Pemberian Kompos Ternak Babi dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Produktivitas Hijauan Ruzi (Brachiaria Ruziziensis)dengan Interval Pemotongan yang Berbeda

(1)

Agus. 1983. Hijauan Makanan Ternak. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Barbarick, K.A. 2006. Organic Materials As Nitrogen Fertilizers. Colorado State University. Colorado.

Blaine, F.M., 1994, Soil Mikrobial Ecologi, Marcell Dekker, New York

Ciat. 1983. Annual Report. Tropical Pastures Program Centro Internacional de Agriculture Tropical. Colombia.

Departemen Pertanian. 2009. Dasar Dasar Penyuluhan Pertanian. http://www.pustaka.deptan.go.id.

Harjadi, W, 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT.Gramedia, Jakarta Hasibuan, B. E.,2006. Ilmu Tanah. USU Perss. Medan

Hutasoit.R., Juniar Sirait dan Simon P Ginting. 2009. Petunjuk Teknis Budidaya Dan Pemanfaatan Bachiaria Ruziziensis (Rumput Ruzi) sebagai Hijauan Pakan Kambing. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Deptan.

Isbandi .1985.Pertumbuhan danPerkembanganTanaman.Jurusan BudidayaPertanian. Fakutas Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

Kavanova, M. dan V. Glozer. 2004. The use of internal nitrogen stores in the Rhizomatous Grass Calamagrostis epigejos during regrowth after defoliation. Annuals of Botany.

Lawani, M. 1993. Panili, budidaya dan penanganan pasca panen.Kanisius. Yogyakarta

Lingga, Pinus. 1991. Pupuk dan Cara Memupuk. Kanisius, Jakarta.

Madjid, M.D.,Bachtiar E.H., Fauzi, H.Hamidah, 2011. Dasar Ppupuk dan Pemupukan Kesuburan Tanah. USU Press, Medan.

Maria erviana kusuma, 2015, Skripsi.Pengaruh dosis pupuk kotoran ternak ayam terhadap pertumbuhan dan produksi rumput brachiaria humudicola pada pemotongan pertama.Fakultas peternakan. Universitas kristen palangka raya.

Marsono dan P. Sigit., 2000. Pupuk Akar. Penebar Swadaya. Jakarta;

Marsono, dan Paulus, S., 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya.Jakarta.


(2)

38

Moenandir, Jody.2004. Prinsip-prinsip Utana Cara Menyukseskan Produksi Pertanian. Bayumedia Publishing. Malang, Jawa Barat

Musnamar, E. I., 2005. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Musnamar, E. I., 2009. Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Najiyati, S., L. Muslihat, dan I.N.N. Suryadiputra.2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan.Project Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada, Bogor.

Nasution, H.F., 1991. Pengaruh Interval dan Tinggi Pemotongan Terhadap Novizan, 2007.Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka.

Jakarta.

Prihandarini, R. 2004. Manajemen Sampah : Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik. Perpod. Jakarta

Primandini, Y. 2007. Fodder. (online) (yunie

Rachman, S., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

Produksi Rumput Setaria. Fakultas Pertanian Universitas SumateraUtara, Medan.

Rinsema, W. T., 1993. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta

Sabiham, S. 1989. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santa, N. M, Masyhuri, S. Hartono, Suhardyastuti, 2011.Analisis Pengambilan Keputusan Pilihan Tujuan Usaha dan Ekonomi R. T. Tani Ternak Babi Di kabupaten Minahasa

Sar

Salisbury,F.B. and C.W.Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1.

Penerjemah: Lukman D.R. Dan Sumaryono. ITB Pres, Bandung. Terjemahan dari: Plant Phisiology


(3)

Sema, 2015.Pemberian pupuk hijau cair terhadap produksi rumput brachiaria brizantha pada lahan marginal.Skripsi.Jurusan nutrisi dan makanan ternak fakultas peternakan. Universitas hasanuddin, makassar.

Siregar, M. E., B. Haryanto Dan T.Herawati. 1982. Pengaruh Tinggi Pemotongan Terhadap Hasil Berat Kering Rumput Bede (Brachiariadecumbens, staff) dan Setaria Gajah (Setaria sphacelata STAPF).Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian Peternakan. Bogor. Vol 1, 22-24.

Setyati, Sri. 1979. Pengantar Agronomi.Jakarta : Gramedia Setyamidjaja, D., 1986. Pupuk dan Pemupukan.Simplex, Jakarta.

Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Penerbit Gadjah Mada University Press,Yogyakarta

Soegiri, H. S., Ilyas dan Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Makanan Te rnak Daerah Tropis. Direktorat Biro Produksi Peternakan Departemen Pert anian, Jakarta

Subba Rao, 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, edisi kedua, Universitas Indonesia, Jakarta

Sumardi, 1999. Pengaruh Penambahan Bahan Percepat Pada Proses Pengomposan Sampah terhadap hasil Kompos. Duta Farming. Vol. 17.No. 1, Semarang. Susanto, R.,2002, Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan

Berkelanjuan, Karbisius, Yogyakarta

Sutrisno, D.1983.Defoliasi dan Harvesting.UniversitasGadjahMada.Yogyakarta. Trautmann, N.M., K.S. Porter, and R.J. Wagenet. 2007. Nitrogen: The Essential


(4)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Galang Deli Serdang Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan Januari 2016.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahanbakuutama yangakandigunakanadalahkotoranternakbabi. Bahanbakuinidisediakanlebihkurangmasing-masingkarung (beratnya 30 kg/karung)sebanyak 100 kg, hijauan yang digunakanyaituRuzi

(Brachiariaruziziensis) berupapols (sobekantanaman)

ataubagianbatangdenganakar, starter menggunakan EM4 (efective microorganism4)sebanyak 1 liter, gulasebanyak 1 kg sebagaibahanmakananbakteripada proses fermentasifesesbabidandedak 2 kg.

Alat

Peralatan yang akan digunakan meliputi karung/goni sebagai wadah dalam pengangkutan feses babi dan tempat pemanenan hijauan, sekop dan cangkul untuk membolak-balikkan feses, ember sebagai wadah penampungan air, terpal sebagai wadah dalam proses fermentasi, drigen tempat fermentasi, polibag sebagai tempat pols yang akan dibibitkan, paralon sebagai lubang udara, timbangan untuk menimbang berat basah dan berat kering hijauan, gunting untuk memotong


(5)

hijauan, cangkul untuk membersihkan lahan, penggaris untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis untuk mencatat data penelitian, kalkulator dalam menghitung data, amplop sebagai tempat hijauan pada saat pemanenan selama penelitian, timbangan untuk menimbang kompos.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan dua faktor perlakuan.

Faktor pertama (petak utama) adalah: A1 = Interval Pemotongan 40 hari A2= Interval Pemotongan 50 hari A3 = Interval Pemotongan 60 hari Faktor kedua (anak petakan) adalah: P0 = Tanpa pupuk (kontrol)

P1 = Pupuk fermentasi feses dosis 2,25 kg (10 ton/ha/thn) P2= Pupuk fermentasi fesesdosis 4,5 kg (20 ton/ha/thn) P3 = Pupuk fermentasi feses dosis 6,75 kg (40 ton/ha/thn)

Model linier yang akan digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan model rancangan sebagai berikut:

Y

i j k

=

μ

+

α

i

+

β

j

+ (

αβ

)

i j

+

δ

i k

+

ε

i j k Keterangan :

Y i j k= nilaipengamatanpadatarafke i faktor A, tarafke j faktor B, danpada ulanganke k

µ

=nilaitengahumum

αi = pengaruhtarafke i darifaktor A βj = pengaruhtarafke j darifaktor B

(αβ)i j = pengaruhinteraksitarafke i faktor A dengantarafke j faktor B δi k = pengaruhacakuntukpetakutama


(6)

20

PelaksanaanPenelitian

1. Pembuatan FermentasiFeses

Pembuatan fermentasi kotoran babi menggunakan bahan stater EM4 sebanyak 1 liter, gula 1 kg, air 10 liter dan dedak 2 kg. Sedangkan alat yang digunakan adalah jerigen sebagai tempat fermentasi. Prosedur sebagai berikut:

Dimasukkan stater EM4 (efective microorganism 4) sebanyak 1 liter dengan campuran gula 1 kg kedalam 10 liter air dan diinkubasi selama 5 jam

Siapkan semua limbah kotoran babi dalam keadaan segar

Hamparkan semua limbah kotoran babi dengan ketebalan penumpukan 40 cm dan sirami dengan dedak dan larutan fermentasi

Semua kotoran babi tersebut di balik-balikkan, ditutup dengan plastik dan tancapkan paralon sebagai lubang udara

Kotoran babi yang difermentasikan terhindar dari sinar matahari langsung dan air hujan dan tempat sebagai wadah fermentasi memiliki kemiringan

Setiap lima hari dibalik dan diperhatikan, bila kering perlu ditambah air, caranya dengan memercikan air dari ember

Kompos akan panas dan semakin lama panas akan turun, kemudian kompos mendingin. Pada hari ke-40, kompos sudah selesai, namun jangan dipergunakan terlebih dahulu. Tanda kompos sudah bias dipakai adalah bila

sudah tampak cacing atau mahkluk lain dalam kompos.

