Hubungan Antara Lingkar Lengan Atas Dengan Phase Angle Sebagai Penanda Kualitas Hidup Yang Diukur Menggunakan Bio Electrical Impedance Analysis Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Reguler

(1)

HUBUNGAN ANTARA LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN

PHASE ANGLE SEBAGAI PENANDA KUALITAS HIDUP

YANG DIUKUR MENGGUNAKAN BIO ELECTRICAL

IMPEDANCE ANALYSIS PADA PASIEN YANG

MENJALANI HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Oleh

R. ARIEF BANU PRADIPTA

NIM : 087101011

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN ANTARA LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN

PHASE ANGLE SEBAGAI PENANDA KUALITAS HIDUP

YANG DIUKUR MENGGUNAKAN BIO ELECTRICAL

IMPEDANCE ANALYSIS PADA PASIEN YANG

MENJALANI HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Oleh

R. ARIEF BANU PRADIPTA

NIM : 087101011

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis

: HUBUNGAN ANTARA LINGKAR

LENGAN ATAS DENGAN

PHASE

ANGLE

SEBAGAI PENANDA

KUALITAS HIDUP YANG DIUKUR

MENGGUNAKAN

BIOELECTRICAL

IMPEDANCE ANALYSIS PADA

PASIEN YANG MENJALANI

HEMODIALISIS REGULER

Nama Mahasiswa

: R. Arief Banu Pradipta

NIM

: 087101011

Program Studi :

Magister Kedokteran Klinik-Spesialis

Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Tesis I

Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH

Pembimbing Tesis II

Dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD

Sekretaris Program Studi Kepala Departemen Departemen Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam

Dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP Dr. Salli R Nasution, Sp.PD-KGH


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH Anggota : Prof. Haris Hasan, Sp.PD, Sp.JP

Dr. Salli Rosefi Nasution, Sp.PD-KGH Dr. Leonardo Basa Dairi, Sp.PD-KGEH Dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI


(5)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama

: R. Arief Banu Pradipta

NIM

: 087101011


(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : R. Arief Banu Pradipta

NIM : 087101011

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA LINGKAR LENGAN ATAS

DENGAN PHASE ANGLE SEBAGAI PENANDA KUALITAS

HIDUP YANG DIUKUR MENGGUNAKAN

BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS PADA PASIEN

YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat, dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Medan

Pada tanggal : April 2014 Yang menyatakan


(7)

ABSTRAK

“HUBUNGAN ANTARA LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN PHASE ANGLE SEBAGAI PENANDA KUALITAS HIDUP YANG DIUKUR MENGGUNAKAN BIOIMPEDANCE ANALYSIS PADA PASIEN YANG

MENJALANI HEMODIALISIS REGULER”

R. Arief Banu Pradipta, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis Divisi Nefrologi dan Hipertensi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang : Pasien dengan Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang menjalani HD memiliki risiko malnutrisi akibat beberapa faktor yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) merupakan metode antropometri yang mudah, murah, dan non invasif yang sering digunakan untuk menentukan status nutrisi. Phase angle merupakan salah satu parameter dari pengukuran Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) yang menilai keutuhan dan komposisi sel tubuh, sehingga erat kaitannya dengan kualitas hidup dan mortalitas.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan LLA dengan nilai phase angle (PhA) pada BIA sebagai penanda kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

Metode : Studi potong lintang bersifat analitik dengan subjek penelitian 52 orang pasien PGK dengan hemodialisis regular 2 kali per minggu. Dilakukan penilaian status nutrisi dengan LLA dan pemeriksaan BIA dilakukan setelah proses hemodialisis.

Hasil : Dari hasil pemeriksaan didapat 15 orang (28,85%) menderita malnutrisi. Terdapat hubungan yang signifikan antara LLA dengan PhA (r=0,666; p<0,0001).

Kesimpulan : Lingkar Lengan Atas merupakan prediktor signifikan dari PhA sebagai penanda kualitas hidup pada pasien dengan hemodialisis reguler. Mengingat malnutrisi berhubungan dengan penurunan kualitas hidup, maka pengkuran LLA dianjurkan untuk rutin dilakukan pada pasien yang menjalani HD untuk mengevaluasi status nutrisi.


(8)

ABSTRACT

“CORRELATION BETWEEN MID UPPER ARM CIRCUMFERENCE WITH PHASE ANGLE FROM BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS AS A MARKER FOR QUALITY OF LIFE IN PATIENTS

ON REGULAR HEMODIALYSIS”

R. Arief Banu Pradipta, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis Division of Nephrology and Hypertension

Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of North Sumatera

H.Adam Malik General Hospital Medan

Background : End Stage Renal Disease (ESRD) patient with regular Haemodialysis (HD) had a risk for malnutrition as the consequences from several risks associated with degradation of renal function. Mid Upper Arm Circumference (MUAC) is an easy, not expensive, and non invasive anthropometry measurement which is use to assess nutritional status. Phase Angle (PhA) is one of Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) parameters to determine body cell composition and integrity which strongly correlated with mortality and quality of life.

Aim : To determine the correlation between MUAC with PhA in ESRD patients with regular hemodialysis.

Methods : On this analytic cross-sectional study, 52 CKD patient having regular hemodialysis twice a week were enrolled. Nutritional status examination was done by MUAC and PhA performed by BIA device after hemodialysis session.

Results : 15 (28,85%) of 52 patients were malnourished. There are significant correlation between MUAC and PhA (r=0,666; p<0,0001).

Conclusion : MUAC is a significant predictor for PhA in regular hemodilaysis patient. Considering malnutrition is associated with quality of life degradation on HD patients, MUAC is recommended for evaluation of nutritional status on HD patients


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar - besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH (alm) dan Dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH selaku Kepala Divisi Nefrologi Hipertensi dan pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

4. Dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD sebagai pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

5. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH sebagai guru, panutan bagi penulis. Terima kasih sebesar besarnya telah memberikan bimbingan baik


(10)

pendidikan formal maupun non formal selama sebelum menjalani pendidikan dan selama menjalani pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam.

6. Para Guru Besar, , Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, Sp.PD-KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, SpJP(K), Prof. Dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI,.SpMK, Prof. Dr. OK. Moehadsyah, KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, Sp.PD-KKV, Prof. Dr. Azmi S. Kar, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, Sp.PD, SpJP(K), Prof. Dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp.PD-KGK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik/ RSU Pirngadi Medan, para guru penulis selama proses pendidikan : Dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH (alm), Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP, Dr. Zainal Safri, Sp.PD, SpJP, DR. Dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, Dr. Mardianto, Sp.PD-KEMD, Dr. Santi Syafril, Sp.PD-KEMD, Dr. Sri Maryuni Sutadi, Sp.PD-KGEH, Dr. Betthin Marpaung, KGEH (alm), Dr. Mabel Sihombing, Sp.PD-KGEH, Dr. Abiran Nababan, Sp.PD-Sp.PD-KGEH, DR. Dr. Juwita Sembiring, Sp.PD-KGEH, Dr. Leonardo Basa Dairi, Sp.PD-KGEH, DR. Dr. Rustam Effendi YS, Sp.PD-KGEH, Dr. Dasril Effendi, SpPD-KGEH, Dr. Dairion Gatot, Sp.PD-KHOM, Dr. Sugiarto Gani, Sp.PD, Dr. Savita Handayani, Sp.PD, Dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI, Dr. Umar Zein, Sp.PD-KPTI, DTM&H, Dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI, Dr. Tambar Kembaren, Sp.PD, Dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP, Dr. E.N. Keliat, Sp.PD-KP, Dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD-KAI, Dr. Pirma Siburian, Sp.PD-KGer, DR. Dr. Blondina Marpaung, KR, Dr. A Adin Sutan Bagindo, Sp.PD-KKV, Dr Maringan Lumban Gaol, Sp.PD, Dr. Hariyanto Yoesoef, Sp.PD, Dr. Calvin Damanik, Sp.PD, Dr. Masrul Lubis, Sp.PD-KGEH, Dr. Herryanto Tobing, Sp.PD-KGEH, Dr. Ilhamd, Sp.PD, Dr. Syafrizal


(11)

Nasution, Sp.PD, Dr. Deske Muhadi, Sp.PD, Dr. Franciscus Ginting, Sp.PD, Dr. Endang Sembiring, Sp.PD, Dr. Saut Marpaung, Sp.PD, Dr. Hariyani Adin, Sp.PD, Dr. T. Abraham, Sp.PD, Dr. Jerahim Tarigan, Sp.PD, Dr. Ida Nensi Gultom, Sp.PD, Dr. Alwi Thamrin, Sp.PD, Dr. Wika Hanida Lubis, Sp.PD, Dr. Anita Rosari Dalimunthe, Sp.PD, Dr. Radar Radius Tarigan, Sp.PD, Dr. Lenni Evalena Sihotang, Sp.PD, Dr. Meutia Sayuti, Sp.PD, Dr. Henny Syahrini Lubis, Sp.PD, Dr. Riri Andri Muzasti, Sp.PD, Dr. Imelda Rey, Sp.PD, Dr. Taufik Sungkar, Sp.PD, Dr. Ameliana Purba,Sp.PD, Dr.Melati Silvani Nasution, Sp.PD, Dr. Dina Aprilia Ariestine, Sp.PD, Dr. Arianto S. Purba,Sp.PD, Dr. Restuti Saragih, Sp.PD, serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

8. Dr. R. Tunggul Ch Sukendar, Sp.PD-KGH (alm) yang telah banyak memberikan bimbingan, pengajaran dalam segala hal mulai usia penulis kanak kanak hingga beliau meninggalkan kita semua.

9. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas - luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

10. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah sudi memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

11. Dr. Taufik Ashar, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penyusunan tesis ini.

12. Seluruh senior peserta PPDS-II Nefrologi Hipertensi, perawat Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan teman


(12)

sejawat stase Nefrologi Hipertensi, tanpa bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

13. Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat : Dr. Hendrik E.P. Sarumpaet, Dr. Senior Tawarta Keliat , Dr. Rahmad Suwita Wahyu Siregar, Dr. Yudi Andre Marpaung, Dr. Arief Budiman,

Dr. Siti Taqwa Fitria Lubis, Dr. Lisa Yulianti, Dr. Dika Iyona Sinulingga, Dr. Yuswita Santi, Dr. Aini Pertiwi, Dr. Mawaddah, yang telah mengisi hari-hari penulis dengan persahabatan dan kerja sama dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

14. Teman-teman sejawat PPDS penulis baik senior maupun junior, Dr. Zainal Abdi, Dr. Abida, Dr. M. Aron Pase, Dr. Syafran Halim Harahap, Dr. Ferry Harismet, Dr. Asri Ludin Tambunan, Dr. Ryki M. Sihombing, Dr. Sari Harahap, dan seluruh PPDS Dept. Ilmu Penyakit Dalam yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dan masa pendidikan dokter spesialis.

15. Dr. Sabar Petrus Sembiring, Sp.PD, terima kasih atas kebaikan dan kesabarannya dalam memberikan dukungan kepada penulis.

16. Kepada seluruh keluarga besar Dr. Sindu Saksono, Sp.BA, Dr. Erlida Hanum, Kadar Wiryanto, Tri Yulia Handayani, Martiani Bayundari, (alm) Bambang Sudrajat dan keluarga, dan seluruh Keluarga besar R. Soekendar dan Keluarga besar Siswohudoyo yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas segala bantuan, dukungan moril dan materil yang telah diberikan kepada penulis dan keluarga selama menjalani masa pendidikan dokter spesialis.

17. Kepada sejawat penulis Dr. M. Feldy Ghazali dan Dr. Ivan Ramayana, terima kasih yang sebesar besarnya penulis haturkan atas kerjasama dan dukungan selama penulis menyelesaikan tesis. Tanpa kalian kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

18. Seluruh perawat / paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama ini.


(13)

19. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

20. Bapak Syarifuddin Abdullah, Kakanda Lely Husna Nasution, Deni Mahyudi S.Kom, Erjan Fikri S.Kom, Saudara Ali, Saudari Tanti, Maya, Anjani, Yanti, Wanti, Fitri dan Ita serta seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda H.R. Satmoko Wicaksono (alm) dan ibunda Hj. Andjas Ismuwardhani, atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materil, serta mendorong penulis dalam berjuang menapaki hidup dan mencapai cita-cita. Tak akan pernah bisa penulis membalas jasa - jasa Ayahanda dan Ibunda. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan karuniaNya kepada Ayahanda dan Ibunda penulis. Amin.

Rasa hormat dan terima kasih yang yang setinggi-tingginya dan setulusnya penulis tujukan kepada ayah mertua (alm) Datuk Tarjiman, dan ibu mertua (alm) Nurdiyeti yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dorongan semangat dan nasehat dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis ucapkan terima kasih yang setulusnya.

Kepada istriku tercinta dan tersayang Sari Handayani, SH dan buah hatiku R. Parikesit Pradipta, tiada kata lain yang bisa sampaikan selain rasa terima kasih buat cinta dan kasih sayang serta kesabaran, ketabahan, pengorbanan, doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini menyertai perjuangan kita mengejar cita cita. Semoga cita-cita kita bersama dapat segera tercapai.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada adik kandung penulis, Dr. R. Andika Dwicahyadi serta seluruh keluarga besar penulis yang telah

banyak memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan, sehingga penulis dapat sampai di titik ini, yang tak lain merupakan pencapaian keluarga besar yang dicita - citakan bersama.


(14)

Terima kasih yang sebesar - besarnya juga kepada kakak ipar penulis, Ice Diana, S.P, Vivi Imelda, S.Sos, dan keluarga. Terima kasih atas kebersamaan dan sebagai penyemangat bagi penulis dalam menjalani pendidikan ini.

Akhirnya kepada berbagai pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya. Izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang terkait atas segala kekurangan dan kesalahan selama penulis mengikuti pendidikan Ilmu Penyakit Dalam dan dalam penulisan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, April 2014


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Singkatan dan Lambang... xii

Daftar Lampiran... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

1.6 Kerangka Konseptual... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik... 2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik... 2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik... 2.1.3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik... 5 5 5 6 2.2 Hemodialisis... 2.2.1 Indikasi Hemodialisis... 2.2.2 Malnutrisi pada Hemodialisis... 2.3 Lingkar Lengan Atas (LLA)………... 2.4 Bioelectrical Impedance Analysis... 2.4.1 Parameter BIA dan peranannya pada pasien Hemodialisis Kronik... 2.4.2 Phase Angle... 2.4.3 Status Nutrisi Tubuh... 7 8 8 10 12 13 14 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 18

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 18

3.3 Subjek Penelitian... 18

3.4 Kriteria Penelitian... 18

3.5 Populasi dan Sampel... 19

3.6 Bahan dan Prosedur Penelitian... 19

3.7 Identifikasi Variabel... 20

3.8 Etika Penelitian... 20

3.9 Definisi Operasional... 20 3.10 Kerangka Operasional...

3.11 Analisis Data...

21 21


(16)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian... 22 4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian...

4.1.2 Gambaran Status Nutrisi, Parameter Fungsi Ginjal dan BIA berdasarkan Jenis Kelamin………... 4.1.3 Gambaran status nutrisi berdasarkan etiologi penyakit

ginjal tahap akhir...

4.1.4 Hubungan antara LLA dengan Phase Angle………... 4.1.5 Hubungan LLA dengan parameter nutrisi lain……… 4.2 Pembahasan...

22 24

25 26 27 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 32 5.2 Saran... 32


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik ... 5

2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

... 6

2.3 Nilai pronostik Phase Angle ……… 16

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

Karakteristik dasar responden penelitian ………...

Perbedaan IMT, LLA, kreatinin, parameter BIA berdasarkan jenis kelamin ………...

Perbedaan IMT, LLA, kreatinin, parameter BIA berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir………

Analisis korelasi LLA dengan PhA………...

Hubungan LLA yang dikelompokkan menjadi malnutrisi dan nutrisi baik dengan parameter nutrisi lain (CoP=24 cm)…….

22

24

25

27

27


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1

2.2

Proses Hemodialisis. ...

Lokasi Pengukuran Lingkar Lengan Atas……….. ...

8

11

2.3

2.4

2.5

4.1

Cara Pengukuran Lingkar Lengan Atas……….

Teknik Pengukuran Komposisi Tubuh Dengan BIA ...

Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh...

Grafik Scatterplot Korelasi LLA dan PhA ...

.

12

13

14


(19)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian pertama

kali pada halaman

BCM Body Cell Mass 12

BIA Bioelectrical Impedance Analysis 2

BMI Body Mass Index 19

CANUSA Canada – United States of America 9

DEXA Dual X-ray Absorbtiometry 9

DM Diabetes Mellitus 22

ECW Extra Cellular Water 13

FFM Fat Free Mass 13

FM Fat Mass 13

Hb HD

Hemoglobin Hemodialisis

23 1

HIV Human Immunodeficiency Virus 2

ICW Intra Cellular Water 13

IMT Indeks Massa Tubuh 10

KDOQI Kidney Disease Outcomes Quality Initiative 30 LFG

LLA

Laju Filtrasi Glomerulus Lingkar Lengan Atas

5 1

LR Likelihood Ratio 16

MRI Magnetic Resonance Imaging 9

OR Odds Ratio 16

pH power of Hydrogen 8

PhA Phase Angle 2

PGK PGTA

Penyakit Ginjal Kronik Penyakit Ginjal Tahap Akhir

5 9

RMR Resting Metabolic Rate 13

RR Relative Risk 16

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat 22


(20)

SGA Subjective Global Assessment 1 SPSS Statitistical Package for the Social Sciences 21

TBP Total Body Potassium 13

TBW Total Body Water 13

TP Total Protein 13

URR Urea Reduction Ratio 9

USRDS United States Renal Data System 1

LAMBANG

Derajat

0


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Surat Persetujuan Komite Etik ... 36

2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 37

3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ... 38

4 Kertas Kerja Profil Subjek Penelitian ... 39

5 Lembar Hasil Pemeriksaan BIA ... 40

6 Daftar Riwayat Hidup……….. 41

7 Hasil Statistik... 46


(22)

ABSTRAK

“HUBUNGAN ANTARA LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN PHASE ANGLE SEBAGAI PENANDA KUALITAS HIDUP YANG DIUKUR MENGGUNAKAN BIOIMPEDANCE ANALYSIS PADA PASIEN YANG

MENJALANI HEMODIALISIS REGULER”

R. Arief Banu Pradipta, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis Divisi Nefrologi dan Hipertensi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang : Pasien dengan Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang menjalani HD memiliki risiko malnutrisi akibat beberapa faktor yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) merupakan metode antropometri yang mudah, murah, dan non invasif yang sering digunakan untuk menentukan status nutrisi. Phase angle merupakan salah satu parameter dari pengukuran Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) yang menilai keutuhan dan komposisi sel tubuh, sehingga erat kaitannya dengan kualitas hidup dan mortalitas.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan LLA dengan nilai phase angle (PhA) pada BIA sebagai penanda kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

Metode : Studi potong lintang bersifat analitik dengan subjek penelitian 52 orang pasien PGK dengan hemodialisis regular 2 kali per minggu. Dilakukan penilaian status nutrisi dengan LLA dan pemeriksaan BIA dilakukan setelah proses hemodialisis.

