33
1 BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembagian Area dan Zona
Sistem tenaga listrik Sumatera bagian utara terbagi atas 3 area yakni : 1. Area Nanggroe Aceh Darussalam NAD
2. Area Sumatera Utara SUMUT 3. Area Inalum.
4.1.1. Area NAD
Gardu – gardu induk di area NAD tersebar di sepanjang tepi sebelah timur
provinsi NAD. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, sebagian besar gardu induk di area NAD hanya terhubung dengan satu gardu induk yang lain saja.
Gambar 4.1 Persebaran Gardu Induk Area NAD
Pada area NAD, sebagian besar gardu induknya terhubung dengan pembangkit-pembangkit tenaga diesel. Pembangkitan tersebut kebanyakan
digunakan untuk menyuplai beban yang berada di dalam gardu induk itu sendiri. Arah aliran daya area NAD cenderung mengarah ke bagian utara area tersebut
yakni menuju gardu induk Banda Aceh yang merupakan pusat beban terbesar di area NAD.
Area Sumut dan area NAD terhubung melalui saluran transmisi Pangkalan Brandan Sumut ke Langsa NAD. Mengingat pembangkitan di area NAD yang
Banda Sigli
Bireuen Idie
Lhoksemauwe
Tualang Cut Langsa
Binjai Pangkalan
Brandan
Area 2
Universitas Sumatera Utara
34 sebagian besar hanya untuk menyuplai gardu induknya sendiri, maka dalam
pengoperasiannya, transfer daya selalu dilakukan dari area Sumut yang memiliki kapasitas pembangkitan lebih besar.
4.1.2. Area Sumut
Area Sumut dibagi dalam 2 zona yakni UPT Medan dan UPT Pematang Siantar. Kedua zona tersebut terhubung melalui gardu induk Perbaungan serta
gardu induk Sei Rotan UPT Medan dengan Gardu induk Tebing Tinggi Pematang Siantar dan yang kedua melalui Gardu Induk Berastagi UPT
Pematang Siantar dengan Gardu Induk Titi Kuning UPT Medan.
Gambar 4.2 Persebaran Gardu Induk Area Sumatera UPT Medan
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa gardu-gardu induk pada UPT Medan tersebar di sekitar kota Medan, banyaknya gardu induk tersebut disebabkan oleh
besarnya beban yang harus dilayani pada zona tersebut. Sebagian besar sumber daya untuk zona ini dibangkitkan dan dialirkan
melalui gardu induk di Belawan BLWCC dan BLWTU. Pusat pembangkitan lain dengan kapasitas lebih kecil antara lain berada di gardu induk Titi Kuning,
Glugur dan Paya Pasir serta pembangkit-pembangkit swasta yang khusus melayani beban di Kawasan Industri Medan KIM.
Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa gardu-gardu induk yang dilayani pada zona UPT Pematang Siantar berada pada cakupan wilayah yang lebih luas
BLWCC BLWTU
Binjai Labuhan
Lamhotma Paya Pasir
KIM Mabar
Glugur GIS Listrik
Paya Geli Titi Kuning
Namorambe Denai
Tanjung Morawa
Perbaungan Sei Rotan
Universitas Sumatera Utara
35 dibandingkan zona UPT Medan. Hal ini disebabkan oleh penyebaran beban yang
relatif kurang padat. Oleh karena itu, saluran yang menghubungkan antar gardu- gardu induk dalam zona tersebut menjadi cukup panjang. Hal tersebut juga
menyebabkan besarnya rugi-rugi daya dalam penyaluran dan juga menyebabkan drop
tegangan yang cukup tinggi pada gardu induk yang jauh dari pembangkit.
Gambar 4.3 Persebaran Gardu Induk Area Sumut UPT Pematang Siantar 4.1.3. Area Inalum
Area Inalum merupakan area khusus yang terdapat di dalam provinsi Sumatera Utara. Pada area ini terdapat dua pusat pembangkit yakni PLTA Tangga
dan PLTA Siguragura. Melalui pembangkit tersebut, Inalum ikut serta menyuplai daya ke sistem Sumbagut.
