Konsep Ekonomi Pembangunan. Tesis Ichsan Muhammad Yusuf Abbas Komplit
dalam ilmu ekonomi harus ditafsirkan sebegai alat untuk mencapai tujuan bukan menjadi tujuan dalam disiplin ilmu ekonomi, sepantasnya mesin matematika
ekonomi adalah intelektual yang berharga hanya sejauh dalam memberi kontribusi untuk pemahaman yang lebih baik dari yang sebenarnya, secara empiris
memberikan manfaat dalam proses, sebab-akibat, dan sistem ekonomi. Oleh karena itu kajian tersebut kurang bisa mengatasi permasalahan ekonomi dengan
asumsi-asumsi yang tidak dapat dijadikan sandaran dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi karena kurang mampu menjawab fenomena-fenomena
sosial. Dalam kisah Hayy bin Yaqzan Etika merupakan pokok pembahasan
penting bagi pemeren utama cerita tersebut dalam menjalankan kehidupan di pulau jauh dari masyarakat lainnya. Dalam kisah tersebut Hayy dengan seksama
memenuhi kebutuhan dasar dalam hidupnya yang kemudian dikenal dengan kebutuhan ekonomi oleh seorang manusia. Peran emosional pada diri Hayy juga
sangat berperan penting dalam kehidupannya, bagaimana memerankan menjadi binatang melalui dengan meniru suara, tingkah laku sampai ke tahap bagaimana
mengatasi serangan dari berbagai binatang, memberikan kasih sayang kepada binatang yang memang beperilaku lembut dengannya, sehingga Hayy memahami
makna sedihnya kematian yang terjadi ketika Rusa sebagai ibu angkatnya mati. Kondisi tersebut membuat Hayy lebih sadar sehingga lebih mengarahkannya
antara baik dan buruk. Adapun mengenai nilai etika, Hayy pertama sekali melakukan percobaan
untuk menutup dirinya dengan pakaian, memenuhi kebutuhan pakaian merupakan bagian dari refleksi akhlak manusia. Selain untuk menjaga bagian tubuh, menutup
dirinya dengan pakaian merupakan naluri seorang manusia dalam menutup aurat dan menjalankan hidupnya dengan lebih baik. Sampai ketika Hayy mampu
memahami tentang benda-benda alam sekitar dari apa yang tampak sampai kepada apa yang tidak tampak dalam kehidupannya, Hayy berperan penting dalam
mengarahkan dirinya dalam membentuk perilaku yang harus dia jalani. Seperti yang diketahui pada bab sebelumnya, bahwa Hayy setelah
menjalani kehidupan yang bersentuhan dengan benda-benda materialistik
93
berlanjut kepada alam metafisika sampai menemukan makrifat dimana ada Zat yang wajib ada dibalik seluruh benda-benda yang ada di alam ini, dalam
kontemplasinya mengenai Sang Pencipta Hayy menemukan untuk bisa terhubung dengan Zat tersebut dia harus melakukan olah jiwa, disini Hayy berobservasi
bagaimana seorang manusia sebagai seorang makhluk agar lebih dekat dengan Sang Pencipta. Pertapaan pun mulai dilakukan oleh Hayy, tidak melakukan hal-
hal yang kesehariannya biasa dilakukan, seperti mengkonsumsi, berproduksi dan istirahat. Dari hasil perenungan tersebut Hayy berkesimpulan bahwa sosok dirinya
walaupun sangat mirip dengan Zat Sang Pencipta akan tetapi memiliki kekurangan, sedangkan Sang Pencipta Maha Sempurna, disini Hayy
berkesimpulan bahwa dalam hidup ada hal-hal yang memang harus dipenuhi oleh tubuhnya agar tidak binasa dan tetap terjaga. Kesimpulan tersebut diartikan
dengan kebutuhan, adapun dalam memenuhi kebutuhan juga tidak dengan berlebihan, karena menurut observasi Hayy saat manusia berlebihan dalam
memenuhi kebutuhan dia tidak bisa terhubung dengan Sang Pencipta karena naluri binatangnya nafsu menutupi sisi ruhaniah. Belajar bagaimana menjadi
seorang yang dapat mengatur segala sesuatu dalam pulau tempat ia hidup merupakan bagian dari aplikasi makna Khilafah yang menjadi sifat bawaan
dengan segala prosesnya bagi sosok Hayy. Untuk mencapai derajat spiritual yang lebih baik, Hayy harus merubah pola hidupnya dalam berkonsumsi. Pada saat ini
Hayy mulai memberlakukan peraturan-peraturan dalam kehidupannya untuk tidak bertindak secara berlebihan dalam mengeksploitasi alam sekitar, tindakan ini
bertujuan agar dirinya dapat mencontoh Sang Pencipta. Seperti dalam pemenuhan kebutuhan, sebelumnya Hayy tidak memeberikan batasan tertentu dalam
konsumsi dan produksi, sedangkan pada tahap kesadaran selanjutnya Hayy mulai memberlakukan batasan-batasan dalam berkonsumsi dengan takaran tertentu
untuk melakukan produksi dan juga pada masa waktu yang menurutnya sangat efisien.