Hasil : Dari hasil pemeriksaan didapat 15 orang (28,85%) menderita malnutrisi. Terdapat hubungan yang signifikan antara LLA dengan PhA (r=0,666; p<0,0001).

Kesimpulan : Lingkar Lengan Atas merupakan prediktor signifikan dari PhA sebagai penanda kualitas hidup pada pasien dengan hemodialisis reguler. Mengingat malnutrisi berhubungan dengan penurunan kualitas hidup, maka pengkuran LLA dianjurkan untuk rutin dilakukan pada pasien yang menjalani HD untuk mengevaluasi status nutrisi.


(23)

ABSTRACT

“CORRELATION BETWEEN MID UPPER ARM CIRCUMFERENCE WITH PHASE ANGLE FROM BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS AS A MARKER FOR QUALITY OF LIFE IN PATIENTS

ON REGULAR HEMODIALYSIS”

R. Arief Banu Pradipta, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis Division of Nephrology and Hypertension

Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of North Sumatera

H.Adam Malik General Hospital Medan

Background : End Stage Renal Disease (ESRD) patient with regular Haemodialysis (HD) had a risk for malnutrition as the consequences from several risks associated with degradation of renal function. Mid Upper Arm Circumference (MUAC) is an easy, not expensive, and non invasive anthropometry measurement which is use to assess nutritional status. Phase Angle (PhA) is one of Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) parameters to determine body cell composition and integrity which strongly correlated with mortality and quality of life.

Aim : To determine the correlation between MUAC with PhA in ESRD patients with regular hemodialysis.

Methods : On this analytic cross-sectional study, 52 CKD patient having regular hemodialysis twice a week were enrolled. Nutritional status examination was done by MUAC and PhA performed by BIA device after hemodialysis session.

Results : 15 (28,85%) of 52 patients were malnourished. There are significant correlation between MUAC and PhA (r=0,666; p<0,0001).

Conclusion : MUAC is a significant predictor for PhA in regular hemodilaysis patient. Considering malnutrition is associated with quality of life degradation on HD patients, MUAC is recommended for evaluation of nutritional status on HD patients


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir yang menjalani hemodialisis masih tinggi, kira-kira 15-20 persen per tahun, (USRDS, 2010) . Beberapa faktor telah dikenal sebagai prediktor fakta ini, di antaranya yang terpenting adalah malnutrisi dan penurunan massa otot (Lowrie dan Lew, 1990).

Malnutrisi merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien hemodialisis (HD). Beberapa penelitian mendapatkan bahwa 20-50% pasien HD mengalami malnutrisi (Anees, 2004; Herselma et al, 2000, Sharma,2001). Penyebab gangguan status nutrisi ini multifaktorial, diantaranya akibat asupan yang kurang, proses uremia yang terjadi maupun prosedur hemodialisis (Bernard C. 2007).

Namun hal ini masih menjadi tantangan bagi klinisi karena banyaknya metode untuk menilai status nutrisi, diantaranya dengan Subjective Global ssesment (SGA), Malnutrition Universal Screening Tool, Mini Nutritional Assesment, Nutritional Risk screening-NRS 2002, pengukuran antropometri dan parameter laboratorium seperti transferin dan albumin (Oliviera et al, 2010; Abad et al, 2011). Salah satu parameter antropometri yang sering digunakan adalah pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) atau Arm Circumference, merupakan Malnutrisi ditandai dengan perubahan keutuhan membran sel dan gangguan keseimbangan cairan, sehingga pengukuran komposisi tubuh merupakan bagian terpenting dalam penilaiaan status nutrisi pasien HD. Mengenal dan mengatasi masalah nutrisi ini tepat pada waktunya dapat memperbaiki prognosis pasien, misalnya dengan membantu pasien mendapatkan berat badan normal, meningkatkan respon terapi dan mengurangi komplikasi terapi. Dengan mengenal dan mengatasi malnutrisi pada permulaan menjalani terapi HD sangat penting untuk mencapai hasil yang baik sehingga kualitas hidup pasien menjadi baik pula (Oliviera et al, 2010).


(25)

permeriksaan yang sederhana, murah, gampang dan non invasif (Nelson et al, 1990).

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu alat untuk menilai berbagai komposisi tubuh dan status nutrisi yaitu bioelectrical impedance analysis (BIA), yang dapat mendeteksi lebih awal terhadap perubahan membran sel dan ketidakseimbangan cairan yang dapat mendahului berbagai metode pengukuran yang ada. BIA merupakan alat yang mudah digunakan, bersifat non-invasif, dapat dilakukan berulang-ulang dan tidak bergantung pada operator dengan tingkat kesalahan yang rendah sehingga hasil dapat dipercaya untuk mengukur status nutrisi pada pasien yang menjalani dialisis secara reguler (Saxena et al, 2005). Dikatakan BIA memiliki hubungan erat dengan pengukuran antropometri, namun dalam menilai kualitas hidup dan mortalitas, BIA dinilai lebih superior (Aatif et al, 2013).

Salah satu parameter yang dapat dinilai dari pemeriksaan BIA ini adalah phase angle. Phase angle (PhA) menggambarkan distribusi cairan (resistan) dan keutuhan membran sel (kapasitan) dari tubuh manusia. Sebagai indikator distribusi cairan antara intrasel dan ektrasel, phase angle merupakan indikator malnutrisi yang paling sensitif (Bernard et al, 2007). Malnutrisi dapat mengurangi massa dan keutuhan membran sel serta mendorong perpindahan keseimbangan cairan, sehingga nilai phase angle akan rendah. PhA juga digunakan sebagai penanda prognostik pada beberapa keadaan dimana integritas sel dan keseimbangan cairan terganggu, seperti infeksi HIV, kanker, sirosis hati, ibu hamil, sepsis dan hemodialisis (Oliviera et al, 2012; Saxena et al, 2005; Maggiore et al, 1996).

Di Indonesia sendiri, tidak semua sentra Hemodialisis memiliki fasilitas pemeriksaan PhA dengan menggunakan BIA, sementara belum ada yang meneliti hubungan antara LLA dengan nilai PhA pada pasien HD di Indonesia, sehingga peneliti mencoba membuktikan hubungan tersebut yang pada akhirya dapat memperbaiki prognosis dan meningkatkan kualitas hidup pasien HD.


(26)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah, yaitu:

Apakah ada hubungan LLA dengan phase angle dari BIA pada pasien penyakit ginjal kronik dengan HD reguler.

1.3 Hipotesa

Ada hubungan antara LLA dengan nilai phase angle pada pasien penyakit ginjal kronik dengan HD reguler.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan LLA dengan nilai phase angle pada BIA pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler dan untuk mengetahui besar hubungan tersebut.

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan antara LLA dengan phase angle pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

1.5 Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui hubungan antara LLA dengan nilai phase angle pada BIA pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler, maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai:

a. Menjadi dasar pemeriksaan yang mudah dan murah bagi praktisi medis dalam upaya memperbaiki status nutrisi pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani HD reguler dengan menentukan penatalaksanaan yang tepat dan optimal, sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.

b. Indikator status nutrisi yang objektif pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

c. Menjadi salah satu parameter yang diperiksa secara rutin dalam memantau status nutrisi dan memprediksi kualitas hidup dan mortalitas pada pasien yang menjalani HD regular.


(27)

1.6. Kerangka Konseptual

Pasien PGK dengan

Hemodialisis

Lingkar Lengan Atas

(LLA)


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK

2.1.1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra, 2009)

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana akan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria PGK dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa kelainan struktural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),

dengan manifestasi:

a. kelainan patologis

b. terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan

2. LFG <60ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra, 2009)

PGK diklasifikasikan dan dibagi atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan LFG,


(29)

yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

72 x kreatinin plasma (mg/dl) (140-umur) x berat badan *)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan

(ml/mnt/1,73m2

LFG )

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan

60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang

30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal

<15 atau dialisis

2.1.3. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra, 2009) Penatalaksanaan PGK meliputi:

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

f. Terapi pengganti ginjal

Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy) diperlukan pada penderita PGK stadium terminal, ketika LFG <15 ml/mnt/1,73m2, dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil


(30)

metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan lingkungan dalam (Suharjono dan Susalit, 2009).

Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal apabila memungkinkan (Suharjono dan Susalit, 2009).

Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu Hemodialisis dan Peritoneal Dialisis (Suwitra, 2009).

2.2 HEMODIALISIS

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu proses HD, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara dialisat mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat untuk selanjutnya dibuang (Suharjono dan Susalit, 2009).


(31)

Gambar 2.1. Proses hemodialisis

2.2.1. Indikasi Hemodialisis (Suharjono dan Susalit, 2009)

Pada umumnya indikasi dilakukannya HD pada penderita PGK stadium terminal adalah bila LFG <5 mL/menit. Keadaan pasien dengan LFG <5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila telah terjadi:

a. Kelebihan cairan (volume overload)

b. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata c. Kalium serum >6 mEq/L

d. Ureum darah > 200 mg/dL e. pH darah < 7,1

f. Anuria berkepanjangan ( >5 hari)

2.2. Malnutrisi pada Hemodialisis

Malnutrisi adalah kondisi berkurangnya nutrisi tubuh, atau suatu kondisi terbatasnya kapasitas fungsional yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan, dan hilangnya massa tubuh.