Pada saat jam kerja, perusahaan Inalum menerima pasokan daya dari PLN. Di luar jam kerja atau ketika sistem Sumbagut secara keseluruhan memasuki
waktu beban puncak, dari area Inalum dilakukan transfer daya yakni ke area Sumut melalui gardu induk Kuala Tanjung.
Besar pertukaran daya pada kedua waktu tersebut merupakan kesepakatan bersama antara pihak Inalum dan PLN.
Tarutung Tebing
BLWCC BLWTU
Kuala Gunung Para
P. Siantar Berastagi
Renun Sidikalang
Tele Porsea
Labuhan Angin
Sibolga Sipan 1
Sipan 2 Kisaran
Aek Kanopan
Rantau Prapat Gunung Tua
Padang Sidempuan
Sumbagselteng
Universitas Sumatera Utara
36
4.2. Data beban dan pembangkit
Data pembebanan dan pembangkitan pada masing-masing bus sesuai dengan data operasi PT. PLN Persero P3BS UPB Sumbagut pada tanggal 28
Maret 2013 pukul 19.30 WIB terdapat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pembangkitan dan Pembebanan pada pukul 19.30 WIB
Bus Nama GI
Pembangkitan Beban
MW Mvar
MW Mvar
1 Banda Aceh
79,90 14,13
76,00 24,95
2 Naganraya
0,00 0,00
13,50 -1,80
3 Sigli
17,00 -16,80
25,47 -10,70
4 Bireuen
28,33 23,96
33,23 10,80
5 Lhoksemauwe
40,80 -17,70
36,35 6,98
6 Idie
5,00 -8,92
11,60 3,87
7 Langsa
9,00 -27,53
20,65 5,20
8 Tualang Cut
4,70 0,85
20,60 0,90
9 P. Brandan
0,00 0,00
20,60 9,00
10 Binjai
0,00 0,00
57,90 19,67
11 BLWCC
434,16 322,48
0,00 0,00
12 BLWTU
188,56 -9,55
5,76 0,00
13 Labuhan
0,00 0,00
17,89 6,40
14 Lamhotma
0,00 0,00
3,90 0,80
15 Paya Pasir
107,21 -545,37
60,21 16,80
16 Mabar
0,00 0,00
55,26 -2,20
17 Paya Geli
0,00 0,00
67,72 16,00
18 Glugur
11,50 271,43
62,18 28,13
19 Namorambe
0,00 0,00
36,60 12,00
20 Titi Kuning
5,20 661,45
78,47 28,50
21 GIS Listrik
0,00 0,00
68,60 27,70
22 Berastagi
3,89 -185,50
26,59 7,45
23 Renun
77,50 -6,64
0,00 0,00
24 Sidikalang
0,00 0,00
17,80 5,10
25 Tele
0,00 0,00
4,20 2,70
26 Tarutung
10,30 12,90
14,60 2,88
27 Porsea
164,00 5,80
8,50 1,80
28 P. Siantar
8,81 -50,00
60,80 24,83
29 Gunung Para
0,00 0,00
10,20 3,10
30 Tebing Tinggi
0,00 0,00
47,45 17,05
31 Perbaungan
0,00 0,00
26,80 7,90
32 Sei Rotan
0,00 0,00
43,35 13,90
33 T.Morawa
0,00 0,00
47,30 14,70
34 Kualanamu
0,00 0,00
7,10 3,00
35 Medan Denai
0,00 0,00
54,70 18,70
36 KIM
34,58 -389,46
80,38 22,20
37 Inalum
60,10 150,20
0,00 0,00
38 Kuala Tanjung
0,00 0,00
45,60 17,30
39 Kisaran
0,00 0,00
47,33 25,60
40 Aek Kanopan
0,00 0,00
13,70 6,70
41 Rantau Prapat
0,00 0,00
45,10 16,30
42 Gunung Tua
0,00 0,00
15,80 3,70
43 P. Sidempuan
0,00 0,00
35,30 10,60
Universitas Sumatera Utara
37
Lanjutan Tabel 4.1
44 Sibolga
0,00 -43,53
19,30 5,80
45 Sipan1
32,30 4,21
0,00 0,00
46 Sipan2
16,90 -11,30
0,00 0,00
47 Labuhan Angin
172,50 -30,45
7,14 0,00
Total 1512,24
124,67 1451,53
434,31
4.3. Hasil Simulasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, simulasi yang dilakukan adalah simulasi load flow dan simulasi optimal power flow. Simulasi load flow adalah
representasi dari keadaan operasi sistem tenaga listrik yang dilakukan oleh PLN.