Diambil sample pH feses pada tahap awal fermentasi, pertengahan hingga akhir fermentasi


(7)

Bahankotoranternakdisiapkandengankelembabansekitar60%.Bilabahanterl

alubecekataukelembabanlebihdari 60% makakotoranternakdidiamkanbeberapawaktuhinggamencapaikelembaban yang

diinginkan. Bilakotoranternakterlalukering, makaperludisiramdengan air agar mencapaikelembaban 60%. Setelahkotoranternakkelembabanmencapai 60%, selanjutnyaditambah starter, laludicampurhinggarata.

Bahankotoranternakdibalik-balikkan.Padasaatpembalikanini,

dilakukanpenambahanair/ cucian air beras. Proses yang berlangsungsekitar2-3 mingguiniperludijagakelembabanyadansuhunyadengancarapembalikan.

Bahanyangsudahdicampurkandiaduksecaramerata, setelahituditutupdenganplastik hitamdandibiarkanmengalamifermentasihinggatimbulnyamikroorgnismeyanghidu pseperticacing.

Bahankomposakanmengalamipenstabilan, bahansudahberbentukremah.

Derajatkeasamanpadaawal proses pengomposanakanmengalamipenurunankarenasejumlahmikroorganisme yang

terlibatdalampengomposanmengubahbahanorganicmenjadiasamorganik.

Kondisiinimenandakanbahwabahankompostelahmenjadikompos (pupukorganik), sehinggasiapdigunakan.

2. Persiapanlahan

Pada prinsipnya pengolahan tanah samaseperti persiapan untukpenanaman rumput unggul lainnya. Tanah dicangkul 1-2 kali tergantungkeadaan tanah dengan kedalaman 20-30 cm, lalu diratakan (Soegiri et al., 1982).

Secara mekanis yaitu dengan caramenggunakan alat pembersih lahan, diawali tanah dibersihkan dari sisa tanaman yang tidak berguna (gulma).


(8)

22

Kemudian dilakukan pembajakan lahan untuk tanah menjadi gembur, lalu lahan dibagi-bagi menjadi petak-petak kecil sebanyak 36 petak yang setiap satu plotnya terdiri dari 16 tanaman dengan jarak tanam berukuran 1,5 m x1,5 m dengan jarak tiap petak sepanjang 1 m mdijadikan sebagai saluran air.

3. Pemilihanbibit, penanamandansystemtanam

Pemilihan bibit adalah faktor yang sangat penting dan menentukan dalam budidaya hijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis).Bibit yang digunakan harus sesuai dengan lingkungan setempat dan mudah dikembangkan serta dikelola, agar diperoleh mutu dan produksi yang baik.Hijauan ruzi (Brachiaria ruziziensis) dapat diperbanyak dan dikembangbiakan dengan pols danbiji . Penggunaan pols lebih baik karena disamping cepat tumbuh, juga cepat menyebar dan resiko kematian di lapangan lebih kecil .

Pada penanaman hijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis) dengan pols dipilih tanaman yang sehat, mempunyai banyak akar dan calon anakan baru (bagian tepi).Selain itu bagian ujung vegetatifnya harus dipotong.Hal ini dimaksudkan agar tanaman baru tersebut tidak terlampau banyak penguapan atau menghindari pelayuan.Waktu tanam yang paling baik adalah pada musim hujan.Pada musim kemarau penanaman masih dapat dilakukan selama penyiraman memungkinkan dilakukan.

Penanaman hijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis) dilakukan dengan penanaman jarak tanam yang digunakan adalah 1,5 x 1,5m. Pengaturan jarak tanam dilakukan dengan menggunakan tali agar kelihatan lurus dan rapi sehingga mempermudah dalam penyiangan dan perawatan.Kebutuhan benih tiap plotnya sebanyak 2 pols dalam satu lubang.


(9)

4. Pemupukan

Pemupukan pertama dilakukan pada waktu pengolahan (perataan) tanah.Setelah lahan gembur dan bersih dari gulma, maka dilakukan pemupukan dasar dengan pemberian pupuk kompos pada setiap plot kemudian didiamkan selama satu minggu.Pemupukan dilakukan selama 4 minggu sekali. Pemberian level dosis yang berbeda disetiap perlakuan adalah untuk mengetahui apakah peningkatan penggunaan dosis kompos 10 ton, 20 ton dan 30 ton dapat memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan tanpa pemberian kompos.

5. Pemeliharaan, penyiraman, penyiangandanpenyisipan

Faktor pemeliharaan tanaman akanmenentukan terhadap hasil produktivitas tanaman. Pada awal penanaman perlu dilakukan pemeliharaan yang intensif, terutama penyiangan. Pemeliharaan meliputi 1) penyiraman dilakukan setiap hari dua kali yaitu pada pagi dan sore atau sesuai kebutuhan jika musim hujan tidak perlu untuk penyiraman, 2) penyiangan dilakukan terhadap gulma-gulma liar yang ada dilahan penelitian dan dilakukan secara manual dan 3) penyisipan untuk mengganti tanaman yang mati dengan bibit baru dilakukan setelah penyiangan. Biasanya diperlukan penyiangan ulang pada saat tanaman berumur dua bulan atau tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman liar.

6. Trimming

Trimming dilakukan untuk menyeragamkan pertumbuhan dan merangsang jumlah anakan yang lebih banyak dan pemotongan trimming dilakukan pada umur 40 hari setelah tanam, sebelum memulai mengambil data.Tinggi pemotongan dilakukan adalah 15 cm dari atas permukaan tanah tanaman.


(10)

24

7. Panen (Pemotonganataudefoliasi)

Panen pertama dilakukan 40 hari setelah tanam, selanjutnya pemotongan setiap 50 hari pada musim hujan atau 60 hari pada musim kemarau, tinggi pemotongan pada saat panen 15 cm dari permukaan tanah.

Pengambilan Data

1. JumlahanakanrumputBrachiariaruziziensis yang tumbuhsetiap 40 hari, 50 hari dan 60 hari sekali yang dihitunsesuaidengan interval pemotongan.

2. Pertumbuhantinggitanamandilakukan pengukuran 1 kali dalam 1 minggu setiap interval 40 hari, 50 hari dan 60 hari sesuaidenganperlakuan.

3. ProduksisegarrumputBrachiariaruziziensissetiap 40 hari, 50 hari dan 60 hari sekalidansetelahpemotongandilakukanpenimbangan.

Parameter Penelitian 1. TinggiTanaman

Pertumbuhan tinggi tanaman hijauan tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi dengan cara menengakkan seluruh daun keatas sampai tegak lurus, kemudian dilakukan pengukuran secara vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan tanah, tinggi tanaman diukur setiap 1 minggu sekali.

2. Produksi Segar

Setiapvarietastanamanmemilikiproduksibahansegar yang berbeda-bedatergantungkepadasifatgenetisvarietastanamanitusendiri.


(11)

yang berbedapadasetiapperlakuan. Pupukorganik

dapatmenambahbahanmakanantumbuhan di dalamtanah.Penambahanpupukorganik

padatanahakanmeningkatkanstrukturpadatanahtersebutdandapatmeningkatkanjuml ahpori-poritanahsehinggamemudahkan tunas baru tumbuhmenembuspermukaantanah. Pupukorganik jugaberpengaruhlangsungterhadapfisiologitanaman

sepertimeningkatkankegiatanrespirasiuntukmerangsangserapanharasehinggamenin gkatkanpertumbuhantanaman (Sabiham, 1989).

3. Jumlah Anakan

Rumput Ruzi memiliki daun yang lebat, padat berbulu pendek dan bertekstur lembut dengan.Daun dapat tumbuh dari buku batang maupun rizoma.Rumput Ruzi (Brachiaria Ruziziensis) adalah tanaman berumpun, tahunan merambat dengan rizoma yang pendek.Batang berongga dan agak kasar tumbuh dari pucuk buku-buku merambat dan rizoma pendek.Bunga berbentuk mayang bendera, memeiliki stolon sehingga mampu berkembang dengan cepat membentuk hamparan.


