4
akun tersebut
segera ditutup
karena meresahkan
banyak pihak
LIPUTAN6.COM, 2162015.
4. Mucikari Di Malang Jual 12 Mahasiswi Via Facebook
Bagus Artha Pamungkas 21, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Malang itu menjelma menjadi mucikari berpenghasilan tinggi. Melalui media
sosial Facebook, Bagus menjual teman-teman kampusnya kepada para lelaki hidung belang. Dalam akun tersebut dia menuliskan tarif, nama dan fasilitas
yang didapatkan oleh pelanggan. Namun, tak banyak foto piaraannya yang dia pajang. Bagus memanfaatkan teknologi internet untuk menawarkan 12
anak asuhnya itu. Dia menggunakan media sosial Facebook. Berbekal telepon genggam di tangannya, pria asal Jakarta ini bisa meraup jutaan rupiah.Melalui
akun facebooknya, Bagus juga menyebutkan tarif anak asuhnya. Jika ada yang berminat akan dilanjutkan komunikasi secara personal. Beberapa
postingan di dinding Facebook Bagus Artha Pamungkas menawarkan bisnis syahwat dengan nama, tarif dan fasilitas. Beberapa perempuan ditawarkan
dengan harga Rp 800 Ribu sampai Rp 1,25 Juta. Akibat perbuatannya itu, Bagus terancam Pasal 506 KUHP atas tindakannya mengambil keuntungan
dari aktivitas pelacuran. Ancaman hukuman yang disangkakan 1.3 tahun MERDEKA.COM, 6122015.
5. Bisnis Prostitusi Online Diungkap Polisi
Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus membongkar praktek prostitusi melalui media internet. Diperkirakan, bisnis haram tersebut
meraup keuntungan puluhan juta rupiah setiap bulannya. Seorang wanita mucikari merangkap wanita panggilan berinisial WD als AM berhasil
diamankan anggota Satuan Cyber Crime dibawah pimpinan Kompol Indra F Siregar, SIK di hotel F saat hendak mengantarkan wanita-wanita yang
dipesan oleh petugas yang sedang menyamar. VWW als RV menawarkan wanita-wanita abg usia 18 tahun sampai 26 tahun dengan membuka akun
jejaring sosial friendster dan akun di komunitas bluefame kemudian memasang foto-foto wanita-wanita tersebut. Pelaku juga memasang nomor
handphone dan email dengan maksud apabila ada lelaki hidung belang yang
5
tertarik supaya menghubungi nomor atau email tersebut. Selanjutnya setelah terjadi kesepakatan harga, mucikari mengantar wanita yang dipesan ke tempat
pemesan menginap. Dari pemeriksaan WD als AM didapat keterangan bahwa dalam melakukan aksinya, pelaku bekerjasama dengan lelaki mucikari VWW
als RV
dan berhasil
diamankan di
kawasan Blok
M RESKRIMSUS.METRO.POLRI.GO.ID, 1282015.
