commit to user 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kerja Monotoni a. Pengertian
Monoton adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari dan terus menerus Hanjani, 2010. Kerja monoton adalah suatu
pekerjaan yang sifatnya rutin tanpa variasi yang akan menimbulkan rasa bosan dan berkurangnya motivasi kerja Mangkunegara, 2005.
Kerja monoton adalah suatu kerja yang berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu dan dalam
jangka waktu lama. Di Indonesia dimana sebagian industri dilakukan dalam kapasitas yang besar dan menengah, jenis pekerjaan monotoni
banyak ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan juga ditemukan pekerjaan monoton di industri kecil Budiono dkk.,
2003. Menurut Papu 2002, para pekerja yang setiap hari hanya
melakukan pekerjaan yang sama dan berulang-ulang serta berada dalam lingkungan kerja yang relatif sama akan sangat mudah
menjadi bosan setelah menjalani pekerjaan tersebut dalam waktu tertentu. Selain itu pekerjaan yang dianggap terlalu mudah atau tidak
sesuai dengan
tingkatan pengetahuan,
kemampuan dan
commit to user 6
ketrampilan yang dimiliki oleh seseorang juga akan cenderung membuatnya mengalami kebosanan.
Menurut Djui Setiasih 2001, kerja monoton adalah kerja yang hanya kadang-kadang saja memerlukan perhatian dan
tanpa keterampilan akan menjurus kepada kebosanan, yang selalu bersifat
berulang-ulang, yang harus dilaksanakan tanpa
menenggang. Menurut Djui Setiasih 2001, saat mengerjakan tugas
yang sifatnya monoton, pada umumnya karyawan mengalami penurunan semangat kerja dibandingkan pada jenis pekerjaan yang
bervariasi, oleh karena itu pekerjaan yang monoton secara tidak disadari akan menimbulkan masalah kejenuhan, karyawan menjadi
malas dan merasa cepat lelah. b. Penyebab Kerja Monotoni
Keadaan monotoni dapat berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja. Pekerjaan monoton bersifat berulang-ulang, rutin,
hanya kadang-kadang saja memerlukan perhatian dan lingkungan kerja tidak menyenangkan baik dari penghuni maupun dari dekorasi
dan penataan ruangan Papu, 2002. c. Cara Mengatasi Kerja Monotoni
Menurut Papu 2002, cara mengatasi kerja monotoni dapat dilakukan dengan :
commit to user 7
1 Rotasi pekerjaan Untuk memberikan kesempatan pada karyawan untuk
menambah kemampuan dan keahliannya. 2 Pembinaan dan pemeliharan semangat karyawan yang pada
akhirnya mempengaruhi komitmen karyawan itu terhadap perusahaan.
3 Pekerja diberi tanggung jawab untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan sebelumnya.
4 Job enlargement atau perluasan kerja Yaitu desain pekerjaan teknik di mana jumlah tugas yang terkait
dengan pekerjaan meningkat dan pelatihan sesuai yang disediakan untuk menambahkan variasi yang lebih besar untuk
kegiatan, sehingga mengurangi monoton. 5 Pemberian musik saat bekerja
Pada pekerjaan yang monotoni, musik dapat mempunyai efek yang merangsang dan meningkatkan prestasi. Irama musik yang
terarah dapat juga mempengaruhi otak untuk kerja bersemangat dan meningkatkan prestasi.
d. Pengukuran Kerja Monotoni Pengukuran kerja monotoni dilakukan dengan menggunakan
kuesioner kerja monotoni. Terdapat 10 rangkaian pertanyaan yang diajukan pada responden. Skoring kuesioner kerja monotoni adalah
sebagai berikut :
commit to user 8
1 Pertanyaan 1 – 5 : jika jawaban Ya, maka bernilai 2 dan jika
jawaban tidak, maka bernilai 1. 2 Pertanyaan 6
– 10 : jika jawaban Ya, maka bernilai 1 dan jika jawaban tidak maka bernilai 2.
