Praktek Papa Mama Sarani Saksi Baptis dalam lingkup GPM jemaat Lahai Roi
17
yang dipahami Sinode GPM. Namun ada juga yang kurang memahami makna teologis dari Papa Mama Sarani dengan baik.
Kurangnya pemahaman makna tentang Papa Mama Sarani atau saksi baptis kemudian telah mempengaruhi praktek mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Beberapa pendeta yang diwawancarai mengungkapkan bahwa ada yang memahami dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tetapi ada yang tidak memahami. “Dalam
pelaksanaan tugas saksi baptis, ada beberapa papa mama ani yang sungguh-sungguh melakukan tugas berdasarkan janji mereka tetapi ada juga yang tidak.
”
61
“Dalam pelaksanaan ada yang melaksanakan dengan tersistem ada yang belum sesuai harapan
.”
62
“Salah satu pendeta bahkan mengatakan bahwa di GPM banyak yang ingin menjadi saksi baptis, tetapi
lupa tanggung jawab mereka atau bahkan saksi tidak mem ahami peran mereka”.
63
Selain itu, banyaknya anak sarani membuat mereka terkadang tidak fokus dan lupa akan peran mereka, salah satu pendeta mengakui hal ini “tidak ada batasan untuk seseorang
menjadi saksi baptis, tetapi alangkah baiknya seorang saksi baptis tidak memiliki anak sarani lebih dari lima orang.
“Saya juga dari jemaat ke jemaat dipercayakan menjadi saksi baptis dan karena banyak terkadang saya lupa nama-nama anak sarani, kalau nama saja lupa pasti dalam
menjalankan peran juga tidak fokus dan tidak bisa berpura-pura kadang saya juga lupa menjalankan tugas saya”.
64
Salah satu faktor kurangnya fokus untuk menjalankan tugas sebagai saksi baptis juga karena jarak “sebab dalam prakteknya saksi baptis tidak tinggal
serumah dengan anak saraninya sehingga praktek ini sulit dilakukan karena tidak langsung melihat dan melakukan
pendampingan”
65
Salah satu pendeta berpendapat berbeda, beliau mengatakan bahwa “tidak perlu ada batasan, hanya perlu ada kesadaran diri sendiri, jika
mampu melakukan tugas dan tanggun g jawab silahkan, jika tidak sanggup bisa menolak”.
66
Tidak adanya batasan seseorang memiliki anak sarani membuat banyak orang memberikan diri untuk menjadi Papa Mama sarani dan kemudian karena terlalu banyak maka tanggung
61
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny C Hetharia KMJ GPM Getsemani Bere-bere, Oktober 2015.
62
Hasil Wawancara dari Pdt. Nus Uniplaitta KMJ GPM Jemaat Eirene Batu Gajah, Oktober 2015.
63
Hasil Wawancara dari Pdt Chris Tamaela KMJ GPM Jemaat Tial, Oktober 2015.
64
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny C Hetharia, Oktober 2015.
65
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny M Pulumahuny KMJ GPM Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
66
Hasil Wawancara dari Pdt. Nus Uniplaitta, Oktober 2015.
18
jawab dilupakan. Akan lebih baik jika dari tingkat sinode GPM memperhatikan hal ini dan memberi batasan jumlah maksimal anak sarani.
Wawancara yang dilakukan di dua jemaat yang ditentukan sebagai responden, ditemukan berbagai pendapat berkaitan dengan permasalahan jumlah anak sarani yang dimiliki Papa
Mama sarani saksi baptis. Ada yang memiliki anak serani 10 orang, 8 orang, 6 orang dan berpendapat bahwa hal ini sah-
sah saja “tidak perlu ada batasan yang mengatur itu, intinya bagaimana papa mama sarani dapat bertanggung jawab”.
67
“Tidak harus ada batasan yang penting bisa bertanggung jawab”.
68
Pihak lain yang juga memiliki anak sarani lebih dari 5 orang dan bahkan hanya satu orang, tetapi mereka berpendapat bahwa “perlu ada batasan
untuk jumlah anak sarani, agar kami selaku papa mama sarani bisa lebih berkosentrasi dengan baik bagi mereka”.
69
seorang papa mama sarani yang hanya memiliki 1 anak sarani berpendapat “menurut saya sebaiknya harus ada batasan, karena terlalu banyak anak serani
maka fungsi kontrol dari papa mama sarani itu tidak ad a”.
70
Tradisi Papa Mama Sarani atau saksi baptis yang masih dipraktekkan di lingkup Sinode GPM dianggap masih sangat penting oleh kebanyakan orang jika dilihat kembali pada
maknanya. Tetapi beberapa orang menganggap bahwa akan lebih baik jika orang tua kandung yang menjadi Papa Mama sarani saksi baptis tanpa ada orang lain, atau orang tua dalam
keluarga dekat. Karena pembinaan lebih terfokus dan lebih intens jika orang tuanya sendiri yang berperan menjadi pendidik dalam rangka proses pendidikan iman anak dalam usaha
memahami dan menghayati imannya kepada Yesus Kristus. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ditemukan juga bahwa sebagian besar
narasumber yang memaknai peran dari Papa Mama Sarani, dengan jawaban yang sama yaitu “Mendoakan, menasihati, membimbing, mencukupi secara material, dan memberi contoh
yang baik kepada anak sarani”. “Tetapi ada bahkan yang menjawab bahwa dalam
menjalankan perannya, tidak ada peran yang berarti selaku papa-mama sarani. Karena narasumber merasa bahwa yang terjadi adalah saksi baptis hanya berfungsi sebagai saksi saat
proses baptisan saja”.
71
67
Hasil Wawancara dari Ibu Nona Markus GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
68
Hasil Wawancara dari Ibu C. Abrahams GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
69
Hasil Wawancara dari Ibu Luana Wattimena GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
70
Hasil wawancara dari Ibu F Kaya GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
71
Hasil Wawancara dari Bapak T.M GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
19
Lebih daripada itu, dari data yang diberikan narasumber beberapa nara sumber mengatakan bahwa “Pengalaman saya, Papa Mama sarani ada untuk acara-acara tertentu saja
bukan membimbing anak saraninya, karena saya pun mengalaminya dan anak-anak sekarang ini juga tidak memahami makna Papa dan Mama Sarani dengan baik. Mereka hanya mencari
saat hari natal hari tertentu saja”.
72
“Pernyataan bahwa Papa Mama sarani ada untuk membimbing anak sarani, benar. Tetapi sering juga tidak memberi kepedulian dan perhatian
sama sekali”.
73
“Pada kenyataannya, atau fakta yang ada, papa mama sarani hanya ada pada acara atau berikan hadiah kepada anak saraninya”.
74
“ya benar, sesuai dengan konteks hidup sekarang kebiasaan papa mama sarani itu hanya berfungsi pada saat natal”.
75
Dari data yang diberikan narasumber dan dari pengalaman mereka, memang Papa Mama sarani selalu identik dengan orang yang akan memberikan hadiah pada saat hari natal atau
ulang tahun atau hari-hari tertentu. Delapan narasumber bahkan mengatakan bahwa sekarang ini orang memilih Papa Mama sarani yang ekonominya menengah keatas, sehingga orang-
orang kaya di jemaat memiliki anak sarani yang banyak sedangkan orang yang ekonominya menengah kebawah hanya memiliki anak sarani dua atau tiga orang.
Sebagai alasan atau pertimbangan konkrit dari penjelasan di atas adalah agar anak-anak yang dibaptis juga di satu sisi bisa mendapat jaminan materi yang baik dari Papa Mama
saraninya. Karena, tidak ada salahnya jika Papa Mama sarani memberikan hadiah kepada anak saraninya, tetapi perlu diperhatikan agar ketika memberikan hadiah pada momen-momen
tertentu ada perbincangan pastoral yang terjadi juga antara Papa Mama sarani dan anak sarani. Supaya jangan sampai anak sarani hanya memahami bahwa Papa Mama saraninya hanya
sebatas pemberi hadiah saja, namun juga dapat menjadi teladan hidupnya dengan cara terus membangun komunikasi yang baik lewat berbagai media dalam rangka membimbing dan
mendidik anak sarani untuk memiliki iman yang kuat kepada Tuhan Yesus Kristus. Berbicara tentang fungsi tersebut maka pada kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda
jauh dengan fungsi Papa Mama Sarani Saksi Baptis menurut pemahaman sinode GPM. Ada Papa Mama Sarani yang melakukan tugas dan tanggung jawab mereka sesuai makna
72
Hasil Wawancara dari Bapak R. de Quelju GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
73
Hasil Wawancara dari Ibu Sartje Sihasale GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
74
Hasil Wawancara dai Bapak F Ririmase GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
75
Hasil Wawancara dari Ibu Ivon Manusiwa GPM jemaat Lahai Roi Lateri, Oktober 2015.
20
sesungguhnya tetapi ada Papa Mama Sarani yang tidak menjalankan praktek sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan hal ini, dari hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan dengan beberapa narasumber menyebutkan bahwa salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dari pihak sinode berkaitan dengan syarat-syarat menjadi saksi baptis,
kurangnya pembinaan, dan tidak tersedianya kurikulum khusus untuk pembinaan saksi baptis terutama membahas prakteknya sebagai saksi baptis sehingga tidak sesuai dengan yang
dimaknai.
