Optimal Power Flow Jaringan Sumatera Bagian Utara 150 kV

(1)

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Ekstensi (PPSE) Pada Departemen Teknik Elektro

Oleh:

RIBET MICHAEL SIMORANGKIR NIM : 1 0 0 4 2 2 0 61

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimal Power Flow Jaringan Sumatera Bagian Utara 150 kV dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh derajat kesarjanaan S1, Program Studi Teknik Elektro Ekstensi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini, baik berupa bimbingan, arahan, saran, dorongan semangat maupun fasilitas. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Surya Tarmzi Kasim, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Yulianta Siregar, S.T., M.T. selaku dosen yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama pembuatan tugas akhir ini.

3. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, M.T. dan Ibu Syska Yana, S.T. M.T selaku dosen penguji yang juga telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

4. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Oppung, Bapak, Mama, Abang, Adek dan keluarga terkasih yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan doa kepada penulis.


(4)

6. Teman-teman mahasiswa Teknik Elektro Ekstensi USU angkatan 2010 s/d 2013 yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis, yang membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang turut membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati oleh penulis. Penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan bagi pembaca.

Medan, April 2015


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR SIMBOL ... x

Abstrak ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Struktur Sistem Tenaga Listrik ... 4

2.2. Model Unit Pembangkit ... 5

2.3. Saluran Transmisi ... 6

2.3.1. Resistansi ... 7

2.3.2. Induktansi ... 7

2.3.3. Kapasitansi ... 8

2.3.4. Konduktansi ... 9

2.4. Representasi Saluran ... 9

2.4.1. Saluran Transmisi Pendek ... 9

2.4.2. Saluran Transmisi Jarak Menengah ... 10


(6)

2.5. Beban ... 11

2.6. Study Aliran Daya ... 12

2.6.1. Tipe Bus Pada Study Aliran daya ... 12

2.6.2. Pemodelan Untuk Study Aliran Daya ... 14

2.6.2. Metode Newton-Raphson ... 15

2.7. Economic Dispatch ... 17

2.8. Optimal Power Flow ... 18

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Sumber Data ... 20

3.2. Bahan Penelitian ... 20

3.2.1. Power System Analisys Toolbox (PSAT) ... 20

3.2.2. Perhitungan Aliran Daya ... 22

3.2.3. Perhitungan Optimal Power Flow ... 22

3.3. Data Awal Penelitian ... 23

3.3.1. Data Bus ... 24

3.3.2. Data Generator ... 26

3.3.3. Data Branch ... 27

3.3.4. OPF Data ... 29

3.4. Prosedur Penelitian ... 31

3.5. Diagram Alir Penelitian... 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Pembagian Area dan Zona ... 33

4.1.1. Area NAD ... 33

4.1.2. Area Sumut ... 34

4.1.3. Area Inalum ... 35

4.2. Data Beban Dan Pembangkit ... 36


(7)

4.3.1.1. Pembangkitan ... 37

4.3.1.2. Tegangan ... 41

4.3.1.3. Pembebanan Saluran ... 45

4.3.2. Simulasi Optimal Power Flow ... 47

4.3.2.1. Pembangkitan ... 49

4.3.2.2. Tegangan ... 53

4.3.2.3. Pembebanan Saluran ... 58

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. Kesimpulan ... 61

5.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 PSAT vs MATLAB Toolbox Lainnya ... 21

Tabel 3.2 Tipe, Area, Zona Bus Sistem Kelistrikan 150kV Sumbagut ... 24

Tabel 3.3 Batasan Tegangan Sistem yang Diijinkan ... 26

Tabel 3.4 Spesifikasi Penghantar Sistem Transmisi 150kV Sumbagut ... 27

Tabel 3.5 Penghantar-penghantar Sistem Transmisi 150kV Sumbagut ... 28

Tabel 3.6 Biaya Pembangkitan Pada Sistem Kelistrikan Sumbagut ... 30

Tabel 4.1 Pembangkitan dan Pembebanan pada pukul 19.30 WIB ... 36

Tabel 4.2 Biaya Pembangkitan Kondisi Rill Pengoperasian PLN ... 37

Tabel 4.3 Tegangan Bus Simulasi Power Flow Data PLN ... 41

Tabel 4.4 Pembebanan Saluran Kondisi Rill Pengoperasian PLN... 45

Tabel 4.5 Besar dan Jumlah Biaya Pembangkitan OPF ... 48

Tabel 4.6 Profil Tegangan pada Kondisi OPF dan PLN ... 54


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pembagian Sistem Tenaga Listrik Secara Umum ... 4

Gambar 2.2 Aspek yang diperhatikan dalam operasi STL ... 5

Gambar 2.3 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Pendek ... 9

Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Jarak Menengah ... 10

Gambar 2.5 Sistem Transmisi Tiga Bus ... 14

Gambar 3.1 Skema Kerja PSAT ... 21

Gambar 3.2 Jendela Utama PSAT ... 22

Gambar 3.3 Wilayah Layanan PT. PLN (Persero) P3BS UPB Sumbagut ... 23

Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian ... 32

Gambar 4.1 Persebaran Gardu Induk Area NAD ... 33

Gambar 4.2 Persebaran Gardu Induk Area Sumut UPT Medan ... 34

Gambar 4.3 Persebaran Gardu Induk Area Sumut UPT P. Siantar ... 35

Gambar 4.4 Pembangkit Daya di Area NAD ... 38

Gambar 4.5 Pembangkit Daya di Area Sumut UPT Medan ... 39

Gambar 4.6 Pembangkit Daya di Area Sumut UPT P. Siantar ... 40

Gambar 4.7 Profil Tegangan Bus di Area NAD ... 43

Gambar 4.8 Profil Tegangan Bus di Area Sumut UPT Medan ... 43

Gambar 4.9 Profil Tegangan Bus di Area Sumut UPT P. Siantar ... 44

Gambar 4.10 Aliran daya tertinggi pada masing-masing saluran ... 47

Gambar 4.11 Pembangkit Daya di Area NAD (OPF vs PLN) ... 50

Gambar 4.12 Pembangkit Daya di Area Sumut UPT Medan (OPF vs PLN) .. 51

Gambar 4.13 Pembangkit Daya di Area Sumut UPT PSTAR (OPF vs PLN) . 52 Gambar 4.14 Perbandingan Nilai tegangan PLN vs OPF Area NAD ... 55

Gambar 4.15 Perbandingan Nilai tegangan PLN vs OPF UPT Medan ... 56

Gambar 4.16 Perbandingan Nilai tegangan PLN vs OPF UPT P. Siantar ... 57


(10)

DAFTAR SINGKATAN

E

ED : Economic Dispatch

G

GI : Gardu Induk

H

HSD : High Speed Diesel

M

MFO : Marine Fuel Oil

O

OPF : Optimal Power Flow

P

PDIPM : Primal Dual Interior Point Method

P3BS : Pusat Pengaturan dan Penyaluran Beban Sumatera PLN : Perusahaan Listrik Negara

S

Sumbagut : Sumatera Bagian Utara

Sumbagselteng : Sumatera Bagian Selatan dan Tengah

U

UPB : Unit Pelayanan Bisnis


(11)

DAFTAR SIMBOL

: sudut tegangan bus : sudut impedansi saluran

 : komponen imaginer bilangan kompleks  : komponen real bilangan kompleks

: fungsi biaya pembangkitan generator i : arus pada bus i

: komponen matrix Jacobian : daya aktif beban pada bus i

: daya aktif pembangkitan generator i : daya aktif pada bus i

: rugi-rugi daya aktif saluran : daya reaktif pada bus i : daya semu pada bus i : tegangan pada bus i : tegangan hasil iterasi ke-k


(12)

ABSTRAK

Pada sistem interkoneksi tenaga listrik perlu dilakukan operasi pengaturan pembangkitan daya pada unit-unit generator dan penyaluran daya menuju titik-titik beban. Pengoperasian unit-unit pembangkit tersebut diusahakan agar bekerja dengan biaya operasi yang murah tanpa mengabaikan aspek keamanan dan kualitas pada sistem tersebut. Untuk mendapatkan biaya Pembangkitan yang murah, dapat diperoleh dengan melakukan economic dispatch pada unit-unit pembangkit tersebut. Aspek keamanan dan kualitas sistem ketenaga listrikan dipenuhi dengan menggunakan metode Optimal Power Flow. Aspek keamanan tersebut meliputi kekangan besar daya yang dapat dibangkitkan masing-masing pembangkit, kapasitas pembebanan pada saluran, sedangkan aspek kualitas meliputi batasan tegangan pada tiap-tiap bus. Metode Optimal Power Flow pada penelitian ini diaplikasikan pada sistem kelistrikan PT. PLN (Persero) Sumatera Bagian Utara 150 kV. Studi OPF dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan Power Sistem Analisis Toolbox (PSAT) yang menggunakan primal dual interior point method (PDIPM). Hasil pengoptimalan aliran daya yang dilakukan pada sistem kelistrikan PT. PLN (Persero) Sumatera Bagian Utara adalah turunnya biaya pembangkitan sistem sebesar Rp. 342.152.567,37 per jam atau 15,42% dari biaya pembangkitan pada pola pengoperasian PT. PLN Sumbagut, dan pola pengoperasian yang tidak keluar dari batasan-batasan yang diizinkan.

Kata kunci : optimal power flow, economic dispatch, Power Sistem Analisis Toolbox, PDIPM


(13)

ABSTRAK

Pada sistem interkoneksi tenaga listrik perlu dilakukan operasi pengaturan pembangkitan daya pada unit-unit generator dan penyaluran daya menuju titik-titik beban. Pengoperasian unit-unit pembangkit tersebut diusahakan agar bekerja dengan biaya operasi yang murah tanpa mengabaikan aspek keamanan dan kualitas pada sistem tersebut. Untuk mendapatkan biaya Pembangkitan yang murah, dapat diperoleh dengan melakukan economic dispatch pada unit-unit pembangkit tersebut. Aspek keamanan dan kualitas sistem ketenaga listrikan dipenuhi dengan menggunakan metode Optimal Power Flow. Aspek keamanan tersebut meliputi kekangan besar daya yang dapat dibangkitkan masing-masing pembangkit, kapasitas pembebanan pada saluran, sedangkan aspek kualitas meliputi batasan tegangan pada tiap-tiap bus. Metode Optimal Power Flow pada penelitian ini diaplikasikan pada sistem kelistrikan PT. PLN (Persero) Sumatera Bagian Utara 150 kV. Studi OPF dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan Power Sistem Analisis Toolbox (PSAT) yang menggunakan primal dual interior point method (PDIPM). Hasil pengoptimalan aliran daya yang dilakukan pada sistem kelistrikan PT. PLN (Persero) Sumatera Bagian Utara adalah turunnya biaya pembangkitan sistem sebesar Rp. 342.152.567,37 per jam atau 15,42% dari biaya pembangkitan pada pola pengoperasian PT. PLN Sumbagut, dan pola pengoperasian yang tidak keluar dari batasan-batasan yang diizinkan.

