Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kelayakan Usaha

II. LANDASAN TEORI

A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Menurut UU Usaha Kecil No.9 tahun 1995, Industri Kecil didefinisikan sebagai bagian dari Usaha Kecil di Indonesia yang memiliki aset Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan atau omset per tahun Rp. 1 milyar. Selain itu juga disebutkan kriteria usaha menengah, mandiri dan tangguh, yaitu: 1. Usaha Menengah : Omset per tahun Rp.700 Juta sd 1 Milyar. 2. Usaha Mandiri : Omset per tahun Rp.100 Juta sd 700 Juta. 3. Usaha Tangguh : Omset per tahun Rp.100 Juta. Selain itu juga terdapat beberapa kriteria usaha kecil dan menengah lainnya. Namun saat ini telah dibahas perubahan mengenai kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM seperti tercantum dalam UU Nomor 9 tahun 1995 dan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah Sumber : www.hukumonline.2007 Kriteria Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Bentuk usaha Orang perseorangan • Perseorangan badan usaha • Bukan afiliasi usaha menengahbesar • Perseorangan badan usaha • Bukan afiliasi usaha besar Kekayaan bersih Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan Rp 50 juta – Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan Rp 500 juta – Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan Omzet tahunan Rp 300 juta Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar Rp 2,5 miliar – Rp 50 miliar

