D. KERANGKA KONSEP
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pasien Gagal Ginjal kronis
Triceps skinfold thickness
Phase Angle
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Ginjal Kronik
2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik Suwitra, 2009
Gagal ginjal kronis adalah suatu proses fisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif. Pada stadium paling dini pada
penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, dimana pada keadaan basal GFR masih normal atau malah meningkat. Secara perlahan tetapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan ureum dan kreatinin serum. Kelainan yang terjadi disebabkan oleh retensi end product dari metabolisme yang seharusnya
dieksresi melalui urine. Kondisi dimana produk pembuangan nitrogen tertahan karena insufiensi ginjal disebut azotemia. Uremia adalah kondisi pada tahap lanjut dari insufiensi
ginjal ketika gangguan sisitem multiorgan menjadi kompleks dan bermanifestasi klinis.
1. Kerusakan ginjal yang terjadi 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus LFG, dengan manifestasi: a. kelainan patologis
b. terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan
2. LFG 60mlmnt1,73m
2
selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
2.1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Suwitra, 2009
PGK diklasifikasikan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG,
yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG mlmnt1,73m
2
= 72 x kreatinin plasma mgdl
140-umur x berat badan
pada perempuan dikalikan 0,85
Derajat Penjelasan
mlmnt1,73m
2
LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG
↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG
↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG
↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal
15 atau dialisis
2.1.3. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik Suwitra, 2009
Penatalaksanaan PGK meliputi: • Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
• Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. • Memperlambat perburukan fungsi ginjal
• Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular a. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
b. Terapi pengganti ginjal Terapi Pengganti Ginjal Renal Replacement Therapy diperlukan pada penderita PGK
stadium terminal, ketika LFG 15 mlmnt1,73m
2
, dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan
melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan lingkungan dalam Suharjono dan Susalit, 2009.
Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi
ginjal apabila memungkinkan.
5
Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu Hemodialisis dan Peritoneal Dialisis Suwitra, 2009.
2.2 HEMODIALISIS
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu proses HD, darah penderita dipompa oleh
mesin ke dalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat
sementara dialisat mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi
dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat
terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat untuk selanjutnya dibuang Suharjono
dan Susalit, 2009.
Gambar 2.11. Proses hemodialisis
2.2.1 Indikasi Hemodialisis Suharjono dan Susalit, 2009
Pada umumnya indikasi dilakukannya HD pada penderita PGK stadium terminal adalah bila LFG 5 mLmenit. Keadaan pasien dengan LFG 5mLmenit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila telah terjadi: a. Kelebihan cairan volume overload
b. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata c. Kalium serum 6 mEqL
d. Ureum darah 200 mgdL e. pH darah 7,1
f. Anuria berkepanjangan 5 hari
2.3. Malnutrisi pada Hemodialisis
Malnutrisi adalah kondisi berkurangnya nutrisi tubuh, atau suatu kondisi terbatasnya kapasitas fungsional yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan kebutuhan
nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan,
dan hilangnya massa tubuh.
Pasien dengan Penyakit ginjal tahap Akhir yang dilakukan hemodialisis memiliki risiko malnutrisi akibat beberapa faktor yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal. Hal ini
termasuk mual, anoreksia, perubahan rasa, lemah dan restriksi diet Lavile dan Fuoque, 2000. Status nutrisi dan kemampuan fungsional juga dapat dipengaruhi oleh anemia, asidosis
metabolik dan dialisis tidak adekuat, hal ini dapat dideteksi dengan mudah menggunakan
pengukuran hemoglobin, ferritin dan urea reduction ratioURR. Penelitian telah
menunjukkan insiden malnutrisi sebesar 20 sampai 80 pada pasien hemodialisis Annes, 2004; Herselman et al, 2000. Namun harus di pertimbangkan bahwa penelitian di negara