Kata kunci : optimal power flow, economic dispatch, Power Sistem Analisis Toolbox, PDIPM


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Energi listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital di masa modern sekarang ini. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari manusia jaman sekarang sangat bergantung terhadap pasokan energi listrik. Kebutuhan akan energi listik ini dari waktu ke waktu semakin bertambah sesuai dengan perkembangan pralatan teknologi yang umumnya membutuhkan asupan energi listrik. Seiring dengan pertambahan daya listrik dari waktu ke waktu ini, mengakibatkan suplai pembangkit akan semakin bertambah besar [1-3].

Untuk membangkitkan energi listik, ada batasan yang tetap harus diperhatikan. Batasan tersebut antara lain batasan pada kapasitas pembangkit, batasan pengiriman daya (transmisi daya), dan biaya pembangkitan energi listrik tersebut. Batasan-batasan tersebut mengharuskan untuk merancang suatu system kelistrikan yang efektif dan efisien guna memenuhi ketersediaan energi listrik.

Sehubungan dengan keharusan untuk merancangan system yang efektif dan efisien tersebut, maka dilakukan metode pendekatan yaitu Optimal Power Flow (OPF). Optimal Power Flow (OPF) merupakan perhitungan untuk meminimalkan suatu fungsi yaitu biaya pembangkitan suatu pembangkit tenaga listrik atau rugi-rugi pada pada saluran transmisi dengan mengatur pembangkitan daya aktif dan reaktif setiap pembangkit yang terinterkoneksi dengan memperhatikan batas-batas tertentu. Batas yang umum dinyatakan dalam perhitungan analisis aliran daya optimal adalah berupa batas minimum dan maksimum untuk pembangkitan daya aktif pada pembangkit.

OPF digunakan untuk mengoptimasi aliran daya dari sistem tenaga berskala besar. Cara ini dilakukan dengan memperkecil fungsi-fungsi objektif yang dipilih sambil mempertahankan daya guna sistem yang dapat diterima dari batas kemampuan daya pada generator.


(15)

pembangkit termurah selalu menjadi pilihan pertama. Jika beban naik, generator yang lebih mahal yang kemudian akan dimasukkan. Jadi biaya pembangkitan sangat penting dalam penyelesaian.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : OPTIMAL POWER FLOW JARINGAN SUMATERA BAGIAN UTARA 150kV”. Dalam penyelesaian permasalahan OPF ini, penulis menggunakan Power Sistem Analysis Toolbox (PSAT) untuk melakukan simulasi tersebut. Power Sistem Analysis Toolbox (PSAT) merupakan salah satu Toolbox dari MATLAB dasar dan Simulink yang penggunaan nya adalah untuk analisis dan kontrol sistem daya listrik [4].

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah pada skripsi ini adalah:

1. Melakukan simulasi aliran daya (power flow) dengan PSAT untuk sistem kelistrikan PLN di Sumatera Bagian Utara berdasarkan data yang tersedia sehingga didapatkan data parameter sesuai dengan kondisi jaringan sebenarnya.

2. Apakah dengan melakukan simulasi Optimal Power Flow pada jaringan Sumatera Bagian Utara dengan menggunakan PSAT dapat menunjukkan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan data yang didapat dari PLN?.

1.3. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan penelitian pada bagian yang dianggap paling penting, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Kondisi sistem diasumsikan dalam kondisi tunak.

2. Data pembebanan untuk sistem dibatasi pada kondisi waktu tertentu yaitu beban puncak.

3. Tidak membahas mengenai gangguan-gangguan dan sistem proteksi yang terdapat pada sistem.

4. Tidak membahas suplai bahan bakar, unit-commitment, serta variabel lain yang berkaitan pada pola operasi jangka panjang.


(16)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apakah operasi sistem tenaga listrik yang dilakukan oleh PLN di sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara sudah optimal atau belum. 2. Mendapatkan pola operasi yang optimal dari simulasi optimal power flow. 3. Mengetahui dampak implementasi pada pola operasi menggunakan

optimal power flow pada sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penambahan referensi yang berkaitan dengan Optimal Power Flow di Departement Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak PLN di Sumatera Bagian Utara.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Sistem Tenaga Listrik

Sistem ketenagalistrikan merupakan sekumpulan pusat pembagit dan pusat beban dimana antara satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi (interkoneksi). Oleh karena itu sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari tiga komponen utama yaitu pusat pembangkit, transmisi, dan distribusi beban [3].

Pusat

Pembangkit Transmisi

Distribusi Beban

Gambar 2.1 Pembagian sistem tenaga listrik secara umum

Transmisi listrik menghubungkan pusat pembangkit dengan sistem distribusi. Pusat pembangkit dalam sistem tenaga listik terdiri dari beberapa unit pembangkit yang kerap kali tersebar luas pada pelayanan interkoneksi tersebut. Unit pembangkit ini terdiri dari berbagai macam pembangkit sesuai dengan masukan energi primer pembangkit tersebut. Energi primer yang digunakan antara lain batubara, panas bumi, nuklir, air, gas, minyak, matahari, dan sebagainya. Masing-masing jenis energi primer ini memiliki harga yang bervariasi, untuk itu perlu dilakukan pengoperasian pembangkit-pembangkit sehingga dapat bekerja terus-menerus dalam memenuhi kebutuhan beban.

Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik sangat perlu diperhatikan tiga aspek penting sebagai berikut:

1. Ekonomi (Economy) 2. Keamanan (Security) 3. Kualitas (Quality)

Operasi ekonomis yang dimaksud tidak sekadar memaksimalkan pengoperasian pembangkit-pembangkit yang biaya operasinya murah namun juga harus menjaganya agar tidak melewati batasan keamanan dan kualitas sistem. Sistem bekerja aman apabila sistem dapat bertahan terhadap gangguan tak terduga tanpa


(18)

menyebabkan terjadinya pemadaman pada sisi konsumen. Sistem disebut memiliki kualitas yang baik apabila sistem tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan dengan tegangan dan frekuensi yang sesuai standar.

Kualitas

Ekonomi

Keamanan

Gambar 2.2 Aspek yang diperhatikan dalam operasi sistem tenaga listrik

Pada pelaksanaan pengendalian operasi sistem tenaga listrik ini, urutan prioritas dari ketiga aspek yang harus diperhatikan seperti yang telah di jelaskan diatas bisa berubah-ubah tergantung pada kondisi real time. Pada saat terjadi gangguan, maka keamanan adalah prioritas utama sedangkan mutu dan ekonomi bukanlah hal yang utama. Demikian juga pada saat keamanan dan mutu sudah bagus, maka selanjutnya ekonomi harus diprioritaskan.

Efisiensi pada proses produksi tenaga listik ini dapat diukur dari tingkat biaya yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik tersebut. Dalam pencapaian proses produksi yang efisien ini digunakan metode aliran daya newton raphson dan economic dispatch dalam pendekatan fungsi biaya yang optimal tersebut.

2.2. Model Unit Pembangkit

Jenis generator yang umum digunakan dalam pembangkitan sistem tenaga adalah generator sinkron. Selain daya aktif P (MW), generator sinkron juga memproduksi daya reaktif Q (MVar). Kedua jenis daya yang dibangkitkan tersebut memiliki batasan operasi sesuai desain generatornya. Selain itu, unit-unit pembangkit juga memiliki cost function yang menyatakan besar biaya yang


(19)

Dalam OPF, pusat pembangkit merupakan penyumbang terbesar dalam memenuhi aspek keekonomisan operasi sistem tenaga, karena biaya bahan bakar pada pembangkit-pembangkit tersebut merupakan komponen terbesar dalam biaya penyediaan tenaga listrik.

Ada dua karakteristik pembangkit yang digunakan sebagai dasar perhitungan OPF, yakni [5] :

- Heat-rate (H) = Btu per hour heat input to the unit

h Mbtu

- Fuel Cost (F) = $ per hour input to the unit for fuel

 

h $

Besar nilai fuel cost F tersebut bergantung pada besar daya yang dibangkitkannya. Semakin besar daya yang dibangkitkan, maka nilai F ini juga semakin besar. Biasanya kedua bagian tersebut memiliki hubungan yang tidak linear.

Setiap pembangkit memiliki bentuk kurva F terhadap Poutput yang

berbeda-beda dan disinilah masalah tentang koordinasi pembangkit berasal. Berhubung karena setiap pembangkit memiliki karakteristik yang berbeda, maka perlu dilakukan analisis pembangkit mana yang murah dan mana yang mahal sehingga operasi sistem tenaga yang ekonomis dapat tercapai. Peminimalan biaya pembangkitan dengan memilih pembangkit murah untuk beroperasi belum akan cukup bila tidak melihat keadaan saluran dan beban. Pengoperasian pembangkit juga harus melihat dampaknya terhadap keadaan saluran dan beban yakni batasan saluran transmisi dan letak beban tersebut. Semakin jauh beban dari pusat pembangkit maka rugi-rugi saluran transmisi dan drop tegangan akan semakin besar.

2.3. Saluran Transmisi

Saluran transmisi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat pembangkit ke pusat-pusat-pusat-pusat beban (gardu induk). Secara umum, kapasitas saluran transmisi diketahui melalui level tegangan saluran tersebut. Namun dalam pengoperasiannya, karakteristik saluran transmisi tersebut harus diketahui secara rinci agar susut tegangan, rugi-rugi daya, dan kapasitas saluran (kemampuan hantar arus) itu tidak melanggar batasan-batasan pengoperasian. Faktor-faktor


(20)

tersebut dipengaruhi oleh parameter saluran transmisi yaitu resistansi, induktansi, kapasitansi dan konduktansi. Keempat parameter ini tergantung pada jenis konduktor yang digunakan dan konfigurasi saluran transmisi itu sendiri [6].

2.3.1. Resistansi

Resistansi (R) adalah penyebab utama dari terjadinya rugi-rugi daya (power loss) pada saluran transmisi. Rugi-rugi daya yang dihasilkan yaitu berupa panas. Resistansi suatu penghantar dirumuskan dengan [6] :

2

I P

R  ... (2.1) dimana R (Ω/m) merupakan resistansi efektif pada penghantar, ΔP (Watt) merupakan rugi daya pada saluran dan I (Ampere) merupakan arus rms.