(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman Brachiaria Ruziziensis

Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor interval pemotongan dan pemberian kompos ternak babi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Interaksi antara interval pemotongan dan tinggi tanaman juga memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pertambahan tinggi tanaman (Lampiran 1). Data tinggi tanaman selama penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3: Rataan Tinggi Tanaman Selama Penelitian (cm) Dosis

Kotoran Babi

Interval Pemotongan

Total Rataan SD A1

(40Hari)

A2 (50 Hari)

A3 (60 Hari)

P0 43,87 61,08 68,18 173,13 57,71a 12,50 P1 47,29 64,31 71,40 183,00 61,00b 12,39 P2 50,96 67,59 74,87 193,42 64,47c 12,26 P3 54,70 70,81 78,22 203,73 67,91d 12,02 Total 196,81 263,79 292,67 753,27 Rataan 49,20a 65,95b 73,17c 62,77 12,29 Keterangan: Notasi huruf yang berbeda pada baris dan kolom menunjukkan adanya

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Analisa data statistik diperoleh bahwa tinggi tanaman Brachiaria ruziziensis pada perlakuan P3 dengan rataan (67,91cm) sangat berbeda nyata dengan perlakuan P0 dengan rataan (57,71 cm). Perlakuan interval pemotongan, interval pemotongan A3 (60 hari) dengan rataan (73,17 cm) berbeda sangat nyata dengan interval A1 (40 hari) dengan rataan (49,20 cm). Tinggi tanaman pada penelitian ini masih lebih rendah apabila dibandingkan penelitian lain yang menggunakan pupuk hijau cair yang berbeda-beda dan dosis yang berbeda-beda, dengan hasil rataan tinggi tanaman Brachiaria P0 (49,55), P1 (63,27), P2 (81,15),


(13)

P3 (92,15), dengan dosis pupuk A0 (kontrol/tanpa pupuk), A1 (pupuk hijau cair daun gamal 70 ml/pot), A2 (pupuk hijau cair jonga-jonga 84 ml/pot), A3 (pupuk cair daun eceng gondok 95 ml/pot), (Sema, 2015)

Interaksi antara interval pemotongan dan dosis feses babi fermentasi terhadap tinggi tanaman Brachiaria ruziziensis dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1: Diagram interaksi kombinasi perlakuan interval pemotongan dan kompos ternak babi terhadap tinggi tanaman Brachiaria ruziziensis (cm)

Gambar 1 diperoleh bahwa kombinasi perlakuan A3P3 menghasilkan rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu 78,22 cm, dimana perlakuan tersebut berada sangat nyata dengan perlakuan dosis feses babi fermentasi 6,75 kg (P3) menunjukkan hasil yang lebih baik yang disebabkan oleh interval pemotongan tanaman yang lebih lama dan volume pupuk organik (kompos ternak babi) yang lebih banyak yang dibutuhkan oleh tanah untuk pertumbuhan tanaman. Sementara itu hasil interaksi yang paling rendah adalah kombinasi perlakuan A1P0 yaitu

0 50 100 150 200 250

P0 P1 P2 P3

R

at

aan

T

in

ggi

T

an

am

an

Dosis pupuk

A3 (60 Hari) A2 (50 Hari) A1 (40 Hari)


(14)

28

rataan tinggi rumput 43,87 cm. Adanya perbedaan tinggi Brachiaria ruziziensis yang sangat nyata karena tanaman yang diberi pupuk otomatis pertumbuhannya akan lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman tanpa pemberian pupuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Madjidet.al (2011) yang menyatakan bahwa pupuk suatu bahan yang bersifat organik maupun anorganik bila ditambahkan kedalam tanah atau tanaman dapat memperbaiki sifat kimia, fisika, biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Dalam penelitian ini bahwa tinggi tanaman pada interval A3 (60 hari) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemotongan A2 (50 hari) dan A1 (40 hari).Pada umur pemotongan 60 hari yaitu terjadi pertumbuhan stolon yang baru, daun semakin lebat, tinggi tanaman yang optimal dan tumbuh bunga.Sedangkan pada interval pemotongan A2 (50 hari) dan A1 (40 hari) belum ditumbuhi bunga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (1982) yang menyatakan rumput ruzi memiliki daun yang lebat, padat berbulu pendek dan bertekstur lembut dengan panjang 10-25 cm dan lebar 10-15 mm. Daun dapat tumbuh dari buku batang maupun rizoma. Tinggi tanaman dapat mencapai 0,5-1,5 m pada saat berbunga. Bunga berbentuk mayang bendera.Rumput ini memiliki stolon, sehingga mampu berkembang dengan cepat membentuk hamparan yang lebat untuk menutup tanah dan mencegah erosi.Batang agak kasar dan memiliki ruas yang relatif pendek dengan perakaran yang dalam.

Semakin sering dilakukan pemotongan maka pertumbuhan tanaman akan semakin lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus (1983) yang menyatakan tanaman tidak ada kesempatan yang cukup untuk berasimiasli karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada batang semakin sedikit yang


(15)

selanjutnya mengurangi vigorositas dan produktivitas dari tanaman yang terdefoliasi.Pertumbuhan akar sangat tergantung pada energi yang tersedia dari hasil fotosintesis.

Departemen Pertanian (2009) yang menyatakan kemampuan hijauan untuk bertumbuh kembali setelah pemotongan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya tersedia cukup titik tumbuh dan energi cadangan yang meningkatkan penyerapan N yang dialokasikan untuk pertumbuhan daun yang diperoleh dari akar dan daun tua dan tingkat perkembangan tanaman pada tahap perkembangan vegetatif yang optimal yang sesuai dengan pernyataan oleh Setyamidjaja (1986). Produksi Segar Brachiaria Ruziziensis

Hasil penelitian diperoleh bahwa interval pemotongan dan pemberian kompos ternak babi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi segarBrachiaria ruziziensis (Lampiran 2). Hasil rataan produksi segarBrachiaria ruziziensis selama penelitian dapat dilihat ditabel berikut ini.

Tabel 4. Rataan Produksi Segar Brachiaria Ruziziensis Selama Penelitian (g/petak/panen)

Dosis Kotoran

Babi

Interval Pemotongan

Total Rataan SD A1 (40 Hari) A2 (50 Hari) A3 (60 Hari)

P0 1826,083 2820,051 3517,500 8163,63 2721,21a 850,03 P1 1993,417 2983,750 3596,418 8573,58 2857,86b 808,88 P2 2165,417 3122,667 3668,037 8956,12 2985,37c 760,66 P3 2331,667 3353,000 3696,470 9381,14 3127,05d 709,90 Total 8316,58 12279,47 14478,42 35074,48 Rataan 2079,15a 3069,87b 3619,61c 2922,87 782,37 Keterangan: Notasi huruf yang berbeda pada baris dan kolom menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Analisa data statistik diperoleh bahwa produksi segar Brachiaria ruziziensis pada perlakuan P3 dengan rataan tertinggi (3127,05 g) sangat berbeda


(16)

30

nyata dengan perlakuan P0 dengan rataan (2721,21 g). Perlakuan interval pemotongan, interval pemotongan A3 (60 hari) dengan rataan (3619,61 g) berbeda sangat nyata dengan interval A1 (40 hari) dengan rataan (2079,15 g). Pada penelitian ini produksi bahan segar Brachiaria ruziziensis lebih baik dibandingkan hasil penelitian, Siregar (1982) yang melaporkan bahwa produksi Brachiaria ruziziensis pada berbagai tinggi pemotongan adalah 25,10; 82,22; 70,58; 88,38; 94,78 g/rumpun untuk pemotongan 0, 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm dari permukaan tanah. Semakin tinggi tingkat pemotongan produksi yang dihasilkan semakin tinggi. Sedangkan berbagai interval pemotongan yaitu 20, 30, 45 dan 60 hari menghasilkan produksi sebanyak 186,42; 190,98; 170,98 dan 195,18 ton/ha/tahun (Siregar dan Djajanegara, 1972)

Interaksi antara interval pemotongan dan dosis kompos ternak babi terhadap produksi segarBrachiaria ruziziensis dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2: Diagram interaksi kombinasi perlakuan interval pemotongan dan kompos ternak babi terhadap produksi segar rumput Brachiaria ruziziensis (g/petak).

Gambar 2 diperoleh bahwa kombinasi perlakuan A3P3 menghasilkan rataan produksi segar tertinggi yaitu 3696,470 g, dimana perlakuan tersebut

0,000 1000,000 2000,000 3000,000 4000,000 5000,000 6000,000 7000,000 8000,000 9000,000 10000,000

P0 P1 P2 P3

R at aan B ah an S egar Dosis Pupuk A3 (60 Hari) A2 (50 Hari) A1 (40 Hari)


(17)

berada sangat nyata dengan perlakuan dosis feses babi fermentasi 6,75 kg (P3) menunjukkan hasil yang lebih baik yang disebabkan oleh interval pemotongan tanaman yang lebih lama dan volume pupuk organik (kompos ternak babi) yang lebih banyak yang dibutuhkan oleh tanah untuk pertumbuhan tanaman. Sementara itu hasil interaksi yang paling rendah adalah kombinasi perlakuan A1P0 yaitu rataan produksi segar rumput1826,083 g.Produksi rumput dipengaruhi oleh unsur hara yang terdapat didalam tanah sebagai cadangan makanan bagi tanaman, sehingga pada tanah yang tidak memiliki unsur hara yang cukup tidak dapat menyediakan cadangan makanan untuk tanaman sehingga mempengaruhi tingkat produksinya. Oleh karena itu pemupukan dengan menggunakan pupuk organik dapat mempengaruhi mutu tanah dan meningkatkan produksi rumput atau mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman dan akhirnya mempercepat produksi segar hijauan. Sesuai dengan pernyataan Rosmarkam dan Yuwono (2002) yang menyatakan bahwa pupuk adalah setiap bahan yang diberikan kedalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan hasil mutu tanaman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kenaikan produksi segar rumput seiring dengan meningkatkan interval pemotongan. Hal ini disebabkan oleh cadangan makanan semakin tersedia untuk pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman sehingga penyerapan hara mineral semakin baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setyati (1979) yang menyatakan pertumbuhan kembali pada rumput merupakan hasil dari kegiatan metabolisme tanaman (fotosintesis dan respirasi)


(18)

32

setelah mengalami defoliasi dan akan mempengaruhi produktivitas tanaman. Interval pemotongan A3 (60 hari) memungkinkan tanaman meembentuk dan mengakumulasi karbohidrat yang cukup yang merupakan hasil reduksi CO2 pada proses proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutrisno (1983) yang menyatakan pertumbuhan kembali juga terjadi apabila adanya persediaan bahan makanan berupa karbohidrat dalam akar yang ditinggalkan setelah pemotongan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali adalah adanya persediaan makanan berupa karbohidrat didalam akar tanaman yang ditinggal setelah pemotongan. Semakin tinggi interval pemotongan, produksi segar juga semakin meningkat. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa semakin sering rumput dipotong semakin sedikit produksi segar yang diperoleh, hal ini dapat terjadi karena pada rumput yang sering dipotong terjadi pengurasan terus menerus terhadap karbohidrat dalam akar.

