BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan responden tentang penanganan TB paru dalam keluarga sebelum diberikan penyuluhan dengan metode
ceramah umumnya memiliki pengetahuan yang kurang baik 60, sama halnya dengan pengetahuan responden sebelum penyuluhan dengan metode ceramah, film,
leaflet umumnya responden berpengetahuan kurang baik 53,3. Sikap responden sebelum pemberian penyuluhan dengan menggunakan ceramah mayoritas masih
bersikap kurang baik 53,3. Kelompok yang memperoleh penyuluhan ceramah film, leaflet umumnya juga bersikap kurang baik 63,3.
Hal ini menunjukkan sebelum dilakukan penyuluhan kedua kelompok responden mempunyai karakteristik pengetahuan dan sikap tentang penanganan TB
paru yang hampir sama. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Arikunto 2005 yang mengemukakan bahwa salah satu persyaratan penelitian eksperimen adalah
mengusahakan kedua kelompok responden dalam kondisi yang sama sehingga paparan tentang hasil akhir dapat betul-betul merupakan hasil ada dan tidaknya
perlakuan. Sesudah pemberian penyuluhan baik dengan metode ceramah maupun dengan
metode ceramah, film, leaflet pengetahuan responden terhadap penanganan TB paru umumnya menjadi baik, begitu juga dengan sikap responden yang mana sesudah
Universitas Sumatera Utara
diberikan penyuluhan dengan metode ceramah dan ceramah, film, leaflet terjadi perubahan menjadi bersikap baik.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi ceramah yaitu dari 16,53 sebelum
intervensi menjadi 23,57 sesudah Intervensi. Hasil uji pair-t test diperoleh nilai p=0,013, artinya secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi ceramah. Pada kelompok intervensi ceramah, film, leaflet juga terjadi peningkatan rata-rata sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi yaitu dari 15,67 menjadi 24.8 dengan nilai p=0,000, artinya terdapat perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi ceramah,
film, leaflet. Jika pengetahuan dan sikap setelah intervensi dari kedua metode tersebut
dibandingkan, maka dapat terlihat bahwa rata-rata pengetahuan keluarga tentang penanganan TB paru setelah intervensi dengan metode ceramah adalah 23,57,
sedangkan rata-rata pengetahuan keluarga tentang penanganan TB paru setelah intervensi dengan metode ceramah, film, leaflet adalah 24,80. Hasil uji T test
independent diperoleh nilai p=0,013, artinya secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan antara kedua metode setelah dilakukan intervensi ceramah
dan ceramah, film, leaflet. Sama halnya terjadi pada variabel sikap yang diperoleh bahwa bahwa rata-rata sikap keluarga tentang penanganan TB paru setelah intervensi
dengan metode ceramah adalah 59,23, sedangkan rata-rata sikap keluarga tentang penanganan TB paru setelah intervensi dengan metode ceramah, film, leaflet adalah
Universitas Sumatera Utara
62,80. Hasil uji T test independent diperoleh nilai p=0,000, artinya secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan sikap antara kedua metode setelah
dilakukan intervensi ceramah dan ceramah, film, leaflet. Dari penjelasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan dan sikap keluarga tentang penanganan TB paru sebelum dan sesudah mendapatkan penyuluhan dengan metode ceramah maupun ceramah,
film, leaflet. Keadaan ini menggambarkan bahwa penyuluhan kesehatan merupakan suatu kegiatan yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku responden meliputi
perubahan pengetahuan dan sikap. Dengan diberikannya penyuluhan maka responden mendapat pembelajaran yang menghasilkan suatu perubahan dari yang semula belum
diketahui menjadi diketahui, yang dahulu belum dimengerti sekarang dimengerti. Hal ini sesuai dengan tujuan akhir dari penyuluhan agar masyarakat dapat mengetahui,
menyikapi dan melaksanakan perilaku hidup sehat. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa pengetahuan, sikap maupun tindakan atau kombinasi dari ketiga komponen
tersebut Depkes RI, 2002. Metode ceramah merupakan cara yang paling umum digunakan untuk
penyuluhan kesehatan berkelompok yang jumlah sasarannya lebih dari 15 orang untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, di mana kunci
keberhasilannya adalah apabila penceramah menguasai materi dan penggunaan alat bantu atau media penyuluhan yang sesuai baik itu media cetak dan elektronik. Pada
penelitian ini ceramah dilakukan dengan dua metode yaitu tanpa menggunakan media film, leaflet serta metode ceramah dengan menggunakan media leaflet dan film.
Universitas Sumatera Utara
Jika dibandingkan antara kedua metode tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dengan menggunakan media film dan
leaflet mempunyai arti yang lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap responden tentang penanganan TB paru. Leaflet merupakan salah satu alat
komunikasi yang lebih menonjolkan penglihatan atau visual untuk lebih mudah diingat dan dimengerti segala lapisan masyarakat Depkes, 2001. Visual ini lebih
mudah diingat, lebih komunikatif, lebih dapat mencapai sasaran Depkes, 2002. Media ini biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata
warna sehingga mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Film adalah media audio visual yang sifatnya dapat didengar dan dilihat. Media ini
memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat
dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya relatif besar .
Sebagai media penyuluhan film merupakan audio visual yang seringkali lebih efektif untuk
mempengaruhi pengetahuan dan sikap bahkan keterampilan dibandingkan metode pertunjukan lainnya Mardikanto, 1992. Orang lebih menyukai film sebab film
menyuguhkan gerak, warna dan suara WHO, 1992. Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa teori dan hasil penelitian yang
berkaitan dengan metode pendidikan kesehatan. Menurut Notoatmodjo 2003 bahwa pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu upaya menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok, individu agar memperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
terhadap perilaku. Hasil penelitian yang dilakukan Sriyono 2001 bahwa pendidikan kesehatan melalui diskusi menggunakan audio visual efektif untuk meningkatkan,
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan kader posyandu dalam menemukan tersangka tuberculosis paru. Penelitian lain yang dilakukan Pandiangan 2005 juga
menerangkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dengan metode ceramah, audio visual, serta perpaduan ceramah dan audio visual dapat meningkatkan pengetahuan
dan sikap remaja SLTP di Tapanuli Utara secara signifikan. Pendidikan kesehatan melalui metode ceramah pada hakekatnya bukanlah
suatu kegiatan yang sederhana atau sekedar penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat, tetapi yang sangat penting yaitu melalui proses pembelajaran diharapkan
terjadinya perubahan perilaku dalam keluarga tentang penanganan TB paru, sehingga dalam kehidupan sehari-hari dapat menerapkan perilaku yang diharapkan sekaligus
menjadi agen-agen perubahan di masyarakat sehingga pada akhirnya dapat mencegah terjangkitnya TB paru dan meningkatkan temuan kasus TB di masyarakat.
5.2. Efektivitas Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap.