilakukan melalui metode bioenkapsulasi
terhadap rotifer, mengingat sifat rotifer yang non selective filter feeder, ukurannya yang kecil dan dapat dimakan oleh zoea. Rotifer sendiri telah digunakan secara
luas sebagai pakan larva udang dan ikan Fukuhara, 1982; Omori dan Ikeda, 1989. McVey 1997 menyatakan bahwa rotifer memberikan hasil berupa
peningkatan EPA, DHA dan vitamin, seperti vitamin C dan E. Dert 1992 dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa rotifer yang diberikan ke dalam air laut
setelah dikultur atau diperkaya tidak mempengaruhi kandungan ascorbic acidnya untuk jangka waktu 24 jam. Hal ini menandakan bahwa rotifer membawa
kandungan nutrsinya hingga diberikan sebagai pakan kepada larva ikan. Menurut Merchie et al. 1997, pemberian pakan alami Brachionus dan Artemia yang
telah diperkaya dengan ascorbic acid mampu meningkatkan ketahanan larva terhadap stress.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengakayaan rotifer dengan vitamin C terhadap kelangsungan hidup, panjang total, waktu intermoult
dan kecepatan perkembangan stadia larva udang vannamei Littopenaeus vannamei
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi larva udang vannamei