Dari hasil penilaian tersebut maka kerja monotoni dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1 Jika jumlah skor 10 – 15
= responden tidak mengalami kerja monotoni
2 Jika jumlah skor 16 – 20
= responden
mengalami kerja
monotoni
2. Job Burnout Kejenuhan Kerja a. Pengertian
Ketidaknyamanan kerja dan tugas rutin berhubungan dengan kebosanan. Kebosanan yang terjadi di dalam lingkup
pekerjaan disebut juga dengan kebosanan kerja Simamora, 2004. Job Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan
emosional yang muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian antara kondisi karyawan dengan pekerjaannya Gunarsa, 2004.
Maslach Leiter 1997, mendefinisikan job burnout sebagai keletihan fisik dan mental secara perlahan yang diiringi dengan
hilangnya komitmen kerja serta munculnya sikap sinis kepada rekan kerja mereka.
commit to user 9
Pines dan Aronson 1989 seperti dikutip oleh Sutjipto 2002 dalam artikelnya yang mendefinisikan job burnout sebagai
kelelahan secara fisik, mental dan emosional. Job Burnout dialami oleh
seseorang yang
bekerja menghadapi
tuntutan dari
klienpelanggan, tingkat keberhasilan dari pekerjaan rendah dan kurangnya penghargaan yang memadai terhadap kinerjanya. Situasi
menghadapi klien ini menggambarkan keadaan yang menuntut secara emosional emotionally demanding. Pada akhirnya dalam
jangka panjang seseorang akan mengalami kelelahan, karena ia berusaha memberikan sesuatu secara maksimal, namun memperoleh
apresiasi yang minimal. Burnout merupakan sindrom berhubungan dengan kerja
yang paling sering mempengaruhi profesional pelayanan publik Togia, 2005. Menurut Poerwandari 2010, job burnout adalah
kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya burnout dialami dalam bentuk kelelahan
fisik, mental dan emosional yang terus menerus. Seorang tenaga kerja yang merasa sangat bosan atau jenuh
dengan pekerjaanya akan dapat muncul suatu ketegangan, rasa lemah, cepat marah, sulit berkonsentrasi maupun sulit bekerja secara
efektif Anoraga, 1998. Suatu pekerjaan agar tidak menimbulkan kebosanan, tidak
hanya ditentukan oleh kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki
commit to user 10
oleh pekerja atau karyawan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian kerja job description yang jelas,
persyaratan jabatan job specification yang jelas untuk mendukung uraian jabatan tersebut, peralatan yang tepat atau sesuai lingkungan
kerja dan sebagainya Notoatmodjo, 2003. Menurut Papu 2002, banyak perusahaan yang melakukan
tindakan pencegahan kebosanan kerja untuk membuat para pekerja tidak merasa bosan dan jenuh dengan kegiatan yang harus dilakukan
sehari-hari, dengan cara melakukan rotasi kerja, melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan, melaksanakan company gathering,
memberikan kesempatan untuk melakukan cuti dan masih banyak lagi hal lainnya.
b. Proses Terjadinya Job Burnout Proses job burnout dimulai dari adanya ketidakcocokan
antara karakteristik karyawan dengan lingkungan dan desain pekerjaan ataupun kebijakan organisasi. Kondisi seperti ini
mengakibatkan terjadinya erosi dalam keterlibatan kerja. Tugas- tugas yang semula tampak menyenangkan dan memberi makna
penting kini mulai dirasakan tidak menyenangkan dan tidak berarti. Terjadinya erosi dalam keterlibatan kerja biasanya diiringi oleh
munculnya perasaan yang tidak nyaman. Pada tahap ini, perasaan antusias, dedikasi, kenikmatan bekerja mulai hilang dan berganti
dengan kemarahan dan kecemasan. Pada akhirnya, kondisi tersebut
commit to user 11
menurunkan efisensi dan efektivitas pelaksanaan tugas Gunarsa, 2004.
c. Gejala Job Burnout Gejala-gejala job burnout adalah gejala yang tidak biasa
dan sulit untuk dijelaskan Potter, 2005. Job Burnout adalah hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang terkena burnout
menjadi tidak mampu bekerja. Job Burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda
peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa berkembang menjadi kondisi yang serius. Potter 2005 menjelaskan gejala job burnout
meliputi : 1 Emosi Negatif.