Resistansi efektif suatu penghantar dipengaruhi oleh jenis arus yang mengalir pada penghantar dan konstruksi dari penghantar tersebut. Nilai resistansi efektif suatu jenis penghantar akan berbeda jika penghantar digunakan pada sistem dengan arus AC dan jika digunakan pada sistem dengan arus DC, yakni terkait dengan distribusi arus pada penghantar. Jika arus diasumsikan terdistribusi merata pada penghantar maka resistansi tersebut disebut sebagai resistansi DC. Jika arus diasumsikan tidak terdistribusi merata, maka resistansi tersebut disebut sebagai resistansi AC. Resistansi dc diberikan oleh rumus di bawah ini

A l

R0  (Ω) ... (2.2) dimana, ρ = resistivitas penghantar (ohm-meter

l = panjang konduktor (m)

A = luas penampang konduktor (m2)

2.3.2. Induktansi

Induktansi pada saluran transmisi merupakan akibat dari adanya medan magnet yang muncul di sekitar penghantar yang dialiri arus. Persamaan yang penting untuk induktansi per fasa dari saluran tiga-fasa rangkaian tunggal adalah sebagai berikut [6]:


(21)

Ds Deq

L2107ln (H/m per fasa) ... (2.3) dimana, Deq = rata-rata geometris dari ketiga jarak pada saluran tidak simetris

Ds = GMR penghantar

Nilai Deq didapatkan dengan perhitungan yang mengacu pada susunan

penghantar pada saluran. Nilai GMR suatu jenis penghantar spesifik untuk tiap jenisnya. Jika tiap fase hanya terdiri dari suatu penghantar, maka nilai GMR yang terdapat pada katalog penghantar dapat langsung digunakan. Tetapi jika penghantar untuk tiap fase adalah penghantar berkas, maka harus digunakan nilai GMR pengganti sesuai dengan konfigurasi penghantar berkas tersebut.

2.3.3. Kapasitansi

Kapasitansi pada saluran transmisi diakibatkan oleh perbedaan potensial antar penghantar pada saluran transmisi. Semakin tinggi level tegangan suatu saluran transmisi, maka kapasitansi saluran tersebut semakin diperhitungkan. Demikian juga dengan jarak saluran transmisi, semakin jauh saluran, maka nilai kapasitansi semakin diperhitungkan [6].

Kapasitansi antara dua penghantar pada saluran dua kawat didefenisikan sebagai muatan pada penghantar itu per unit beda potensial diantara keduanya. Dalam bentuk persamaan, kapasitansi per satuan panjang saluran adalah

v q

C(F/m) ... (2.4) dimana q adalah muatan pada saluran dalam coloumb per meter dan v adalah beda potensial antara kedua penghantar dalam volt. Kapasitansi ke netral di rumuskan sebagai berikut:

) / ln(

2 r D

k C

C

Cnanbn   (F/m ke netral) ... (2.5) dimana, Cn = kapasitansi ke netral (F/m)

k = permitivitas relatif (F/m) r = jari-jari luar penghantar (m) D = Kerapatan fluks listrik (C/m2)


(22)

2.3.4 Konduktansi

Konduktansi (B) antar penghantar serta penghantar dengan tanah menyebabkan arus bocor (leakage current) pada isolator saluran overhead dan yang melalui isolasi kabel. Namun dalam kondisi riilnya, kebocoran pada isolator saluran overhead sangat kecil sehingga dapat diabaikan, sedangkan konduktansi antar penghantar biasanya dianggap sama dengan nol [6].

2.4. Representasi Saluran

Berdasarkan panjang saluran yang dimodelkan, rangkaian ekivalen untuk representasi saluran transmisi dibagi menjadi tiga, yaitu saluran transmisi jarak pendek yakni dengan panjang saluran kurang dari 80 km, saluran transmisi jarak menengah yakni dengan panjang saluran 80-240 km, dan saluran transmisi jarak panjang yakni dengan panjang saluran lebih dari 240 km [6].

2.4.1. Saluran Transmisi Pendek

Rangkaian ekivalen saluran transmisi pendek seperti pada Gambar 2.3 dapat di selesaikan dengan perhitungan rangkaian arus bolak-balik biasa [6].

Vs VR

+

-+

-Z = R + jωL

IS IR

load

Gambar 2.3 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Pendek

Pada rangkaian ekivalen transmisi pendek ini, admitansi shunt diabaikan. Karena tidak terdapat cabang paralel (shunt), arus pada ujung-ujung pengiriman dan penerima akan sama besarnya dan

Is = IR (Ampere) ... (2.6)

Dimana Is dan IR merupakan arus pada ujung pengirim dan ujung penerima

.Tegangan pada ujung pengiriman adalah


(23)

Dimana Z adalah zl, yaitu impedansi seri keseluruhan saluran dan Vs dan VR

merupakan tegangan saluran terhadap netral pada ujung pengiriman dan ujung penerima.

2.4.2. Saluran Transmisi Jarak Menengah

Saluran transmisi jarak menengah seperti pada Gambar 2.4 dimodelkan dengan memasukkan admitansi shuntnya. Admitansi shunt di sini merupakan kapasitansi murni [6].

Untuk mendapatkan suatu rumus untuk Vs kita lihat bahwa arus dalam

kapasitansi pada ujung penerima adalah VRY/2 dan arus dalam cabang seri adalah

IR + VRY/2.

R R

R

S I Z V

Y V

V  

  

2 ... (2.8)

R R

S V ZI

ZY

V  

  

 1

2 ... (2.9)

Vs

VR +

-+

-Z = R + jωL

IS IR

load

Y/2 Y/2

Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Jarak Menengah 2.4.3. Saluran Transmisi Jarak Jauh

Perhitungan parameter saluran transmisi menggunakan perhitungan saluran transmisi jarak panjang lebih sering digunakan karena hasil yang diperoleh lebih akurat [6].

Pada perhitungan saluran transmisi panjang, parameter R, L dan C tidak dianggap sebagai lumped parameter (tertumpuk), tetapi dianggap sebagai nilai yang nyata dengan artian bahwa nilai-nilai tersebut tersebar di sepanjang saluran (distributed parameter).


(24)

Saluran transmisi memiliki memiliki empat parameter lain yang digunakan dalam perhitungan arus dan tegangan di sisi pengirim dan penerima. Dalam saluran transmisi berlaku :

                   R R S S I V D C B A I V ... (2.10) Sedangkan perhitungan parameter-parameter tersebut di atas adalah sebagai berikut :

l D

A cosh ... (2.11) l

Z

BC sinh

... (2.12)

C

Z l

C sinh ... (2.13) Baik  maupun Zckedua-duanya merupakan bilangan kompleks. Dimana

 merupakan konstanta rambatan dan Zc merupakan impedansi karakterstik. Dari

persamaan diatas, maka dapat diperoleh penyelesaian VR , VS , IR, dan IS sebagai

suku-sukunya. R C R R R

S AV BI l V Z l I

V   cosh

 sinh

... (2.14)

R R

C R

R

S V l I

Z l DI

CV

I   sinh

cosh

... (2.15) Nilai tegangan pada persamaan di atas adalah tegangan saluran ke netral (line to neutral voltage) dan nilai arus adalah arus saluran. Dari persamaan di atas, maka dapat diketahui pengaruh parameter transmisi terhadap nilai tegangan dan arus baik dari sumber maupun penerima

2.5. Beban

Beban merupakan bagian yang dilayani oleh sistem tenaga [6]. Daya yang dibangkitkan pusat-pusat pembangkit kemudian disalurkan agar dapat sampai ke titik-titik beban. Daya yang diterima beban yakni daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). Daya tersebut diusahakan memiliki tegangan yang tidak jauh dari rating tegangan nya, agar tidak merusak peralatan-peralatan atau beban-beban tersebut.


(25)

2.6. Studi Aliran Daya

Permasalahan aliran beban atau aliran daya dimaksud untuk mendapatkan titik operasi yang stabil pada sistem ketenaga listrikan. Studi aliran daya ini secara rutin digunakan pada perencanaan, control dan pengoperasian sistem ketenaga listrikan sebagai perencanaan pengembangan kedepannya.

Studi aliran daya merupakan sebuah solusi pada sistem tenaga dengan operasi yang bersifat statis. Secara umum studi aliran daya digunakan untuk mendapatkan [7-8]:

1. Aliran daya pada saluran

2. Tegangan bus dan tegangan sistem

3. Efek perubahan pada konfigurasi sirkuit dan penambahan sirkuit baru pada sistem pembebanan.

4. Kondisi sistem pembebanan yang optimal 5. Rugi pada sistem yang optimal

6. Pengaturan tab pada trafo untuk pengoperasian yang ekonomis

7. Kemungkinan melakukan perbaikan pada sebuah sistem yang sudah ada dengan mengubah ukuran kabel dan tegangan pada sistem.

8. Efek in-phase dan kenaikan kuadratik tegangan pada sistem pembebanan. Solusi proses aliran daya memiliki dua tahap. Pertama dan merupakan satu hal penting yang bertujuan untuk mencari tegangan kompleks pada seluruh bus, untuk teknik analisis konvensional pada sirkuit yang linear tidak dapat dimanfaatkan. Ini merupakan konsekuensi pada daya kompleks. Step kedua merupakan penghitungan besaran aliran daya aktif dan reaktif, rugi tembaga dan lain-lain.

2.6.1. Tipe Bus pada Studi Aliran Daya

Bus pada sebuah sistem jaringan ketenaga listrikan umumnya terbagi menjadi tiga kategori yaitu generator bus, load bus (bus beban), dan slack bus, dan masing-masing memiliki spesifikasi seperti Besaran tegangan |V|, Sudut phasa tegangan ϕ, Daya aktif atau daya sebenarnya P, Daya reaktif Q [8-9].

Spesifikasi pada setiap bus antaran lain: 1. Generator bus (Voltage Control Bus)


(26)

Bus ini sering juga disebut sebagai PV bus. Melalui bus ini, daya aktif dari generator yang dibutuhkan beban disuplai dengan besar yang tetap (MW tertentu) dan nilai magnitudo tegangan yang juga tetap. Generator pada bus ini dikontrol tegangannya supaya bernilai tetap melalui eksitasi medan dengan menggunakan Automatic Voltage Regulator (AVR).

Dalam studi aliran daya, keluaran dari bus ini adalah besarnya MVar yang dibangkitkan oleh generator yang melekat padanya dan besar sudut tegangannya. Dalam kenyataan, biasanya kita akan menganggap P-V Bus sebagai Generator Bus karena generator memiliki kemampuan mengubah-ubah (variabel) daya reaktifnya, untuk menjaga agar besar tegangan di busnya tetap.