berkembang menunjukkan persentasi yang lebih tinggi. Pasien yang menjalani hemodialisis memiliki risiko besar terhadap malnutrisi,
pengawasan ketat dari status nutrisi diperlukan untuk memfasilitasi terapi nutrisi. Insiden malnutrisi yang tinggi pada hemodialisis telah menunjukkan korelasi yang kuat dengan
morbiditas dan mortalitas CANUSA, 1996; Herselman et al, 2000; Johansen et al, 2003. Beberapa studi Asfar et al., 2006; Blondin and Ryan, 1999; Faintuch et al., 2006; Dwyer et
al., 1998; Herselman et al., 2000 meneliti metode apa yang paling baik mengidentifikasi malnutrisi pada PGK yang menjalani hemodialisis, metode tersebut meliputi SGA,
antropometri, laboratorium, BIA, magnetic resonance imaging MRI dan dual-energy X-ray absorptiometry DEXA. Antropometri biasa digunakan di sentra–sentra hemodialisis karena
merupakan metode yang simpel, aman, praktis dan murah, juga hasilnya valid dan secara klinis berguna untung mengukur status nutrisi protein-energi pasien GGK. Antropometri
digunakan untuk menilai penyakit. Antropometri berguna untuk menilai kadar lemak, lean mass, tinggi badan, berat badan. skinfold thickness, arm circumference AC, dan arm muscle
area AMA. Cara Skinfold merupakan cara pemeriksaan lemak tubuh yang cukup akurat, praktis dan
dapat dilakukan hanya dengan sedikit latihan. Pengukuran lemak tubuh dengan cara skinfold sering dilakukan di lapangan terutama di bidang olahraga untuk memonitor persentase lemak
tubuh atlet selama latihan dan pada masa pertandingan serta di tempat senam untuk memonitor hasil olahraga yang ditujukan untuk menurunkan berat badan dari komponen
lemak. McArdle et all, 2005. Data prospektif menunjukkan bahwa indeks massa tubuh yang tinggi dapat menjadi prediksi menurunkan morbiditas dan mortalitas pada populasi
hemodialisis Zadeh et al., 2005, namun bukti terbaru mengindikasikan bahwa berat badan yang turun dan penurunan nafsu makan adalah faktor pencetus penting untuk malnutrisi dan
prediktor independen dalam progresivitas dari PGK Burrowes et al., 2005; de Mutsert et al., 2006.
. 2.3.1. ANTROPOMETRI
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat sangat
umum sekali Supariasa, dkk, 2001. Sedangkan sudut pandang gizi, Jelliffe 1966 mengungkapkan bahwa antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri, khususnya pengukuran berat badan pernah menjadi prinsip dasar pengkajian
gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran secara spesifik diperlukan dan pengukuran Ini mencakup pengukuran berat badan Andy
Hartono, 2000. Antropometri biasa digunakan di sentra–sentra hemodialisis karena merupakan metode
yang simpel, aman, praktis dan murah, juga hasilnya valid dan secara klinis berguna untung mengukur status nutrisi protein-energi pasien GGK. Antropometri digunakan untuk menilai
penyakit. Antropometri berguna untuk menilai kadar lemak, lean mass, tinggi badan, berat badan. skinfold thickness, arm circumference AC, dan arm muscle area AMA.
Cara Skinfold merupakan cara pemeriksaan lemak tubuh yang cukup akurat, praktis dan dapat dilakukan hanya dengan sedikit latihan. Pengukuran lemak tubuh dengan cara Skinfold
sering dilakukan di lapangan terutama di bidang olahraga untuk memonitor persentase lemak tubuh atlet selama latihan dan pada masa pertandingan serta di tempat senam untuk
memonitor hasil olahraga yang ditujukan untuk menurunkan berat badan dari komponen lemak McArdle et all, 2005.. Cara ini menggunakan Skinfold Caliper untuk mengukur
lemak subkutan pada daerah ekstremitas dan batang tubuh. Dasar pemikirannya adalah bahwa 50 lemak tubuh total terdapat di subkutan. Lamb, et all 1984.
Lipatan kulit yang diukur diambil pada tubuh bagian kanan. Cara ini murah, mudah dilakukan, tidak butuh waktu lama dan tidak invasif. Akurasi pengukuran dengan skinfold
adalah ± 97. Akurasi skinfold ± 97.
Lokasi Tempat Pengukuran Skinfold
Triceps: lengan tergantung bebas dengan telapak tangan menghadap ke depan. Pada linea mediana lengan atas posterior, skinfold vertikal di titik pertengahan acromion dan olecranon
atau pertengahan bahu dan siku bagian posterior.
Prosedur Pemeriksaan Skinfold
Pengukuran skinfold dilakukan pada tubuh bagian kanan, jaringan subkutis dijepit dan diangkat sampai dasar permukaan otot oleh jari ke 1 dan 2 tangan kiri. Kaliper menjepit dasar
skinfold 1 cm distal dan tegak lurus terhadap jepitan. Pengukuran ini dibaca setelah 2-3 detik dijepit, pengukuran dilakukan 3 kali dengan selisih paling besar 1 mm dan hasilnya dirata-
rata.
