Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

dibahas adalah: a. Bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah yang berasal dari hak ulayat nagari Ketaping untuk pembangunan Bandar Udara International Minangkabau? b. Apakah ada hambatanmasalah yang timbul dalam pelepasan hak ulayat nagari ketaping untuk pembangunan Bandar Udara International Minangkabau? c. Upaya apakah yang dilakukan oleh pemerintah Daerah untuk mengatasi hambatanmasalah dalam pengadaan tanah yang berasal dari hak ulayat untuk kepentingan umum? Jika diperhadapan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Seiring dengan perkembangan masyarakat, hukumpun mengalami perkembangan. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 11 Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 6. Universitas Sumatera Utara penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri ’’. 12 Teori adalah merupakan suatu pinsip yang di bangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah. Menurut W.L Neuman, yang pendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F Susanto, menyebutkan: “teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja ”. 13 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 14 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekamto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori ”. 15 12 W. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 2. 13 HR. Otje Salman S. dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung, Refika Aditama, 2005, hal. 22. 14 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal. 80. 15 Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 6. Universitas Sumatera Utara Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi sacara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 16 Kerangka teori yang digunakan adalah teori keadilan pemikiran Roscoe Pound yang menganut teori Sociological Jurisprudence yang menitikberatkan pendekatan hukum ke masyarakat. Menurut Sociological Jurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup the living law di masyarakat. 17 Teori Roscoe Pound dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya berjudul Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, dimana hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat a tool of social engineering. Kepentingan pembangunan, dimana pembangunan merupakan proses perubahan terencana dan berjangka dari suatu kondisi menuju kondisi yang lebih baik dalam rangka untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Dengan demikian setiap kegiatan untuk kepentingan umum yang membutuhkan tanah-tanah rakyat seharusnya memerlukan cakupan visi, misi, dan bidang kerja yang kedepannya jelas- jelas terukur. Konsep kepentingan umum harus dilaksanakan sejalan dengan terwujudnya Negara, dimana hukum merupakan sarana utama untuk mewujudkan kepentingan umum. Hukum tidak mempunyai pilihan lain kecuali disamping menjamin 16 Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002, hal, 34-35. 17 Roscoe Pound dalam Dayat Limbong, Penataan Lahan Usaha PK-5 Ketertiban vc Kelangsungan Hidup, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 15-16. Universitas Sumatera Utara kepentingan umum juga melindungi kepentingan perorangan agar keadilan dapat terlaksana. Hal ini berarti bahwa hukum sendiri tidak dapat dipisahkan dari norma keadilan, karena hukum adalah pengejawantahan dari prinsip-prinsip keadilan. 18 Menurut Pluto, kepentingan negara selalu melebihi kepentingan pribadi, sehingga apapun yang menjadi milik pribadi termasuk pula milik negara. Negara harus mempunyai kekuasaan atas warganya. Kekuasaan itu diperlukan untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral. Bagi Pluto, individu memiliki kecenderungan yang keras untuk bertindak atas dasar kepentingannya sendiri tetapi negara harus mencegahnya. 19 Untuk melaksanakan kepentingan pembangunan kepentingan umum, negara mempunyai hubungan hukum dengan tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia atas nama bangsa melalui peraturan perundang-undangan, yaitu UUPA dan peraturan pelaksanaannya. Hubungan hukum tersebut dinamakan hak menguasai negara. Hak ini tidak memberi kewenangan secara fisik dan menggunakannya seperti hak atas tanah, karena sifatnya semata-mata sebagai kewenangan publik sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA. 20 Kepentingan Bangsa dan Negara, setidaknya memberikan penjelasan dari UUPA, tercantum pada penjelasan umum butir ke-2 menyebutkan bahwa negarapemerintah bukanlah subyek yang dapat mempunyai hak milik, demikian pula tidak dapat sebagai subyek jual-beli dengan pihak lain untuk kepentingannya sendiri. 18 Tholahah Hasan, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim, Yogyakarta, STPN, 1999, hal. 37. 19 Arif Budiman, Teori Negara Kekuasaan dan Ideologi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 6. 20 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 23. Universitas Sumatera Utara Dalam arti bahwa negara tidak dapat berkedudukan sebagaimana individu. Menurut Muhammad Yamin, bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan dalam tingkatan- tingkatan tertinggi diberi kekuasaan sebagai badan penguasa untuk menguasai bumi, air dan ruang angkasa, dalam arti bukan memiliki. 