(32)

Pasien dengan Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang dilakukan hemodialisis memiliki risiko malnutrisi akibat beberapa faktor yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal. Hal ini termasuk mual, anoreksia, perubahan rasa, lemah dan restriksi diet (Lavile dan Fuoque, 2000). Di samping itu, proses HD itu sendiri dapat menyebabkan hilangnya sebagian nutrisi, yaitu protein, sebesar 6-12g/ tindakan HD, sebagai kompensasinya maka selanjutnya aka nada proses katabolisme cadangan protein untuk mencukupkan kebutuhan pasien HD tersebut (Wolfson, 1999). Status nutrisi dan kemampuan fungsional juga dapat dipengaruhi oleh anemia, asidosis metabolik dan dialisis tidak adekuat, hal ini dapat dideteksi dengan mudah menggunakan pengukuran hemoglobin, ferritin dan urea reduction ratio(URR).

Penelitian telah menunjukkan insiden malnutrisi sebesar 20% sampai 50% pada pasien hemodialisis (Annes, 2004; Herselman et al, 2000; Sharma et al, 2001). Namun harus di pertimbangkan bahwa penelitian di negara berkembang menunjukkan persentasi yang lebih tinggi. Pasien yang menjalani hemodialisis memiliki risiko besar terhadap malutrisi, pengawasan ketat dari status nutrisi diperlukan untuk memfasilitasi terapi nutrisi. Insiden malnutrisi yang tinggi pada hemodialisis telah menunjukkan korelasi yang kuat dengan morbiditas dan mortalitas (Aatif et al, 2013, CANUSA, 1996; Herselman et al, 2000; Johansen et al, 2003; Sharma et al,2001).

Beberapa penelitian sebelumnya meneliti metode apa yang paling baik mengidentifikasi malnutrisi pada PGK yang menjalani HD, metode tersebut meliputi pemeriksaan biokimia (Albumin, pre albumin, transferring), SGA, antropometri (pengukuran body mass index, lingkar lengan atas, triceps skinfold thickness), BIA, magnetic resonance imaging (MRI) dan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA). (Asfar et al, 2006; Blondin dan Ryan, 1999; Faintuch et al, 2006; Dwyer et al, 1998; Herselman et al, 2000)

Pemeriksaan Albumin serum sering digunakan untuk menentukan status nutrisi pasien HD, namun nilai Albumin dapat terganggu dengan


(33)

adanya penyakit yang menyebabkan katabolisme tubuh meningkat, adanya infeksi sebelumnya, dimana hal hal tersebut sering dijumpai pada pasien HD. Adanya infeksi dapat menurunkan kadar Albumin serum, Oleh karena hal tersebut, pemeriksaan Albumin serum tidak dapat selalu diandalkan dalam menilai status nutrisi pasien HD (Wolfson, 1999).

Walaupun penelitian MRI dan DEXA memiliki validitas dan dapat diaplikasikan, penggunaan sehari-hari terbatas akibat biaya, fasilitas dan waktu. BIA lebih murah dan cocok untuk pasien terutama dengan adanya keraguan dalam mengukur pasien dengan kelebihan cairan (Faintuch et al, 2006), namun tidak semua tempat memiliki fasilitas pemeriksaan BIA.

2.3. Lingkar Lengan Atas (LLA)

Pengukuran antropometri sebagai alat indikator untuk menetukan status nutrisi telah banyak dianut di seluruh dunia. Salah satu yang sering digunakan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengukuran tersebut murah, mudah, non invasif. Namun pengukuran IMT banyak dipengaruhi oleh status hidrasi pasien, sehingga hasilnya dapat menunjukkan bias bila dilakukan pada pasien dengan status hidrasi yang berlebih, misal pada pasien PGTA yang menjalani HD (Chakrabouty, 2009)

Pemeriksaan LLA merupakan salah satu pemeriksaan antropometri yang mudah dilakukan, aman, murah, serta non invasif (Nelson et al, 1990). Pengukuran LLA dianggap lebih mudah daripada IMT karena membutuhkan alat yang lebih sederhana, yaitu (Chakrabouty,2009). Pengukuran LLA dilakukan setelah dilakukan dialysis untuk meminimalkan kondisi kelebihan cairan pada pasien HD, atau saat paling mendekati bagi pasien untuk mencapai berat badan kering. Pengukuran dilakukan pada lengan atas sebelah kanan, kecuali bila lengan tersebut merupakan akses vaskular untuk HD atau terdapat luka, ataupun stroke. Posisi lengan parallel dengan tubuh, siku membentuk sudut 90o, kemudian tentukan lokasi pengukuran, yaitu pertengahan jarak antara Acromion dan Olecranon. Pengukuran dilakukan menggunakan pita


(34)

meter yang fleksibel dengan pendekatan mencapai 1mm (Kimmel et al,1995). Pada sebuah penelitian di Bengali,India, didapati nilai LLA sebesar 24cm sebagai nilai ambang dalam menentukan status nutrisi seseorang. LLA < 24cm dinilai sebagai malnutrisi, dan berkaitan dengan kualitas hidup yang menurun serta mortalitas yang meningkat (Chakrabouty, 2009)


(35)

Gambar 2.3. Cara pengukuran Lingkar Lengan Atas

2.4. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)

BIA ditemukan pada awal tahun 1960, merupakan alat portable yang mudah digunakan, tidak invasif, tidak tergantung operator dengan ketepatan yang tinggi.

Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam BIA yaitu impedance, resistance (R) dan capacitance (Xc). Impedance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kombinasi dari resistance dan capacitance. Resistance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh cairan intrasel dan ekstrasel sedangkan capacitance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh jaringan dan membran sel. Resistance dan capacitance berbanding lurus dengan panjang jaringan dan berbanding terbalik dengan tebal jaringan tubuh (Liedtke, 1997; Saxena, 2005; Ursula et al, 2004).


(36)

Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan konduktor silinder ionik dimana lemak bebas ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah jenis ionik dan berhubungan dengan jumlah ion bebas dari garam, basa dan asam serta dengan konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium. Jaringan terdiri dari sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang baik, sementara lemak dan tulang merupakan penghantar listrik yang buruk (Ursula et al, 2004; Liedtke, 1997).

Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga.

Gambar 2.4. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA

2.4.1. Beberapa parameter yang dihasilkan BIA dan peranannya pada pasien hemodialisis kronik

Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle, status cairan tubuh { TBW, ECW, Intra Cellular Water (ICW) dan Total Body Potassium (TBP)} dan status nutrisi tubuh {Body Cell Mass (BCM), Fat Free Mass (FFM), Fat Mass (FM), Resting Metabolic Rate (RMR) dan total protein, mineral serta glikogen}(Ursula et al, 2004).


(37)

Gambar 2.5. Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh. Free fat mass (FFM) dibagi menjadi extracellular water

(ECW), extracellular solids (ECS) termasuk mineral tulang,

intracellular water (ICW)), dan intracellular solids (ICS) termasuk protein viseral. ICW+ICS adalah body cell mass

(BCM) (Woodrow et al., 2007). 2.4.2. Phase angle

Phase angle (PhA) menggambarkan distribusi cairan (resistan) dan keutuhan membran sel (kapasitan) tubuh manusia secara relatif. PhA dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang merupakan kompertemen tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik, gangguan membran sel dan perubahan ECW. Sehingga dikatakan PhA bergantung pada total resistan dan kapasitan tubuh, dimana berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan kapasitan. (Gupta D, et.al, 2004)

PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya peningkatan ECW, kematian sel dan kerusakan membran sel atau penurunan integritas sel, sedangkan nilai PhA yang tinggi menandakan banyaknya jumlah membran sel dan BCM yang masih baik (Ursula et al, 2004).

Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu dimengerti, namun PhA bermanfaat sebagai prediktor outcome dan indikator yang baik bagi progresifitas penyakit meskipun tidak dapat


(38)

digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu. (Norman et al., 2012).

Suatu penelitian yang membandingkan 131 pasien HD kronik dengan 272 kontrol sehat yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya, mendapatkan bahwa perubahan PhA merupakan prediktor yang kuat terhadap prognosis pasien (Maggiore, 1996). PhA juga digunakan untuk memonitor kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PhA berbanding terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih rendah pada wanita, kulit putih dan pasien diabetes (Steiber et al, 2004).

Kristina Norman dkk juga menyatakan, bahwa nilai PhA yang rendah berhubungan dengan kualitas hidup yang rendah, malnutrisi, angka ketahanan hidup 6 bulan yang rendah (6 month- survival rate), mortalitas yang meningkat, dan rawatan rumah sakit yang lebih lama pada pasien dengan keganasan. (Norman K, et.al, 2010).


(39)

Tabel 2.3. Nilai prognostik PhA ( Norman et al, 2012)

Populasi Penelitian

N Nilai

ambang batas (0

Nilai prognostik dibawah ambang batas )

HIV 75 5,6 Penurunan harapan hidup: perkiraan

parameter dengan tes LR: -0,799, P<0,0001. HIV 469 5,3 Penurunan harapan hidup: 463 hari vs 697

hari, p<0,0001; Peningkatan progresifisitas penyakit: 406 hari vs 670 hari, p<0,0001. Kanker paru 63 4,5 Penurunan harapan hidup: OR=1,25, p=0,04;

Stadium IIIB 3,7 vs 12,1 bulan, stadium IV: 1,4 vs 5,0 bulan.

Kanker kolorecti

52 5,57 Penurunan harapan hidup: 8,6 vs 40,4 bulan, p=0,0001; peningkatan mortalitas: RR=10,7, p=0,007.

Kanker pankreas

58 5,08 Penurunan harapan hidup: 6,3 vs 10,2 bulan, p=0,02; penurunan RR 0,75 tiap peningkatan 1 nilai PhA.

