Dasar Hukum Pengadaan Tanah

3. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Dasar hukum yang digunakan sebagai sarana pengadaan tanah dan pengurusansertipikasi tanah instansi pemerintah meliputi: a. Pasal 6 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya; c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan- Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah; d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; e. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan; f. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma Dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah KotaKota. g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; h. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembanguan Untuk Kepentingan Umum; i. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional; j. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembanguan Untuk Kepentingan Umum; Universitas Sumatera Utara k. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

D. Asas-asas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan dengan cara pencabutan, pembebasan hak-hak atas tanah masyarakat haruslah diatur dalam suatu undang- undang, yang mencerminkan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya hak-hak keperdataan dan hak-hak ekonominya yang substansinya didasarkan atas asas-asas hukum, yang antara lain sebagai berikut: 1. Asas KesepakatanKonsensus. Asas kesepakatan dimaksudkan bahwa seluruh kegiatan pengadaan tanah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah. 60 Kesepakatan dilakukan atas dasar persesuaian kehendak kedua belah pihak tanpa adanya unsur paksaan, kekhilapan, dan penipuan. 61 2. Asas Kemanfaatan 60 Ibid.,hal. 282. 61 Achmad Rubaie, Op,cit., hal. 30. Universitas Sumatera Utara Upaya dalam pengadaan tanah diharapkan mendatangkan manfaat positif bagi pihak yang memerlukan tanah, masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat luas. Manfaat dari hasil kegiatan pembangunan tersebut harus dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. 62 3. Asas Kepastian hukum Pelaksanaan pengadaan tanah harus memenuhi asas kepastian hukum, yaitu dilakukan dengan cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dimana semua pihak dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajibannya masing-masing. 63 4. Asas Keadilan Dengan asas keadilan ini dimaksudkan bahwa kepada masyarakat yang terkena pembebasan tanah atau pengadaan tanah diberikan ganti rugi yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya, minimal setara dengan keadaan semula, dengan memperhitungkan kerugian terhadap faktor fisik maupun non fisik. 64 Disisi lain keadilan juga harus meliputi pihak yang membutuhkan tanah agar dapat memperoleh tanah sesuai dengan rencana peruntukannya dan memperoleh perlindungan hukum. 65 5. Asas Musyawarah Istilah musyawarah adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab. Dalam masyarakat adat, istilah ini mengandung suatu pengertian yang isinya primer 62 Maria S.W. Sumardjono, Op,cit., hal. 282. 63 Achmad Rubaie, Op.cit., hal. 32. 64 Maria S.W. Sumardjono, Op,cit., hal. 282. 65 Syafuddin Kalo, Op.cit., hal. 156. Universitas Sumatera Utara sebagai suatu tindakan seseorang bersama orang-orang lain untuk menyusun suatu pendapat bersama yang bulat atas suatu permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakatnya. Dari itu musyawarah selalu menyangkut masalah hidup masyarakat yang bersangkutan. 66 Musyawarah yang telah melahirkan mufakat antara para pihak sebagai hasil penyelesaian perbedaan-perbedaan kepentingan pribadi seorang terhadap orang lain atas dasar perundingan antara yang bersangkutan. Pada dasarnya perundingan itu diarahkan pada titik-titik yang berbeda antara kehendak atau pendirian masing-masing pihak. Dengan demikian dalam tawar menawar, masing-masing para pihak harus bisa menerima dan memberi untuk sampai pada suatu persetujuan sebagai hasil kesepakatan bersama. 67 6. Asas Keterbukaan Asas keterbukaan ini dimaksudkan bahwa dalam proses pengadaan tanah, rencana pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum harus dikomunikasikan kepada masyarakat pemilik tanah mengenai tujuan, peruntukan tanah, dan besarnya ganti rugi, serta tata cara pembayaran ganti rugi dan keseluruhan proses administrasi atas pelepasan tanah tersebut. 68 7. Asas Keikutsertaan Peran serta seluruh pihak yang terkait secara aktif dalam setiap tahap 66 Moh. Koesnoe, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Surabaya, Airlangga University Press, 1979, hal. 45. 67 Syafuddin Kalo, Op.cit., hal. 152. 68 Achmad Rubaie, Op.cit., hal. 34. Universitas Sumatera Utara pengadaan tanah mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, diperlukan agar menimbulkan rasa ikut memiliki dan hal ini dapat meminimalkan penolakan masyarakat terhadap kegiatan yang bersangkutan. 69 8. Asas Kesetaraan Asas kesetaraan ini dimaksudkan untuk menempatkan posisi pihak yang memerlukan tanah dan pihak yang tanahnya akan dilepaskan harus diletakkan sejajar dalam seluruh proses pengambilalihan tanah. 70 9. Asas Minimalisasi Dampak dan Kelangsungan Kesejahteraan Ekonomi Dalam asas ini dimaksudkan dampak negatif pengadaan tanah sedapat mungkin diminimalkan, disertai dengan upaya untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat yang terkena dampak sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat tidak mengalami kemunduran. 71

