15
3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN
Berbagai model ramalan produksi tanaman pangan khususnya padi telah dikembangkan di Indonesia. Model-model tersebut secara umum dibedakan
menjadi 2 dua, yaitu model dengan menggunakan indikator iklim dan model tanpa indikator iklim. Pada bab ini akan disajikan model-model ramalan produksi
padi yang telah dikembangkan di Indonesia.
3.1 Model ramalan tanpa indikator iklim : Model BPS
BPS dan Departemen Pertanian setiap tahun telah melakukan pendataan dan prediksi ramalan hasil panen per empat bulan subround BPS 2003.
Ramalan disusun menurut propinsi yang dihitung berdasarkan data deret waktu propinsi dan tidak berdasarkan pada penjumlahan ramalan tingkat kabupatenkota.
Produksi per propinsi didapatkan dari hasil perkalian antara luas panen bersih dengan hasil per hektar per satuan luas panen bersih untuk setiap subround.
Produksi propinsi per subround didapatkan rumus:
k k
k
xR L
P =
, dimana produksi subround ke-k,
luas panen bersih subround ke-k, dan hasil per
hektar subround ke-k. Subround merupakan periode perhitungan setiap 4 bulanan, yaitu subround 1 Januari-April, subround 2 Mei-Agustus, dan subround 3
September-Desember. Produksi dan luas panen dalam setahun Januari- Desember didapatkan dari penjumlahan produksi dan luas panen selama 3
subround . Hasil per hektar merupakan hasil per hektar dalam bentuk hasil ubinan
per satuan luas panen bersih.
k
P
k
L
k
R
Untuk melakukan ramalan produksi padi, BPS dan Depateman Pertanian 2003 menggunakan analisis regresi dan kecenderungan linear. Dalam setahun
dilakukan angka ramalan ARAM sebanyak tiga kali, yaitu pertama bulan Pebruari, kedua bulan Juni, dan ketiga bulan Oktober. ARAM 1 merupakan
penjumlahan dari angka ramalan per subround, karena belum tersedia angka realisasi. Ramalan luas panen Januari-April, dengan peubah penjelas luas tanaman
akhir bulan Desember tahun sebelumnya. Kemudian luas panen Mei-Agustus diramalkan berdasarkan pada luas tanaman akhir April tahun yang bersangkutan,
dimana luas tanaman akhir bulan tersebut diramal dengan menggunakan
16
penjumlahan realisasi produksi Januari- April d
3 adalah realisasi produksi Januari-April dan Mei-Ag
3.2 Model ramalan dengan indikator iklim
an air. Padi membutuhkan 600-1200 kecenderungan linear. Selanjutnya luas panen Mei-Agustus diramal dengan
regresi linear. Demikian juga luas panen September – Desember diramal dengan menggunakan regresi linear dengan peubah penjelas luas tanaman akhir Agustus
tahun yang bersangkutan, dimana luas tanaman akhir Agustus diramal dengan kecenderungan linear. Hasil per ha Januari-April, Mei-Agustus, dan September –
Desember diramalkan dengan menggunakan kecenderungan linear. Ramalan produksi per subround merupakan perkalian masing-masing ramalan luas panen
subround dan ramalan hasil per ha-nya.
Ramalan kedua ARAM 2 adalah an ramalan produksi subround kedua Mei-Agustus dan ketiga Septem-
ber-Desember. Luas panen Mei-Agustus diramalkan berdasarkan luas tanaman akhir April dengan regresi linear. Luas panen September – Desember diramal
menggunakan regresi linear dengan peubah penjelas luas tanaman akhir Agustus, dimana luas tanaman akhir Agustus diramal dengan kecenderungan linear. Hasil
per ha Mei-Agustus, dan September – Desember diramalkan dengan meng- gunakan kecenderungan linear.
Ramalan ketiga ARAM ustus ditambah ramalan produksi September-Desember. Luas panen
September – Desember diramalkan dengan menggunakan regresi linear dan peubah penjelas luas tanaman akhir Agustus. Hasil per ha September – Desember
diramalkan dengan menggunakan kecenderungan linear.