Kanker payudara

259 5,6 Penurunan harapan hidup: 23,1 vs 49,9 bulan, p=0,031; penurunan RR 0,82 tiap peningkatan 1 nilai PhA.

Hemodialisis 131 L: 4,5 P: 4,2

Penurunan harapan hidup 2 tahun: 59,3% vs 91,3%, p<0,01; Peningkata mortalitas: RR 2,6, p<0,0001.

Hemodialisis 3009 3,0 3,0 – 4,0

Peningkatan mortalitas: RR 2,2, p<0,05. Peningkatan mortalitas: RR 1,3, P<0,05. Dialisis

peritoneal

53 6,0 Penurunan harapan hidup 5 tahun, p=0,004; RR=0,536, p=0,01.

Sirosis 305 5,4 Penurunan harapan hidup 4,5 tahun, p<0,01. Geriatri 1071 3,5 Peningkatan mortalitas 4 kali lipat dari 20%


(40)

2.4.3. Status nutrisi tubuh

Parameter BIA untuk status nutrisi adalah Body Cell Mass (BCM), Fat Free Mass (FFM), Fat Mass (FM), Resting Metabolic Rate (RMR) dan total protein, mineral serta glikogen. Malnutrisi dan penurunan FFM adalah faktor resiko signifikan dalam kenaikan angka mortalitas dan penurunan kualitas hidup pasien yang menjalani HD (Abad et al, 2011). Penelitian membuktikan perubahan BCM berhubungan erat dengan asupan energi dan protein. Sehingga pengukuran FFM dan BCM oleh BIA dapat membantu mendeteksi kondisi malnutrisi pasien (Maggiore et al, 1996).


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.2. Desain penelitian

Penelitian observasional dengan jenis pengukuran secara potong lintang (cross-sectional) yang bersifat analitik.

1.3. Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat

Penelitian dilakukan di unit hemodialisis Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

3.2.2 Waktu

Pengambilan sampel dilakukan mulai periode Desember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi.

1.4. Subjek Penelitian

Penderita PGK dengan hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan mulai periode Desember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi.

1.5. Kriteria Penelitian 3.4.1 Kriteria Inklusi

- Pria atau wanita berusia ≥ 18 tahun

- Penderita PGK dengan hemodialisis reguler 2 kali per minggu selama ≥ 3 bulan.

- Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent 3.4.2 Kriteria Eksklusi

- Pasien yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan - Hemodialisis tidak teratur


(42)

1.6. Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Penderita PGK dengan hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

3.5.2 Sampel

Penderita PGK dengan hemodialisis yang sesuai kriteria besar sampel. Besar Sampel

(

)

(

)

2 2 ) 1 ( ) 2 / 1

( (1 ) ) (1 )

a o a a o o P P P P Z P P Z n − − + −

≥ −α −β

Dimana :

) 2 / 1 (−α

Z = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

) 1 (−β Z

= deviat baku beta. utk β= 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

0 P

= proporsi estimasi PGK dengan hemodialisis 0,029 a

P

= perkiraan proporsi PGK dengan hemodialis yang diteliti, sebesar = 0,129

0

0 P

P

= beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,10 Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 50 orang.

3.6. Bahan dan Prosedur Penelitian

a. Seluruh subjek penelitian dimintakan perseujuan untuk mengikuti penelitian.

b. Dicatat nama, umur, jenis kelamin, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), lama menjalani hemodialisis, etiologi PGK dan dilakukan pengukuran BMI. Data yang didapat, dicocokkan dengan rekam medis. c. Dilakukan pemeriksaan antropometri dengan Lingkar Lengan Atas

(LLA) menggunakan pita meteran.

d. Pemeriksaan BIA untuk mendapatkan nilai phase angle dan parameter status nutrisi.


(43)

e. Pemeriksaan laboratorium yaitu Hb, ureum dan kreatinine.

3.7. Identifikasi Sampel

3.7.1 Variabel bebas : Lingkar Lengan Atas

3.7.2 Variabel tergantung : Phase angle yang diukur dengan BIA. 3.8. Etika Penelitian

Ethical Clearance (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari komite penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda-tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD-KKV, Sp.JP (K) pada tanggal 16Desember 2012 dengan nomor 519/KOMET/FK USU/2013. Informed consent secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut.

3.9. Definisi Operasional

Penyakit ginjal kronik (PGK) yaitu penyakit ginjal kronik stadium akhir berdasarkan data dari rekam medis yang memiliki laju filtrasi glomerulus <15ml/mnt/1,73m2

Hemodialisis reguler adalah pasien penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis 2 kali per minggu selama ≥ 3 bulan.

selama ≥ 3 bulan.

Lingkar Lengan Atas adalah salah satu pemeriksaan antropometri yang mengukur lingkar lengan bagian atas yang diukur pada pertengahan jarak antara acromion dan olecranon.

Bioelectrical impedance analysis (BIA) adalah alat untuk mengukur parameter komposisi tubuh dengan prinsip perubahan arus listrik jaringan tubuh yang didasari pada asumsi bahwa jaringan tubuh adalah merupakan konduktor silinder ionik dimana lemak bebas ekstraseluler dan intraseluler berfungsi sebagai resistor dan kapasitor.

Phase Angle (PhA) merupakan metode pengukuran secara linear berhubungan dengan resistan dan reaktan pada rangkaian seri dan paralel. Body Mass Index (BMI) adalah berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter2.


(44)

Free Fat Mass (FFM) adalah semua yang bukan lemak tubuh yang merupakan kombinasi dari Body Cell Mass dan Extracellular Mass.

Fat Mass (FM) adalah berat badan aktual dikurangi dengan FFM.

Body Cell Mass (BCM) didefinisikan sebagai massa intraselular dalam tubuh, yang terutama berisi kalium tubuh (98-99%).

3.10. Kerangka Operasional

3.11. Analisis Data

Analisis univariat untuk memperoleh gambaran distribusi rerata, standar deviasi masing-masing variabel. Analisis bivariat uji beda rerata, digunakan digunakan uji t independent untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan variabel yang tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann Whitney. Untuk melihat hubungan LLA dengan parameter nutrisi BIA digunakan uji korelasi Spearman. Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20.0 dengan batas kemaknaan p<0,05.

Pasien PGK dengan

Hemodialisis

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan BIA


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Selama periode penelitian di ruang Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh 52 subjek penelitian dengan diagnosis penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisis reguler yang bersedia ikut dalam penelitian dan telah dilakukan pemeriksaan BIA. Mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki terdapat sebanyak 37 orang (71,2%) rerata umur 46,12 tahun (SB= 10,62 tahun). Rerata tinggi badan dan berat badan responden adalah 163,6 cm (SB=6,38 cm) dan 57,69 kg (SB=10,39 kg). Rerata Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah 248,04 mm (SB=63,59 mm). Sebagian besar IMT subjek penelitian berada pada kategori normoweight sebanyak 35 orang (67,3%). (Tabel 4.1).

Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh rerata hemoglobin responden adalah 8,93 mg/dl (SB=1,26 mg/dl). Rerata ureum sebesar 136,21 mg/dl (SB=38,07 mg/dl) dan rerata kreatinin 13,43 mg/dl (SB=4,23 mg/dl). Rerata PhA dari pemeriksaan BIA didapat 5,15 ± 1,29 0

Sebanyak 76,9% (40 orang) subyek penelitian mengalami penyakit GGK akibat DM sedangkan sisanya disebabkan oleh penyebab selain DM (23,1%). Subyek telah dihemodialisa selama > 52 minggu sebanyak 33 responden (63,5%).(Tabel 4.1).


(46)

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik n = 52

Umur, rerata (SB), tahun 46,12 (10,62)

Jenis Kelamin, n (%)

Laki-laki 37 (71,2)

Perempuan 15 (28,8)

Tinggi Badan, rerata (SB), cm 163,6 (6,38)

Berat Badan, rerata (SB), kg 57,69 (10,39)

Indeks Massa Tubuh, n (%)

Underweight 10 (19,2)

Normoweight 34 (65,4)

Overweight 8 (15,4)

Laboratorium

Hb, rerata (SB), mg/dl 8,93 (1,26)

Ureum, rerata (SB), mg/dl) 136,21 (38,07)

Kreatinin, rerata (SB), mg/dl 13,43 (4,23) BIA

RMR, rerata (SB), Kkal 1396,88 (171,45)

FFM, rerata (SB) 47,22 (7,47)

% FFM, rerata (SB) 81,64 (6,47)

FM, rerata (SB) 10,87 (5,12)

% FM, rerata (SB) 18,36 (6,47)

BCM, rerata (SB) 24,53 (4,46)

Protein, rerata (SB), kg 9,21 (2,25)

Mineral, rerata (SB), kg 3,38 (0,69)

Glikogen, rerata (SB) 431,33 (66,04)

PhA, rerata (SB), ° 5,16 (1,29)

Etiologi

Non DM 40 (76,9)

DM 12 (23,1)

Lama HD

≤ 52 minggu 19 (36,5)

> 52 minggu 33 (63,5)

LLA, rerata (SB), mm 248,04 (63,59)


(47)

4.1.2 Gambaran Status Nutrisi, Parameter Fungsi Ginjal dan BIA berdasarkan Jenis Kelamin

Pada tabel 4.2 dapat dilihat gambaran status nutrisi, parameter fungsi ginjal dan BIA pada subjek penelitian yang dibagi berdasarkan jenis kelamin. Untuk variabel yang berdistribusi normal digunakan uji t independent, sedangkan variabel yang tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann Whitney. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada parameter IMT, Creatinine, LLA dan parameter BIA kecuali %FFM, FM dan %FM yang tidak berbeda signifikan di antara pria dan wanita.