E. Tata Cara Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah dipandang sebagai langkah awal dari pelaksanaan pembangunan yang merata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau masyarakat itu sendiri baik yang akan digunakan untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta. Pengadaan tanah untuk pembangunan hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada pemegang hak atau tanah itu sendiri. 69 Maria S.W. Sumardjono, Op,cit., hal.283. 70 Achmad Rubaie, Op.cit., hal. 35. 71 Maria S.W. Sumardjono, Op,cit., hal.284. Universitas Sumatera Utara Untuk memperoleh tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah terlebih dahulu menyusun proposal rencana pembangunan paling lambat 1 satu tahun sebelumnya yang berisi uraian: 72 a. Maksud dan tujuan pembangunan, b. Letak dan lokasi pembangunan, c. Luasan tanah yang diperlukan, d. Sumber pendanaan, e. Analisis kelayakan lingkungan perencanaan pembangunan, termasuk dampak pembangunan berikut upaya pencegahan dan pengendaliannya. Selanjutnya Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 menyatakan bahwa: Berdasarkan proposal rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota.. Setelah menerima permohonan penetapan lokasi sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 diatas, BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan dari aspek: a. Tata ruang, b. Penatagunaan tanah, c. Sosial ekonomi, d. Lingkungan, e. Penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah. Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa: ”Pelaksanaan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, didasarkan atas rekomendasi instansi terkait dan Kantor Pertanahan KabupatenKota ”. Berdasarkan 72 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 2. Universitas Sumatera Utara rekomendasi tersebut, BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan keputusan penetapan lokasi. Keputusan penetapan lokasi ini kemudian disampaikan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah yang tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota dan instansi terkait. Keputusan ini berlaku juga sebagai izin perolehan tanah bagi instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Keputusan penetapan lokasi yang berlaku juga sebagai izin perolehan tanah sebagaimana tersebut di atas diberikan untuk jangka waktu 1 satu tahun untuk luas tanah sampai dengan 25 ha, 2 dua tahun untuk luas tanah sampai dengan 50 ha, dan 3 tiga tahun untuk luas tanah lebih dari 50 ha. Menurut ketentuan Pasal 6 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa: Apabila dalam jangka waktu penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 perolehan tanah belum selesai, namun telah memperoleh paling sedikit 75 tujuh puluh lima persen dari rencana pembangunan, BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta hanya dapat menerbitkan 1 satu kali perpanjangan penetapan lokasi untuk jangka waktu paling lama 1 satu tahun. Keputusan penetapan lokasi tersebut wajib dipublikasikan 14 empat belas hari setelah diterimanya keputusan tersebut kepada masyarakat dengan cara langsung dan tidak langsung dengan menggunakan media cetak, media elektronik, atau media lainnya. Adanya keputusan penetapan lokasi tersebut, maka selanjutnya dilakukan pembentukan Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota dengan keputusan Bupati Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta. Keanggotaan Panitia Pengadaan Universitas Sumatera Utara Tanah KabupatenKota paling banyak 9 sembilan orang yang terdiri dari: a. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap anggota. b. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap anggota. c. Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota, dan d. Kepala DinasKantorBadan di KabupatenKota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota. 73 Adapun tugas Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota menurut ketentuan Pasal 14 ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 yaitu antara lain: a. Memberi penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat; b. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; c. Mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; d. Mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c; e. Menerima hasil penilaian harga tanah, danatau bangunan, danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggung jawab menilai bangunan danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; f. Mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk danatau besarnya ganti rugi; g. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; h. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik; i. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak; j. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan KabupatenKota k. Menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan. 73 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 15 ayat 2. Universitas Sumatera Utara Tugas dari panita pengadaan tanah tersebut sedikit berbeda dalam Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2 yaitu: Panitia Pengadaan tanah KabupatenKota yang sebagimana dimaksud pada ayat 1, bertugas: a. Melakukan Penyuluhan dan konsultasi kepada masyarakat yang tanahnya akan diperlukan untuk rencana pengadaan tanah; b. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; c. Mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah; d. Mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi sebagimana dimaksud pada huruf b dan huruf c; e. Memfasilitasi musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dengan pihak yang terkena pengadaan tanah mengenai rencana lokasi, bentuk ganti rugi, penilaian ganti rugi; f. Menerima hasil penilaian tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari lembaga penilai; g. Membuat surat penetapan ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman atas dasar penilaian lembaga penilai independen; h. Membuat berita acara pembayaran ganti rugi tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah dan pelepasan hak atas tanah; i. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan kantor pertanahan kabupatenkota; j. Membantu pemerintah daerah dalam rangka pengendalian dan pemantauan pelaksanaan pengadaan tanah. Soedhargo Soimin menyatakan bahwa: “Panitia ini bukan merupakan panitia yang sifatnya tetap, ia hanya merupakan panitia yang bersifat khusus artinya kalau pembebasan tanah itu sudah selesai, panitia itu hanya untuk pembebasan tanah tertentu saja ”. 74 74 Soedhargo Soimin, Status Hak Dan Pembabasan Tanah, Jakarta, Sinar Grafika, 1994, hal. 34. Universitas Sumatera Utara Langkah selanjutnya dari panitia pengadaan tanah adalah melakukan penyuluhan yang dilakukan secara bersama-sama dengan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk menjelaskan manfaat, maksud dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh kesediaan dari pemilik tanah. Berdasarkan hasil dari penyuluhan yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah, maka terdapat 2 dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu: a. Diterima oleh masyarakat, dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan tanah; b. Tidak diterima oleh masyarakat, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melakukan penyuluhan kembali. 75 Sedangkan terhadap hasil penyuluhan ulang, maka terdapat 2 dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu: a. Tetap tidak diterima oleh 75 tujuh puluh lima persen dari para pemilik tanah, sedangkan lokasinya dapat dipindahkan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan alternatif lokasi lain; b. Tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedangkan lokasinya tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksud dalam Pasal 39, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota mengusulkan kepada BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya. 76 Apabila rencana pembangunan dapat diterima oleh masyarakat, maka selanjutnya panitia pengadaan tanah akan melakukan identifikasi dan inventarisasi tanah yang meliputi : a. Kegiatan penunjukan batas, 75 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 19 ayat 3. 76 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 19 ayat 4. Universitas Sumatera Utara b. Pengukuran bidang tanah danatau bangunan, c. Pemetaan bidang tanah danatau bangunan dan keliling batas bidang tanah, d. Penetapan batas-batas bidang tanah danatau bangunan, e. Pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah, f. Pendataan status tanah danatau bangunan, g. Pendataan penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan dan atau tanaman, h. Pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan danatau tanaman, dan i. Lainnya yang dianggap perlu. 77 Tugas panitia pengadaan tanah selanjutnya adalah melakukan identifikasi dan inventarisasi berkenaan dengan pengukuran bidang tanah danatau bangunan dan pemetaan bidang tanah danatau bangunan dan keliling batas bidang tanah, dituangkan dalam bentuk peta bidang tanah. Hasil dari pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi terkait dengan penetapan batas-batas bidang tanah danatau bangunan, pendataan status tanahatau bangunan, pendataan penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan, pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan, dituangkan dalam bentuk daftar yang memua antara lain: a. Nama pemegang hak atas tanah; b. Status tanah dan dokumennya; c. Luas tanah; d. Pemilikan danatau penguasaan tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda lain yang berkaitan dengan tanah; e. Penggunaan dan pemanfaatan tanah; f. Pembebanan hak atas tanah; g. Keterangan lainnya. 