2. Bus Beban

Bus ini sering juga disebut sebagai PQ bus. Pada bus ini hanya terdapat beban saja (tanpa generator). Parameter yang diketahui pada bus ini adalah besar nilai daya aktif (P; MW) dan nilai daya reaktif (Q; MVar) yang merupakan besar dari beban tersebut. Dalam studi aliran daya, nilai yang dicari pada bus jenis ini adalah besar magnitudo tegangan dan sudut tegangannya.

3. Slack bus atau Swing bus

Dalam perhitungan aliran daya, slack bus dalam sebuah sistem hanya satu, dimana besar dan sudut tegangan diketahui/ditentukan. Daya aktif dan reaktifnya tidak diketahui. Bus yang dipilih sebagai slack bus harus mempunyai sumber daya aktif dan reaktif. Hal ini karena daya yang diinjeksikan ke bus ini harus bisa “berubah-ubah” agar didapat solusi dalam system tenaga listrik. Pilihan terbaik untuk slack bus memerlukan pengalaman dalam sistem yang dianalisis (biasanya ada lebih dari satu bus yang memiliki sumber daya aktif dan reaktif). Sifat dari sebuah solusi sering dipengaruhi oleh pemilihan slack bus.

Slack bus juga sering disebut sebagai Reference bus. Artinya, bus lain dibandingkan propertinya terhadap reference bus ini. Oleh sebab ini lah, salah satu tips untuk memulai perhitungan load flow, biasanya dilakukan dengan memberi nilai tegangan dan besar sudutnya dengan 1 0 p.u. , atau yang disebut sebagai flat start. Flat start ini dilakukan dengan asumsi, nilai tegangan dan sudut pada bus


(27)

Bus ini biasanya terhubung ke pusat pembangkit dengan kapasitas terbesar. Pada studi aliran daya, generator pada swing bus akan memenuhi segala kekurangan daya pada sistem. Melalui studi aliran daya, pada bus ini akan diperoleh besar nilai daya aktif (MW) dan (MVar) yang dibangkitkan oleh generator yang melekat padanya.

2.6.2. Permodelan untuk Studi Aliran Daya

Komponen-komponen dari suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri dari pusat pembangkit, dalam hal ini yang digambarkan adalah generatornya., transformator daya, saluran transmisi, kondesator sinkron arus statis, alat pengaman (pemutus daya dan relai-relai) dan beban yang terdiri dari beban dinamik dan beban statis [8].

Semua komponen sistem tenaga saling terinterkoneksi melalui bus yang berbeda-beda. Permodelan sistem untuk sistem transmisi tiga bus dapat di tunjukan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Sistem Transmisi tiga Bus

Impedansi saluran menghubungkan bus 1, 2 dan 3 dinotasikan dengan Z12,

Z23, dan Z31. Saluran admittasi dinotasikan dengan y12, y22, dan y31.

Total suspectansi kapasitif pada bus ditunjukkan dengan y10, y20, y30.

Dengan menerapkan hukum kirchoff maka didapatkan arus pada masing-masing bus sebagai berikut.

I1 = V1 y10 + (V1 - V2) y12 + (V1 - V3) y12 ... (2.16)

I2 = V2 y20 + (V2– V1) y23 + (V2 - V3) y23 ... (2.17)

I3 = V3 y30 + (V3– V1) y31 + (V3 - V2) y31 ... (2.18)


(28)

3 2 1 33 32 31 23 22 21 13 12 11 3 2 1

V

V

V

y

y

y

y

y

y

y

y

y

I

I

I

... (2.19) Dimana,

y11 = y10 + y12 + y13 ... (2.20)

y22 = y20 + y12 + y23 ... (2.21)

y33 = y30 + y13 + y23 ... (2.22)

Sehingga,

3 2 1 23 13 30 23 13 23 23 12 20 12 13 12 13 12 10 3 2 1

y

+

y

+

y

y

+

y

+

y

y

+

y

+

y

V

V

V

y

y

y

y

y

y

I

I

I

... (2.23)

2.6.3. Metode Newton-Raphson

Perhitungan aliran daya diselesaikan dengan cara iterasi. Ada beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan aliran daya yakni antara lain metode Gauss-Seidel, fast decouple, dan Newton-Raphson.

Metode Newton-Raphson sering digunakan dalam perhitungan aliran daya karena dengan metode ini, iterasi yang dilakukan relatif lebih cepat konvergen saat diaplikasikan pada program komputer [7-8].

Daya semu pada sistem tenaga listrik dirumuskan sebagai : *

i i i i

i P jQ VI

S    i = 1,2,3,....,n ... (2.24) dengan :

Si = daya semu pada bus i (VA)

Pi = daya aktif pada bus i(Watt)

Qi = daya reaktif pada bus i (Var)

Vi = tegangan pada bus i

Ii = arus pada bus i

Jika diubah menjadi bentuk kompleks konjuget, maka persamaannya menjadi :


(29)

n k k ik

i

Y

V

I

1

... (2.26) Sehingga persamaannya menjadi :

   n k k ik i i

i jQ V Y V

P

1

* ... (2.27) Kemudian dari persamaan (2.25) dan persamaan (2.26) diperoleh rumusan daya aktif dan reaktif sebagai berikut :

              k V n k ik Y i V i P 1

* ... (2.28)

             k V n k ik Y i V i Q 1

* ... (2.29) Atau dalam bentuk polar dirumuskan sebagai berikut:

i j e i V i

V   ... (2.30)

ik j e ik Y ik

Y   ... (2.31)

Sehingga persamaannya menjadi :

) cos( | | 1 i k ik n k ik k i

i VVY

P

  

 ... (2.32) ) sin( | | 1 i k ik n k ik k i

i VVY

Q

  

... (2.33) Dalam melakukan iterasi pada perhitungan aliran daya, tegangan pada bus berayun (swing bus) diabaikan. Karena besar tegangan dan sudut fasenya ditetapkan secara spesifik sebagai referensi. Pada load bus, besar daya aktif dan reaktif harus diketahui terlebih dahulu sedangkan pada bus pengatur tegangan terlebih dahulu diketahui besar magnitudo tegangan busnya dan besar daya yang tetap dikeluarkan oleh generatornya.

Persamaan di atas bersifat linear dan dapat diselesaikan dengan menggunakan matriks Jacobian. Matriks Jacobian adalah turunan parsial dari persamaan daya aktif dan reaktif di atas terhadap sudut  k

i

dan magnitudo

tegangan        k i


(30)

                       V J J J J Q P  4 3 2

1 ... (2.32)

dengan elemen matriks Jacobian sebagai berikut :

                          n n n n P P P P P J           2 2 2 2 1                           | | | | | | | | | | 2 2 2 2 2 n n n n V P V P V P V P V P J                                n n n n Q Q Q Q Q J           2 2 2 2 3                           | | | | | | | | | | 2 2 2 2 4 n n n n V Q V Q V Q V Q V Q J      Sehingga,                                                                                                          n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n V V V Q V Q V Q V Q Q Q Q Q V P V P V P V P P P P P Q Q P P                         2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 | | | | | | | | | | | | | | | |           ... (2.33)

2.7. Economic Dispatch

Tujuan economic dispatch (ED) adalah untuk meminimalkan komsumsi bahan bakar pada generator atau biaya operasional seluruh sistem dengan menentukan outpun daya pada tiap unit pembangkit dibawah batasan kondisi permintaan beban pada sistem. Dasar dari permasalahan economic dispatch adalah pada pengaturan karakteristik input dan output unit pembangkit daya [9].

Min F =

n

P

F( )=

 

n

c P b

aP2 )


(31)

Dimana : i = indeks unit yang dioptimalkan

F(Pi) = fungsi biaya input-output unit (Rp/jam)

Pi = daya yang dibangkitkan unit i

ai,bi,ci = koefisien biaya unit i pembangkit n = jumlah unit yang dioptimasi

Fungsi biaya pada persamaan diatas merupakan fungsi biaya yang bersifat polinomial. Untuk penggunaan fungsi biaya yang linear, maka koefisien yang digunakan adalah koefisien derajat satu pada fungsi diatas atau koefisien bi.

Parameter dari fungsi biaya merupakan karakteristik input-output pada unit generator yang didapat melalui:

1. Percobaan kondisi unit generator tersebut

2. Rekaman histori pengoperasian unit pembangkit 3. Design data unit generator yang disediakan pabrikan

Tujuan dari mendapatkan fungsi biaya pada unit generator adalah untuk mendapatkan titik interpolasi pembangkitan daya terhadap komsumsi bahan bakar ataupun biaya operasional unit pembangkit tersebut.

2.8. Optimal Power Flow

Secara historis upaya pertama pada pengoptimalan dalam sistem tenaga muncul di generasi dispatch. Economi dispatch klasik (ED) yaitu bagaimana mengalokasikan total permintaan di antara unit pembangkit untuk meminimalkan biaya penyediaan kebutuhan ini. Pada proses optimasi dalam sistem tenaga muncul kebutuhan untuk memasukkan kerugian transmisi di tujuan ekonomi, serta kendala pada arus listrik [5,10-11].

Primal-Dual Interior Point Method (PDIPM) memiliki fungsi obyektif untuk meminimalkan fungsi biayasebagi berikut :

Min FT =

 

 

NG

i

NG

i

i Gi i Gi i Gi

i P a P bP c

F

1 1

2

)

( ... (2.35) Selain itu, metode ini juga memiliki equality constraints , yaitu persamaan aliran daya aktif dan reaktif serta persamaan keseimbangan pembangkitan dan beban. Kondisi tersebut diformulasikan dalam persamaan berikut :


(32)

Qi(V,δ) – QGi + QDi = 0 ... (2.37)

 

     NG i ND i L Di

Gi P P

P

1 1

0 )

( ... (2.38) dengan,

Pi(V,δ) =Vi

   n j ij i j ij jY V 1 .

cos

... (2.39)

Qi(V,δ) =Vi

   n j ij i j ij jY V 1 .

sin

... (2.40) Persamaan (2.39) dan (2.40) diatas bukanlah persamaan linear namun dapat dilinearkan dengan ekspansi Taylor seperti berikut:

                       V J J J J V Q V P

22 21 12 11 ) , ( ) , ( ... (2.41) dengan       22 21 12 11 J J J J

adalah matriks Jacobian

Rugi-rugi transmisi (PL) yang diberikan pada persamaan (2.38) dapat

dihitung langsung dengan metode power flow.

Selain itu, pada metode PDIPM terdapat inequality constraints, yang terdiri dari batasan aliran daya pada masing-masing saluran, batasan daya aktif dan reaktif pada pembangkit, serta batasan magnitudo tegangan dan sudut tegangan pada masing-masing bus.

0 )

,

( VSmax

Sf

Batasan MVA saluran, from end ... (2.42) 0

) ,

( VSmax

St

Batasan MVA saluran, to end ... (2.43) max

, min

, Gi Gi

Gi P P

P   ... (2.44) max

, min

, Gi Gi

Gi Q Q

Q   ... (2.45) max

, min

, i i

i V V

V   ... (2.46) max

, min

, i i

i


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Sumber Data

Dalam melaksanakan penelitian tugas akhir ini, dibutuhkan data-data yang berguna untuk mendukung analisis penelitian. Adapun sumber data yang diperlukan diperoleh dari PT. PLN (Persero) P3BS UPB Sumatera Bagian Utara.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data single line diagram, busbar, generator, saluran, beban, logsheet operasi, dan biaya pembangkitan unit-unit pembangkit sistem tenaga listrik Sumatera Bagian Utara dari PT. PLN (Persero) P3BS UPB Sumatera Bagian Utara. Bahan tersebut kemudian diolah menggunakan software sebagai berikut :

1. Software simulasi : Matlab R2009a dan Psat 2.8.1 2. Software pengolah data : Microsoft Excel 2013

3.2.1. Power System Analysis Toolbox (PSAT)

PSAT merupakan sebuah toolbox MATLAB yang ditujukan untuk analisis statis dan dinamis serta kendali pada sistem tenaga listrik. PSAT dikembangkan oleh Federico Milano sejak 2001 dan mulai dipublikasikan pada tahun 2002 yang dapat diunduh secara gratis. Pada Tabel 3.1 dibawah ini ditunjukkan perbandingan PSAT terhadap fitur-fitur toolbox MATLAB lainnya yang juga digunakan untuk analisis berbagai macam kasus pada sistem tenaga listrik. Terlihat bahwa PSAT sejauh ini merupakan toolbox yang paling lengkap untuk menganalisis permasalahan sistem tenaga listrik. PSAT dapat digunakan untuk analisis power flow (PF), continuation power flow dan atau voltage stability (CPF-VS), optimal power flow (OPF), Small signal stability analysis (SSSA) dan time domain simulation (TDS) yang disertakan dengan beberapa fitur tampilan, misalnya graphical user interface (GUI) dan graphical network construction (CAD) [4].


(34)

Tabel 3.1 PSAT vs MATLAB toolbox lainnya

Package PF CPF OPF SSSA TDS EMT GUI CAD

EST √ √ √ √

MatEMTP √ √ √ √

Matpower √ √

PAT √ √ √ √

PSAT √ √ √ √ √ √ √

PST √ √ √ √

SPS √ √ √ √ √ √

VST √ √ √ √ √

Skema kerja PSAT dalam melakukan berbagai macam simulasi, mulai dari jenis masukan datanya sampai dengan keluaran yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(35)

Untuk memulai menggunakan PSAT, tuliskan perintah dibawah ini pada command window MATLAB:

>>psat

Setelah itu akan muncul jendela utama PSAT seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Jendela Utama PSAT

3.2.2. Perhitungan Aliran Daya

Power System Analisys Toolbox (PSAT) memiliki fitur untuk melakukan perhitungan aliran. Metode perhitungan aliran daya yang ada dalam software ini adalah Gauss-Seidel, Newton-Raphson dan fast decouple. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode Newton-Raphson.

Besaran-besaran yang dihasilkan melalui simulasi load flow ini adalah : 1. Magnitudo dan besar sudut tegangan di masing-masing bus

2. Daya aktif dan reaktif pada masing-masing bus

3. Aliran daya aktif dan reaktif pada masing-masing saluran 4. Rugi-rugi daya masing-masing dan total saluran.

3.2.3. Perhitungan Optimal Power Flow

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fitur lain yang terdapat dalam Power System Analisys Toolbox (PSAT) adalah perhitungan optimal power flow.


(36)

Simulasi ini berbeda dengan perhitungan yang dilakukan pada simulasi load flow. Simulasi ini secara otomatis menghasilkan besar pembangkitan oleh masing-masing generator sesuai fungsi biayanya dan tanpa melanggar batasan-batasan pengoperasian seperti batasan-batasan minimal dan maksimal pembangkitan, batasan tegangan bus, dan batasan pembebanan saluran. Perhitungan optimal power flow dalam simulasi ini menggunakan fitur Matlab Dual Interior Point (MIPS).

3.3. Data Awal Penelitian

Agar software dapat melakukan perhitungan dalam simulasi, perlu dilakukan pemodelan berdasarkan data yang ada dalam kondisi rill.

Gambar 3.3. Wilayah Layanan PT. PLN (Persero) P3BS UPB Sumbagut

Seperti terlihat pada Gambar 3.3, setiap bus terhubung melalui saluran transmisi sedemikian rupa di Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian, sistem dimodelkan melalui parameter-parameter yang terdapat dalam bus dan saluran tersebut.

Nilai basis yang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut : 1. Basis daya : 100 MVA

2. Basis tegangan : 150 kV 3. Basis impedansi : 225 Ω


(37)

Basis-basis tersebut digunakan untuk mengubah parameter-parameter dalam satuan per unit [pu].

3.3.1. Data Bus

1. Bus_i

Tiap-tiap busbar dalam sistem tenaga listrik yang disimulasikan dengan menggunakan PSAT. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.2, jumlah bus pada sistem tenaga yang disimulasikan pada penelitian ini adalah 47 bus dengan tegangan nominal 150kV.

2. Type

Secara umum pada penelitian ini, jenis bus dibedakan menjadi dua tipe yakni bus pembangkit (swing bus dan voltage controlled bus) serta bus beban (load bus). Pembagian tipe bus pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Tipe, Area, Zona Bus Sistem Kelistrikan 150kV Sumbagut

No Bus Nama Bus Tipe Bus Area Zone

01 Banda Aceh Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 02 Naganraya Beban 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 03 Sigli Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 04 Bireuen Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 05 Lhoksemauwe Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 06 Idie Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 07 Langsa Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 08 Tualang Cut Pembangkit 1 NAD 3 UPT Banda Aceh 09 P. Brandan Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 10 Binjai Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 11 BLWCC Pembangkit 2 SUMUT 1 UPT Medan 12 BLWTU Pembangkit 2 SUMUT 1 UPT Medan 13 Labuhan Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 14 Lamhotma Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 15 Paya Pasir Pembangkit 2 SUMUT 1 UPT Medan 16 Mabar Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 17 Paya Geli Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 18 Glugur Pembangkit 2 SUMUT 1 UPT Medan 19 Namorambe Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 20 Titi Kuning Pembangkit 2 SUMUT 1 UPT Medan 21 GIS Listrik Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 22 Berastagi Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 23 Renun Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 24 Sidikalang Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 25 Tele Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 26 Tarutung Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 27 Porsea Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 28 P. Siantar Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 29 Gunung Para Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar


(38)

Lanjutan Tabel 3.2

30 Tebing Tinggi Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 31 Perbaungan Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 32 Sei Rotan Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 33 Tanjung Morawa Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 34 Kualanamu Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 35 Medan Denai Beban 2 SUMUT 1 UPT Medan 36 KIM Pembangkit 2 SUMUT 1 UPT Medan 37 Inalum Pembangkit 3 INALUM Inalum

38 Kuala Tanjung Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 39 Kisaran Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 40 Aek Kanopan Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 41 Rantau Prapat Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 42 Gunung Tua Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 43 P. Sidempuan Beban 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 44 Sibolga Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 45 Sipan1 Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 46 Sipan2 Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar 47 Labuhan Angin Pembangkit 2 SUMUT 2 UPT P. Siantar

3. Pd

Parameter Pd adalah besar daya aktif yang dibutuhkan oleh beban (MW) pada bus yang bersangkutan.

4. Qd

Parameter Qd adalah besar daya reaktif yang dibutuhkan oleh beban (MVar).

5. Area

Pembagian area menyatakan pembagian wilayah jaringan 150kV Sumbagut, area tersebut dibagi berdasarkan letak provinsi yang dilayani yakni Area 1 Sumatera Utara (Sumut), Area 2 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan tambahan satu area khusus yakni Area 3 (Inalum).

6. Vm

Vm (voltage magnitude) adalah besarnya magnitudo tegangan pada bus dan besarnya dalam satuan [Pu]. Pada studi aliran daya, nilai Vm pada load bus hanya merupakan nilai awal yang digunakan dalam iterasi perhitungan aliran daya tersebut. Sedangkan untuk voltage controlled bus dan swing bus, nilai Vm diperoleh berdasarkan kondisi operasi dan bernilai tetap dalam suatu perhitungan aliran daya.


(39)

Pada studi aliran daya, nilai Va (voltage angle) untuk load bus dan voltage controlled bus merupakan nilai awal yang digunakan dalam iterasi perhitungan aliran daya tersebut. Sedangkan untuk swing bus, nilai Va diperoleh berdasarkan kondisi operasi dan nilainya tetap sebagai referensi bagi bus lain.

8. Base kV

Base kV merupakan basis tegangan yang digunakan oleh tiap-tiap bus. Pada simulasi ini, basis tegangan yang digunakan adalah 150kV.

9. Vmax dan Vmin

Vmax dan Vmin merupakan batasan tegangan maksimum dan minimum yang diperbolehkan pada bus dan nilainya memiliki satuan dalam per unit (Pu). Berdasarkan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Sumatera tahun 2008 dikatakan bahwa tegangan sistem harus dipertahankan seperti pada Tabel 3.3 [12].

Tabel 3.3 Batasan Tegangan Sistem yang Diizinkan

Tegangan Nominal

Kondisi Normal

Max Min

275kV +10% -10%

150kV +10% -10%

66kV +10% -10%

20kV +10% -10%

Dengan kata lain, tegangan yang diizinkan dalam operasi sistem tenaga ini adalah 0.90 – 1.10 pu. Maka, rentang tegangan yang diizinkan untuk operasi pada sistem yang diteliti adalah 135 kV sampai dengan 165 kV.

3.3.2. Data Generator

Data generator dalam simulasi memiliki parameter-parameter sebagai berikut:

1. Bus

Bus di sini merupakan bus tempat atau lokasi generator. Pada bus ini dimungkinkan terhubungnya lebih dari satu generator (composite generator).


(40)

Merupakan besarnya daya aktif dan reaktif yang dibangkitkan oleh generator. Pada penelitian ini, besar daya generator yang dibangkitkan dilakukan dengan menggunakan data logsheet operasi harian PLN.

3. Qmax, Qmin, Pmax, Pmin

Merupakan batasan daya reaktif dan daya aktif yang mampu dibangkitkan oleh masing-masing unit generator.

4. Vg

Besarnya tegangan yang dioperasikan pada generator. Sama halnya dengan point nomor 2 (dua), nilai Vg disesuaikan dengan logsheet PLN.

3.3.3. Data Branch

Data branch (data saluran) adalah data parameter masing-masing penghantar yang dimasukkan dalam PSAT. Parameter yang dimaksud antara lain adalah resistansi, reaktansi, suseptansi dan kapasitasi saluran. Masing-masing penghantar memiliki parameter dan karakteristik yang berbeda seperti yang disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Spesifikasi Penghantar Sistem Transmisi 150kV Sumbagut

Jenis Kawat R(Ω/km) X(Ω/km) Y(μsi/km) RateA (MVA)

ACSR 1x240 0.1481 0.4419 2.888 167,5 HAWK 1x240 0.1478 0.4248 3.064 167,5 XLPE 1x240 0.1478 0.4419 2.888 167,5 DUCK 1x300 0.1031 0.399 2.883 192,3 HAWK 2x240 0.0739 0.2829 4.2896 335,2 DRAKE 2x400 0.0446 0.2938 4.2893 441,7 ZEBRA 2x429 0.0422 0.2994 4.0165 467,6 ZEBRA 4x429 0.0244 0.1994 6.7477 3600 1. fbus, tbus

Masing-masing bus dalam sistem tenaga listrik dihubungkan melalui saluran. Bus asal (fbus) dan bus tujuan (tbus) disesuaikan dengan nomor bus yang telah ditetapkan sebelumnya.


(41)

Parameter resistans yang di input pada diagram model PSAT adalah dalam satuan per unit (pu). Nilai parameter tersebut didasarkan pada penghantar yang digunakan yakni seperti pada Tabel 3.4. Resistans dalam satuan pu diperoleh dengan mengalikan resistans (Ω/km) pada tabel tersebut dengan panjang sirkuit saluran, kemudian membagikannya dengan basis impedans yakni 225Ω.

3. Reaktans (x)

Sama seperti resistans, parameter reaktans yang dimasukkan dalam diagram model PSAT adalah dalam satuan pu yakni berdasarkan Tabel 3.4. 4. Suseptans (b)

Parameter suseptans yang dimasukkan pada diagram model PSAT juga dalam satuan pu. Suseptans dalam nilai pu diperoleh dengan mengalikan suseptans (μsi/km) pada Tabel 3.4 dengan panjang sirkuit saluran kemudian dikalikan dengan 10-6, selanjutnya membagikannya dengan basis admitans. Basis admitans adalah kebalikan dari basis impedans, yakni 1/225 Ω = 0.04444 siemens.

Data penghantar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Penghantar-penghantar Sistem Transmisi 150kV Sumbagut

Saluran Jarak (km)

Kapasitas Saluran

(MVA)

Tipe Saluran

Jenis Penghantar

Aek Kanopan - Kisaran 65.2 167.5 SINGLE ACSR 1 x 240 Aek Kanopan - Rantau Prapat 35.8 167.5 SINGLE ACSR 1 x 240 Banda Aceh – Sigli 90.3 167.5 DOUBLE ACSR 1 x 240 Binjai – BLWCC 35 467.6 DOUBLE ZEBRA 2 x 249 Binjai - P. Brandan 50.8 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Binjai - Paya Geli 13.9 335.2 DOUBLE HAWK 2 x 240 Bireuen - Lhoksemauwe 61.4 167.5 DOUBLE ACSR 1 x 240

Bireuen – Sigli 99.2 167.5 DOUBLE ACSR 1 x 240 BLWCC - Sei Rotan 26.4 3600 DOUBLE ZEBRA 4 x 429

BLWTU – Labuhan 3.2 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 BLWTU - Paya Pasir 6.2 441.7 DOUBLE HAWK 1 x 240 Berastagi – Renun 50.2 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Berastagi - Sidikalang 64 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Berastagi - Titi Kuning 52.3 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Medan Denai - Sei Rotan 7.8 335.2 SINGLE HAWK 2 x 240 Medan Denai – T. Morawa 11.4 335.2 SINGLE HAWK 1 x 240 Gunung Tua - P. Sidempuan 59.6 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Gunung Tua - Rantau Prapat 64.4 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Gunung Para - P. Siantar 22.5 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Gunung Para - Tebing Tinggi 26.9 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Idie – Langsa 46.3 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240


(42)

Lanjutan Tabel 3.5

Idie – Lhoksemauwe 140 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 GIS Listrik - Titi Kuning 7.9 167.5 DOUBLE XLPE 1 x 240

Glugur - Paya Geli 11.9 192.3 DOUBLE DUCK 1 x 300 KIM - Sei Rotan 20.7 335.2 DOUBLE HAWK 2 x 240 Kisaran- Kuala Tanjung 57 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Kisaran - Rantau Prapat 101 167.5 SINGLE ACSR 1 x 240 Kuala Tanjung – T. Tinggi 35.7 167.5 DOUBLE ACSR 1 x 240 Langsa - Lhoksemauwe 186 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240

Langsa - P. Brandan 78.3 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Langsa - Tualang Cut 24.1 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Labuhan Angin - Sibolga 28 335.2 DOUBLE HAWK 2 x 240 Labuhan - Lamhotma 3.2 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Mabar - Paya Pasir 5.9 167.5 DOUBLE DUCK 1 x 300 Namorambe - Paya Geli 30.4 192.3 SINGLE DUCK 1 x 300 Namorambe - Titi Kuning 12.4 192.3 SINGLE DUCK 1 x 300 P. Siantar – Porsea 72.5 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 P. Siantar - Tebing Tinggi 49.4 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 P. Sidempuan- Rantau Prapat 124 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 P. Sidempuan - Sibolga 70.8 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Paya Geli - Paya Pasir 21.3 192.3 DOUBLE DUCK 1 x 300 Paya Geli - Titi Kuning 30.4 192.3 SINGLE DUCK 1 x 300 Paya Pasir - Sei Rotan 23.7 192.3 DOUBLE DUCK 1 x 300 Perbaungan - Sei Rotan 36.5 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Perbaungan - Tebing Tinggi 53.5 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Porsea – Tarutung 61.7 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Renun – Sidikalang 24.9 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Sei Rotan - Tanjung Morawa 7.8 335.2 SINGLE HAWK 2 x 240 Sei Rotan - Tebing Tinggi 53.5 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Sei Rotan - Titi Kuning 17.2 192.3 DOUBLE DUCK 1 x 300 Sipan2 - Sipan1 3 167.5 SINGLE HAWK 2 x 240 Sibolga - Sipan1 4.1 167.5 SINGLE ACSR 1 x 240 Sibolga - Sipan2 4.1 167.5 SINGLE ACSR 1 x 240 Sibolga – Tarutung 49.5 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240 Sidikalang - Tarutung 121.9 167.5 SINGLE ACSR 1 x 240

Sidikalang – Tele 40.4 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Sigli – Naganraya 12 167.5 DOUBLE ACSR 1 x 240 T. Morawa - Kualanamu 12 167.5 DOUBLE HAWK 1 x 240

Tarutung – Tele 81.5 167.5 SINGLE HAWK 1 x 240 Kuala Tanjung - Inalum 12 335.2 DOUBLE ACSR 1 x 240

3.3.4. OPF Data

OPF Data adalah kumpulan data-data masukan PSAT yang mengidentifikasi biaya pembangkitan generator (Generator cost) di masing-masing bus. Fungsi obyektif biaya pada OPF data dioptimalkan melalui perhitungan pada simulasi PSAT.


(43)

unit generator. Terdapat dua jenis fungsi biaya yang dapat dimasukkan dalam PSAT yakni fungsi polinomial dan fungsi piecewise linear. Pada penelitian ini, fungsi biaya yang digunakan adalah sesuai data dari PT. PLN (Persero) P3BS UPB Sumbagut. Fungsi biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi linear (satu variabel) yakni berdasarkan biaya pembangkitan seperti pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Biaya Pembangkitan Pada Sistem Kelistrikan Sumbagut

Nama Pembangkit Bahan Bakar Bus P Max

P Min

Biaya Pembangkitan

(Rp/kWh)

PLTD Aggreko HSD Banda Aceh 46 20 2.702,54 PLTD Kurnia HSD Banda Aceh 20 10 2.701,54 PLTD Paya Pisang HSD Banda Aceh 0.8 0.75 2.209,86 PLTD Lueng Bata HSD Banda Aceh 67 7 2.465,48 PLTD Apung HSD Banda Aceh 10 3 2.701,54 PLTD Sari Alam HSD Banda Aceh 5.4 2 2.701,54 PLTD Arti Duta HSD Banda Aceh 7 6.5 2.178,64 PLTU Sigli A HSD Sigli 10 5 2.512,81 PLTU Sigli B HSD Sigli 10 2 2.512,81 PLTD Birun HSD Bireuen 34 8 2.538,62 PLTD Lhoksemauwe_A HSD Lhoksemauwe 15 5 2.535,17 PLTD Lhoksemauwe_B HSD Lhoksemauwe 15 5 2.535,17 PLTD Cut Trueng HSD Lhoksemauwe 3.5 1 2.720,38 PLTD Sewa Cut Trueng HSD Lhoksemauwe 9 4 2.443,84 PLTD Idie HSD Idie 6 4 2.587,91 PLTD Langsa HSD Langsa 12 4 2.470,44 PLTD Tualang Cut HSD Tualang Cut 5 2 2.929,97 PLTG Belawan LOT3 HSD BLWCC 120 60 3.072,32 PLTGU GT 1.1 HSD BLWCC 110 60 2.236,70 PLTGU GT 1.2 HSD BLWCC 130 60 2.695,41 PLTGU GT 2.1 HSD BLWCC 138 60 1.877,37 PLTGU GT 2.2, ST 1.0, 2.0 (GAS+HSD) BLWCC 400 140 1.637,37 PLTMG Sewa Belawan MFO BLWTU 30 5 3.072,32 PLTD Ake MFO BLWTU 90 30 2.055,62 PLTU Belawan U1 MFO BLWTU 65 10 2.152,55 PLTU Belawan U2 MFO BLWTU 65 10 1.849,27 PLTU Belawan U3 MFO BLWTU 60 10 1.448,12 PLTU Belawan U4 MFO BLWTU 65 10 1.501,00 PLTG GPP 7 HSD Paya Pasir 35 5 2.345,59 PLTD Paya Pasir Sewa#2 HSD Paya Pasir 13 4 2.526,00 PLTD Paya Pasir Sewa BBC HSD Paya Pasir 20 10 2.580,60 PLTD Paya Pasir Sewa BGP HSD Paya Pasir 41 15 2.580,60 GGL3 HSD Glugur 12 5 2.688,60 PLTD Titi Kuning #3 HSD Titi Kuning 2.5 2.4 2.929,97 PLTD Titi Kuning #6 HSD Titi Kuning 2.7 2.6 2.929,97 PLTP Sibayak Panas bumi Berastagi 18.8 2 407,67 PLTA Renun 1 Air Renun 41 5 5,00 PLTA Renun 2 Air Renun 41 5 5,00 PLTMH Parlilitan Air Tarutung 10.56 3.6 5,00 PLTMH Hutaraja Air Tarutung 5.28 1.8 5,00 PLTA Asahan 1 Air Porsea 90 25 403,29 PLTA Asahan 2 Air Porsea 90 25 403,29


