Karotenoid Analisa Kehilangan Kadar β-Karoten Pada Proses Pemurnian Minyak Sawit

2.5. Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak. Karena itulah, karotenoid sering dibuat menjadi konsentrat yang dimanfaatkan sebagai pewarna makanan yang aman dan alami sekaligus menjadi suplemen provitamin A. Karotenoid terdapat dalam kloroplas 0.5 bersama-sama dengan klorofil 9.3 terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel palisade. Winarno, 1997 Karena warnanya mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka deteksi panjang gelombangnya diperkirakan antara 430 – 480 nm. Schwartz dan Elbe, 1996 Komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang gelombang yang berbeda secara maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri. Simpson et al., 1987 PORIM 1995 telah menguji bahwa karotenoid minyak sawit yang dilarutkan pada heksana mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 446 nm. Menurut Meyer 1966, karotenoid dibagi atas empat golongan, yaitu: 1 karotenoid hidrokarbon, C40H56 seperti α, β, dan γ karoten dan likopen; 2 xantofil dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil antara lain kriptosantin, C40H55OH dan lutein, C40H54OH2; 3 asam karotenoid yang Universitas Sumatera Utara mengandung gugus karboksil; dan 4 ester xantofil asam lemak, misalnya zeasantin. Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut dengan baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air Ranganna, 1979. Menurut Meyer 1966 sifat fisika dan kimia karotenoid adalah larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzena, karbon disulfida dan petroleum eter, tidak larut dalam dalam etanol dan metanol dingin, tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, dan mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Reaksi oksidasi dapat menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan. Schwartz dan Elbe, 1996 Reaksi oksidasi karotenoid juga dipicu oleh suhu yang relatif tinggi. Karotenoid mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu di atas 60oC Naibahi, 1983. Ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan percepatan laju oksidasi karena sinar dan katalis logam, seperti tembaga, besi dan mangan Walfford, 1980 Karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas dibandingkan dengan karotenoid. Sehingga apabila ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak akan teroksidasi terlebih dahulu dan karotenoid akan terlindungi lebih lama. Universitas Sumatera Utara Chichester et al., 1970 β-karoten sering juga disebut anti xerophtalmia karena defisiensi β- karoten dapat menimbulkan gejala rabun mata. β-karoten dalam minyak sawit selain merupakan provitamin A juga dapat mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degenerative Muhilal 1991 Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar β- karoten menjadi vitamin A retinal, sehingga β-karoten ini disebut provitamin A. Mengkonsumsi β-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Winarno, 1997 Menurut Gross 1991, belum terdapat metode standar untuk ekstraksi karotenoid. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal,sebaiknya digunakan bahan yang segar, tidak rusak, dan contoh yang digunakan harus terwakili. Selain itu, ekstraksi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kerusakan akibat oksidasi. Karena itulah dicoba dilakukan ekstraksi sederhana dengan menggunakan teknik fraksinasi. Banyak metode lain yang sudah dilakukan untuk memperoleh konsentrat karotenoid dari minyak kelapa sawit. Universitas Sumatera Utara

2.6. Spektrofotometri