78 Peta bidang tanah dan daftar sebagaimana tersebut di atas selanjutnya akan diumumkan selama 7 tujuh hari di Kantor DesaKelurahan, Kantor Pertanahan 77 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 20 ayat 2. 78 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 23 ayat 2. Universitas Sumatera Utara KabupatenKota melalui website selama 7 tujuh hari, danatau melalui mass media dalam 2 dua kali penerbitan guna memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Apabila terdapat keberatan dari pemilik tanah, maka panitia pengadaan tanah KabupatenKota meneliti dan menilai keberatan tersebut, yaitu meliputi: a. Keberatannya dapat dipertanggungjawabkan, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melakukan perubahan atau koreksi sebagaimana mestinya. b. Keberatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melanjutkan proses pengadaan tanah. 79 Langkah selanjutnya adalah penunjukan Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah. Penilaian harga tanah dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah. Jika di KabupatenKota belum ada Lembaga Penilai Harga Tanah, penilaian dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah yang keanggotaannya terdiri dari: a. Unsur instansi yang membidangi bangunan danatau tanaman; b. Unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi pertanahan nasional; c. Unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan; d. Ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah; e. Akademisi yang mampu menilai harga tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. 80 Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah sebagaimana tersebut di atas menurut Pasal 26 ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, apabila diperlukan dapat ditambah unsur Lembaga Swadaya Masyarakat. Tim Penilai Harga Tanah ini dibentuk oleh BupatiWalikotaGubernur DKI. 79 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 23 ayat 4. 80 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 26 ayat 2. Universitas Sumatera Utara Penilaian harga tanah yang dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah didasarkan kepada NJOP atau nilai nyata dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman kepada hal-hal berikut: a. Lokasi dan letak tanah; b. Status tanah; c. Peruntukan tanah; d. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada; e. Sarana dan prasana yang tersedia;

f. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah.

81 Maria S.W. Sumardjono berpendapat, ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan, karena faktor-faktor ini dapat mempengaruhi dari nilai harga tanah, yaitu: a. Lokasiletak tanah, strategis atau kurang strategis. b. Status penguasaan tanah. Pemegang yang sah atau penggarap. c. Status hak atas tanah. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dll. d. Kelengkapan sarana, prasarana. e. Keadaan penggunaan tanahnya, terpelihara atau tidak. f. Kerugian sebagai akibat dipecahnya hak atas tanah seseorang. g. Biaya pindah tempatpekerjaan. h. Kerugian terhadap turunnya penghasilan pemegang hak. 82 Berdasarkan hasil penilaian harga bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain dilakukan oleh instansi terkait, maka selanjutnya hasil penilaian tersebut kemudian diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk digunakan sebagai dasar musyawarah. Proses selanjutnya dilakukan musyawarah, panitia pengadaan tanah KabupatenKota mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik tanah untuk bermusyawarah mengenai rencana pembangunan untuk 81 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 28 ayat 2. 82 Maria S.W. Sumardjono, Op.cit., hal. 81. Universitas Sumatera Utara kepentingan umum tersebut, dan bentuk danatau besarnya ganti rugi. Dalam proses musyawarah yang dilakukan dipimpin oleh ketua panitia pengadaan tanah KabupatenKota dan jika ketua berhalangan, maka musyawarah dipimpin oleh wakil ketua. Kesepakatan di dalam musyawarah dianggap telah tercapai apabila 75 luas tanah telah diperoleh atau 75 pemilik telah meyetujui bentuk dan besarnya ganti rugi. Jika musyawarah tidak mencapai 75, maka dapat terjadi 2 dua kemungkinan, yaitu: 1 Dalam hal musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut jumlahnya kurang dari 75 tujuh puluh lima persen, maka panitia pengadaan tanah KabupatenKota mengusulkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk memindahkan ke lokasi lain. 2 Dalam hal lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksud dalam Pasal 39, maka panitia pengadaan tanah KabupatenKota melanjutkan kegiatan pengadaan tanah. 