Latar Belakang Kehidupan Ibnu Tufail.
Baghdad pada masa itu, Daulat Abbasiyah terkenal dengan tokoh pemerintahannya yang bernama Nizham-al-muluk 1092 M. Disitulah dia
memasuki Perguruan Tinggi Nizhamiah yang dipimpin oleh Imam Abu Hamid Al- Ghazali 1111 M. Ia lama belajar dibawah bimbingan ahlipikir Islam terbesar saat
itu.
23
Kembalinya Muhammad ibn Tumart ke Maroko dengan menggagas pemikiran yang menolak akan aliran akidah Mujasamah yang dianut oleh Dinasti
Murabithin dan mulai mengumpulkan suku-suku Barbar untuk menjatuhkan pemerintahan Murabithin, pada tahun 1120 M dia mengumumkan berdirinya
Daulat Muwahhidin dengan mengangkat sepuluh orang dari masing-masing suku Barbar yang berkoalisi dengannya termasuk Abdul Mukmin Al-Kumi 1163 M,
teman seperjuangannya. Setelah dua tahun meninggalnya Muhammad ibn Tumart kekuasan digantikan oleh Abdul Mukmin Al-Kumi, beliau merupakan salah satu
penguasa Andalusia yang haus akan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan filsafat secara khusus, Dinasti Muwahhidin layaknya dinasti-dinasti
yang berkembang di Afrika Barat dan dataran Andalusia yang menganut Mazhab Maliki sebagai pandangan fikih, sejarah mencatat hidup dua orang tokoh pemikir
Islam pada masa pemerintahannya, Ibn Tufail yang mewariskan karya roman filsafat terkenalnya Hayy bin Yaqzhan Hidup anak Kesadaran dan Ibn Rusyd
dengan aliran Averroisme sangat membantu dalam bangkitnya kajian-kajian ilmiah dimasa selanjutnya, khususnya karya The Commentaries on Aristotle and
Plato. Pada masa pemerintahan Abdul Mukmin Al-Kumi Dinasti Muwahhidin
mulai menuju pada masa kejayaannya, kekuasan pemerintahan meluas dari Afrika Barat sampai ke Andalusia ditambah lagi penguatan dari sektor internal baik
pasukan perang dan armada laut. Untuk Administrasi Agraria dia mengangkat konsep pengukurun tanah-tanah yang berada di bawah wilayah kekuasannya,
konsep ini kemudian dikenal dengan istilah Ihsa’ dalam Bahasa Arab atau yang
23
Ibid. h. 149-150.
51
kita kenal dengan Statistik, tujuan menerepkan konsep tersebut guna memudahkan pemerintah dalam menetapkan jumlah Kharraj Pajak Bumi.
Konsep yang baru pertama kalinya diperkenalkan dalam pemerintahan Islam ini juga refleksi dari pengaruh besar sistem yang tengah di anut oleh
masyarakat Eropa Kristen di belahan Utara Andalusia yang marak menerapkan sistem Feodalisme Tuan Tanah. Sistem feodal ini sudah menjadi tradisi bagi
masyarakat Eropa Kristen, lambat laun dikarenakan adanya interaksi antara dua masyarakat sistem tersebut menyusup ke dalam masyarakat Islam di Andalusia.
Siasat kahalifah Abdul Mukmin pada masa awal pemerintahannya tidak menerapkan sistem yang ekstrem, dia lebih memilih sistem Tadarruj untuk
aplikasi konsep tersebut di lapangan, guna menghindari reaksi perlawanan rakyat terhadap pemerintahan Muwahhidin yang baru.
Khalifah Abdul Mukmin menetapkan kharaj terhadap luasan-luasan tertentu, dan dana yang melimpah-limpah masuk ke kas Negara Baitul-Mal yang
dialokasikan untuk kemaslahatan rakyat umum. Pada masa ini mulai dibangun secara merata sekolah-sekolah, lembaga sosial bagi penampungan orang jompo
beserta fakir-miskin dan para musafir. Pada kota-kota besar dan kecil dibangun al-Mustasyfayat
, yaitu rumah-rumah sakit umum, dengan pemeriksaan dan pengobatan diberikan secara gratis atas biaya Baitul-mal.