4.3.1. Simulasi Power Flow
Pada tahap ini, data yang digunakan adalah data berdasarkan loogsheet data pengoperasian PLN 2
8 Maret 2013 pukul 19.30 WIB. Analisa ini dimaksud untuk mengumpulkan data yang nantinya akan dibandingkan dengan hasil
pengoptimalan sistem ketenaga listrikan PLN yang menggunakan program bantu PSAT. Adapun beberapa hal yang perlu di analisa adalah sebagai berikut.
4.3.1.1. Pembangkitan
Besar daya yang dibangkitkan serta biaya pembangkitan berdasarkan operasi yang dilakukan PLN pada tanggal 28 Maret 2013 pukul 19.30 Wib
ditunjukkan seperti pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Biaya Pembangkitan Kondisi Rill Pengoperasian PLN
Area Pusat Pembangkit
P MW Biaya Pembangkitan
Rp
1
Banda Aceh 79,90
207.196.232,00 Sigli
17,00 42.717.770,00
Bireun 28,33
71.919.104,60 Lhoksemauwe
40,80 103.425.595,00
Idie 5,00
12.939.550,00 Langsa
9,00 22.206.960,00
Tualang Cut 4,70
13.770.859,00
Total Area NAD 184,73
474.176.070,60
2
BLWCC 434,16
778.733.839,00 BLWTU
188,56 378.413.964,70
Paya Pasir 107,21
267.879.057,00 Glugur
11,50 30.918.900,00
Titi Kuning 5,20
15.235.844,00 KIM
34,58 89.489.927,80
Universitas Sumatera Utara
38
Total UPT Medan 781,21
1.560.671.533,70
Renun 77,50
387.500,00 Tarutung
10,30 51.500,00
Porsea 164,00
66.139.560,00 P. Siantar
8,81 4.768.500,60
Berastagi 3,89
1.585.836,30 Sipan 1
32,30 161.500,00
Sipan 2 16,90
84.500,00 Labuhan Angin
172,50 86.646.750,00
Total UPT P. Siantar 486,2
159.825.646,90 Total Area Medan
1260,47 1.720.497.180,70
3 Inalum
60,10 24.077.863,00
TOTAL SUMBAGUT 1.512,24
2.218.751.113,30 Rata-rata biaya pembangkitan RpkWh
1.467,19
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa total daya yang dibangkitkan adalah sebesar 1512,24 MW per Jam dan besar biaya pembangkitan adalah sebesar Rp.
2.218.751.113,30 per Jam atau jika dirata-ratakan, biaya pembangkitan nya adalah
sebesar Rp. 1.467,19 per kWh. Nilai-nilai diatas nantinya akan dibandingkan dengan hasil simulasi OPF
untuk mengetahui apakah operasi sudah optimal atau masih dimungkinkan untuk dilakukan penghematan dalam operasinya.
Untuk membandingkan keoptimalan operasi sistem kelistrikan ini, maka terlebih dahulu dilakukan analisa besar daya pembangkitan dan biaya
pembangkitan pada masing-masing area dan zona. Hasil perbandingan nya adalah seperti berikut ini.
1. Area Nanggro Aceh Darussalam NAD
Gambar 4.4 Pembangkitan Daya di Area NAD
Universitas Sumatera Utara
39 Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa besarnya beban yang dilayani pada area
NAD adalah sebesar 237,40 MW. Dari Gambar 4.4 juga terlihat bahwa besar daya yang dibangkitkan pada area NAD ini adalah sebesar 184,73 MW atau 12,22
dari total daya yang dibangkitkan di UPB Sumbagut. Berdasarkan selisih antara total beban dengan total daya yang
dibangkitkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembangkitan di area NAD belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan daya di area itu sendiri.
Kekurangan daya tersebut ditutupi melalui transfer daya yang berasal dari area Sumut.
Dari Tabel 4.2 diketahui juga bahwa besar biaya pembangkitan di area NAD adalah sebesar Rp 474.176.071,60 per jam atau 21,37 dari total biaya
pembangkitan Sumbagut. Berdasarkan perbandingan antara persentase jumlah daya yang dibangkitkan dengan persentase biaya pembangkitan, dapat
disimpulkan bahwa pembangkitan daya di area NAD masih lebih mahal dibandingkan dengan biaya pembangkitan di Zona Medan dan Zona P. Siantar.
Adapun biaya rata-rata pembangkitan pada area ini adalah sebesar Rp 2.566,86 per kWh. Mahalnya biaya pembangkitan pada area NAD disebabkan oleh karena
mahalnya biaya bahan bakar tiap unit pembangkit pada area ini, yakni menggunakan HSD.
2. Area Sumut UPT Medan
Gambar 4.5 Pembangkit di Area Sumut UPT Medan
Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa besarnya beban yang harus dilayani pada area Sumut UPT Medan adalah sebesar 794,72 MW. Sedangkan dari Gambar 4.5,
Universitas Sumatera Utara
40 diketahui bahwa daya yang dibangkitkan pada zona ini adalah sebesar 781,21 MW
atau 51,66 dari total daya yang dibangkitkan pada sistem Sumbagut. Berdasarkan data pembebanan saluran, besar daya yang ditransfer ke area NAD
adalah sebesar 54,297 MW. Artinya, daya yang harus dipasok pada zona ini adalah sekitar 849,017 MW. Dengan demikian, daya yang dibangkitkan pada
zona ini belum mencukupi kebutuhan beban di dalamnya. Selisih kekurangannya adalah sekitar 67,807 MW. Kekurangan tersebut nantinya akan ditutupi melalui
transfer daya dari zona UPT Pematang Siantar. Berdasarkan Tabel 4.2 besar biaya pembangkitan di area Sumut UPT
Medan adalah sebesar Rp 1.560.671.533,70 per Jam, atau 70,34 dari total biaya pembangkitan sistem Sumbagut. Rata-rata biaya pembangkitan pada zona ini
adalah sebesar Rp. 1.997,76 per kWh. Apabila dibandingkan dengan rata-rata pembangkitan sitem secara keseluruhan, seperti yang tertera pada Tabel 4.2, rata-
rata biaya pembangkitan pada zona ini masih tergolong mahal. Mahalnya biaya pembangkitan di zona ini disebabkan oleh bahan bakar yang digunakan unit
pembangkitnya yang kebanyakan menggunakan minyak yakni HSD dan MFO.
3. Area Sumut UPT Pematang Siantar
Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa besarnya beban yang harus dilayani pada zona UPT Pematang Siantar adalah sebesar 419,41 MW. Dari Gambar 4.6,
terlihat bahwa daya yang dibangkitkan pada zona ini adalah sebesar 486,2 MW atau 32,15 dari total daya yang dibangkitkan pada sistem Sumbagut.