83 Apabila sebanyak 25 dari pemilik tanah belum sepakat mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atau 25 luas tanah belum diperoleh, maka panitia pengadaan tanah akan melakukan musyawarah kembali dalam jangka waktu 120 hari kalender. Jika jangka waktu selama 120 hari telah terlampaui, maka bagi yang telah sepakat mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi akan diserahkan dengan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita Acara Penawaran Penyerahan Ganti Rugi. Sedangkan bagi masyarakat yang menolak pemberian ganti rugi, maka berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, ditetapkan: 83 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 35. Universitas Sumatera Utara Jika pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tetap menolak, maka berdasarkan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota memerintahkan agar instansi pemerintah yang memerlukan tanah menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah bagi pelaksanaan pembangunan. Terhadap pemilik tanah yang merasa berkeberatan terhadap keputusan penetapan bentuk danatau besarnya ganti rugi yang diterbitkan oleh Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota, maka pemilik tanah dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasannya kepada BupatiWalikota atau Gubernur atau Mendagri dalam waktu paling lama 14 empat belas hari. Putusan penyelesaian atas keberatan tersebut diberikan dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari. BupatiWalikota atau Gubernur atau Mendagri memberikan putusan dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari yang mengukuhkan atau mengubah bentuk danatau besarnya ganti rugi. Sebelum memberikan putusan, BupatiWalikota atau Gubernur atau Mendagri dapat meminta pertimbangan atau pendapat dari: a. Pemilik yang mengajukan keberatan atau kuasanya, b. Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota, c. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Sedangkan terhadap pemilik tanah yang tetap merasa berkeberatan dan lokasi pembangunan tersebut tidak dapat dipindahkan, maka BupatiWalikota atau Gubernur atau Mendagri dapat mengajukan usul pencabutan hak atas tanah tersebut. Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, yang secara tegas menyatakan: Universitas Sumatera Utara Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh BupatiWalikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemilik dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka BupatiWalikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya. Pembayaran ganti rugi yang dilakukan Panitia Pengadaan Tanah diberikan langsung kepada pemegang hak atas tanah. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 43 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, yang menyatakan: a. Pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, b. Nazhir bagi tanah wakaf. Selain pemberian ganti rugi dalam bentuk uang, pemberian ganti rugi juga dapat dilakukan dalam bentuk: a. Tanah danatau bangunan pengganti atau pemukiman kembali, sesuai yang dikehendaki pemilik dan disepakati instansi pemerintah yang memerlukan tanah; b. Tanah danatau bangunan danatau fasilitas lainnya dengan nilai paling kurang sama dengan harta benda wakaf yang dilepaskan, bagi harta benda wakaf; c. Recognisi berupa pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat, untuk tanah ulayat; atau d. Sesuai keputusan pejabat yang berwenang, untuk tanah Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 84 Pada saat pemberian ganti rugi dalam bentuk uang diterima oleh yang berhak, maka yang berhak diminta untuk membuat surat pernyataan pelepasan atau penyerahan hak, diikuti dengan pembuatan berita acara pembayaran ganti rugi dan pelepasan hak atas tanah atau penyerahan tanah oleh Panitia Pengadaan Tanah. 84 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 45. Universitas Sumatera Utara Sedangkan dalam hal ganti rugi dalam bentuk selain uang, maka apabila yang berhak atas ganti rugi telah menandatangani kesepakatan, seterusnya dilanjutkan dengan penandatanganan surat pernyataan pelepasanpenyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah danatau bangunan danatau tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal tanah wakaf yang diperlukan untuk pembangunan dimaksud, maka pelepasan atau penyerahan untuk kepentingan instansi yang memerlukan tanah baru dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari pejabat atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada saat pembuatan surat pernyataan pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah, yang berhak atas ganti rugi wajib menyerahkan dokumen asli kepada Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota berupa : a. Sertifikat hak atas tanah danatau dokumen asli pemilikan dan penguasaan tanah; b. Akta-akta perbuatan hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan; c. Akta-akta lainnya yang berhubungan dengan tanah yang bersangkutan; d. Surat pernyataan yang diketahui oleh Kepala DesaLurah setempat atau setingkat dengan itu yang menyatakan bahwa tanah tersebut pada huruf a benar kepunyaan yang bersangkutan. 85 Terhadap dokumen-dokumen bukti pemilikan tanah yang diperoleh dari pengadaan tanah tersebut, maka selanjutnya instansi pemerintah yang memerlukan tanah akan mengajukan permohonan hak atas tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. 85 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 51 ayat 1. Universitas Sumatera Utara

F. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pelebaran Jalan di Kabupaten Padang Lawas

1. Gambaran Letak Jalan Yang Dilakukan Pelebaran