(44)

Lanjutan Tabel 3.6

PLTMH Sei Silau Air P. Siantar 8.8 3 541,26 PLTU Evergreen Batu bara KIM 2 0.5 787,20 PLTU Growth Asia 1 dan 2 Biomass KIM 20 5 2.587,91 PLTU Growth Sumatera#1 Biomass KIM 12 5 2.587,91 PLTU Growth Sumatera#2 Biomass KIM 6 3 2.587,91 PLTA Tangga Air Inalum 324.4 10 400,63 PLTA Siguragura Air Inalum 292.8 10 400,63 PLTMH Raisan Air Sibolga 5 4 5,00 PLTA Sipan1 Air Sipan 1 33 5 5,00 PLTA Sipan2 Air Sipan 2 17 1 5,00 PLTU Lab. Angin 1 Batu bara Labuhan Angin 115 5 502,30 PLTU Lab Angin 2 Batu bara Labuhan Angin 115 5 502,30

3.4. Prosedur Penelitian

Perhitungan aliran daya (load flow) dan optimal power flow pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Power Sistem Analisis Toolbox (PSAT), sedangkan pengolahan data hasil keluaran simulasi dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Adapun urutan prosedur pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memodelkan sistem pada Psat

Hal yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengumpulkan data berupa single line diagram, data bus, data saluran (penghantar), data pembangkit dan data beban, lalu membuat model single line diagram jaringan 150kV sistem Sumbagut menggunakan Matlab simulink. Data-data yang terkumpul nantinya diinput pada model single line diagram Matlab Simulink tersebut. Data bus dan data penghantar adalah parameter yang tetap selama simulasi sedangkan data beban (Pd,Qd) dan pembangkitan(Pg,V) disesuaikan dengan data logsheet operasi PT.

PLN (Persero) P3BS UPB Sumbagut.

2. Menjalankan simulasi power flow sistem operasi PLN

Hasil yang diperoleh dari simulasi ini yakni berupa profil tegangan pada masing-masing bus dan besar aliran daya yang mengalir pada masing-masing penghantar.

3. Analisis hasil power flow

Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan analisis terhadap besar biaya pembangkitan pada keseluruhan sistem, masing-masing area dan zona berdasarkan data hasil simulasi power flow. Kemudian dilakukan pengamatan dan


(45)

analisis dari dampak pengimplementasian pola operasi tersebut pada profil tegangan bus dan aliran daya pada saluran, apakah sesuai dengan batasan-batasan yang diizinkan.

4. Menjalankan simulasi optimal power flow

Dengan data yang sama pada simulasi load flow, kemudian dilakukan simulasi optimal power flow. Simulasi ini secara otomatis menghasilkan pola operasi yang ekonomis tanpa mengabaikan batasan-batasan operasi yakni tegangan pada bus serta besar pembangkitan maksimum dan minimum masing-masing unit generator.

5. Analisis hasil optimal power flow

Secara prosedur, tahap ini sama dengan tahap 3 (tiga). Pengamatan dilakukan dengan menganalisis tegangan pada bus dan besarnya aliran daya pada saluran. Kemudian dilakukan pembandingan terhadap biaya pembangkitan saat simulasi power flow dan saat simulasi optimal power flow.

3.5. Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar, urutan prosedur dalam penelitian ini direpresentasikan pada diagram alir Gambar 3.4 berikut.

Mulai

Menggambar SLD menggunakan Matlab Simulink dan toolbox Matlab (PSAT) berdasarkan data PLN

Input parameter impedansi jaringan, daya aktif dan reaktif

Run Load Flow

Hasil Run Load Flow

Input fungsi biaya, batasan daya pembangkit, batasan tegangan,

batasan kapasitas saluran

Run OPF

Cek Nilai batasan-batasan

Selesai

Tidak Ya


(46)

1 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembagian Area dan Zona

Sistem tenaga listrik Sumatera bagian utara terbagi atas 3 area yakni : 1. Area Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

2. Area Sumatera Utara (SUMUT) 3. Area Inalum.

4.1.1. Area NAD

Gardu – gardu induk di area NAD tersebar di sepanjang tepi sebelah timur provinsi NAD. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, sebagian besar gardu induk di area NAD hanya terhubung dengan satu gardu induk yang lain saja.

Gambar 4.1 Persebaran Gardu Induk Area NAD

Pada area NAD, sebagian besar gardu induknya terhubung dengan pembangkit-pembangkit tenaga diesel. Pembangkitan tersebut kebanyakan digunakan untuk menyuplai beban yang berada di dalam gardu induk itu sendiri. Arah aliran daya area NAD cenderung mengarah ke bagian utara area tersebut yakni menuju gardu induk Banda Aceh yang merupakan pusat beban terbesar di area NAD.

Area Sumut dan area NAD terhubung melalui saluran transmisi Pangkalan

Banda

Sigli

Bireuen

Idie Lhoksemauwe

Tualang Cut Langsa

Binjai Pangkalan

Brandan


(47)

sebagian besar hanya untuk menyuplai gardu induknya sendiri, maka dalam pengoperasiannya, transfer daya selalu dilakukan dari area Sumut yang memiliki kapasitas pembangkitan lebih besar.

4.1.2. Area Sumut

Area Sumut dibagi dalam 2 zona yakni UPT Medan dan UPT Pematang Siantar. Kedua zona tersebut terhubung melalui gardu induk Perbaungan serta gardu induk Sei Rotan (UPT Medan) dengan Gardu induk Tebing Tinggi (Pematang Siantar) dan yang kedua melalui Gardu Induk Berastagi (UPT Pematang Siantar) dengan Gardu Induk Titi Kuning (UPT Medan).

Gambar 4.2 Persebaran Gardu Induk Area Sumatera UPT Medan

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa gardu-gardu induk pada UPT Medan tersebar di sekitar kota Medan, banyaknya gardu induk tersebut disebabkan oleh besarnya beban yang harus dilayani pada zona tersebut.

Sebagian besar sumber daya untuk zona ini dibangkitkan dan dialirkan melalui gardu induk di Belawan (BLWCC dan BLWTU). Pusat pembangkitan lain dengan kapasitas lebih kecil antara lain berada di gardu induk Titi Kuning, Glugur dan Paya Pasir serta pembangkit-pembangkit swasta yang khusus melayani beban di Kawasan Industri Medan (KIM).

Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa gardu-gardu induk yang dilayani pada zona UPT Pematang Siantar berada pada cakupan wilayah yang lebih luas

BLWCC & BLWTU

Binjai

Labuhan Lamhotma Paya Pasir

KIM Mabar

Glugur

GIS Listrik Paya Geli

Titi Kuning

Namorambe

Denai Tanjung

Morawa

Perbaungan Sei Rotan


(48)

dibandingkan zona UPT Medan. Hal ini disebabkan oleh penyebaran beban yang relatif kurang padat. Oleh karena itu, saluran yang menghubungkan antar gardu-gardu induk dalam zona tersebut menjadi cukup panjang. Hal tersebut juga menyebabkan besarnya rugi-rugi daya dalam penyaluran dan juga menyebabkan drop tegangan yang cukup tinggi pada gardu induk yang jauh dari pembangkit.

Gambar 4.3 Persebaran Gardu Induk Area Sumut UPT Pematang Siantar 4.1.3. Area Inalum

Area Inalum merupakan area khusus yang terdapat di dalam provinsi Sumatera Utara. Pada area ini terdapat dua pusat pembangkit yakni PLTA Tangga dan PLTA Siguragura. Melalui pembangkit tersebut, Inalum ikut serta menyuplai daya ke sistem Sumbagut.

Pada saat jam kerja, perusahaan Inalum menerima pasokan daya dari PLN. Di luar jam kerja atau ketika sistem Sumbagut secara keseluruhan memasuki waktu beban puncak, dari area Inalum dilakukan transfer daya yakni ke area Sumut melalui gardu induk Kuala Tanjung.

Besar pertukaran daya pada kedua waktu tersebut merupakan kesepakatan bersama antara pihak Inalum dan PLN.

Tarutung Tebing

BLWCC & BLWTU

Kuala Gunung Para P. Siantar

Berastagi

Renun Sidikalang

Tele

Porsea

Labuhan Angin

Sibolga Sipan 1 Sipan 2

Kisaran

Aek Kanopan

Rantau Prapat

Gunung Tua Padang Sidempuan


(1)

Kenaikan nilai tegangan pada zona ini merupakan dampak dari kenaikan nilai pembangkitan daya. Sehingga untuk menanggulangi terjadinya drop tegangan pada saat melakukan penyaluran daya, maka nilai tegangan dinaikkan.

4. Area Inalum

Area Inalum yang terhubung pada zona Pematang Siantar membangkitkan daya sesuai kesepakatan antara PLN dan pihak Inalum. Pada kondisi rill pongeperasian PLN, nilai tegangan nya adalah 1,05 Pu. Pada kondisi OPF, nilai tegangan sedikit mengalami penurunan, yakni menjadi 1,024 Pu.

4.3.2.3.