Oleh karena itu dalam kisah Hayy bin Yaqzan dapat ditemukan bahwa keterikatan antara Etika dan Ekonomi sangat jelas. Moralitas dalam berekonomi
sangat penting ditumbuhkembangkan, karena amoralitas adalah sumber
94
kekacauan dan konflik ekonomi yang dapat merugikan masyarakat. Dimana ciri moralitas itu antara lain ditentukan oleh perilaku konsumsi seseorang, ketika
terjadi over konsumsi atau yang dikenal dengan istilah Israf, maka perilaku serakah tersebut akan menciptakan ketidakseimbangan ekonomi. Disini Ibnu
Tufail menjelaskan konsep Equilibrium yang sebenarnya harus terjadi dalam sebuah komunitas masyarakat, ketika Etika sangat berperan dalam mengatur
batasan-batasan seseorang justru dapat menekan perilaku Israf dan serakah dan menghindari terjadinya permasalahan dalam sosial ekonomi masyarakat sehingga
pengendalian tersebut memberi dampak positif terhadap masyarakatbangsa secara keseluruhan. Secara bertahap pemikiran Ibnu Tufail dalam
mendeskripsikan proses seorang manusia dalam menerapkan rasionalitas-self- interest-egoisme dalam kehidupannya merupakan tahap awal dalam
perkembangan pengetahuannya, selanjutnya rasionalitas menyatu dengan spiritual sehingga lahir etika-etika dalam kehidupan yang mengarah kepada keseimbangan
umum General Equilibrium. Berbeda dengan konsep General Equilibrium yang diterapkan dalam
ekonomi modern, aplikasinya hanya sebatas dalam ruang lingkup pasar. Secara spesifik justru mengarah kepada bertemunya pada satu titik yang sama antara
komoditas barang dan harga secara simultan. Kegagalan Ilmu Ekonomi Barat dalam mempersempit ruang lingkup distribusi hanya sebatas pada instansi pasar
merupakan sulitnya mencapai kesejahteraan secara merata. Mereka telah membangun suatu bangunan yang canggih di atas landasan sempit yang rapuh.
Salah satu persoalan ekonomi Kapitalis yang cukup berat adalah, kecenderungan sistem pasar yang melanda untuk mentoleransi kemiskinan yang tidak perlu,
karena pasar tidak melahirkan mekanisme distribusi yang ditujukan untuk kebutuhan orang miskin.
Sedangkan distribusi menurut Ibnu Tufail harus ada pihak-pihak yang menjaga batasan dalam konsumsi guna terciptanya kemerataan konsumsi secara
keseluruhan, karena perilaku konsumsi manusia apabila ingin diikuti sesuai dengan keinginan masing-masing individu akan terjadi kekacauan Chaos ibarat
dunia binatang dimana yang kuat akan menindas yang lemah.
95