Model dengan indikator ENSO dan DMI
Padi sangat terkait dengan ketersedia mm air selama kurun waktu 90-120 hari, mulai tanam hingga panen dan ber-
gantung pada agrosistem dan hujanirigasi De Datta 1981, diacu dalam Naylor et al
. 2002. Salah satu yang mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia adalah fenomena El Nino-Southern Oscillation ENSO di lautan Pasifik Boer and Faqih
2005; Aldrian and Susanto 2003; Hendon 2003; McBride et al. 2003; Haylock and McBride 2001. Satu indikasi hubungan antara curah hujan dan suhu muka
laut sea surface temperature: SST ditunjukkan korelasi yang nyata, terutama
17
ra Pasifik, terdapat juga fenomena interaksi lautan-
eragaman curah hujan dan fenomena ENSO di
gkan model ramalan padi dengan enggu
SST Nino 3.4 Allan 2000, diacu dalam Arrigo dan Wilson 2008. Hendon 2003 menyatakan bahwa keragaman SST Nino 3.4 mempengaruhi 50 keragaman
curah hujan di seluruh Indonesia. Selain ENSO di Samude
atmosfer lainnya yang diduga menyebabkan keragaman hujan di Indonesia. Yaitu kejadian dipol yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan Indian
Ocean Dipole Mode IODM Saji et al. 1999. IODM merupakan mode dari
variabilitas iklim antar tahun yang menghasilkan anomali angin, suhu muka laut dan curah hujan di seluruh wilayah Samudera Hindia yang membawa kekeringan
di Indonesia dan Australia dan juga banjir di Afrika bagian timur Saji 2000, diacu dalam Surmaini 2006. Ciri terjadinya peristiwa IOD positif yang menyebabkan
kekeringan di sebagian wilayah Indonesia ialah dengan mendinginnya suhu muka laut SML dekat Sumatera serta menghangatnya SML di bagian barat Samudera
Hindia. Intensitas IODM direpresentasikan oleh nilai Dipole Mode Index DMI yang merupakan gradien anomali SML antara bagian barat Samudera Hindia
Ekuator 50°-70°BT, 10°LU-10°LS dan bagian tenggara Samudera Hindia Ekuator 90°-110°BT, 0°-10°LS.
Adanya keterkaitan antara k lautan Pasifik, DMI di lautan Hindia, maka dikembangkan model ramalan
produksi padi dengan menggunakan kedua peubah iklim tersebut. Beberapa model tanaman pangan terutama padi dengan menggunakan peubah penjelas SST Nino
3.4 diantaranya: Boer 2000; Naylor et al. 2001, 2002, 2007; Falcon et al. 2004, SOI dan DMI Boer et al. 2004, SST Nino 3.4 dan DMI Surmaini 2006; Arrigo
dan Wilson 2008.
Model dengan indikator indeks kekeringan
Arrigo dan Wilson 2008 mengemban m
nakan indeks kekeringan Palmer bulanan Palmer drought severity index; PDSI. PDSI merupakan gabungan dari suhu permukaan dan curah hujan. PDSI
diduga dengan menggunakan DMI dan SST Nino 3.4. Kemudian nilai PDSI digunakan untuk menduga luas panen dengan regresi linear. Hasil verifikasi
model luas panen ha padi per tahun di pulau Jawa ini relatif baik, yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi R
2
sebesar 0.67. Peubah penjelas yang
18
up menjanjikan karena sederhana dan mudah diterapkan, namun
Model dengan indikator curah hujan
an lebih baik dalam menduga produksi padi n
difikasi indeks hujan terboboti Stephen et al. 1994 dinyatakan:
d d
m m
1 1
= =
⎠ ⎝
=
m m
pembobot bulan ke-m, W
d
nilai pembobot wilayah ke-d yaitu persentase
bobot yang tinggi. digunakan dalam model luas panen tersebut adalah PDSI musiman September-
Desember. Sementara PDSI musiman tersebut diduga dengan SST Nino 3.4 dan DMI bulan Agustus.
Model ini cuk untuk menduga wilayah kabupatenpropinsi maka membutuhkan
modifikasi model terutama dalam memodelkan peubah penjelas PDSI.
Pendekatan lain yang diperkirak asional ialah dengan menggunakan indeks hujan terboboti weighted
rainfall index: WRI yang dikembangkan di Australia oleh Stephen et al. 1994.
Indeks ini dapat menduga produksi gandum lebih baik dari perkiraan produksi yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah Australia. Indeks disusun
berdasarkan data hujan bulanan yang diberi bobot. Nilai bobot yang digunakan untuk masing-masing bulan berbeda bergantung pada siklus pertumbuhan
tanaman. Bulan dimana fase pembungaan fase yang sensitif terhadap kekurangan air umumnya berlangsung akan memiliki bobot yang tinggi karena besar kecilnya
hujan pada bulan ini sangat berpengaruh besar terhadap keragaman produksi gandum.
Mo
N W
W R
n 12
∑ ∑
⎟ ⎞
⎜ ⎛
, R curah hujan wilayah bulan ke-m, W nilai
sumbangan wilayah ke-d terhadap produksi padi, N jumlah nilai pembobot wilayah. Keragaman produksi padi terutama ditentukan oleh luas penanaman padi
pada musim gadu MKI
WRI
m
a
, yaitu penanaman padi yang memanfaatkan sisa air pada akhir musim hujan. Pada banyak kasus, padi yang terkena kekeringan dan
puso pada waktu terjadi El-Nino, ialah padi yang ditanam pada musim gadu karena hujan yang diharapkan masih cukup tinggi pada akhir musim hujan tidak
terjadi. Dengan demikian pada kondisi ini bulan-bulan pada MKI akan memiliki
a
Untuk wilayah bertipe hujan moonson, musim hujan MH ialah Desember-Maret, MKI: April- Juli dan MKII: Agustus-November.
4. PENENTUAN DOMAIN GRID GCM UNTUK PEMODELAN