Gambar 4.6 Pembangkitan Daya di Area Sumut UPT P. Siantar
Universitas Sumatera Utara
41 Berdasarkan analisa data diatas, dapat diketahui bahwa pembangkitan daya
di zona ini mencukupi dalam pelayanan beban nya dan bahkan masih memiliki daya berlebih. Besar daya berlebih ini adalah sekitar 66,79 MW dan juga di
tambah dengan transfer daya dari Area Inalum sebesar 60,1 MW. Sehingga total daya lebih tersebut adalah sebesar 126,79 MW. Daya berlebih ini nantinya akan
menutupi kekurangan kebutuhan daya di UPT Medan. Berdasarkan data pada Tabel 4.2, besar biaya pembangkitan di zona UPT
Pematang Siantar ini adalah sebesar Rp 159.825.646,90 per jam atau 7,20 dari total biaya pembangkitan sistem Sumbagut. Pada zona ini rata-rata biaya
pembangkitan adalah sebesar Rp 328,72 per kWh. Biaya pembangkitan di area Sumut UPT Pematang Siantar ini jauh lebih murah karena sebagian besar unit
pembangkitnya menggunakan energi primer yang murah seperti air dan batu bara.
4. Area Inalum
Area Inalum yang terhubung pada zona P. Siantar, membangkitkan daya sesuai kesepakatan antara PLN dan pihak Inalum. Daya yang dibangkitkan adalah
sebesar 60,1 MW dengan biaya pembangkitan sebesar Rp 24.438.430,00 per jam.
4.3.1.2. Tegangan
Nilai tegangan pada masing-masing bus pada pola pengoperasian PLN, yang diperoleh dari hasil simulasi Power Flow yang disajikan pada Tabel 4.3
berikut ini.
Tabel 4.3 Tegangan Bus Simulasi Power Flow Data PLN
Nama GI V
phase Deviasi
[p.u.] [rad]
Banda Aceh 1,0200
-0,1853 0,020
Naganraya 1,0230
-0,1899 0,023
Sigli 1,0210
-0,1914 0,021
Bireuen 1,0245
-0,1717 0,025
Lhoksemauwe 1,0125
-0,1527 0,013
Idie 0,9945
-0,1210 -0,005
Langsa 0,9965
-0,1065 -0,003
Tualang Cut 0,9943
-0,1139 -0,006
P. Brandan 1,0163
-0,0692 0,016
Binjai 1,0334
-0,0364 0,033
BLWCC 1,0500
0,0000 0,050
BLWTU 0,9645
0,0096 -0,036
Labuhan 0,9636
0,0083 -0,036
Lamhotma 0,9635
0,0081 -0,037
Paya Pasir 0,9621
-0,0009 -0,038
Mabar 0,9615
-0,0041 -0,039
Paya Geli 1,0269
-0,0385 0,027
Universitas Sumatera Utara
42
Lanjutan Tabel 4.3
Glugur 1,0500
-0,0497 0,050
Namorambe 1,0403
-0,0495 0,040
Titi Kuning 1,0500
-0,0470 0,050
GIS Listrik 1,0463
-0,0512 0,046
Berastagi 0,9655
0,0271 -0,035
Renun 0,9860
0,0916 -0,014
Sidikalang 0,9863
0,0848 -0,014
Tele 0,9950
0,1034 -0,005
Tarutung 1,0140
0,1473 0,014
Porsea 1,0170
0,1454 0,017
P. Siantar 0,9805
0,0395 -0,020
Gunung Para 0,9893
0,0109 -0,011
Tebing Tinggi 1,0033
-0,0176 0,003
Perbaungan 1,0002
-0,0314 0,000
Sei Rotan 1,0079
-0,0236 0,008
Tanjung Morawa 1,0052
-0,0286 0,005
Kualanamu 1,0047
-0,0293 0,005
Medan Denai 1,0051
-0,0286 0,005
KIM 0,9525
-0,0159 -0,048
Inalum 1,0500
-0,0337 0,050
Kuala Tanjung 1,0308
-0,0347 0,031
Kisaran 0,9975
-0,0444 -0,002
Aek Kanopan 0,9785
-0,0316 -0,021
Rantau Prapat 0,9741
-0,0151 -0,026
Gunung Tua 0,9769
0,0310 -0,023
P. Sidempuan 0,9881
0,0917 -0,012
Sibolga 1,0134
0,1795 0,013
Sipan1 1,0140
0,1816 0,014
Sipan2 1,0137
0,1814 0,014
Labuhan Angin 1,0200
0,2078 0,020
Nilai tegangan pada Tabel 4.3 merupakan tegangan operasi PLN di mana rentang tegangan pada semua bus adalah antara 0,9525 pu
– 1,05 pu. Dengan demikian, operasi sistem tenaga listrik yang dilakukan oleh PLN pada
pembebanan pukul 19.30 Beban Puncak masih memenuhi batasan tegangan yang diizinkan.