Kavanova dan Gloser (2004) yang menyatakan adaptasi tanaman setelah pemotongan sangat bergantung terhadap respon morfologi dan fisiologi tanaman. Kemampuan tanaman menggunakan ketersediaan karbon dan nitrogen akan mengembalikan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis dan memenuhi kebutuhan organ tanaman untuk bertahan hidup setelah pemotongan. Interval pemotongan yang lebih singkat (40 hari dan 50 hari) diduga menyebabkan pengurangan cadangan makanan akibat pemotongan yang lebih intensif, sehingga tanaman memiiki waktu singkat untuk membentuk cadangan makanan. Sesuai dengan pernyataan Primandini (2007) bahwa pemotongan berat mengakibatkan terhambatnya pembentukantunas baru dan terkurasnya cadangan makanan.


(19)

Hasil penelitian menunjukan bahwa kenaikan produksi segar rumput seiring dengan meningkatkan interval pemotongan. Hal ini disebabkan oleh cadangan makanan semakin tersedia untuk pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman sehingga penyerapan hara mineral semakin baik.Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (1991) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali adalah adanya persediaan makanan berupa karbohidrat didalam akar tanaman yang ditinggal setelah pemotongan. Semakin tinggi interval pemotongan, produksi segar juga semakin meningkat

Jumlah Anakan Brachiaria Ruziziensis

Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor interval pemotongan berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan Brachiaria ruziziensis.Sedang dosis kompos ternak babidan interaksi antara interval pemotongan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan Brachiaria ruziziensis (Lampiran 3).Rataan jumlah anakan Brachiaria ruziziensis selama penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Rataan Jumlah Anakan Brachiaria Ruziziensis selama penelitian Dosis

Kotoran Babi

Interval Pemotongan

Total Rataan SD A1 (40 Hari) A2 (50 Hari) A3 (60 Hari)

P0 12,50 6,75 3,83 23,08 7,69a 4,41

P1 18,58 9,17 6,58 34,33 11,44b 6,32

P2 21,33 12,75 9,25 43,33 14,44c 6,22

P3 25,00 15,25 12,83 53,08 17,69d 6,44

Total 77,42 43,92 32,50 153,83

Rataan 19,35a 10,98b 8,13c 12,82 5,85 Keterangan: Notasi huruf yang berbeda pada baris dan kolom menunjukkan

adanya perbedaaan yang sangat nyata (P<0,01).

Analisa data statistik diperoleh bahwa jumlah anakan Brachiaria ruziziensis pada perlakuan P3 dengan rataan (17,69) sangat berbeda nyata dengan perlakuan P0 dengan rataan (7,69). Perlakuan interval pemotongan, interval


(20)

34

pemotongan A3 (60 hari) dengan rataan (8,13) berbeda sangat nyata dengan interval A1 (40 hari) dengan rataan (19,35). Jumlah anakan pada penelitian ini masih lebih baik apabila dibandingkan penelitian lain yang menggunakan pupuk kotoran ternak ayam dengan dosis yang berbeda a0 (tanpa pupuk), a1 (20 ton ha), a3 (30 ton ha), a3 (40 ton ha) dengan umur rumput Brachiaria2 mst (4.35, 7.50, 7.70, 7.40), 4 mst (6.70, 7.15, 13.90, 9.50), 6 mst (14.50, 18.80, 26.85, 26.85, 19,15), 8 mst (20.60, 22.65, 34.40, 24,35) pupuk memberikan pengaruh tidak nyata (Maria, 2015).

Interaksi antara interval pemotongan dan dosis kompos ternak babiterhadap jumlah anakan Brachiaria ruziziensis dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3: Diagram Interaksi Kombinasi Perlakuan Interval Pemotongan dan Dosis kompos ternak babi Terhadap Jumlah Anakan Brachiaria Ruziziensis

Pada gambar diatas diperoleh hasil bahwa kombinasi perlakuan A1P3 memilki nilai interaksi yang berpengaruh sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan interval pemotongan 40 hari (A1) dengan dosis kompos ternak babi 2,25 kg lebih baik (P2)menunjukkan hasil yang lebih baik rataan tinggi

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

P0 P1 P2 P3

R at aan Ju m lah A n ak an Dosis Pupuk

A3 (60 Hari) A2 (50 Hari) A1 (40 Hari)


(21)

jumlah anakan 25,00 sementara itu pada kombinasi perlakuan A2P3 memperoleh hasil jumlah anakan 15,25 dan A3P3 dengan jumlah anakan 12,83. Tanah yang memiliki nilai kebutuhan hara yang cukup akan menghasilkan nilai produksi yang baik pula terhadap Brachiaria ruziziensis atau dapat menekan petumbuhan tunas-tunas Brachiaria ruziziensis. Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin sering tanaman dipotong maka semakin meningkat jumlah anakannya. Hal ini disebabkan bahwa dengan pemotongan pada rumput akan merangsang berkembangnya tunas-tunas baru. Menurut Isbandi (1985) bahwa tinggi pemotongan memberi pengaruh pada laju pertumbuhan kembali karena cadangan karbohidrat cukup untuk mendukung pemunculan dan pertumbuhan anakan baru yang tumbuh dan berbentuk. Dalam penelitian bahwa interval pemotongan 40 hari menghasilkan rataan jumlah anakan Brachiaria ruziziensis yaitu 19,35 pols/hari, dimana dalam penelitian ini interval pemotongan 40 hari (A1) juga menghasilkan rataan jumlah anakan paling baik. Hal ini menggambarkan bahwa interval pemotongan 40 hari memungkinkan tanaman dapat membentuk dan mengakumulasi karbohidrat yang cukup.


(22)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian kompos ternak babi terhadap produksi ruzi (Brachiaria ruziziensis)tertinggi terdapat pada perlakuan A3P3 yaitu pemberian kompos ternak babi dengan dosis 6,75 kg pada interval 60 hari dengan hasil produksi bahan segar tanaman 3696,470 g/petak/tanaman, tinggi tanaman 78,22 cm, sedangkan pada jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan A1P3 yaitu pemberian kompos ternak babi dengan dosis 6,75 kg pada interval 40 hari dengan jumlah anakan 25,00 anakan.

Pada faktor interval pemotongan sebagai petak utama penelitian diperoleh hasil penelitian bahwa produksi rumput ruzi (Brachiaria ruziziensis)yang paling baik adalah terdapat pada pemotongan interval 60 hari (A3).

Saran

Untuk meningkatkan produksi hijauan makanan ternak dapat menggunakan pupuk kompos ternak babi, pada penanaman rumput ruzi (Brachiaria ruziziensis)yangpaling baik pada interval 60 hari dan pada dosis pupuk 6,75 kg.


(23)

Feses Babi

Potensi limbah feses babi cukup besar dilihat dari data populasi ternak babi di Indonesia hingga tahun 2011 mencapai 7.757.523 ekor atau mengalami peningkatan sebesar 92,97% dari tahun 2010. Limbah feses babi merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas produksi ternak babi selain limbah urin, alas lantai (sekam, jerami, dan serbuk gergaji), sisa pakan dan air cucian kandang (Sihombing, 2006). Limbah feses babi apabila tidak dikelola secara baik dapat mencemari udara, air,dan memicu konflik sosio-religio di dalam masyarakat. Feses babi kaya akan bahan organik terutama unsur nitrogen sehingga dapat digunakan sebagai substrat gas bio.

Pemanfaatan pupuk kandang babi di Indonesia hanya terdapat di beberapa lokasi tertentu yang berdekatan dengan peternakan babi. Pupuk kandang babi mempunyai tekstur yang lembek dan akan bertambah cair bila bercampur dengan urin. Peternak babi telah mengetahui bagaimana cara memisahkan urin ini dengan padatannya, lalu menumpukkannya di suatu tempat untuk didekomposisikan terlebih dahulu. Komposisi hara kotoran babi sangat dipengaruhi oleh umur.Di negara-negara seperti Cina, Thailand, dan berbagai negara di Eropa telah dibedakan jenis pukan babi sesuai umur.Akan tetapi, secara umum pukan babi cukup mengandung hara P tetapi rendah Mg.


(24)

7

Pembuatan Kompos

Pada berbagai komposisi media tanam biasanya selalu mengandung pupuk organik, yaitu semua bahan yang berasal dari jasad atau makhluk hidup (sehingga disebut juga bahan organik hayati).Termasuk jenis pupuk ini adalah kompos atau pupuk hijau serta pupuk kandang (kotoran ternak). Proses perubahan bahan mentah menjadi kompos berlangsung secara molekuler bukan secara reaksi ion, sehingga memakan waktu yang lama. Proses ini tunduk dalam biokatalisator yang dibuat dan memiliki jasad renik atau mikroba. Setiap biokatalisator mempunyai kondisi spesifik agar kinerjanya optimum, yaitu mencakup kondisi suhu, pH, udara, kelembaban dan objek makanan bagi mikroba (Sudarmin, 1999).

Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobiadengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah.Bahanyang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkankompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N <20. Bahan organik yang memilikinisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama,sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karenamenguap selama prosesperombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional (Novizan,2007).

Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yangdimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota,


(25)

limbah pertanian, kotoran hewan/ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacammacam tergantung keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutuyang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera pengolah. Yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah kelembaban timbunan bahan kompos, temperatur, suasana, netralisasi kemasaman, penambahan zat hara.

Sumardi (1999) menyatakan bahwa EM4 merupakan larutan yang mengandung beberapa kelompok organisme, dimana mikroorganismeini akan mempercepat proses dekomposisibahan-bahan organik.

Tabel 1Kandungan beberapa zat nutrisi penting pada rumput ruzi (Brachiaria ruziziensis)

Zatnutrisi Kandungan (%)

Bahankering 18-20

Air 80-82

Bahanorganic 89-90

Abu/mineral 9-10

Protein kasar 8-14

Seratdeterjen (NDF) 50-61

Seratdeterjen (ADF) 35-40

Energi 4064 kkal/kg BK

Sumber :Hutasoit, (2009).

Deskripsi Tanaman Rumput Ruzy

Brachiaria Ruziziensis adalah rumput gembala, ciri khas rumput gembala, tanaman tumbuh pendek dan menjalar, tahan renggut dan injakan ternak serta tahan terhadap kekeringan, tanaman berumpun, tahunan merambat dengan rizoma yang pendek.Batang berongga tumbuh dari pucuk buku-buku merambat dan rizoma pendek. Daun panjang sampai 25 cm dan lebar 15 mm. Bunga terdiri dari 3-9 tandan yang relatif panjang (4-10 cm). Berat biji 250.000 biji/kg.Padang


(26)

9

penggembalaan permanen atau semi permanen untuk digembalai atau dipotong sebagai pakan hijauan dan konservasi.Juga ditanam sebagai padangan dibawah kebun kelapa.Rumput Ruzi memerlukan tanah ringan atau loam dengan kesuburan tinggi sedang (ph 5,0-6,8) dan tidak tahan kondisi tanah yang sangat asam. Rumput Ruzi ini adalah rumput untukdataran rendah sampai ketinggian 2000 m pada daerah tropis yang basah, dengan rata-rata curah hujan minimum 1200 mm. Dapat bertahan musim kering selama 4 bulan tetapi akan mati pada kekeringan yang panjang. Tidak tahan terhadap genangan dan tumbuh subur pada tanah berpengairan baik (Ciat,1983).

Klasifikasi Hijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis)

Sistematika hijauan ruzi (Brachiaria ruziziensis) adalah Kingdom: Plantae, Phyllum: Angiospermae, Classis: Monocotyledonae, Ordo: Glumiflora, Familia: Gramineae, Sub-familia: Panicoideae, Genus: Brachiaria dan Spesies: Brachiaria ruziziensis (Reksohadiprodjo, 1994). Berikut adalah gambar dari rumput Bachiaria ruziziensis.


(27)

Pupuk Organik

Lingga (1991) menyatakan bahwa jenis dan kandungan hara yang terdapat pada beberapa kotoran ternak padat dan cair dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran ternak padat dan cair.

NamaTernak BentukKotorannya Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Air (%)

Kuda Padat 0.55 0.30 0.40 75

Cair 1.40 0.02 1.60 90

Kerbau Padat 0.60 0.30 0.34 85

Cair 1.00 0.15 1.50 52

Sapi Padat 0.40 0.20 0.10 85

Cair 1.00 0.50 1.50 92

Kambing Padat 0.60 0.30 0.17 60

Cair 1.50 0.13 1.80 85

Domba Padat 0.75 0.50 0.45 60

Cair 1.35 0.05 2.10 85

Babi Padat 0.95 0.35 0.40 80

Cair 0.40 0.10 0.45 87

Ayam Padat dan Cair 1.00 0.80 0.40 55

Kelinci PadatdanCair 2.72 1.10 0.50 55.3

Sumber: Lingga (1991)

Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan atau peruraian bagian dan sisa-sisa tanaman dan hewan, misalnya bungkil, tepung tulang, limbah ternak dan lain sebagainya (Murbandono, 2002).Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasikan secara organik. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti kotoran ternak, sampah rumah tangga non sintetis, limbah-limbah makanan/minuman, dan lain-lain. Biasanya untuk membuat pupuk organik ini, ditambahkan larutan mikroorganisme yang membantu mempercepat proses pendegradasian (Prihandarini, 2004).


(28)

11

Menurut Sutanto (2002) pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang lebih baik daripada bahan pembenah buatan, walaupun pada umumnya pupuk organik mempunyai kandungan hara makro N, P dan K yang rendah tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.

Pupuk organik menurut Barbarick (2006) merupakan sisa tanaman, hewan dan sampah organik lainnya yang biasa ditambahkan kedalam tanah sebagai sumber hara tanaman dan juga untuk memperbaiki sifat fisik tanah.Pupuk organik ini tidak mengandung unsur hara dalam jumlah yang besar namun penambahan bahan organik kedalam tanah dapat menurunkan defisiensi Nitrogen pada tanaman.

Kebutuhan Unsur Hara Bagi Tanaman

Menurut Trautmann,(2007) senyawa Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam bentuk. Yang pertama adalah Nitrogen organik seperti protein, asam amino, urea. Sedangkan Nitrogen anorganik termasuk di dalamnya ammonium (NH4+), gas ammonia (NH3+), nitrit(NO2-), dan nitrat (NO3-).Dari kedua bentuk senyawa Nitrogen tersebut ada yang larut dalam air dan ada yang tidak, ada yang bersifat mobile dan ada yang bersifat immobile, dan ada yang dapat diserap langsung oleh tanaman dan ada yang tidak. Nitrogen di dalam tanah sendiri terbentuksecara kontinyu melalui reaksi fisika, kimia dan biologi yang kompleks dan biasa disebut daur Nitrogen.

Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur hara untuk pertumbuhan normalnya yang diperoleh dari udara, air, tanah dan garam-garam


(29)

mineral atau bahan organik. Unsur yang diperoleh dari udara ada 3 jenis, yaitu unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen(O), sedangkan 13 unsur lainnya seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Boron (B), Molibdenum (Mo) dan Klorin (Cl) diperoleh tanaman dari dalam tanah. Tetapi dari anatara 13 unsur hara tersebut, hanya 6 unsur yang amat dibutuhkan dalam porsi yang cukup banyak, yaitu N, P, K, S, Ca dan Mg. Namun dari 6 unsur ini hanya 3 yang mutlak harus ada bagi tanaman yaitu N, P, K (Lawani, 1993).

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu cara untuk mensuplai kebutuhan unsur hara tanaman, serta dapat memperbaiki kondisi tanah pada kondisi tertentu. Unsur hara yang diperlukan tanaman, terutama adalah unsur esensial yaitu suatu unsur apabila tidak ada maka tumbuhan tidak mampu menyempurnakan daur hidupnya atau bila unsur tersebut menjadi bagian dari molekul tumbuhan yang esensial bagi tanaman. Contoh unsur yang esensial bagi tanaman adalah Nitrogen (N), fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca) dan S (sulfur) (Salisburydan Ross, 1992). Tujuan pemupukan ialah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil.Oleh karena itu, pupuk diberikan pada saat tanaman membutuhkan pupuk agar diperoleh keuntungan yang maksimal (Moenandir, 2004).

Pupuk adalah bahan yang memberikan zat hara pada tanaman.Pupuk biasanya diberikan pada tanah, tetapi dapat diberikan lewat daun dan batang sebagai larutan.(Harjadi, 1990). Pupuk kandang berasal dari pembusukan kotoran hewan, baik itu berbentuk padat (berupa feses atau kotoran) maupun cair (berupa


(30)

13

air seni atau urine), sehingga warna, rupa, tekstur, bau, dan kadar airnya tidak lagi seperti aslinya. Sebenarnya, kotoran dan semua jenis hewan dapat dipakai sebagai pupuk.Kotoran yang berasal dari hewan-hewan peliharan, seperti kororan sapi, ayam, kambing, kerbau atau kuda adalah yang paing sering digunakan.Karena kotoran hewan peliharaan yang dikandangkan gampang dikumpulkan.

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, atau kesuburan tanah.Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan-bahan kapur, bahan-bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Jadi pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan adalah cara pemberiannya. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman. Karena hal-hal tersebut di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang efisien dan tidak merusak akar tanaman maka perlulah diketahui sifat, macam dan jenis pupuk dan cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).

Pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa tanaman dan hewan yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai, misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak.Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik di dalamnya sangatlah tinggi. Sedangkan pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh


(31)

pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki kandungan persentase yang tinggi. Contoh pupuk anorganik adalah urea, TSP dan Gandasil (Novizan, 2007).