Pembebanan Saluran

Sama seperti pada pengoperasian PLN, pembebanan pada masing-masing saluran pada kondisi OPF juga diharapkan tidak melebihi 50% dari kapasitas salurannya agar memenuhi syarat kontingensi N-1 [14]. Besar aliran daya dan pembebanan pada masing-masing saluran yang diperoleh dari hasil simulasi adalah seperti pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Pembebanan Saluran Kondisi OPF vs PLN Saluran Kapasitas

P Flow

PLN %

Pembebanan

P Flow

OPF %

Pembebanan

MW MW

Banda Aceh - Naganraya 335 3,9 1,16% 3,682 1,10% Naganraya - Bireuen 335 -18,089 -5,40% -28,351 -8,46% Sigli - Naganraya 167,5 -8,47 -5,06% -18,47 -11,03% Bireuen - Lhoksemauwe 335 -23,097 -6,89% -53,871 -16,08% Idie - Lhoksemauwe 167,5 8,742 5,22% 38,415 22,93% Langsa - Idie 167,5 15,417 9,20% 46,682 27,87% Langsa - Lhoksemauwe 167,5 10,534 6,29% 40,816 24,37% Tualang Cut - Langsa 167,5 -15,9 -9,49% -18,6 -11,10% P. Brandan - Langsa 335 54,297 16,21% 126,884 37,88% Binjai - P. Brandan 335 75,817 22,63% 151,041 45,09% BLWCC - Binjai 935,2 177,077 18,93% 232,127 24,82% BLWTU - Labuhan 167,5 21,802 13,02% 21,8 13,01% Labuhan - Lamhotma 167,5 3,9 2,33% 3,9 2,33% Paya Pasir - BLWTU 883,4 -160,421 -18,16% -137,082 -15,52% Paya Pasir - Mabar 335 55,305 16,51% 55,298 16,51% Paya Pasir - Paya Geli 384,6 104,625 27,20% 81,938 21,30% Paya Pasir - Sei Rotan 384,6 47,492 12,35% -26,364 -6,85% Paya Geli - Binjai 335,2 -42,205 -12,59% -21,52 -6,42% Paya Geli - Glugur 384,6 52,231 13,58% 57,274 14,89% Paya Geli - Namorambe 192,3 14,277 7,42% -2,834 -1,47% Paya Geli - Titi Kuning 192,3 5,422 2,82% -19,007 -9,88% Namorambe - Titi Kuning 192,3 -22,462 -11,68% -39,446 -20,51%


(2)

Lanjutan Tabel 4.7

Titi Kuning - Sei Rotan 384,6 -81,31 -21,14% -69,713 -18,13% Renun - Berastagi 167,5 65,002 38,81% 81,642 48,74% Sidikalang - Berastagi 167,5 46,18 27,57% 63,688 38,02% Sidikalang - Renun 167,5 -12,468 -7,44% -0,343 -0,20% Sidikalang - Tarutung 167,5 -26,65 -15,91% -41,299 -24,66% Sidikalang - Tele 167,5 -24,862 -14,84% -39,846 -23,79% Tele - Tarutung 167,5 -29,232 -17,45% -44,481 -26,56% Tarutung - Porsea 335 1,257 0,38% 15,884 4,74% Tarutung - Sibolga 335 -62,49 -18,65% -102,911 -30,72% P. Siantar - Gunung Para 167,5 52,286 31,22% 66,651 39,79% P. Siantar - Porsea 335 -151,082 -45,10% -179,751 -48,66% G. Para - Tebing Tinggi 167,5 41,448 24,75% 55,771 33,30% T. Tinggi - P. Siantar 167,5 -45,564 -27,20% -59,83 -35,72% T. Tinggi - Kuala Tanjung 335 21,761 6,50% 4,781 1,43% Perbaungan - Tebing Tinggi 167,5 -13,166 -7,86% -29,709 -17,74% Sei Rotan - BLWCC 7200 -254,611 -3,54% -286,755 -3,98% Sei Rotan - Medan Denai 335,2 54,684 16,31% 54,679 16,31% Sei Rotan - Perbaungan 167,5 13,688 8,17% -2,787 -1,66% Sei Rotan - T. Morawa 335,2 54,58 16,28% 54,576 16,28% Sei Rotan - Tebing Tinggi 167,5 -3,943 -2,35% -31,92 -19,06% T. Morawa - Medan Denai 335,2 0,098 0,03% 0,098 0,03% T. Morawa - Kualanamu 335 7,102 2,12% 7,102 2,12% KIM - Sei Rotan 670,4 -45,8 -6,83% -72,38 -10,80% Inalum - Kuala Tanjung 670,4 60,1 8,96% 61 9,10% Kuala Tanjung - Kisaran 335 34,403 10,27% 19,93 5,95% Kisaran - Aek Kanopan 167,5 -4,305 -2,57% -11,415 -6,81% Kisaran - Rantau Prapat 167,5 -9,269 -5,53% -16,343 -9,76% Aek Kanopan – R. Prapat 167,5 -18,127 -10,82% -25,23 -15,06% R. Prapat - P. Sidempuan 167,5 -40,19 -23,99% -47,288 -28,23% G. Tua – R. Prapat 167,5 33,153 19,79% 40,518 24,19% P. Sidempuan – G. Tua 167,5 49,97 29,83% 57,585 34,38% P. Sidempuan - Sibolga 335 -126,943 -37,89% -142,095 -42,42% Sipan1 - Sibolga 167,5 26,118 15,59% 26,473 15,80% Sipan2 - Sipan2 167,5 6,183 3,69% 6,527 3,90% Sipan2 - Sibolga 167,5 23,082 13,78% 23,527 14,05% Labuhan Angin - Sibolga 670,4 165,36 24,67% 222,86 33,24%

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa besar pembebanan saluran pada kondisi OPF juga tidak ada yang melebihi 50%, artinya pembebanan pada masing-masing saluran tersebut memenuhi syarat kontingensi N-1.


(3)

Gambar 4.17 Perbandingan Persentase Pembebanan di titik interkoneksi area

Dari Gambar 1.17 juga terlihat bahwa kenaikan persentase pembebanan tertinggi terdapat di zona Pematang Siantar. Hal tersebut diakibatkan kenaikan pembangkitan daya pada zona Pematang Siantar sehingga daya yang disalurkan juga mengalami kenaikan. Namun, kemampuan penyaluran daya pada saluran di zona ini masih tergolong rendah sehingga untuk melakukan transfer daya yang lebih besar lagi tidak dimungkinkan dilakukan.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian melalui simulasi Optimal Power Flow, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu:

1. Operasi sistem tenaga PLN P3BS UPB Sumbagut optimal jika memaksimalkan pembangkitan daya yang murah di area Sumut UPT P. Siantar dan meminimalkan pembangkitan daya yang mahal di area NAD. 2. Biaya pembangkitan yang paling mahal terdapat di area NAD, dan biaya

pembangkitan yang paling murah terdapat di Area Sumut Zona Pematang Siantar.

3. Setelah melakukan Optimal Power Flow, maka didapatkan penghematan biaya pembangkitan. Dimana biaya rill pengoperasian PLN adalah Rp. 2.218.751.113,30 per jam dan pada kondisi OPF biaya pembangkitannya menjadi Rp. 1.876.628.545,93 per jam. Sehingga, total Penghematan di Sumbagut yang diperoleh melalui simulasi OPF adalah 15,42% atau sebesar Rp. 342.152.567,37 per jam. Jika dirata-ratakan, biaya pemabangkitan pada kondisi rill PLN adalah Rp. 1.467,19 per kWh dan setelah melakukan Optimal Power Flow, biaya pembangkitan menjadi Rp. 1.248,31 per kWh. Atau berkurang Rp. 256,66 per kWh.

4. Berdasarkan Pola operasi OPF dapat diketahui bahwa dampak implementasi OPF adalah pada perubahan nilai tegangan pada tiap-tiap bus. Namun, perubahan nilai tegangan tersebut masih memenuhi batasan yang diijinkan.


(5)

5.2.

Saran

Penulis memberikan beberapa saran terkait dengan pengoptimalan sistem kelistrikan ini, yaitu :

- Untuk pihak PT. PLN (Persero) P3BS UPB Sumatera Bagian Utara: 1. Pemaksimalan dan penambahan pembangkit-pembangkit berbiaya

operasi murah, khususnya di UPT Pematang Siantar yang memiliki potensi berupa energi primer murah yang jumlahnya cukup banyak. Aspek ini juga harus mempertimbangkan kapasitas pembebanan saluran dan trafo daya dan tentunya juga harus mempertimbangkan biaya investasi.

2. Penggantian atau penambahan pembangkit dari unit-unit pembangkit yang berbahan bakar minyak menjadi pembangkit yang berbahan bakar lebih murah seperti batubara dan biomass. Penerapannya khususnya dilakukan di area NAD dan zona UPT Medan, namun langkah ini juga harus mempertimbangkan efek jangka panjang khususnya dalam investasi perala

- Untuk penelitian selanjutnya :

1. Pelu dilakukan update data yang lebih riil. Di antaranya adalah fungsi

biaya yang dalam penelitian ini masih linear perlu diakuratkan lagi dengan fungsi biaya yang bersifat polynomial.

2. Penambahan batasan dalam perhitungan optimal power flow seperti

batasan emisi, batasan rugi-rugi saluran, unit commitment, dan batasan


(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Gama, Nova,“Aliran Daya Optimal Pada Sistem Minahasa”, Jurusan

Teknik Elektro-FT, UNSRAT, 2011.

[2] Arozaq, Badru T. Rony S. Wibowo, dan Ontoseno Penangsang, “Analisis Pembebanan Ekonomis pada Jaringan 500 kV Jawa Bali Menggunakan Software PowerWorld”, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), 2012.

[3] Wikarsa, Mohamad Tresna, “Analisis Program Percepatan 10.000 MW

Tahap I Pada Operasi Sistem Tenaga Listrik”, Fakultas Teknik,

Universitas Indonesia, 2010.

[4] Milano, Federico,“Power System Analysis Toolbox Documentation for PSAT version 1.3.4”, University of Waterloo, Canada, 2005

[5] Wood, Allen J., “Power Generation, Operation, And Control Second Edition, Unicersity of Minnesota, 1996.

[6] Stevenson, William D., “Analisis Sistem Tenaga Listrik”, Penerbit Erlangga, Jakarta 1994.

[7] Saadat, Hadi, 2002, Power System Analysis second edition, McGraw Hill, Singapore.

[8] Prof. P. S. R. MURTY B.Sc. (Engg.) (Hans.) ME., “Operation and Control in Power Systems, Formerly Principal O.U. College of Engineering &Dean, Faculty of Engineering, O.U. Hyderabad, 2008. [9] Zhu, Jizhong Ph.D, “Optimization of Power Sytem Operation”, John Wiley

and Sons, Inc, New Jersey, 2009.

[10] Momoh James A. “Electric Power System Applications of Optimization”, Howard University, Washington, D. C., 2001.

[11] Abdel, Soliman, “Modern Optimization Techniques with Applications in Electric Power Systems”, Department of Electrical Power and Machines University for Science and Technology 6th of October City, Egypt, 2010. [12] Kementerian ESDM Republik Indonesia, “Aturan Jaringan Sistem Tenaga