Gambar 2.2: Cara Pengukuran Triceps Skinfold Thickness
2.4. BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS
BIA ditemukan pada awal tahun 1960, merupakan alat portable yang mudah digunakan, tidak invasif, tidak tergantung operator dengan ketepatan yang tinggi.
Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam BIA yaitu impedance, resistance R dan capacitance Xc. Impedance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kombinasi dari resistance dan capacitance. Resistance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh cairan intrasel dan ekstrasel sedangkan capacitance merupakan
tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh jaringan dan membran sel. Resistance dan capacitance berbanding lurus dengan panjang jaringan dan berbanding terbalik dengan tebal
jaringan tubuh Ursula et al, 2004; Liedtke, 1997; Saxena, 2005.
Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan konduktor silinder ionik dimana lemak bebas
ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah jenis ionik dan berhubungan dengan jumlah ion bebas dari garam, basa dan asam serta dengan
konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium. Jaringan terdiri dari sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang baik, sementara lemak dan tulang
merupakan penghantar listrik yang buruk Ursula et al, 2004; Liedtke, 1997. Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan kaki, pengukuran
dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga.
Gambar 2.3. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA
2.4.1 Beberapa parameter yang dihasilkan BIA dan peranannya pada pasien hemodialisis
kronik
Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle, status cairan tubuh meliputi {Total Body Water TBW, Extra Cellular Water ECW, Intra Cellular Water ICW dan Total
Body Potassium TBP} dan status nutrisi tubuh {Body Cell Mass BCM, Fat Free Mass FFM, Fat Mass FM, Resting Metabolic Rate RMR dan Total Protein TP, mineral serta
glikogen}Kyle et al., 2004b. RMR adalah kalori minimum yang dibutuhkan setiap hari untuk menjaga fungsi
vital tubuh saat istirahat. FFM meliputi seluruh tubuh kecuali FM, komponen utamanya adalah otot, organ vital, tulang dan cairan ekstraseluler. FFM diketahui berkorelasi kuat
dengan morbiditas dan penampilan fisik. BCM merupakan komponen tingkat seluler dari komposisi tubuh dimana berperan
dalam menghasilkan energi dan berhubungan dengan semua fungsi metabolik. TP meliputi semua komponen yang mengandung Nitrogen, dari asam amino sampai
nukleoprotein.
Glikogen adalah polisakarida, dijumpai pada sitoplasma sel, distribusinya terutama pada hati dan otot rangka. Glikogen berperan dalam mengontrol kadar gula darah, dimana bila
tubuh kelebihan glukosa maka akan disimpan dalam bentuk glikogen terutama di hati dan otot sedangkan bila kekurangan glukosa maka glikogen pun dipecah kembali.
Gambar 2.4 Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh. Free fat
mass FFM dibagi menjadi extracellular water ECW, extracellular solids ECS termasuk mineral tulang,
intracellular water ICW, dan intracellular solids ICS termasuk protein viseral. ICW+ICS adalah
body cell mass BCM Woodrow et al., 2007.
2.5 Phase angle
Phase angle menggambarkan distribusi cairan resistan dan keutuhan membran sel kapasitan tubuh manusia secara relatif. PhA dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang
merupakan kompertemen tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik, gangguan membran sel dan perubahan ECW. Sehingga dikatakan PhA bergantung pada total resistan dan kapasitan
tubuh, dimana berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan kapasitan. PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya peningkatan ECW, kematian sel dan kerusakan
membran sel atau penurunan integritas sel, sedangkan nilai PhA yang tinggi menandakan banyaknya jumlah membran sel dan BCM yang masih baik Ursula et al, 2004.
Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu dimengerti, namun PhA bermanfaat sebaagai prediktor outcome dan indikator yang baik bagi progresifitas penyakit
meskipun tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu. Pasien-pasien
Tabel 2.1 Statistik dari prognosis PhA Norman et al., 2012
dengan nilai Phase Angle yang rendah 4.10 mempunyai berat badan dan BMI yang rendah. Sebagai tambahan serum kreatinin akan bersamaan menurun menunjukkan adanya diet protein
yang rendah dan adanya muscle mass yang rendah.. Akhirnya, bodycell mass dan fat free mass juga akan menurun pada pasien-pasien dengan nilai Phase Angle yang rendah.