Nilai tegangan diatas kemudian nantinya akan dibandingkan dengan tegangan bus hasil simulasi OPF untuk mengetahui dampak implementasi OPF
terhadap perubahan tegangan pada masing-masing bus. Untuk Lebih memudahkan dalam menganalisa tegangan di setiap bus
tersebut, maka dilakukan pengamatan berdasarkan area ataupun zona dimaa bus tersebut berada.
1. Area Nanggro Aceh Darussalam
Dari Gambar 4.7, dapat dilihat bahwa tegangan bus tertinggi adalah di area Bireun yaitu dengan nilai tegangan 153,68 kV dan tegangan terendah adalah
Universitas Sumatera Utara
43 bernilai 149,15 kV yakni di gardu induk Tualang Cut. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, kecuali untuk gardu induk Naganraya, semua gardu-gardu induk di area NAD terhubung dengan generator, sehingga nilai tegangan pada gardu induk
tersebut dapat diatur melalui generatornya. Oleh karena itu, tidak ada penurunan tegangan yang signifikan dalam penyaluran daya di area NAD.
Gambar 4.7 Profil Tegangan Bus di Area NAD 2.
Area Sumut UPT Medan
Gambar 4.8 Profil Tegangan Bus di Area Sumut UPT Medan
Universitas Sumatera Utara
44 Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa tegangan bus tertinggi pada pukul 19.30
di zona UPT Medan adalah 157,5 kV yang terdapat pada gardu induk BLWCC, Glugur dan Titi Kuning. Sebagai bus pembangkit, wajar jika tegangan di gardu
induk tersebut memiliki tegangan yang tertinggi. Dari Gambar 4.8 juga terlihat bahwa Gardu Induk KIM dan GI Mabar mengalami penurunan nilai tegangan.
Dimana tegangan masing-masing bus adalah sebesar 142,88kV dan 144,21kV. GI KIM mengalami penurunan tegangan disebabkan oleh GI Sei Rotan
yang memiliki banyak koneksi saluran sehingga rentan mengalami penurunan tegangan. Sedangkan GI Mabar, mengalami penurunan tegangan dikarenakan
jarak saluran yang cukup jauh. Meskipun demikian, kedua tegangan pada tersebut masih menuhi batasan tegangan yang diizinkan.
3. Area Sumut UPT Pematang Siantar
Gambar 4.9 Profil Tegangan Bus di Area Sumut UPT Pematang Siantar
Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa tegangan bus tertinggi pada zona UPT Pematang Siantar adalah pada GI Kuala Tanjung 154,61 kV. Gardu induk Kuala
Tanjung mengalami kenaikan tegangan dikarenakan dari GI tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
45 mengirimkan daya ke GI Kisaran. Jarak saluran antara GI Kuala Tanjung dengan
GI Kisaran tergolong cukup jauh, dan juga dikarenakan saluran-saluran yang di lewati oleh daya tersebut merupakan Bus Beban, maka pada GI Kuala Tanjung di
di harapkan memiliki tegangan yang lebih tinggi sehingga drop tegangan yang kemungkinan terjadi pada bus-bus beban yang jauh dari pembangkit tidak keluar
dari batasan operasi yang diizinkan. Pada Gambar 4.9 terlihat juga bus yang mengalami penurunan tegangan,
yakni pada GI Berastagi dengan tegangan 144,83kV dan dan gardu Rantau Parapat dengan tegangan 146,1kV. Hal tersebut terjadi akibat saluran udara yang
tergolong cukup jauh. Meskipun demikian, kedua bus tersebut masih memenuhi batasan tegangan yang diizinkan.
4.3.1.3. Pembebanan Saluran
Pembebanan pada masing-masing saluran diharapkan tidak melebihi 50 dari kapasitas salurannya agar memenuhi syarat kontingensi N-1 [11]. Besar aliran
daya dan pembebanan pada masing-masing saluran yang diperoleh dari hasil simulasi adalah seperti pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Pembebanan Saluran Kondisi Rill Pengoperasian PLN
Saluran Kapasitas
P Flow P Loss
Pembebanan MW
MW
Banda Aceh - Naganraya 335
3,900 0,011
1,16 Naganraya - Bireuen
335 -18,089
0,109 -5,40
Sigli - Naganraya 167,5
-8,470 0,008
-5,06 Bireuen - Lhoksemauwe
335 -23,097
0,258 -6,89
Idie - Lhoksemauwe 167,5
8,742 0,157
5,22 Langsa - Idie
167,5 15,417
0,076 9,20
Langsa - Lhoksemauwe 167,5
10,534 0,213
6,29 Tualang Cut - Langsa
167,5 -15,900
0,041 -9,49
P. Brandan - Langsa 335
54,297 0,755
16,21 Binjai - P. Brandan
335 75,817
0,920 22,63
BLWCC - Binjai 935,2
177,077 1,022
18,93 BLWTU - Labuhan
167,5 21,802
0,012 13,02
Labuhan - Lamhotma 167,5
3,900 0,000
2,33 Paya Pasir - BLWTU
883,4 -160,421
0,577 -18,16
Paya Pasir - Mabar 335
55,305 0,045
16,51 Paya Pasir - Paya Geli
384,6 104,625
7,180 27,20
Paya Pasir - Sei Rotan 384,6
47,492 3,005
12,35 Paya Geli - Binjai
335,2 -42,205
0,133 -12,59
Paya Geli - Glugur 384,6
52,231 1,551
13,58
Universitas Sumatera Utara
46
Lanjutan Tabel 4.4
Paya Geli - Namorambe 192,3
14,277 0,139
7,42 Paya Geli - Titi Kuning
192,3 5,422
0,276 2,82
Namorambe - Titi Kuning 192,3
-22,462 0,112
-11,68 Titi Kuning - Berastagi
335 -78,117
8,008 -23,32
Titi Kuning - GIS Listrik 335
68,729 0,129
20,52 Titi Kuning - Sei Rotan
384,6 -81,310
3,747 -21,14
Renun - Berastagi 167,5
65,002 1,434
38,81 Sidikalang - Berastagi
167,5 46,180
0,923 27,57
Sidikalang - Renun 167,5
-12,468 0,030
-7,44 Sidikalang - Tarutung
167,5 -26,650
0,588 -15,91
Sidikalang - Tele 167,5
-24,862 0,170
-14,84 Tele - Tarutung
167,5 -29,232
0,463 -17,45
Tarutung - Porsea 335
1,257 0,007
0,38 Tarutung - Sibolga
335 -62,490
0,710 -18,65
P. Siantar - Gunung Para 167,5
52,286 0,638
31,22 P. Siantar - Porsea
335 -151,082
5,668 -45,10
Gunung Para - Tebing Tinggi 167,5
41,448 0,612
24,75 T. Tinggi - P. Siantar
167,5 -45,564
1,242 -27,20
T. Tinggi - Kuala Tanjung 335
21,761 0,911
6,50 Perbaungan - Tebing Tinggi
167,5 -13,166
0,062 -7,86
Sei Rotan - BLWCC 7200
-254,611 2,469
-3,54 Sei Rotan - Medan Denai
335,2 54,684
0,082 16,31
Sei Rotan - Perbaungan 167,5
13,688 0,054
8,17 Sei Rotan - Tebing Tinggi
167,5 -3,943
0,018 -2,35
T. Morawa - Medan Denai 335,2
0,098 0,000
0,03 T. Morawa - Kualanamu
335 7,102
0,002 2,12