Tabel 4.2. Perbedaan IMT, Hb, Ureum, Kreatinin, LLA, dan Parameter BIA berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Pria (n=37) Wanita (n=15) p

IMT, rerata (SB), kg/cm2 22,07 (3,02) 19,96 (2,95) 0,026a Laboratorium

Hb, rerata (SB), mg/dl 9 (1,11) 8,74 (1,60) 0,506 Ureum, rerata (SB), mg/dl)

a 139,17 (32,47) 128,91 (49,87) 0,384 Kreatinin, rerata (SB), mg/dl

a 14,5 (3,79) 10,76 (4,19) 0,003 LLA, rerata (SB), mm

a 257,68 (64,93) 224,27 (55,14) 0,02 BIA

b

RMR, rerata (SB), Kkal 1469,3 (142,41) 1218,27 (83,02) 0,0001 FFM, rerata (SB)

b 50,41 (5,95) 39,35 (4,37) 0,0001 % FFM, rerata (SB)

b 82,34 (5,92) 79,92 (7,59) 0,317 FM, rerata (SB)

b 11,08 (5,21) 10,34 (5,01) 0,558 % FM, rerata (SB)

b 17,66 (5,92) 20,08 (7,59) 0,317 BCM, rerata (SB)

b 25,97 (3,78) 20,99 (4,10) 0,0001 Protein, rerata (SB), kg

a 0,17 (1,65) 6,84 (1,71) 0,0001 Mineral, rerata (SB), kg

a 3,63 (0,54) 2,76 (0,64) 0,0001 Glikogen, rerata (SB)

a 455,95 (52,74) 370,6 (56,42) 0,0001 PhA, rerata (SB), °

b 5,47 (1,19) 4,37 (1,23) 0,004a a T test independent, b Mann Whitney

4.1.3 Gambaran status nutrisi berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir.

Pada tabel 4.3 dapat dilihat gambaran status nutrisi pada subjek penelitian hemodialisis reguler yang di bagi berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap


(48)

akhir DM dan non DM. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada kreatinine, protein, LLA dan PhA (p<0,05) sedangkan karakteristik lainnya tidak bermakna (p>0,05).

Tabel 4.3. Perbedaan IMT, Hb, Ureum, Kreatinin, LLA, dan Parameter BIA berdasarkan Etiologi Penyakit Ginjal

Variabel Non DM

(n=40)

DM (n=12) p

IMT, rerata (SB), kg/cm2 21,56 (3,34) 21,16 (2,38) 0,700a Laboratorium

Hb, rerata (SB), mg/dl 8,85 (1,26) 9,17 (1,28) 0,455 Ureum, rerata (SB),

mg/dl)

a

138,76 (37,90) 127,73 (39,03) 0,384

Kreatinin, rerata (SB), mg/dl

a

14,22 (4,12) 10,77 (3,56) 0,012

LLA, rerata (SB), mm

a

259,45 (54,80) 210 (77,80) 0,032 BIA

b

RMR, rerata (SB), Kkal 1421,63(174,75) 1314,41 (135,54)

0,057

FFM, rerata (SB)

a

47,99 (7,62) 44,63 (6,62) 0,174 % FFM, rerata (SB)

a

81,66 (6,70) 81,59 (5,87) 0,728 FM, rerata (SB)

b

11,04 (5,49) 10,31 (3,75) 0,914 % FM, rerata (SB)

b

18,34 (6,70) 18,41 (5,87) 0,728 BCM, rerata (SB)

b

25,18 (4,53) 22,39 (3,57) 0,057 Protein, rerata (SB), kg

a

9,63 (2,17) 7,83 (2,04) 0,014

Mineral, rerata (SB), kg

a

3,47 (0,67) 3,07 (0,67) 0,073

Glikogen, rerata (SB)

a

438,58 (66,74) 407,17 (60,04) 0,150 PhA, rerata (SB), °

a

5,38 (1,28) 4,39 (1,03) 0,018a a T test independent, b Mann Whitney

4.1.4. Hubungan LLA dengan PhA

Hasil analisa statistik dengan regresi linier (tabel 4.4) didapati bahwa hubungan LLA dengan PhA menunjukkan hubungan yang kuat (r = 0,666) dan berpola positif artinya semakin besar nilai LLA maka semakin besar pula PhA. Nilai koefisien determinasi 0,443 artinya persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 44,3 % variasi PhA sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan bermakna dan bersifat kuat antara LLA dengan PhA.


(49)

Tabel 4.4 Analisis Korelasi LLA dengan PhA

r R2 Persamaan Garis p

LLA 0,666 0,443 1,808+0,013x(LLA) 0,0001

Gambar 4.1. Grafik Scatterplot Korelasi LLA dan PhA

4.1.5. Hubungan LLA dengan parameter status nutrisi lain.

Pada tabel 4.7 dapat dilihat hubungan antara LLA yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok malnutrisi dan nutrisi baik dengan parameter status nutrisi lain dengan menggunakan cut off point (CoP)=24 cm. Dari hasil analisis diperoleh dimana hampir seluruh parameter memiliki hubungan yang signifikan dengan LLA (p<0,05) kecuali parameter %FFM (p = 0,166) dan % FM (p = 0,166).

Tabel 4.5 Hubungan LLA yang dikelompokkan menjadi malnutrisi dan nutrisi baik dengan parameter nutrisi lain (CoP=24 cm)

Variabel

LLA p

Malnutrisi (n=15)

Nutrisi Baik (n=37)

IMT, rerata (SB), kg/cm2 18,94 (2,53) 22,49 (2,76) 0,0001a Kreatinin, rerata (SB),

mg/dl

10,72 (4,43) 14,52 (3,66) 0,002

BIA

a

RMR, rerata (SB), Kkal 1274,33 (143,56)

1446,57 (157,58)

0,001a

• Y= 1,808+0,013X

• X= LLA

• r = 0,666


(50)

FFM, rerata (SB) 42,11 (6,81) 49,29 (6,77) 0,001a % FFM, rerata (SB) 83,36 (5,86) 80,95 (6,65) 0,166 FM, rerata (SB)

b

8,36 (3,85) 11,88 (5,26) 0,006 % FM, rerata (SB)

b

16,64 (5,86) 19,05 (6,65) 0,166 BCM, rerata (SB)

b

21,28 (4,6) 25,85 (3,71) 0,0001 Protein, rerata (SB), kg

a

7,78 (2,37) 9,79 (1,95) 0,003 Mineral, rerata (SB), kg

a

2,91 (0,78) 3,57 (0,55) 0,001 Glikogen, rerata (SB)

a

394,33 (68,64) 446,32 (59,54) 0,009a a

T test independent, b Mann Whitney

4.2. Pembahasan Penelitian

Malnutrisi cukup sering dijumpai pada pasien yang menjalani Hemodialisis (HD), namun proses dialysis itu sendiri dapat menyebabkan sejumlah nutrisi hilang dan larut ke dalam dialisat, hal ini juga diperberat dengan proses katabolisme yang muncul setelahnya. (Wolfson, 1999). Suatu studi di Maroko juga menyatakan bahwa malnutrisi erat kaitannya dengan mortalitas pada pasien yang menjalani HD. (Aatif et al, 2013)

Penilaian status nutrisi pada pasien yang menjalani HD sampai saat ini masih menjadi pertanyaan. Banyak studi yang telah dilakukan untuk mencari parameter terbaik untuk menilai status nutrisi yang sekaligus dapat memprediksi kualitas hidup, mortalitas, dan morbiditas. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status nutrisi yang telah banyak digunakan di berbagai fasilitas kesehatan. Pemeriksaan ini murah, aman, mudah, dan non invasive. Di antara pemeriksaan antropometri tersebut,Lingkar Lengan Atas (LLA) merupakan pemeriksaan yang paling sederhana, murah, dan mudah untuk dilakukan. Pada pengukuran LLA, hal yang diukur adalah otot dan lemak sub kutan. Kedua hal tersebut merupakan factor determinan dalam status nutrisi dan dalam menegakkan suatu malnutrisi, di mana LLA sedikit sekali dipengaruhi oleh status hidrasi pasien, sehingga LLA dianggap lebih baik dalam menilai status nutrisi dibandingkan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Tang et al, 2013). Pada suatu penelitian di India oleh Chakrabouty et al, didapati nilai ambang sebesar 24cm untuk LLA dianggap yang terbaik dalam menentukan seorang pasien mengalami malnutrisi. (Chakrabouty,2009).


(51)

Penelitian ini mengukur LLA pada pasien yang menjalani HD regular dan menilai hubungannya dengan parameter nutrisi lain pada pemeriksaan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Pemeriksaan BIA erat kaitannya dengan parameter antropometri dalam menilai status nutrisi, namun BIA dianggap lebih superior, dikarenakan BIA dapat menilai komposisi dan integritas sel – sel tubuh manusia.(Aatif et al, 2013). Salah satu parameter BIA yang diukur dan dihubungkan Phase Angle (PhA), di mana PhA erat kaitannya dengan kualitas hidup, mortalitas, dan morbiditas, yaitu semakin rendah nilai PhA, maka kualitas hidup semakin rendah dan prediksi mortalitas akan semakin tinggi.(Norman K et al,2010).

Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi malnutrisi pada pasien yang menjalani HD regular adalah sebesar 28,85% (15 dari 52 pasien). Hal ini sesuai dengan gambaran pada penelitian sebelumnya oleh Sharma et al, di mana mereka mendapatkan prevalensi malnutrisi sebesar 20-50% pada pasien HD regular.