76
Hal inilah yang dipertanyakan Zwingli tentang peran Ibu Bapak Serani apakah berpengaruh terhadap perkembangan iman baptisan.
77
Selain sebagai pendidik Papa Mama Sarani juga sebagai penanggung jawab atas iman anak saraninya dan sebagai pembimbing agar anak tersebut mengerti dan memahami tentang
baptisannya dan mengenal Tuhan. Idealnya Papa Mama sarani saksi baptis seharusnya menjalankan fungsi-fungsi mereka sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut.
78
Maurice Eminyan bahkan mengatakan bahwa melalui pendidikan hendaklah anak-anak dibina sehingga nanti bila mereka sudah dewasa mereka mampu bertanggung jawab atas
pengakuan iman mereka, serta dalam memilih status hidup mereka.
79
Karena pendidikan berlangsung bukan hanya dalam lingkup keluarga saja tetapi juga dalam lingkup gereja.
Homrighausen dan Enklaar mengatakan “salah satu cara pendidikan agama Kristen dalam gereja adalah baptisan”
80
sehingga dalam pembagian peran dan tugas berkaitan dengan sakramen baptisan kudus, Papa Mama sarani memegang peran penting bersama orang tua
untuk menjalankan tugas sebagai pendidik dalam perkembangan iman anak agar status mereka sebagai saksi baptis tidak hanya sebatas sebutan saja tanpa praktek. Mengingat tahap
perkembangan iman yang selalu berbeda-beda. Oleh karenanya gereja kemudian harusnya dapat membina Papa Mama sarani secara berkelanjutan dalam kaitannya dengan proses
pendidikan iman anak sesuai tahapan kepercayaannya. Sebab James Fowler mengatakan bahwa iman adalah suatu cara manusia bersandar dan berserah diri serta menemukan atau
memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya.
81
76
Hasil Wawancara dari Pdt. Ny C Hetharia, Oktober 2015.
77
De Jonge, Apa itu Calvinisme, 192.
78
De Jonge, Apa itu Calvinisme, 192. Lihat juga Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu ? , 109.
79
Eminyan, Teologi Keluarga, 153.
80
G. Homrighausen dan H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 123.
81
Supratiknya ed, Teori Perkembangan Kepercayaan, 22.
21
Dengan demikian Gereja tidak bisa begitu saja lepas tangan terhadap papa dan mama sarani setelah proses penggembalaan. Melainkan gereja harus terus melakukan pembinaan
berkala agar pendidikan iman dapat berjalan sesuai tahapan yang benar, karena proses pendidikan tidak bisa dilakukan secara instan. Jangan sampai dari tingkat atas dalam lingkup
GPM melihat hal ini hanya sebagai tradisi yang sudah dipraktekkan terus menerus tanpa meninjau kembali praktek di lapangan yang tidak sesuai dengan maknanya.
GPM jemaat Lahai Roi Lateri kemudian memahami makna Papa dan Mama Sarani sebagai pertama mereka yang bertanggung jawab atas pembinaan moral anak sarani, kedua, mereka
yang telah mengaku untuk mendewasakan anak saraninya dalam pengenalan iman Kristen yang benar, dan bersedia mengemban tugas ini seumur hidupnya dan ketiga Papa Mama
Sarani adalah mereka yang dengan kesungguhan hati memberi teladan kepada anak saraninya agar anak sarani dapat menemukan teladan hidup sebagai orang Kristen yang benar dalam
hidup Papa Mama Saraninya Walaupun pemahaman dari makna Papa Mama Sarani ini sudah baik, tetapi dalam
kenyataan yang terjadi dalam lingkup GPM Lahai Roi Lateri, ditemukan kenyataan yang berbanding terbalik dengan pemahaman mereka; apa yang dipahami tidak dapat dipraktekkan
dalam praktek nyata. Memang benar bahwa tradisi ini masih sangat penting dan menjadi hal positif dalam rangka membina anak sarani anak baptis untuk ada dalam pembinaan iman
yang baik agar anak memahami jati dirinya di dalam persekutuan. Secara Teologis makna Papa Mama Sarani Saksi Baptis diakui masih dengan baik
dipahami oleh setiap orang percaya yang dipilih menjadi saksi baptis. Namun makna teologis yang ideal itu tidak dipraktekkan dalam tindakan nyata sehingga tradisi ini terkesan seperti
tradisi biasa yang kehilangan makna teologisnya.
22