21 Ada 3 tiga prinsip yang dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan benar- benar untuk kepentingan umum, yaitu: 22 a. Kegiatan pembangunan tersebut benar-benar dimiliki oleh pemerintah, b. Kegiatan pembangunan tersebut dilakukan oleh pemerintah, c. Kegiatan pembangunan tersebut tidak mencari keuntungan non profit. Kegiatan pembangunan nasional khususnya pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum memerlukan bidang tanah yang cukup. Usaha-usaha pengembangan perkotaan baik berupa perluasan, pembukaan tempat pemukiman baru di pinggir kota, senantiasa membutuhkan tanah, hanya saja kebutuhan tersebut tidak dengan mudah dapat dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan akan pembangunan fisik tersebut, masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah diharapkan dapat berperan serta dengan cara merelakan tanah yang dimilikinya untuk diserahkan kepada pihak yang membutuhkan, tentunya dengan mengikuti ketentuan yang ada, sebab pada asasnya hak atas tanah itu mempunyai fungsi sosial, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 6 UUPA. 21 Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal. 5. 22 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 75-76. Universitas Sumatera Utara Walaupun hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum berfungsi sosial, hak atas tanah tersebut sesuai dengan hukum tanah nasional dilindungi dari gangguan pihak mana pun dan hak atas tanah tersebut tidak boleh dirampas dengan sewenang-wenang serta dengan secara melawan hukum termasuk oleh penguasa. Oleh karenanya dalam rangka mengisi dan melaksanakan pembangunan untuk sarana kepentingan umum perlu adanya pengadaan tanah yang merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk meningkatkanmenunjang pembangunan melalui musyawarah dan mufakat dengan pemilikpemegang hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Musyawarah yang dilakukan terkait dengan pemberian ganti rugi secara wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sama dengan pembayaran ganti rugi terhadap hak-hak lainnya atas tanah, bangunan dan tanaman dengan tata cara yang diatur dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Menurut Boedi Harsono, pengadaan tanah bagi pelaksanaan kepentingan umum harus dilakukan melalui musyawarah sesuai maksud Pasal 1 angka 10 Perpres No. 36 Tahun 2005, yaitu proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kerelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh kesepakatan menguraikan bentuk dan besarnya ganti kerugian. 23 Sementara Marmin M. Roosadijo berpendapat bahwa pembebasan tanah atau mengambil tanah yang diperlukan oleh pemerintah dengan cara pembebasan banyak 23 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta, Jambatan, 1995, hal. 191. Universitas Sumatera Utara dipergunakan karena cara ini dianggap lebih cepat terlaksana, juga dianggap tidak menimbulkan keresahan, sebab cara pembebasan tanah ini didasarkan adanya keharusan tercapai kata sepakat. 24 Adanya kata sepakat atau musyawarah dalam pembebasan tanah dimaksudkan untuk dapat memberikan rasa kesejahteraan bagi pemilik dan yang memerlukan tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman, pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum semula yang terdapat di antara pemegang hakpenguasaan atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi atas dasar musyawarah dengan pihak yang bersangkutan. 25 Dalam kegiatan pengadaan tanah tersangkut kepentingan dua pihak, yaitu instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan masyarakat yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan dimaksud. Oleh karena itu pengadaan tanah dimaksud haruslah dilakukan melalui proses yang menjamin tidak adanya pemaksaan kehendak dari satu pihak terhadap pihak yang lain, pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan tersebut harus dilakukan dengan mengindahkan asas keadilan. 26 Dengan adanya asas keadilan dimaksudkan bahwa kepada masyarakat yang terkena dampak diberikan ganti kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya, minimal setara dengan keadaan semula, dengan memperhitungkan 24 Marmin M. Roosadijo, Tinjauan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, Jakarta, Chalia Indonesia, 1997, hal. 38. 25 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 10. 26 Maria S.W. Soemardjono, Op.cit., hal. 282. Universitas Sumatera Utara kerugian terhadap faktor fisik maupun non fisik. 27 Kerugian yang bersifat non fisik misalnya, hilangnya bidang usaha atau sumber penghasilan, hilangnya pekerjaan, dan lain-lain. Ganti rugi merupakan suatu imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk benda-benda yang berada diatasnya, terhadap tanah yang telah dilepas atau diserahkan dan dengan adanya ganti rugi ini menyebabkan pemegang hak atas tanah akan kehilangan hak atas tanah dan bangunan yang berada diatasnya. Maria S.W. Sumardjono mengatakan, ganti rugi dapat disebut adil apabila keadaan setelah pengambilalihan tanah paling tidak kondisi sosial ekonominya setara dengan keadaan sebelumnya, disamping itu ada jaminan terhadap kelangsungan hidup mereka yang tergusur. 28 Disisi lain prinsip keadilan juga harus meliputi pihak yang membutuhkan tanah agar dapat memperoleh tanah sesuai dengan rencana peruntukkannya dan memperoleh perlindungan hukum. 29 Dengan ditempatkannya asas keadilan di dalam peraturan pengadaan tanah, hal tersebut mencerminkan keadilan distributif sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles. Keadilan distributif ialah menyangkut soal pembagian barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya dalam masyarakat. Ia menghendaki agar orang-orang yang mempunyai 27 Ibid. 28 Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Edisi Revisi, Jakarta, Kompas, 2006, hal. 89. 29 Syafruddin Kalo, Op.cit., hal. 156. Universitas Sumatera Utara kedudukan sama memperoleh perlakuan yang sama pula dihadapan hukum. 30 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan prinsip keadilan, yaitu dengan penghormatan terhadap hak- hak atas tanah yang diusahakan dengan cara seimbang dan dilakukan dengan cara musyawarah. Perlakuan yang seimbang antara pemilik tanah dan yang membutuhkan tanah adalah merupakan pemenuhan rasa keadilan bagi masing-masing pihak. Dalam hal ini maka, Pemerintah harus bertindak secara adil dan dilaksanakan dengan etika moral yang tinggi.

2. Konsepsi