Terkadang perasaan marah, depresi, frustasi, ketidakpuasan dan kegelisahan merupakan bagian normal dari kehidupan dan
bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga lama-
kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa bersalah, ketakutan yang kemudian
menjadi depresi. 2 Frustasi
Perasaan frustasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu bekerja dan dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaan
merupakan gejala awal job burnout. Namun banyak korban
commit to user 12
burnout menyalahkan diri dengan menunjukkan mereka frustasi atas kegagalan mereka sendiri.
3 Depresi Perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan
emosional dan spiritual dimana individu merasa seperti kehabisan energi. Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi
pekerjaan, hal itu dapat menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan kesehatan.
Maslach dan Leiter 1997 mengungkapkan bahwa gejala burnout dapat dikategorikan dalam tiga gejala, yaitu :
1 Exhaustion Exhaustion merupakan gejala job burnout yang ditandai oleh
perasaan letih berkepanjangan baik secara fisik, mental dan emosional. Ketika seseorang mengalami exhaustion, mereka
merasakan energinya seperti terkuras habis dan perasaan kosong yang tidak dapat diatasi lagi.
2 Cynicism Cynicism mencerminkan adanya sikap yang sinis terhadap
orang-orang yang berada dalam lingkungan pekerjaan dan kecenderungan menarik diri serta mengurangi keterlibatan diri
dalam bekerja. Perilaku tersebut diperlihatkan sebagai upaya untuk melindungi diri dari perasaan kecewa, penderitanya
commit to user 13
menganggap dengan berperilaku tersebut akan aman dan terhindar dari ketidakpastian dalam pekerjaan.
3 Ineffectiveness Ineffectiveness mencerminkan adanya perasaan tidak berdaya,
tidak mampu melakukan tugas dan menganggap tugas yang dibebankan terlalu berlebihan sehingga tidak sanggup lagi
menerima tugas yang baru. Seiring dengan hal tersebut penderitanya juga merasakan kehilangan kepercayaan terhadap
orang lain. Mereka merasa ide-idenya tidak memperoleh tempat lagi sehingga timbul perasaan tidak berguna.
d. Pengukuran Job Burnout Maslach dan Leiter 1997 mengatakan bahwa job burnout
dapat diukur dengan menggunakan Maslach Burnout Inventory MBI. Maslach Burnout Inventory dapat digunakan untuk
mengukur level job burnout pada pekerja unit spinning di PT Tyfountex Indonesia Sukoharjo dengan meminta mereka memilih
jawaban yang paling mendekati dengan apa yang mereka rasakan dengan skala 1
– 10 yang berisi tingkat Tidak Setuju =0 sampai Setuju =10.
Rangkaian dua puluh pertanyaan ini diajukan kepada responden untuk mengetahui frekuensi terjadinya tiga aspek dari
sindrom Burnout sebagaimana yang diidentifikasi oleh Maslach yaitu kejenuhan fisik, kejenuhan emosional atau Depersonalisasi
commit to user 14
dan Pencapaian DiriPersonal. Berdasarkan perhitungan jumlah nilai keseluruhan dibagi 20, maka pengukuran tingkat burnout dibagi
menjadi 4 empat kategori berdasarkan jumlah angka yang dihasilkan dari jawaban pertanyaan-pertanyaan diatas, sebagai
berikut : 1 0
– 2 Tingkat kejenuhan ringan Tingkatan ini menunjukan bahwa seseorang merasa cukup
bahagia. Skor yang rendah adalah skor yang bagus yang menunjukan bahwa seseorang dapat mengatasi stress dengan baik.
Walaupun seseorang mengalami stress tetapi ia dapat mengelola stress dengan baik dan dapat membuat hidupnya berimbang.