Berangkat dari beberapa kasus diatas penulis mengambil fenomena prostitusi online sebagai sebagai fokus obyek penelitian penulis. Penulis mengambil contoh
fenomena tersebut dalam rangka mengenal kode-kode yang digunakan para pengguna layanan seks online yang notabennya pelanggan awam untuk dapat masuk ke dalam
jaringan prostitusi online hingga mendapatkan tawaran layanan seks dari pelayan- pelayan seks kelas atas atau pala pekerja yang pilihan. Proses pengenalan tanda
komunikasi pengguna prostitusi online tersebut nantinya juga akan mengupas bagaimana media sosial menjadi patologi sosial dengan adanya fenomena prostitusi
online. Dari hal tersebut penulis mencoba merelevansikan antara teori semiotik komunikasi
dengan kasus ini, yang menyelaraskan bagaimana suatu tanda harus dipahami untuk akhirnya sesorang pengguna dapat masuk kepada suatu ruang bahasan prostitusi
online, virtual seks yang kemudian berlanjut untuk seseorang melakukan tawar menawar mucikari online hingga pada akhirnya pengguna dapat memilih dan
berhubungan dengan pelayan seksual PSK pilihan PSK kelas atas atau pelayan yang diinginkanya sesuai dengan aturan yang telah disepakati melalui hasil gambaran
kode dari mucikari yang coba digambarkan melalui pemahaman user untuk akhirnya sampai kepada proses deal. Berangkat dari relevansi dan proses tersebut penulis juga
akan mengupas bagaimana proses pengenalan tanda komunikasi terhadap pengguna jasa prostitusi online sebagai sebuah tindakan patologi sosial. Dimana media sosial
disini juga berada dalam posisi disfungsi dan sebagai media sosial yang patologi Pada penelitian ini penulis mengenakan pendekatan semiotika dari seorang
tokoh semiotik yaitu Charles Sander Peirce 1839-1914 untuk membahas kasus prostitusi online yang menjadi obyek penelitian penulis. Peirce melihat tanda sebagai
unsur dalam komunikasi. Pierce dalam Fiske 1990 :62 melihat tanda, acuan dan penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga Representamen r, Object o,
6
Interpretant I. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah trikotomis atau triadik, dan tidak memiliki ciri
struktural sama sekali” Hoed, 2002:21. Bagaimana paham semiotik Charles Sander Peirce mengupas tentang tanda-tanda yang ada dalam
prostitusi online guna pelanggan baru atau penggunanya dapat berujung pada ranah hubungan yang lebih intim dengan pelayan seks komersialnya akan dibahas lebih
mendalam pada penelitian ini. Pelacuran atau prostitusi secara online merupakan suatu bentuk perilaku
masyarakat yang sakit. Maka itu selain pendekatan semitoika penulis juga mengenakan pendekatan Patologi Sosial terhadap prilaku penyebaran pelacuran
sebagai jawaban serta solusi atas maraknya fenomena prostitusi online di sekitar kita. Pelacuran atau prostitusi secara online merupakan suatu bentuk perilaku masyarakat
yang sakit patologi dan harus dihentikan penyebaranya. Perilaku masyakarat dalam prostitusi online tersebutlah yang disebut sebagai patologi sosial. Patologi Sosial
sendiri ialah suatu ilmu tentang gejala-gejal a sosial yang dianggap “sakit” dan
disebabkan oleh factor-faktor sosial. Jadi patologi sama dengan artinya sebagai ilmu tentang “penyakit masyarakat”. Sedangkan “penyakit masyarakat atau sosial” itu
adalah segenap tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma- norma umum dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum.
Penulis disini merelevansikan bagaimana prilaku pengguna dalam mengenali tanda pada ruang virtual sex prostitusi online begitupula dengan penyedia layanan sex
melalui pendekatan patologi sosial. Satu dua abad yang lalu, orang menyebut satu peristiwa sebagai penyakit
sosial murni dengan ukuran moralistic. Maka, kemiskinan, kejahatan, pelacuran, alkoholisme, kecanduan, perjudian, dan tingkah laku yang berkaitan dengan semua
peristiwa tersebut dinyatakan sebagai gejala penyakit sosial yang harus diberantas dari muka bumi. North, seorang sosiolog dalam bukunya Social Problems and Social
Planing, menyatakan bahwa dalam usaha pencapaian tujuan dan sasaran hidup yang bernilai bagi suatu kebudayaan atau suatu masyarakat, harus disertakan etik sosial
guna menentukancara pencapaian sasaran tersebut. Penulis berharap melalui penelitian ini masyarakat dalam mecapai tujuan dan sasaran hidupnya dapat memiliki
etik social yang lebih baik, sehingga tujuan dan sasaran hidup kita dan bernilai bagi masyarakat, kebudayaan, dan bangsa kita.
7
1.2. Rumusan Masalah