24
Al-Idrisy 1100-1166 M seorang ulama geografi terkenal Andalusia mendeskripsikan aktifitas perdagangan yang pernah terjadi pada masa
pemerintahan Muwahhidin, para pedagang saat itu banyak melakukan kegiatan transaksi di beberapa pelabuhan Laut Mediterania seperti pelabuhan Salé yang
terkenal dengan pedagang Andalusianya dengan barang Minyak Zaitun yang ditukarkan dengan biji-bijian. Begitu juga dengan kegiatan perdagangan yang
terjadi di Pelabuhan Alexandria sebagai pusat pasar laut Mediterania pada saat itu, sikisahkan oleh pengelana Yahudi Benjamin Tudelo.
Setelah Abdul Mukmin Al-Kumi wafat, anak-anaknya yang menjadi pangeran dan rakyat bermusyawarah untuk menobatkan khalifah yang baru,
24
Ibid. h. 157-167.
52
karena Abdul Mukmin sudah meninggalkan sistem pemerintahan yang mapan, baik dari sistem Syura, Parlemen dan Rakyat telah tertata rapi dari masa Ibnu
Tumart, sehingga pemilihan kekuasaan tidak absolut monarki sepenuhnya, masih ada campur tangan rakyat. Setelah musyawarah yang panjang dari pihak kerajaan
keputusan terakhir di berikan kepada kedua pangeran atau anak Abdul Mukmin yaitu Yusuf dan Umar, mereka merupakan pangeran-pangeran yang bijaksana
yang dididik dengan norma-norma Agama Islam. Karena Umar kurang cakap dalam pemerintahan dan dia mengakui hal itu maka amanah pemerintahan
diberikan kepada saudaranya Yusuf dengan nama lengkap Abu Ya’qub Yusuf bin Abdul Mukmin bin Ali Al-Kumi 1184 M. Lahir di Tinmel, Maroko dan terkenal
dengan wawasan keilmuan yang sangat luas, memiliki kemampuan berbahasa Arab yang fasih, sering mengikuti majlis-majlis keilmuan. Pada masanya dikenal
sebagai orang yang paling paham akan Bahasa Arab, sangat kuat hafalan akan syair dan bait-baitnya, saat bertugas menjadi pangeran mahkota di kota Sevilla dia
banyak berguru dari para ulama disana, terutama mendalami ilmu Nahwu, Al- Quran dan Bahasa secara umum. Keciantaan terhadap Ilmu membawa kepada
berkumpulnya para ulama masa itu di kerajaannya, pengumpulan literatur-literatur dari berbagai disiplin ilmu sangat meningkat oleh pihak kerajaan, Al-Marakusyi
meriwayatkan bahwa pada era tersebut rumah-rumah yang dicurigai memiliki khazanah litereatur-literatur disiplin ilmu semua digeledah dan buku disita oleh
pihak kerajaan, Al-Marakusyi menceritakan bahwa penggeledahan berlangsung dengan sangat sopan dan tanpa menyentuh barang lain selain buku.
25
Kehausan akan ilmu juga yang menjadikan Abu Ya’qub Yusuf sangat erat hubungan
emosional dengan Ibnu Tufail, disamping itu ada beberapa faktor lain yang menghubungkan keakraban dua tokoh tersebut seperti;
1. Satu silsilah kabilah, keduanya merupakan keturunana dari kabilah
Qeis yang menyebar di daerah Maroko dan Andalusia. Hubungan darah di kalangan orang Arab sangat kental dan prioritas, mereka
menyebutnya dengan istilah sesama anak dari garis ayah.
25
Abu Muhammad Abdul Wahid bin Ali Al-Marakusyi, Ibid. h. 175-176.
53