Pendahuluan HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

5.1 Pendahuluan

Dalam pemodelan statistical downscaling SD, khususnya fungsi transfer diawali dengan mencari model hubungan antara peubah penjelas resolusi rendah: GCM dan peubah respon resolusi tinggi: lokalregional. Model hubungan tersebut dapat diterapkan pada peubah atmosfer peubah penjelas yang sama dari berbagai model GCM untuk menentukan kondisi iklim lokal. Peubah atmosfer yang seringkali digunakan sebagai peubah penjelas untuk menduga suhu dan presipitasi adalah sirkulasi skala sinoptik, seperti rataan tekanan permukaan laut mean sea level pressure: slp dan ketinggian geopotensial Giorgi et al. 2001. Beberapa peubah penjelas, peubah respon menurut lokasi penelitian dan penelitinya selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Berbagai peubah penjelas SD digunakan dalam berbagai penelitian, sehingga mengalami kesulitan dalam mengevaluasi keandalan SD Giorgi et al. 2001. Dalam berbagai kajian, penentuan peubah penjelas penting untuk dilakukan. Ada dua pendekatan dalam memilih peubah penjelas yaitu pendekatan teori dasar professional judgement dan pendekatan metode statistik. Pendekatan teori dasar dilakukan oleh Zorita et al. 1995; Hewitson dan Crane 1996, diacu dalam Cavazos dan Hewitson 2002. Salah satu contoh pendekatan metode statistik dilakukan oleh Cavazos dan Hewitson 2002 dengan menggunakan 29 peubah penjelas atmosfer GCM NCEP-NCAR reanalisis untuk menduga curah hujan harian. Proses pemilihan peubah penjelas dilakukan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Kriteria yang digunakan untuk melihat kinerja model adalah koefisien determinasi R 2 , akar rataan jumlah kuadrat sisaan root mean square error : RMSE dan rataan mutlak sisaan mean absolute error: MAE. Penelitian dengan tujuan yang sama dilakukan oleh Huth 1999. Huth menggunakan peubah penjelas ketinggian geopotensial 850 hPa, tekanan permukaan laut, temperatur pada 850 dan thickness 1000 – 500 hPa. Proses pemilihan peubah penjelas menggunakan regresi bertatar dan untuk melihat kinerja model digunakan validasi silang dan RMSE. 28 Kajian lain yang telah dilakukan di Indonesia adalah Wigena 2006 dan Haryoko 2004. Wigena 2006 menggunakan peubah penjelas presipitasi untuk menduga presipitasi lokal, Haryoko 2004 menggunakan tekanan permukaan laut, dan Sutikno dan Boer 2005 menggunakan peubah penjelas precipitable water prw. Pemilihan peubah penjelas penelitian di atas lebih didasarkan ketersediaan data GCM, belum dilakukan melalui proses pemilihan secara komprehensif, yaitu berdasarkan alasan fisik dan statistik. Penelitian ini bertujuan mendapatkan peubah-peubah penjelas atmosfer yang paling dominan mempengaruhi curah hujan di Indonesia, khususnya di lokasi curah hujan tipe monsun.

5.2 Bahan dan Metode Bahan