KIM - Sei Rotan 670,4
-45,800 5,882
-6,83 Inalum - Kuala Tanjung
670,4 60,100
0,947 8,96
Kuala Tanjung - Kisaran 335
34,403 0,647
10,27 Kisaran - Aek Kanopan
167,5 -4,305
0,122 -2,57
Kisaran - Rantau Prapat 167,5
-9,269 0,209
-5,53 Aek Kanopan - Rantau Prapat
167,5 -18,127
0,119 -10,82
Rantau Prapat - P. Sidempuan 167,5
-40,190 1,483
-23,99 Gunung Tua - Rantau Prapat
167,5 33,153
0,519 19,79
P. Sidempuan - Gunung Tua 167,5
49,970 1,017
29,83 P. Sidempuan - Sibolga
335 -126,943
3,875 -37,89
Sipan1 - Sibolga 167,5
26,118 0,018
15,59 Sipan2 - Sipan2
167,5 6,183
0,001 3,69
Sipan2 - Sibolga 167,5
23,082 0,014
13,78 Labuhan Angin - Sibolga
670,4 165,360
1,209 24,67
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas terlihat bahwa besar pembebanan saluran tidak ada yang melebihi 50. Artinya, pembebanan pada masing-masing saluran
tersebut memenuhi syarat kontingensi N-1. Pada saluran transmisi yang menghubungkan GI Porsea dengan GI Pematang Siantar. Nilai persentase nya
mencapai 45,10 dari kapasitas saluran nya. Dimana kapasitas saluran ini adalah sebesar 335 MW.
Universitas Sumatera Utara
47 Hal tersebut dikarenakan Porsea yang merupakan Bus Pembangkit, dimana
pada bus tersebut memproduksi daya sebesar 164 MW, dan pada bus tersebut melayani beban sebesar 8,5 MW. Sehingga, daya berlebih pada Bus tersebut
ditransfer melalui saluran transmisi yang menghubungkan GI Porsea dengan GI Pematang Siantar. Sebagaimana dijelaskan sebelum nya bahwa terjadi kekurangan
suplai daya di zona Medan, sehingga mengharuskan Zona Pematang Siantar menyuplai kekurangan daya pada zona tersebut. Besar aliran daya yang tertinggi
terjadi pada saluran-saluran yang terhubung ke bus pembangkit BLWCC. Saluran BLWCC
– Sei Rotan dibebani 254,61 MW dan saluran BLWCC – Binjai dibebani 177,07 MW.
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat saluran-saluran yang memikul daya terbesar. BLWCC sebagai pusat pembangkit terbesar di area Medan,
mengharuskan untuk menyuplai daya yang cukup besar ke GI Sei Rotan. Sehingga, pada saluran yang menghubungkan antara BLWCC dengan Sei Rotan
tersebut harus mentransfer daya yang cukup besar. Namun, jika di perhatikan dari persentase kapasitas saluran nya, saluran tersebut masih memiliki persentase yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan saluran P. Siantar-Porsea yaitu 3,34 . Hal ini disebabkan kapasitas saluran yang direncanakan memang cukup tinggi,
yakni 2x3600 MW.
Gambar 4.10 Aliran Daya tertinggi pada masing-masing saluran
Universitas Sumatera Utara
48
4.3.2. Simulasi Optimal Power Flow