Pada pasien-pasien dengan nilai Phase angle yang tinggi tingkat mortalitas juga akan menurun, menunjukkan adanya status nutrisi yang baik. Satu penelitian besar multisenter
menunjukkan adanya hubungan langsung antara Phase angle dengan harapan hidup pada pasien- pasien hemodialisis. Studi lainnya pada 40 pasien peritoneal dialisis menemukan adanya
hubungan yang kuat antara Phase Angle dengan tinggginya mortalitas.Mushnick 2003 Suatu penelitian yang membandingkan 131 pasien HD kronik dengan 272 kontrol sehat
yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya, mendapatkan bahwa perubahan PhA merupkan prediktor yang kuat terhadap prognosis pasien Maggiore, 1996. PhA juga digunakan untuk
memonitor kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PhA berbanding terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih rendah pada wanita, kulit putih dan pasien diabetes
Steiber et al, 2004
HIV 75
5,6 Penurunan harapan hidup: perkiraan
parameter dengan tes LR: -0,799, P0,0001.
HIV 469
5,3 Penurunan harapan hidup: 463 hari vs 697
hari, p0,0001; Peningkatan progresifisitas penyakit: 406 hari vs 670
hari, p0,0001. Kanker paru
63 4,5
Penurunan harapan hidup: OR=1,25, p=0,04; Stadium IIIB 3,7 vs 12,1 bulan,
stadium IV: 1,4 vs 5,0 bulan. Kanker kolorecti
52 5,57
Penurunan harapan hidup: 8,6 vs 40,4 bulan, p=0,0001; peningkatan mortalitas:
RR=10,7, p=0,007. Kanker pankreas
58 5,08
Penurunan harapan hidup: 6,3 vs 10,2 bulan, p=0,02; penurunan RR 0,75 tiap
peningkatan 1 nilai PhA.
Kanker payudara 259
5,6 Penurunan harapan hidup: 23,1 vs 49,9
bulan, p=0,031; penurunan RR 0,82 tiap peningkatan 1 nilai PhA.
Hemodialisis 131
L: 4,5 P: 4,2
Penurunan harapan hidup 2 tahun: 59,3 vs 91,3, p0,01; Peningkata mortalitas:
RR 2,6, p0,0001. Hemodialisis
3009 3,0
3,0 – 4,0 Peningkatan mortalitas: RR 2,2, p0,05.
Peningkatan mortalitas: RR 1,3, P0,05. Dialisis peritoneal
53 6,0
Penurunan harapan hidup 5 tahun, p=0,004; RR=0,536, p=0,01.
Sirosis 305
5,4 Penurunan harapan hidup 4,5 tahun,
p0,01. Geriatri
1071 3,5
Peningkatan mortalitas 4 kali lipat dari 20
Tabel 2.2 Data BIA pada 100 orang sehat di medan Taufik et al., 2010 Variabel
Pria n=50 Wanita n=50
P
Umur 27,9 ± 5,2
28,0 ± 5,5 NS
IMT kgm
2
25,3 ± 2,9 23,7 ± 3,0
NS BIA
− RMR 1668,0 ± 109,3
1321,0 ± 58,4 S
− BCM 30,6 ± 3,1
22,3 ± 1,8 S
− FFM 76,1 ± 5,8
69,7 ± 6,8 S
− FM 23,9 ± 5,8
30,3 ± 6,8 S
− Protein 11,6 ± 1,5
8,0 ± 1,1 S
− Mineral 4,1 ± 0,5
3,3 ± 0,4 S
− Glikogen 499,2 ± 38,0
365,6 ± 29,7 S
− PhA 6,6 ± 0,8
5,5 ± 0,8 S
NS= Not Significant, S= Significant, p0,05
2.6. Status nutrisi tubuh
Malnutrisi dan penurunan FFM adalah faktor resiko signifikan dalam kenaikan angka mortalitas pasien yang menjalani HD Abad et al, 2011. Penelitian membuktikan perubahan
BCM berhubungan erat dengan asupan energi dan protein. Sehingga pengukuran FFM dan BCM oleh BIA dapat membantu mendeteksi kondisi malnutrisi pasien Maggiore et al, 1996.
; Donadio et al., 2005.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN