selml, kemudian dilanjutkan dengan Skeletonema costatum hingga stadia PL1 Pakan buatan CP. Star 100, CP Spina, BP Eguchi dan Lanzy ZM diberikan enam
kali sehari secara rutin sejak stadia Z1 hingga panen. Untuk empat perlakuan lain, rotifer diberikan sebagai pakan alami tambahan sejak larva udang memasuki
stadia Z2 hingga PL1. Rotifer diberikan dengan kepadatan 2-3 ind. rotiferlarvapemberian untuk larva stadia Z2-Z3 dan 7-8 ind.
rotiferlarvapemberian untuk stadia M1-M3 sesuai perlakuan. Rotifer diberikan pada larva sebanyak empat kali sehari dengan jadwal mengikuti jam pemberian
pakan alami. Pakan buatan yang diberikan, dosis dan komposisinya mengikuti prosedur oprasional standar PT. CP Bahari. Jadwal pemberian pakan alami dan
buatan larva udang vannamei dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4 Pengelolaan air
Selama masa budidaya N6-PL1 tidak dilakukan pergantian air. Penambahan air baru dilakuan dari stadia PL1 sampai panen sebanyak 5 – 20
Standar Operasional Prosedur CPB, 2000. Penambahan air hanya berasal dari pemberian pakan Chaetocheros sp. dan pakan buatan sebagai pelarut. Parameter
kualitas air diamati pada waktu persiapan, stadia Z2, stadia M2 dan pada waktu panen PL1.
Berikut adalah data kisaran kualitas air pada media pemeliharaan larva udang vannamei Tabel 4. Sedangkan data parameter kualitas air selama
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 1. Kisaran parameter kualitas air pemeliharaan larva udang vannamei yang
diukur selama penelitian. Parameter
Nilai pH
Suhu C
Salinitas ppt Oksigen terlarut mgL
Total Amoniak Nitrogen TAN mgL Alkalinitas mgL
7,95 – 8,15 28,5 – 31,2
33 5,00 – 6,27
0,000 – 2,488 89,8 – 188,58
100 ×
= No
Nt SR
× =
7 1
, panjang
Pl
3.5. Pengamatan
3.5.1. Kelangsungan hidup larva udang vannamei Kelangsungan hidup larva per hari diperoleh dengan menghitung jumlah
larva dalam 1 l air media pemeliharaan sebanyak 3 ulangan. Kelangsungan hidup akhir diperoleh dengan cara sebagai berikut. Larva dari media pemeliharaan
disaring dengan saringan plankton mesh 100, lalu ditampung dalam 20 l air laut. Setelah itu, diambil 1 l untuk kemudian dihitung jumlah larva yang ada di
dalamnya. Jumlah larva dalam 1 l air tersebut kemudian dikonversikan menjadi jumlah total larva udang yang hidup saat dipanen.
Kelangsungan hidup larva diperoleh dengan menghitung jumlah larva udang saat awal perlakuan stadia Z2 dan jumlah larva pada hari terakhir penelitian
stadia PL1, dengan rumus:
Keterangan : SR : kelangsungan hidup Nt : jumlah larva udang akhir PL1
No : jumlah larva udang saat awal perlakuan Z2
3.5.2. Panjang total larva udang vannamei Pertumbuhan larva yang diamati adalah panjang total larva pada stadia PL1.
Data panjang tersebut diperoleh dengan mengukur panjang tubuh dari 30 ekor larva dari masing-masing ulangan menggunakan mikrometer okuler dengan
perbesaran 4x10, kemudian dikonversi ke satuan milimeter, dengan rumus:
Keterangan : Pl : panjang total mm pasca larva 1 Panjang : panjang total
µm pasca larva 1 0,17 : koefisien mikrometer okuler
3.5.3. Kecepatan perkembangan stadia dan waktu intermolt larva udang vannamei Perkembangan larva yang diamati adalah perubahan stadia larva secara
visual setiap hari yang dilakukan di bawah mikroskop. Pengamatan ini dilakukan pada 15 ekor larva dari setiap wadah pemeliharaan. Kecepatan perkembangan
stadia diperoleh dengan membandingkan komposisi stadia larva udang pada setiap perlakuan di akhir penelitian. Selain itu, dilihat juga fase intermoult larva udang
vannamei pada setiap stadia dengan cara menghitung waktu hari yang dibutuhkan larva untuk berganti stadia Suprayudi, et al., 2004.
3.6. Analisa kimia