Orang-orang pada tingkatan skor ini tidak akan mudah naik pitam dan akan menerima stress yang dialami dalam perjalanan hidup.
2 3 – 5 Tingkat kejenuhan sedang
Tingkatan ini menunjukan perlunya memonitor situasi yang dihadapi dan pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi
menjadi lebih buruk. Walaupun tidak perlu diberi peringatan, namun orang pada tingkatan ini perlu meluangkan waktu untuk
merefleksi tindakan yang telah diambil untuk mempertimbangkan penyebab stress yang dihadapi, apakah semakin mudah atau
semakin sukar ditangani.
commit to user 15
3 6 – 8 Sinyal Kuning Tingkat kejenuhan berat
Orang-orang pada tingkatan ini cenderung mudah terkena burnout. Sebaiknya berhenti sejenak dari kegiatan-kegiatannya
untuk menentukan prioritas kegiatan dan menghilangkan beberapa penyebab stress. Orang pada tingkatan ini perlu
memeriksakan kesehatan, meninjau kembali tujuan hidup, keseimbangan antara kerja dan hiburan dan sistem dukungan
sosial yang dimilikinya keluarga, teman dan jaringan sosial lainnya.
4 9 – 10 Sinyal Merah Tingkat kejenuhan sangat berat
Mereka yang mendapatkan skor pada tingkatan ini sebaiknya berhenti untuk istirahat. Mereka membutuhkan konsultasi dan
nasihat, baik medis maupun psikologis agar terhindar dari kondisi kehilangan kendali. Ia memerlukan istirahat serta menilai kembali
hidup dan pekerjaannya. Perolehan skor di tingkatan ini menunjukkan bahwa ia sedang dalam tekanan stres berlebihan
dalam waktu yang menerus dan sudah cukup lama. Perlu diwaspadai bahwa manusia mempunyai batas toleransi fisik dan
mental. Diperlukan
langkah-langkah konkrit
untuk menanggulangi sinyal-sinyal bahaya yang timbul, misalnya
dengan berkonsultasi
intensif dengan
profesional dan
mendapatkan dukungan penuh berkesinambungan dari keluarga
commit to user 16
dan jaringan sosial yang dimilikinya untuk mendapatkan masukan dan kemudian menentukan arahan masa depan hidup selanjutnya.
3. Kinerja Tenaga Kerja Mangkunegara 2004 mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja
yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Sulistiyani dan Rosidah 2003 menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Secara definitif Bernandin dan Russell 1993 dalam Sulistiyani dan Rosidah 2003 juga
mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaankegiatan seseorang
atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu
Tika, 2006. Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian
kinerja atau prestasi kerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan Moh As’ad, 2003. Kinerja adalah
succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan- perbuatannya Moh As’ad, 2003.
commit to user 17
Menurut Rivai dan Basri 2005, pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu
kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.
Menurut Bambang dan Waridin 2005, kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar
yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Hakim 2006 mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan
dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran
nilai atau standar tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh
pegawai dengan standar yang telah ditentukan Masrukhin dan Waridin, 2006.
Sedangkan pengertian dari penilaian kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan
setiap karyawan Hasibuan, 2005. Sikula 1998 dalam Hasibuan 2005 juga menyatakan penilaian kinerja adalah evaluasi yang sistematis
terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Yoder 1999 dalam Hasibuan 2005
mendefinisikan penilaian kinerja merupakan prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan
sumbangan serta kepentingan bagi pegawai. Penilaian Kinerja menurut
commit to user 18
Sastrohadiwiryo 2003 adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen atau penyelia.
Faktor penyebab menurunnya kinerja menurut Nitisemito 2000 yaitu :
a. Pencapaian target pekerjaan Quantity of work b. Ketepatan dan ketelitian Quality of work
c. Keterampilan pegawai Job knowledge d. Ide atau gagasan pegawai pegawai Creativeness
e. Kerjasama pegawai Cooperation f.