Pada penelitian ini, diperoleh rerata LLA adalah sebesar 24,8 cm. Nilai ini hanya sedikit di atas nilai ambang LLA untuk menentukan malnutrisi, yaitu 24cm. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya variasi dari sampel penelitian. Dari penelitian sebelumnya oleh Chakrabouty et al, nilai ambang 24cm untuk LLA memiliki sensitivitas sebesar 86,3% dan spesifisitas sebesar 85,1%, namun penelitian tersebut dilakukan di India, yang mana secara genetic, ukuran, dan massa tubuh sampel penelitiannya berbeda dengan di Indonesia.

Sementara itu, dari penelitian ini didapatkan rerata nilai PhA dari pemeriksaan BIA adalah sebesar 5,16o± 1,29, menunjukkan bahwa rata rata pasien yang menjalani HD di sentra penelitian ini memiliki kualitas hidup yang cukup baik dan nilai prediksi mortalitas yang cukup rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Norman et al menyatakan, pada pasien yang menjalani HD, nilai PhA ≤ 3o

Penelitian ini juga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara pria dan wanita pada beberapa variable pengukuran (LLA, IMT, FFM, BCM, Protein, Mineral, Glikogen, PhA). Hal ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan memiliki resiko relatif untuk mortalitas sebesar 2,2 (95% CI: 1,6-3,2, p< 0,05).


(52)

ukuran, massa, serta komposisi tubuh, walaupun dari hasil BIA tidak dijumpai perbedaan bermakna pada Fat Mass, namun pada Fat Free Mass dijumpai perbedaan yang bermakna antara pria dan wanita.

Dari segi etiologi, penelitian ini membedakan antara pasien HD dengan Diabetes Mellitus (DM) dan non-DM. Didapatkan perbedaan yang bermakna pada Kreatinin serum, LLA, dan PhA. PAsien HD dengan etiologi DM memiliki PhA yang lebih rendah secara bermakna daripada pasien HD non-DM. Panduan NKF-KDOQI menyatakan pasien DM memiliki resiko penyakit Kardiovaskular dan mortalitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien non-DM. (NKF-KDOQI,2000).

Hubungan status nutrisi dengan nilai PhA tidaklah mengherankan karena PhA berhubungan langsung dengan membran sel baik jumlah maupun fungsinya, seseorang dengan status nutrisi yang lebih baik memiliki lebih banyak sel didalam tubuh sehingga nilai PhA menjadi lebih tinggi. Sedangkan penurunan nilai PhA dengan peningkatan usia mengindikasikan bahwa PhA selain sebagai indikator komposisi tubuh dan status nutrisi, juga merupakan indikator fungsi dan kesehatan secara umum serta kualitas hidup. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pengukuran LLA dengan PhA pada BIA, keduanya berkorelasi positif secara bermakna. Artinya, semakin besar LLA, maka akan semakin besar pula nilai PhA. Penelitian oleh Aatif et al dan Norman et al sebelumnya menyatakan walaupun pengukuran antropometri berhubungan erat dengan PhA, namun PhA lebih superior dalam memprediksi kualitas hidup dan mortalitas.

Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak terlalu besar dengan perbandingan jenis kelamin yang tidak merata, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar untuk memvalidasi Lingkar Lengan Atas untuk menilai performa diagnostik. Selain jumlah sampel yang tidak banyak, penelitian ini bersifat cross-sectional sehingga peranan LLA sebagai faktor prognosis belum bisa dilakukan secara langsung.


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil yag diperolah pada penelitian ini serta pembahasannya, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Lingkar Lengan Atas (LLA) sebagai parameter status nutrisi secara signifikan berhubungan positif dengan phase angle sebagai prognosis kualitas hidup dimana semakin rendah nilai LLA maka semakin rendah nilai phase angle.

2. LLA berkorelasi kuat dengan phase angle, sejhingga LLA dapat menggantikan pemeriksaan phase angle sebagai prediktor kualitas hidup pada pasien HD reguler.

5.2 Saran

1. Pengukuran LLA dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien HD, sebagai evaluasi dan untuk memantau status nutrisi pasien HD.

2. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan bersifat prospektif untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik sehingga nilai LLA dapat lebih tervalidasi.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Aatif T, Hassani K, Alayoud A, Maoujoud O, Ahid S, Benyahia M, et al, 2013, Parameters to Assess Nutritional Status in Moroccan Hemodialysis Cohort, Arab Journal of Nephrology and Transplantation,: 6 (2): 89-97. Abad S, Sotomayor G, Vega A, Perez J, Verdalles U, Jofre R, et al. 2011. The Phase angle of electrical impedance is a predictor of long-term survival in dialysis patients. Nefrologia, 31(6): 55-68.

Anees M, Ahmed AM, Rizwan SM. 2004. Evaluation of nutritional status of patients on hemodialysis. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan, 14(11); 665-9

Asfar B, Sezer S, Arat Z, Tutal E, Ozdemir FN, Haberal M. 2006. Reliability of mini nutritional assessment in hemodialysis compared with subjective global assessment. Journal of Renal Nutrition, 16(3):277-282.

Bernard C. 2007. Fluid balance, dry weight and blood pressure in dialysis. Hemodialysis International, 11;21-31.

Blondin J and Ryan C. 1999. Nutrition status: A continuous quality improvemnet approach. American Journal of Kidney Disease, 33(1): 198-202

Canada-USA (CANUSA). 1996. Peritoneal Dialysis Study Group. Adequacy of dialysis and nutrition in continuous peritonela dialysis: association with clinical outcomes. Journal of The American Society of Nephrology, 7(2):198-206.

Chakrabouty R, Bose K, Bisai S, 2009. Use of Mid Upper Arm Circumference As a Measure of Nutritional Status and Its Relationship With Self Reported Morbidity Among Adult Bengalee Slum Dwellers of Kolkata, India, Appetite and Nutritional Assessment, NOVA Science Pub Inc; 377-385.

Dwyer JT, Cunniff PJ, Maroni BJ, Kopple JD, Burrowes JD, Powers SN, et al. 1998 (THE HEMO Study Group). The Hemodialysis Pilot Study: Nutrition Program and Participant Characteristics at Baseline. Journal of Renal Nutrition, 8(1): 11-20.

Faintuch J, Morais AA, Silva MA, Vidigal EJ, Costa RA, Lyrio DJ, et al. 2006. Nutrition profile and imflammatory status of hemodialysis patients. Renal Failure, 28:295-301.

Gupta D, Lammersfeld CA, Burrows JL, Dahlk SL, Vashi PG, Grutsch JF, et.al. 2004. Bioelectrical Impedance Phase Angle in Clinical Practice: Implications for Prognosis in Advanced Colorectal Cancer. Am J Clin Nutr (80) 1634-8.

Herselman M, Moosa MR, Kotze TJ, Kritzinger M, Wuister S, Mostert D. 2000. Protein-energy malnutrition as a risk factor for increased


(55)

morbidity in long-term hemodialysis patients. Journal of Renal Nutrition, 10(1): 7-15.

Johansen KL, Shubert T, Doyle J, Soher B, Sakkas GK, Kent JA. 2003. Muscle atrophy in patient receiving hemodialysis: Effects on muscle strengh, muscle quality and physical function. Kidney International, 63:291-7. K/DOQI (2000). National Kidney Foundation: Clinical practice guidelines for

nutrition in chronic renal failure. Am J Kidney Dis, 35: S1-140(suppl 2). Kimmel PL Chawla SL, Amarasinghe A, Peterson RA, Weihs KL, Simmens

SJ, et al. 1995. Aspects of Quality of Life in Hemodialysis Patients. Journal of American Society of Nephrology, 6: 1418-26.

Laville M and Fuorque K (2000). Nutritional Aspect in hemodialysis. Kidney International, 58(76): 33-39.

Liedtke R. 1997. Principles of Bioelectrical Impedance Analysis. RJL Systems

Internet Site

Maggiore Q, Nigrelli S, Ciccarelli S, Grimaldi C, Rossi GA, Michelassi C. 1996. Nutritional and prognostic correlates of bioimpedance indexes in hemodialysis patients. Kidney International, 50(6): 2013-8.

Nelson E, Hong CD, Pesce AL, Peterson DW, Singh S, Pollack VE. 1990. Anthropometric norms for the dialysis population. American Journal of Kidney Disease, 16: 32-7

Norman K and Westphal AB. 2010. Cutoff Percentiles of Bioelectrical Phase Angle Predict Functionalitry, Quality of Life, And Mortality in Patients with Cancer, Am J Clin Nutr (92) 612-9.

Norman K, Stobäus N, Pirlich M, Westphal AB (2012). Bioelectrical phase angle and inpedance vector analysis – Clinical relevance and applicability of impedance parameters. Clinical Nutrition, 31: 854-861. Oliveira G, Santos AP, Mello ED (2012). Bioelectrical impedance phase angle:

utility in clinical practice. International Journal of Nutrition, 5(3): 123-127.

Oliviera CM, Kubrusly M, Mota RS, Silva CA, Oliveira VN. 2010. Malnutrition in chronic kidney failure: what is the best diagnostic method to assess?, J BrasNefrol; 31(1): 55-68.

Saxena A, Sharma RK. 2008. Role of Bioelectical Impedance Analysis (BIA) in Renal Disease. Indian J Nephrol, 15:194-7.

Sharma RK, Sahu KM, 2001, Nutrition in Dialysis Patients, J Indian Med Assoc; 99 (4): 206-8.

Steiber AL, Zadeh KK, Secker D, McCarthy M, Sehgal A, McCann L . 2004. Subjective Global Assessment in chronic kidney disease: A review. Journal of Renal Nutrition, 14(4): 191-200.

Suharjono, Susalit E. 2009. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 1050-2.


(56)

Suwita K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 1035-7.