B. Kelayakan Usaha

Prospek pengembangan bisnis dapat dilihat melalui analisa kelayakan usaha dari pendirian usaha tersebut dan hal ini diperlukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi selanjutnya. Dalam bentuk yang lebih umum studi kelayakan usaha bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pihak yang terkait dengan usaha tersebut, misalnya investor, kreditur dan pemerintah. Dengan adanya studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran sampai seberapa jauh pendirian dan pengembangan usaha tersebut layak dilaksanakan ditinjau dari berbagai aspek antara lain organisasi, pemasaran, teknikoperasi dan keuangan Zubir, 2006. Analisis proyek dilakukan untuk mengambil keputusan dalam menentukan pemilihan investasi yang tepat dari berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan Pramudya, 2006. Menurut Pramudya 2006, yang dimaksud suatu proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan sejumlah sumber daya untuk memperoleh manfaat. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Sebelum memasuki suatu bidang usaha pemodal akan melakukan penilaian apakah kas yang dikeluarkannya untuk membangun dan mengoperasikan usaha tersebut dapat menghasilkan kas yang lebih besar Zubir, 2006. Kas yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan diperoleh dalam beberapa tahun kemudian. Hal pertama yang dikaji berkaitan dengan analisis kelayakan usaha meliputi biaya pembangunan fisik pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan proyek Zubir, 2005 seperti : 1. Pembelian tanah termasuk biaya pematangan tanah, pembuatan saluran air, lapangan parkir, taman dan pemagaran. 2. Biaya pembangunan pabrik, kantor, gudang, mess karyawan, pos satpam dan bangunan penunjang lainnya. 3. Biaya pembelian mesin-mesin dan pemasangannya termasuk biaya tenaga ahli yang digunakan. 4. Biaya instalasi listrik, air, dan sebagainya. 5. Biaya pembelian kendaraan. 6. Biaya pembelian peralatan kantor, perabot dan lain-lain. Untuk memulai suatu usaha juga dibutuhkan modal kerja untuk kegiatan operasional perusahaan. Modal kerja adalah dana yang dibutuhkan untuk operasional perusahaan sehari hari yang meliputi kebutuhan dana yang tertanam dalam harta lancar dalam bentuk piutang usaha, persediaan bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi dan bahan penunjang termasuk di dalamnya bahan bakar, serta sejumlah kas minimum yang dibutuhkan untuk berjaga-jaga atau transaksi Zubir, 2005. Sumber pembiayaan modal kerja dapat bersumber dari modal sendiri, hutang dagang, hutang bank, maupun hutang lainnya. Menurut Zubir 2006, perhitungan kelayakan usaha yang paling utama didasarkan pada kriteria Net Present Value NPV. Inti dari konsep NPV adalah nilai bersih dari arus kas masuk dan keluar yang dihitung pada saar ini atau periode nol. NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang present value dari manfaat dan biaya Pramudya, 2006 Dapat dikatakan bahwa NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi Zubir, 2006. Jika NPV bernilai positif NPV 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika NPV bernilai negatif NPV 0, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Menurut Gittenger 1986, NPV dapat dihitung dengan persamaan : dimana ; Bt = manfaat penerimaan bruto pada tahun ke- t Rp Ct = biaya bruto pada tahun ke- t Rp i = tingkat suku bunga t = periode investasi i = 1,2,3,.........n Kriteria lain yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha adalah Internal Rate of Return IRR dan Payback Period PBP. IRR menghitung tingkat diskonto yang menyebabkan NPV sama dengan nol, sedangkan NPV = Σ Σ Σ Σ t t t i 1 C - B + payback period menghitung kapan atau berapa lama NPV akan menjadi nol Zubir, 2006. Jika biaya modal discount rate suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV menjadi negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya. Menurut Gittenger 1986, IRR dapat diperoleh dengan persamaan : dimana ; NPV ’ = nilai NPV Positif Rp NPV ” = nilai NPV Negatif Rp i’ = discount rate nilai NPV positif i” = discount rate nilai NPV negatif Selain itu untuk analisis kelayakan usaha dapat digunakan juga perhitungan Gross BC ratio untuk menghitung besarnya manfaat yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dibelanjakan, analisis titik impas break- even point analysis untuk mengetahui tingkat penjualan yang menghasilkan penerimaan sama dengan biaya total yang dipergunakan dan analisis payback periode PBP untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal. Menurut Pramudya 2006 Gross BC dapat dihitung dengan persamaan : dimana : Bt = manfaat yang diperoleh pada tahun ke – t Rp Ct = biaya yang dikeluarkan 4 pada tahun ke – tRp i = tingkat diskonto t = jumlah tahun IRR = i’ + NPV NPV NPV − i” – i’ = + 1 t t t i 1 B Gross BC = = + 1 t t t i 1 C Titik impas breakeven point adalah tingkat volume penjualan yang menyamakan nilai penjualan dengan total biaya atau laba bersih sama dengan nol, yang dapat dihitung dengan persamaan : Total Biaya Rp = Volume Penjualan unit x Harga Jual Rp Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persaman : Total Biaya Tetap BEP unit = Harga Jualunit - Biaya Variabelunit Total Biaya Tetap BEP Rp = 1 - Biaya Variabel per Unit Harga Jual PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas Zubir, 2006, dihitung menurut persamaan : Nilai Investasi PBP tahun = x 1 tahun Kas Masuk Bersih Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback , sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya. Oleh karena seluruh perhitungan arus kas selalu mengandung ketidakpastian, maka diperlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui sensitivitas kelayakan usaha terhadap perubahan asumsi yang digunakan Zubir, 2006. Analisis sensitivitas disebut juga what-if analysis. Analisis ini menyangkut pengujian terhadap kelayakan suatu usaha dengan berbagai kondisi dan asumsi yang digunakan Zubir, 2006. Pengujian ini, terutama dilakukan terhadap asumsi-asumsi yang berada di luar kendali manajemen perusahaan yang mungkin saja berubah. Dari pengujian sensitivitas dapat diketahui derajat sensitivitas setiap asumsi dengan NPV. Teknik ini biasa digunakan untuk mengetahui variabilitas pengembalian Sundjaja dan Inge, 2003. Pengujian sensitivitas dapat dilakukan dengan persamaan : C df - B df Error Benefits = y = B df B df - C df Error Cost = x = C df dimana : Bdf = penerimaan pada tahun ke n dengan perhitungan discount factor Rp Cdf = biaya pada tahun ke n dengan perhitungan discount factor Rp

C. Strategi Pemasaran