Dapat dipercaya Dependability g. Semangat dalam mengerjakan tugas bertanggung jawab
Initiative h. Kepribadian dan keramahtamahan Personal qualities
4. Hubungan antara Kerja Monotoni dengan Kejenuhan Kerja Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan kejenuhan yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja tenaga kerja Widajati, 2006. Kerja monotoni mempengaruhi kejenuhan kerja secara mental dan
fisik antara lain semangat kerja menurun, kurang fokus dalam bekerja, penurunan kekuatan kerja dan kelelahan otot Papu, 2002.
Faktor-faktor penyebab burnout secara lebih rinci, Maslach dan Leiter 1997 mengungkapkan bahwa sumber atau penyebab terjadinya
commit to user 19
burnout dapat ditelusuri kedalam lima macam bentuk ketidaksesuaian antara orang dan pekerjaannya, yaitu :
a. Kelebihan beban kerja b. Kurangnya kontrol
c. Terganggunya komunikasi dengan pekerja lain dalam pekerjaan d. Hilangnya keadilan dalam organisasi pekerjaan
e. Konflik antar pekerja Sedangkan faktor-faktor internal penyebab terjadinya burnout
menurut Maslach dan Leiter 1997 antara lain: a. Umur
b. Jenis kelamin c. Masa kerja
Menurut Nurjayadi 2004 ada tiga faktor penyebab kejenuhan kerja secara eksternal :
a. Beban kerja b. Lingkungan
c. Organisasi Selain faktor eksternal tersebut, Nurjayadi 2004 juga
mengungkapkan ada tiga kelompok faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan burnout, yaitu :
d. Faktor situasional atau karakteristik pekerjaan Ada beberapa faktor situasi kerja yang terbukti berpengaruh, yaitu :
1 Beban kerja fisik secara kuantitatif dan kualitatif
commit to user 20
2 Kurangnya sumber-sumber pemenuhan tugas miskinnya fasilitas kerja
3 Minimnya dukungan sosial terutama dari atasan e. Faktor organisasional
Faktor ini menyangkut perlakuan organisasi, proses atau mekanisme pekerjaan, hierarki posisi dan nilai-nilai organisasi. Schaufeli dan
Buunk 2003 mengungkapkan bahwa ketidakpuasan kerja secara konsisten memperlihatkan hubungan yang positif dengan kejenuhan
kerja. Tampaknya kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat relevan untuk memprediksi kejenuhan kerja.
f. Faktor individual kepribadian
Schaufeli dan Buunk 2003 mengemukakan bahwa faktor kepribadian yang terkait dengan kejenuhan kerja antara lain adalah :
1 Kurangnya ketangguhan lack of hardiness 2 Penempatan kontrol diri yang berorientasi eksternal
3 Perilaku tipe A cepat, tergesa-gesa dan tidak dapat bekerja secara pelan
4 Kurangnya kontrol diri 5 Harga diri yang rendah.
Di samping faktor kepribadian, Schaufeli dan Buunk 2003 menyatakan bahwa kejenuhan kerja juga dipengaruhi oleh faktor
demografi. Keduanya menyatakan bahwa sindrom burnout di Amerika banyak dialami oleh mereka yang berada pada usia
commit to user 21
produktif 30-40 tahun dengan pengalaman kerja yang relatif sedikit, namun Schaufeli dan Buunk sendiri merasa belum yakin
dengan temuan tersebut. Pembagian distribusi umur pekerja spinning pada umur lebih dari 40 tahun, kekuatan fisik biasanya telah
menurun sehingga kegiatan yang dilakukan juga menurun Horrington, 2005 dalam Pertiwi, 2010.
Sementara jenis kelamin masih dianggap sebagai prediktor yang bias. Pada awalnya diasumsikan bahwa burnout akan lebih
banyak dialami oleh wanita mengingat gejala utamanya berkaitan dengan aspek emosi. Pernyataan ini didukung oleh Ivancevich, dkk
2005, yang menyatakan bahwa wanita cenderung mengalami burnout daripada pria, dan pekerja yang tidak menikah lebih
mungkin untuk mengalami burnout daripada pekerja yang menikah.
B. Kerangka Pemikiran