Tang AM, Doug K, Deitchlen M, Chung M, Manasseh M, Tumilowicz A, et.al, 2013. Use of Cutoffs for Mid Upper Arm Circumference (MUAC) As an Indicator for Predictor of Nutritional and Health Related Outcomes in Adolescents and Adult: A Systematic Review, Food and Nutrition Technical Assistance, USAID.

URSDS. 2010. The United Renal Data System. Overall hospitalization and mortality. AM J Kidney Dis, 55(1):S1-A7.

Ursula GK. 2004. Bioelectical Impedance Analysis – part I: review of principles and methods. Clinical Nutrition, 23: 1226-1243.

Wolfson M,1999. Management of Protein and energy Intake in Dialysis Patients, J Am Soc Nephrol, 10: 2244-2247


(57)

(58)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Assalamualaikum wr. Wb.

Salam sejahtera bagi Bapak/Ibu, Saudara/i,

Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu, Saudara/i, meluangkan waktu untuk membaca dan mengisi surat persetujuan ini. Sebelumnya, perkenankan saya memperkenalkan diri. Nama saya dr. R. Arief Banu Pradipta, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU). Saya sedang melakukan pengumpulan data penelitian tugas akhir sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di FK-USU. Adapun judul penelitian saya adalah “Hubungan Antara Lingkar Lengan Atas Dengan Phase Angle Sebagai Penanda Kualitas Hidup Yang Diukur Menggunakan

Bioelectrical Impedance Analysis Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Reguler.”

Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara status nutrisi yang diukur dengan Lingkar Lengan Atas dengan kualitas hidup yang diukur dengan formulir SF-36 dan juga hubungannya terhadap prediksi kelangsungan hidup yang diukur dengan Bioelectrical Impedance Analysis. Pemeriksaan ini akan digunakan untuk mengetahui cukup tidaknya status nutrisi pada pasien hemodialisis. Apabila tidak cukup, segera dilakukan pengobatan sehingga diharapkan kualitas hidup sehari-hari tidak kalah dengan orang yang sehat dan kelangsungan hidup pun lebih baik.

Kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara, menjalani pemeriksaan fisik , pengukuran lingkar lengan atas dan pemeriksaan BIA yang tidak invasif. Kemudian pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah di daerah lipatan siku sebanyak 7 cc oleh ahlinya, untuk menilai darah rutin dan ureum kreatinin.

Perlu saya ingatkan, keikutsertaan Bapak/Ibu, Saudara/i adalah suka rela dan tidak dikenakan biaya. Semua data yang terkumpul saya jamin kerahasiaannya. Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas, Bapak/Ibu, Saudara/i dapat menanyakan langsung kepada saya :

Nama : dr. R. Arief Banu Pradipta

Alamat : Jl. STM, Gg. Sukaria no.7, Medan 20146 No. telp : 081260266593

Atas perhatian Bapak/Ibu, Saudara/i saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, dr.R. Arief Banu Pradipta


(59)

Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCERN)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Alamat :

Umur : tahun

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan No. telp/HP :

*

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur penelitian ini, menyatakan bersedia

Demikianlah surat persetujuan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat, untuk dapat digunakan seperlunya.

ikut serta dalam penelitian tentang ”Hubungan Antara Lingkar Lengan Atas Dengan Phase Angle

Sebagai Penanda Kualitas Hidup Yang Diukur Menggunakan

Bioelectrical Impedance Analysis Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Reguler”. Apabila sewaktu-waktu saya mengundurkan diri dari penelitian ini, kepada saya tidak dituntut apapun.

Medan, 2013

Saksi, Yang memberi pernyataan,

(...) (...)

*


(60)

Lampiran 4

KERTAS KERJA PROFIL SUBJEK PENELITIAN

Tanggal

: MR :

No.Peserta :

I. IDENTITAS PRIBADI.

Nama :

Umur ` :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*

Alamat :

No Telp / Hp : ………

Riwayat / Lama HD :

Etiologi PGK :

II. ANAMNESIS dan PEMERIKSAAN FISIK

Berat badan kering (kg) : Tinggi badan (cm) : IMT (kg/m2) :

Lingkar Lengan Atas (cm) :

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Parameter Nilai

Serum

Hb (gr/dL) Ureum (mg/dL) Creatinin (mg/dL)

BIA

RMR (Kcal) FFM (kg) FFM (%) FM (kg) FM (%) BCM (Kg) Protein (Kg) Mineral (Kg) Glikogen Phase Angle (0)


(61)

Lampiran 5


(62)

Lampiran 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : dr. R. Arief Banu Pradipta Tempat/Tgl. lahir : Medan / 11 Juni 1983 Jenis kelamin : Pria

Agama : Islam

Pekerjaan : Dokter PPDS

NIP : -

Pangkat/Gol. : -

Istri : Sari Handayani, SH

Anak : R. Parikesit Pradipta

Alamat pekerjaan : -Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Jl. dr. Mansyur no. 5 Medan

-Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan

Jl. Bunga Lau no.17 Medan

Alamat rumah : Jl. STM/ Sukaria no.7, Medan 20146 Telepon selular : 081260266593

II. PENDIDIKAN

1. SD Harapan 2, Medan (1989-1995) di Medan - Sumatera Utara 2. SMP Negeri 01 Medan (1995-1998) di Medan – Sumatra Utara 3. SMA Negeri 01 Medan (1998-2001) di Medan – Sumatra Utara

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara (2001-2007) di Medan, Sumatra Utara

5. PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2008 - sekarang) di Medan-Sumatera Utara


(1)

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 23.2935 Upper Bound 25.7754

5% Trimmed Mean 24.5522

Median 24.2950

Variance 19.869

Std. Deviation 4.45749

Minimum 14.19

Maximum 34.67

Range 20.48

Interquartile Range 6.16

Skewness .011 .330

Kurtosis -.069 .650

Protein Mean 9.2108 .31221

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 8.5840

Upper Bound 9.8375

5% Trimmed Mean 9.2553

Median 9.8000

Variance 5.069

Std. Deviation 2.25135

Minimum 3.75

Maximum 13.79

Range 10.04

Interquartile Range 3.61

Skewness -.301 .330

Kurtosis -.453 .650

Mineral Mean 3.3794 .09515

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 3.1884

Upper Bound 3.5704

5% Trimmed Mean 3.4011

Median 3.4950

Variance .471

Std. Deviation .68611

Minimum 1.53

Maximum 4.84

Range 3.31

Interquartile Range .93


(2)

Glikogen Mean 431.33 9.158 95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 412.94

Upper Bound 449.71

5% Trimmed Mean 431.14

Median 445.00

Variance 4361.597

Std. Deviation 66.042

Minimum 288

Maximum 552

Range 264

Interquartile Range 89

Skewness -.024 .330

Kurtosis -.751 .650

PhA Mean 5.1548 .17877

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 4.7959

Upper Bound 5.5137

5% Trimmed Mean 5.1574

Median 5.2250

Variance 1.662

Std. Deviation 1.28913

Minimum 2.44

Maximum 7.86

Range 5.42

Interquartile Range 1.86

Skewness -.002 .330

Kurtosis -.167 .650

Korelasi LLA dengan

PhA

Descriptives

Statistic

Std. Error Lingkar Lengan Atas

(mm)

Mean 248.038

5

8.81890 95% Confidence Interval Lower Bound 230.333


(3)

Median 266.500 0

Variance 4044.19

5

Std. Deviation 63.5939

8

Minimum 25.00

Maximum 336.00

Range 311.00

Interquartile Range 75.25

Skewness -1.283 .330

Kurtosis 1.884 .650

PhA Mean 5.1548 .17877

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 4.7959

Upper Bound 5.5137

5% Trimmed Mean 5.1574

Median 5.2250

Variance 1.662

Std. Deviation 1.28913

Minimum 2.44

Maximum 7.86

Range 5.42

Interquartile Range 1.86

Skewness -.002 .330

Kurtosis -.167 .650

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Lingkar Lengan Atas (mm)

.202 52 .000 .894 52 .000

PhA .055 52 .200* .984 52 .704

a. Lilliefors Significance Correction


(4)

Nonparametric Correlations

Correlations

Lingkar Lengan Atas

(mm) PhA

Spearman's rho Lingkar Lengan Atas (mm)

Correlation Coefficient 1.000 .716**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

PhA Correlation Coefficient .716** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Regression

Variables Entered/Removedb

Mod el

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Lingkar

Lengan Atas (mm)a

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: PhA

Model Summary

Mod

el R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .666a .443 .432 .97172

a. Predictors: (Constant), Lingkar Lengan Atas (mm)

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 37.543 1 37.543 39.760 .000a

Residual 47.212 50 .944

Total 84.754 51

a. Predictors: (Constant), Lingkar Lengan Atas (mm) b. Dependent Variable: PhA

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.808 .548 3.303 .002

Lingkar Lengan Atas (mm)

.013 .002 .666 6.306 .000


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Triceps Skinfold Thickness dengan Phase Angle yang Diukur dengan Bio Impedence Analysis sebagai Prediksi Mortalitas pada Pasien-Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan Hemodialisis regular

1 70 68

Hubungan antara phase angle pada pemeriksaan bioelectrical impedance analysis dengan skor Child Pugh pada penderita sirosis hati.

1 41 76

Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Kualitas Hidup Yang Diukur Dengan Sf-36 Pada Pasien Hemodialisis Reguler

1 62 79

Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hemodialisis Reguler

1 63 64

Hubungan Antara Parameter Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bioelectrical Impedance Analysis Dan Kualitas Hidup Yang Dinilai Dengan SF-36 Pada Pasien Hemodialis Reguler

1 34 63

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 22

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 2

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 4

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 17

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 3