Di dalam tanah terdapat banyak organisme pengurai, baik makro maupun mikro. Pupuk organik terbentuk karena adanya kerja sama mikroorganisme pengurai dengan cuaca serta perlakuan manusia. Kegiatan organisme tanah dalam proses penguraian tersebut menjadi sangat penting dalam pembentukan pupuk organik. Sisa tumbuhan dihancurkan oleh organisme dan unsur-unsur yang sudah terurai diikat menjadi senyawa.Senyawa tersebut tentu saja harus larut dalam air sehingga mudah diabsorpsi atau diserap oleh akar tanaman. Bentuk senyawa tersebut antara lain amonium dan nitrat. Beberapa mikroorganisme penting antara lain: ganggang (mikroorganisme berklorofil), fungi (mikroorganisme tidak berklorofil yang memperoleh energi dan karbon dari bahan organik), actinomycetes (merupakan golongan mikroorganisme antara fungi dan bakteri), dan bakteri. Bakteri berperan penting dalam proses penguraian seperti proses nitrifikasi, oksidasi sulfur, dan fiksasi nitrogen (Musnamar, 2009).

Pupuk organik sangat penting terutama karena sebagai berikut. 1. Memperbaiki struktur tanah. Pada waktu penguraian bahan organik oleh organisme di dalam tanah dibentuk produk yang mempunyai sifat sebagai perekat, yang lalu mengikat butir-butir pasir menjadi butiran yang lebih besar.Lagipula di dalam tanah tumbuh sistem tali-temali yang terdiri dari benang-benang jamur yang mengikat bagian tanah menjadi kesatuan. 2. Menaikkan daya serap tanah terhadap air Bahan organik mempunyai daya absorpsi yang besar terhadap air tanah. Karena itu pupuk organik sering kali mempunyai pengaruh positif terhadap


(32)

15

hasil tanaman, apalagi pada musim panas yang kering.3. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah Hal ini terutama disebabkan karena organisme di dalam tanah dapat memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Berbagai organisme di dalam tanah dapat memanfaatkan bahan organik sebagai makanan.Berbagai organisme itu di dalam tanah mempunyai fungsi penting yang beraneka ragam sifatnya. 4. Mengandung zat makanan tanaman berbagai zat makanan tanaman hanya sebagian dapat diserap oleh tanaman. Bagian yang penting daripadanya baru tersedia sesudah terurainya bahan organik itu.Pupuk organik biasanya menunjukkan pengaruh reaksi reaksi nitrogen yang jelas terlihat.Pengaruh dari fosfat dan kalium biasanya tidak begitu jelas (Rinsema, 1993).

Pupuk organik padat (konvensional) yang biasa dipakai petani adalah pupuk organik dari kompos atau pupuk kandang yang terdekomposisi secara alami berbentuk serbuk kasar atau gumpalan.Pupuk organik padat tersebut masih Universitas Sumatera Utara tercampur dengan bahan-bahan lain seperti sekam, jerami, serbuk gergaji, dan lain-lain dengan bau yang masih menyengat dan dalam kondisi relatif basah.Dengan demikian, pupuk tersebut terkesan kotor.Bentuk pupuk organik padat saat ini semakin beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Saat ini bentuk pupuk organik padat yang ditawarkan antara lain serbuk, butiran, pelet, dan tablet. Pupuk organik bentuk butiran, pelet, dan tablet merupakan bentuk pupuk organik konsentrat yang dibentuk dengan mesin pencetak bertekanan tinggi (Musnamar, 2005).

Pemupukan dapat dilakukan dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik.Pupuk kandang merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah.Pupuk kandang adalah kotoran


(33)

padat dan cair dari ternak yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam posfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir semua unsur hara makro (unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fosfat (P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O), serta mengandung unsur hara Mikro Kalsium (Ca), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Magnesium (M) dan Boron (B) dan dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Selain itu hal yang tidak terlepas dari manfaat penggunaan pupuk kandang bai secara fisik, kimia, maupun biologis.Secara fisik pupuk kandang membentuk agregat tanah yang baik.Secara kimia, pupuk kandang sebagai bahan organik dapat menyerap bahan yang bersifat racun seperti aluminium (Al), besi (Fe), dan Mangan (Mn), serta dapat meningkatkan pH tanah. Secara biologis, pemberian pupuk kandang kedalam tanah akan memperkaya jasad organisme kedalam tanah (Muslihat, 2003).

Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan siat fisik fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, pemberian pupuk organik, terutama dalam memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Ruangan dalam yang berisi udara akan mendukung pertumbuhan bakteri aerob yang berada diakar. Sementara air yang tersimpan di dalam ruangan tanah menjadi persediaan yang berharga bagi tanaman. Tanah dengan struktur yang remah juga memudahkan dalam pengolahan sehingga akan mengurangi biaya pengolahan (Marsono dan Sigit P, 2001).

Program pemupukan bertujuan meningkatkan kesuburan dan kegiatan biologis tanah yang dihasilkan dengan cara menambahkan bahan organik dalam


(34)

17

jumlah yang memadai dan sedapat mungkin berasal dari alam petakan pertanaman itu sendiri (Rachman, 2002). Pemakaian pupuk atau perlakuan-perlakuan yang harus dilakukan sebelum puuk dipakai, agar bermanfaat sebagai cara untuk mengembalikan unsur hara yang telah terangkut oleh tanah.

Ada beberapa manfaat pupuk yang berkaitan dengan sifat kimia tanah.Manfaat pupuk yang paling banyak dirasakan penggunaannya adalah menyediakan unssur hara yang diperlukan bagi tanaman.Pada awalnnya unsur hara makro yang diutamakn dalam penambahan pupuk, tetapi kemudian disadari bahwa unsur mikro ternyata juga mulai berkurang dan dimulailah penambahan unsur mikro dalam bentuk pupuk (Marsono dan Sigit P, 2000).Kondisi biologis tanah dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk.Pemupukan juga dapat menambah mikroorganisme seperti penggunaan hijau dan mengusahakan kondisi yang optimum bagi biologis tanah.Semakin baik kondisi biologi tanah maka semakin baik juga kondisi tanaman yang tumbuh diatasnya.


(35)

Latar Belakang

Kebutuhan akanHijauan Makanan Ternak (HMT) merupakan salah satu bahan pakan hijauan yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Salah satunya adalah rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis).Rumput ruzi/kongo adalah salah satu jenis rumput berumur panjang yang berasal dari Kongo, dan Kenya (Afrika Tropis), yang dapat tumbuh baik pada hampir setiap jenis tanah dan pada ketinggian 0 - 1.000 m atau lebih dengan curah hujan sekitar 1.000 mm/tahun. Rumput ruzi/kongo termasuk dalam golongan rumput gembala ringan (domba dan kambing) karena kurang tahan. Ciri – ciri rumput ruzi/kongo yakni tumbuh vertikal dan horizontal, membentuk hamparan dan mencapai tinggi 60-120 cm. Rumput ruzi paling cocok untuk daerah dengan iklim basah (1000 mm/t) tanpa musim kemarau atau dengan musim kemarau yang pendek yaitu 3-4 bulan. Bagian batang yang menjalar bersinggungan dengan tanah (stolon), pada setiap buku stolonnya bisa tumbuh akar, bila kondisi memungkinkan.Perakarannya luas, tetapi dangkal, sehingga kurang tahan injak dan renggutan.Batang berwarna merah tua keunguan dan beruas pendek, sedang keadaan daunnya lebar dan berbulu halus, tanaman ini juga responsif terhadap pemupukan nitrogen.Rumput ruzi/kongo dapat dikembangbiakkan dengan pols dan stek.

Bahan-bahan organik yaitu berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, sisa-sisa ranting, kotoran ternak, urine ternak dan lain-lain.Salah satu bahan organik yang dimaksud adalah kompos kotoran ternak babi. Kompos merupakan


(36)

2

bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya.Usaha ternak babi yang dipelihara di pemukiman penduduk dapat menimbulkan permasalahan lingkungan.Permasalahan yang utama terjadi adalah kesulitan pembuangan limbah ternak babi yang dapat berupa kotoran ternak dan sisa - sisa pakan ternak yang terbuang.Permasalahan lainnya yang terjadi setelah pembuangan limbah sembarangan yaitu menimbulkan pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan air sungai tercemar, mengakibatkan pendangkalan air sungai, eutrofikasi, ph, munculnya bau karena adanya gas-gas pencemar yang dihasilkan oleh limbah kotoran ternak sendiri (Subba, 1994).Jika kotoran ternak dibiarkan terurai pada tanah tempat pembuangan kenaikan suhu penguraian dan perubahan ph akan berdampak berbahaya bagi organisme sekitarnya (Blaine, 1994). Sisa pakan yang terbuang didalam kandang yang tercampur dengan kotoran ternak babi akanmengurangi pendapatan yang diperoleh karena pakan terbuang sia-sia dan kurangnya memanfaatkan limbah tersebut. Apabila sisa pakan yang tercampur dengan kotoran ternak babi berada didalam kandangternak akanmengakibatkan berkembangnya bakteri serta menimbulkan penyakit ternak (Santa, dkk. 2011).

Pengolahan limbah kotoran babi perlu dilakukan untuk mengatasi dampak negatif dari pencemaran yang ditimbulkan. Salah satu cara penanggulangannya yaitu dengan teknik pengkomposan karena cara ini sangat praktis, biaya murah, dapat dilakukan oleh setiap peternak karena teknologi yang digunakan sangat sederhana. Di samping itu, kompos yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai pupuk tanaman, karena kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah.Selain itu, penerapan teknologi terapan biogas dari kotoran babi memungkinkan untuk


(37)

menghasilkan energi sekaligus menurunkan tingkat polusi udara.Untuk pengolahan limbah cair, peternakan babi harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah seperti septic tank dan pengolahan limbah khusus menjadi pupuk.Unit pengolahan limbah harus ada agar tidak mengganggu kepentingan masyarakat.Pengabaian penyediaan unit pengolahan limbah sering memicu konflik dengan masyarakat. Pengolahan limbah bisa langsung dilakukan di lokasi kandang dengan proses pengomposan alami. Dalam pengomposan alami, kotoran babi berupa feses dan urin tercampur merata dengan rumput/biomassa limbah pertanian. Pengomposan terjadi akibat proses fermentasi yang merombak senyawaan kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana berwujud gas, cair, dan ampas padat. Proses fermentasi biasa ditandai dengan pelepasan panas sehingga akan meningkatkan suhu dan lantai lebih hangat. Ampas padat hasil perombakan pada proses fermentasi inilah yang disebut pupuk kompos.

Sifat fisik limbah babi dapat dianggap sebagai bahan padat (kurang dari 85 % air), semi padat atau cairan, tergantung dari konsistensinya dan kadar airnya. Bila menggunakan alas tidur atau bahan padat lain. Limbah kaku dan tidak mengalir dan dapatditangani dengan alat pengangkut biasa, seperti lantai berbilah atau dengan alat semacamsekop.Limbah semi-padat (85-90 % air) sering sulit ditangani karena mungkin terlalu padat untuk disedot dengan pompa, atau terlalu encer untuk dikumpulkan dengan sekop.Oleh karena itu sistem manajemen mungkin harus diubah, misalnya mengurangi ataumentiadakan serasah alas tidur atau menambah air untuk mengencerkan limbah.

Struktur dan kesuburan tanah dapat diperbaiki dengan penggunaan kompos.Umumnya pupuk kompos yang dimanfaatkan petani saat ini adalah


(38)

4

kompos dari feses ternak termasuk kotoran padat feses babi.Akan tetapi pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama apabila tidak dibantu dengan mikroorganisme biodekomposer.Agen dekomposer dapat digunakan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas hasil pengomposan dan telah diproduksi secara komersial, umumnya dalam bentuk konsorsium mikroorganisme yang disebut dengan bioaktivator pengomposan atau biodekomposer.

Pembuatan kompos dengan menggunakan aktivator sudah banyak beredar di pasaran diantaranya EM4 (Effective Microorganisms). Pada dasarnya aktivator ini adalah mikroorganisme yang berada dalam cairan bahan penumbuh, apabila cairan yang berisi mikroorganisme dilarutkan air dan dicampurkan kedalam bahan yang akan dikomposkan maka dengan cepat mikroorganisme ini berkembang. Pada dasarnya aktivator ini adalah mikroorganisme yang berada dalam cairan bahan penumbuh, apabila cairan yang berisi mikroorganisme dilarutkan air dan dicampurkan kedalam bahan yang akan dikomposkan maka dengan cepat mikroorganisme ini berkembang dan mempercepat proses pengomposan.

Nilai produksi hijauan kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah dan umur pemotongan.Pemotongan sebagian maupun seluruh pucuk tanaman yang berada diatas permukaan tanah, secara umum dapat dinyatakan sebagai intensitas dan interval pemotongan.Pengaturan interval pemotongan sangat penting menentukan produksi kemampuan tumbuh kembali (regrowth) tanaman tersebut, agar dapat menghasilkan produksi hijauan pakan yang berkualitas tinggi secara berkesinambungan.


(39)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian kompos ternak babi dengan dosis yang berbeda terhadap produktivitas hijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis) dengan interval pemotongan yang berbeda.

Tujuan Penelitian

Pemberian kompos ternak babi terhadap produksi hijauan (Pertumbuhan Tinggi Tanaman, Produksi Segar, Jumlah Anakan) darihijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis).

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk sumber informasi bagi masyarakat, petani, dan peternak dalam mengatasi masalah pakan ternak dan memberikan nilai tambah bagi peternak/petani dari hasil pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bermanfaat di kalangan akademis, peneliti, praktisi, peternakan, dan menjadi rekomendasi bagi petani peternak maupun penduduk.

Hipotesis Penelitian

Pemberian kompos ternak babi dapat meningkatkan produksi hijauan Ruzi (Brachiaria ruziziensis) yang diukur dari tinggi tanaman, produksi bahan segar, dan jumlah anakan.


(40)

ABSTRAK

SURYANI NABABAN, 2016: Pemberian Kompos Ternak Babi Dengan Dosis Berbeda Terhadap Produksi Hijauan Ruzi (Brachiaria Ruziziensis). Dibimbing olehSAYEDUMAR dan NURZAINAHGINTING

Pemanfaatan kompos ternak babi sebagai pupuk organik diharapkan dapat membantu masyarakat karena bernilai ekonomis, disamping itu kualitas dan kandungan unsur hara pupuk organik ini baik. Penelitian dillaksanakan dilahan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Kecamatan Galang Lubuk Pakam Sumatera Utara, pada bulanSeptember 2015 - Januari 2016 menggunakan Rancangan Split Plot Design dengan petak utama adalah interval pemotongan (40 hari, 50 hari, dan 60 hari) dan sebagai anak petak, pemberian jenis pupuk kompos ternak babi (P0= kontrol, P1= 2,25 kg feses kompos ternak babi, P2= 4,5 kg kompos ternak babi, P3= 6,75 kg kompos ternak babi) adalah anak petak. Parameter penelitian adalah Tinggi Tanaman, Produksi Bahan Segar, Jumlah Anakan.

.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemotongan interval 60 hari lebih tinggi hasil untuk parameter produksi bahan segar yaitu pada perlakuan A3P3 dibanding dengan interval pemotongan 50 hari (A2P2) dan interval pemotongan 40 hari (A1P1). Pemberian pupuk organik kompos ternak babimemiliki efek yang signifikan (P=˂0,01), dapat meningkatkan parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan fermentasi feses babi dapat meningkatkan produksi hijauan makanan ternak, dimana dosis pupuk 6,75 kg/petak menunjukkan produksi bahan segar dan tinggi tanaman Brachiaria Ruziziensisyang baik.

Kata kunci:Rumput ruzi (Brachiaria Ruziziensis), fermentasi feses babi, produktivitas.


(41)

SURYANI NABABAN, 2016: Giving Compost Factor Livestock Pigs With Different Doses Of Forage Production Ruzi (Brachiaria ruziziensis). Supervised by SAYED UMAR and NURZAINAH GINTING.

Use of compost as organic fertilizer pigs are expected to help the community because of economic value, in addition to its quality and nutrient content as organic fertilizer. The study was conducted is Sei Putih Goat Research Station subdistrict Galang Lubukpakam North Sumatra, in September 2015-January 2016 using the design of split plot design with the main plot interval cuts (40 days, 50 days, and 60 days) and delivery of this type of fertilizer (P0 = control, P1 = 2.25 kg pig feces compost, P2 = 4.5 kg of compost pigs, P3 = 6.75 kg of compost pig) is a subplot. Parameter research is High Plant, Production of Fresh, Number of Tillers.

The results showed that the cutting interval of 60 days caused higher results for the production parameters, namely the fresh ingredients on A3P3 treatment compared with 50 days cutting interval (A2P2) and cutting interval of 40 days (A1P1). Organic fertilizer compost pigs have a significant effect (P =

˂0,01), increase parameter plant height and number of tillers. The conclusion of this study is the use of pig manure fermentation can increase the production of green fodder, which the fertilizer dose of 6.75 kg / plot shows the best production of fresh ingredients and high crop Brachiaria ruziziensis good.

Keywords: Ruzi Grass (Brachiaria ruziziensis), fermentation of pig feces, productivity.


(42)

1

PEMBERIAN KOMPOS TERNAK BABI DENGAN DOSIS

YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKTIVITAS HIJAUAN

RUZI (Brachiaria ruziziensis) DENGAN INTERVAL

PEMOTONGAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

SURYANI NABABAN 110306005

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(43)

PEMBERIAN KOMPOS TERNAK BABI DENGAN DOSIS

YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKTIVITAS HIJAUAN

RUZI (Brachiaria ruziziensis) DENGAN INTERVAL

PEMOTONGAN YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh :

SURYANI NABABAN 110306005/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(44)

3

Judul :Pemberian Kompos Ternak Babi Dengan Dosis Yang BerbedaTerhadap Produktivitas Hijauan Ruzi (Brachiaria Ruziziensis)Dengan Interval Pemotongan Yang Berbeda Nama : Suryani Nababan

NIM : 110306005 Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir.Sayed Umar,MS) (Dr.Ir.Nurzainah Ginting,M.Sc)

Ketua Anggota

(Ir. Juniar Sirait, M.Si) Pembimbing Lapangan

Mengetahui,

(Dr. Ir. Ma’rufTafsin, M.Si) Ketua Program Studi Peternakan


(45)

SURYANI NABABAN, 2016: Pemberian Kompos Ternak Babi Dengan Dosis Berbeda Terhadap Produksi Hijauan Ruzi (Brachiaria Ruziziensis). Dibimbing olehSAYEDUMAR dan NURZAINAHGINTING

Pemanfaatan kompos ternak babi sebagai pupuk organik diharapkan dapat membantu masyarakat karena bernilai ekonomis, disamping itu kualitas dan kandungan unsur hara pupuk organik ini baik. Penelitian dillaksanakan dilahan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Kecamatan Galang Lubuk Pakam Sumatera Utara, pada bulanSeptember 2015 - Januari 2016 menggunakan Rancangan Split Plot Design dengan petak utama adalah interval pemotongan (40 hari, 50 hari, dan 60 hari) dan sebagai anak petak, pemberian jenis pupuk kompos ternak babi (P0= kontrol, P1= 2,25 kg feses kompos ternak babi, P2= 4,5 kg kompos ternak babi, P3= 6,75 kg kompos ternak babi) adalah anak petak. Parameter penelitian adalah Tinggi Tanaman, Produksi Bahan Segar, Jumlah Anakan.

.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemotongan interval 60 hari lebih tinggi hasil untuk parameter produksi bahan segar yaitu pada perlakuan A3P3 dibanding dengan interval pemotongan 50 hari (A2P2) dan interval pemotongan 40 hari (A1P1). Pemberian pupuk organik kompos ternak babimemiliki efek yang signifikan (P=˂0,01), dapat meningkatkan parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan fermentasi feses babi dapat meningkatkan produksi hijauan makanan ternak, dimana dosis pupuk 6,75 kg/petak menunjukkan produksi bahan segar dan tinggi tanaman Brachiaria Ruziziensisyang baik.

Kata kunci:Rumput ruzi (Brachiaria Ruziziensis), fermentasi feses babi, produktivitas.


(46)

ABSTRACT

SURYANI NABABAN, 2016: Giving Compost Factor Livestock Pigs With Different Doses Of Forage Production Ruzi (Brachiaria ruziziensis). Supervised by SAYED UMAR and NURZAINAH GINTING.

Use of compost as organic fertilizer pigs are expected to help the community because of economic value, in addition to its quality and nutrient content as organic fertilizer. The study was conducted is Sei Putih Goat Research Station subdistrict Galang Lubukpakam North Sumatra, in September 2015-January 2016 using the design of split plot design with the main plot interval cuts (40 days, 50 days, and 60 days) and delivery of this type of fertilizer (P0 = control, P1 = 2.25 kg pig feces compost, P2 = 4.5 kg of compost pigs, P3 = 6.75 kg of compost pig) is a subplot. Parameter research is High Plant, Production of Fresh, Number of Tillers.

The results showed that the cutting interval of 60 days caused higher results for the production parameters, namely the fresh ingredients on A3P3 treatment compared with 50 days cutting interval (A2P2) and cutting interval of 40 days (A1P1). Organic fertilizer compost pigs have a significant effect (P =

˂0,01), increase parameter plant height and number of tillers. The conclusion of this study is the use of pig manure fermentation can increase the production of green fodder, which the fertilizer dose of 6.75 kg / plot shows the best production of fresh ingredients and high crop Brachiaria ruziziensis good.

Keywords: Ruzi Grass (Brachiaria ruziziensis), fermentation of pig feces, productivity.


(47)

Penulis dilahirkan di Pearaja pada tanggal 07 Mei 1993 dari Ayah Sahan Nababan dan Ibu Rismawati Sianipar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Siborongborong, pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur SNMPTN Undangan, penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), aktif sebagai Ikatan Mahasiwa Kristen Peternakan (IMAKRIP).Selain itu penulis juga pernah menjadi anggota di Paduan Suara Fakultas Pertanian USU (TRANSEAMUS).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BPTU-HPT Instalasi Siaro, Instalasi Silangit dan Instalasi Bahal Batu, Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara mulai bulan Juni sampai Agustus 2014.


(48)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pemberian Kompos Ternak Babi Dengan Dosis Berbeda Terhadap Produksi Hijauan Ruzi (brachiaria ruziziensis) dengan Interval Pemotongan yang Berbeda”.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang tua atas doa, semangat dan dukungan serta pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir.Sayed Umar,M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir.Nurzainah Ginting,M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.Juga kepada Bapak Ir.Armyn Hakim Daulay,MBA dan Ibu Ir.Tri Hesti Wahyuni,M.Sc selaku dosen penguji saya yang telah memberikan berbagai masukan kepada penulis.

Disamping itu penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(49)

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

PENDAHULUAN LatarBelakang ... 1

TujuanPenelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Feses Babi ... 6

Pembuatan Kompos ... 6

Deskripsi Tanaman Rumput Ruzy ... 8

Klasifikasi Hijauan ... 9

Pupuk Organik ... 10

Kebutuhan Unsur Hara Bagi Tanaman ... 11


(50)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TempatdanWaktuPenelitian ... 18

BahandanAlatPenelitian ... 18

Bahan ... 18

Alat ... 18

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Pembuatan Fermentasi Feses Babi ... 20

Persiapan Lahan ... 21

Pemilihan Bibit, Penananaman, dan Sistem Tanam ... 22

Pemupukan ... 23

Pemeliharaan, Penyiraman, Penyianngan, dan Penyisispan ... 23

Panen ... 23

Pengambilan Data ... 24

Peubah yang Diamati ... 24

Tinggi Tanaman ... 24

Bahan Segar. ... 24

Jumlah Anakan. ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Tinggi tanaman (Brachiaria ruziziensis) ... 26

Bahan Segar (Brachiaria ruziziensis) ... 29

Jumlah anakan (Brachiaria ruziziensis) ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36


(51)

(1)

ABSTRACT

SURYANI NABABAN, 2016: Giving Compost Factor Livestock Pigs With Different Doses Of Forage Production Ruzi (Brachiaria ruziziensis). Supervised by SAYED UMAR and NURZAINAH GINTING.

Use of compost as organic fertilizer pigs are expected to help the community because of economic value, in addition to its quality and nutrient content as organic fertilizer. The study was conducted is Sei Putih Goat Research Station subdistrict Galang Lubukpakam North Sumatra, in September 2015-January 2016 using the design of split plot design with the main plot interval cuts (40 days, 50 days, and 60 days) and delivery of this type of fertilizer (P0 = control, P1 = 2.25 kg pig feces compost, P2 = 4.5 kg of compost pigs, P3 = 6.75 kg of compost pig) is a subplot. Parameter research is High Plant, Production of Fresh, Number of Tillers.

The results showed that the cutting interval of 60 days caused higher results for the production parameters, namely the fresh ingredients on A3P3 treatment compared with 50 days cutting interval (A2P2) and cutting interval of 40 days (A1P1). Organic fertilizer compost pigs have a significant effect (P =

˂0,01), increase parameter plant height and number of tillers. The conclusion of this study is the use of pig manure fermentation can increase the production of green fodder, which the fertilizer dose of 6.75 kg / plot shows the best production of fresh ingredients and high crop Brachiaria ruziziensis good.

Keywords: Ruzi Grass (Brachiaria ruziziensis), fermentation of pig feces, productivity.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pearaja pada tanggal 07 Mei 1993 dari Ayah Sahan Nababan dan Ibu Rismawati Sianipar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Siborongborong, pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur SNMPTN Undangan, penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), aktif sebagai Ikatan Mahasiwa Kristen Peternakan (IMAKRIP).Selain itu penulis juga pernah menjadi anggota di Paduan Suara Fakultas Pertanian USU (TRANSEAMUS).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BPTU-HPT Instalasi Siaro, Instalasi Silangit dan Instalasi Bahal Batu, Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara mulai bulan Juni sampai Agustus 2014.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pemberian Kompos Ternak Babi Dengan Dosis Berbeda Terhadap Produksi Hijauan Ruzi (brachiaria ruziziensis) dengan Interval Pemotongan yang Berbeda”.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang tua atas doa, semangat dan dukungan serta pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir.Sayed Umar,M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir.Nurzainah Ginting,M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.Juga kepada Bapak Ir.Armyn Hakim Daulay,MBA dan Ibu Ir.Tri Hesti Wahyuni,M.Sc selaku dosen penguji saya yang telah memberikan berbagai masukan kepada penulis.

Disamping itu penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

PENDAHULUAN LatarBelakang ... 1

TujuanPenelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Feses Babi ... 6

Pembuatan Kompos ... 6

Deskripsi Tanaman Rumput Ruzy ... 8

Klasifikasi Hijauan ... 9

Pupuk Organik ... 10

Kebutuhan Unsur Hara Bagi Tanaman ... 11


(5)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TempatdanWaktuPenelitian ... 18

BahandanAlatPenelitian ... 18

Bahan ... 18

Alat ... 18

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Pembuatan Fermentasi Feses Babi ... 20

Persiapan Lahan ... 21

Pemilihan Bibit, Penananaman, dan Sistem Tanam ... 22

Pemupukan ... 23

Pemeliharaan, Penyiraman, Penyianngan, dan Penyisispan ... 23

Panen ... 23

Pengambilan Data ... 24

Peubah yang Diamati ... 24

Tinggi Tanaman ... 24

Bahan Segar. ... 24

Jumlah Anakan. ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Tinggi tanaman (Brachiaria ruziziensis) ... 26

Bahan Segar (Brachiaria ruziziensis) ... 29

Jumlah anakan (Brachiaria ruziziensis) ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36


(6)

Saran... 36 DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN