UNI VERSI TAS UDAYANA | 15
2. Efisiensi gait
Sikap berjalan seseorang tergantung bagaimana cara memindahkan berat tubuh antara setengah langkah pertama dan setengah langkah ke dua Hafner et al.,
2002. Setengah langkah pertama, pusat berat tubuh naik sedikit pada setengah langkah, gerak dapat laju melambat; energi kinetik turun. Ketika gerak laju me-
lambat, energi kinetik berubah menjadi energi potensial, terus meningkat seiring menurunnya energi kinetik. Pemakaian kaki prosthetik membuat seorang amputee
menyesuaikan dalam berjalan hingga muncul cara jalan yang hemat energi, sedikit tenaga dengan beban kardiovaskular menjadi lebih ringan dan lebih lama.
Oliveira et al. 2009, secara umum cara amputee berjalan tidak efisien, hanya memanfaatkan 35 energi yang diambil dan 65 energi hilang untuk meng-
gerakkan otot yang tidak perlu. Efisiensi gait berpengaruh pada kontraksi otot pada saat perpindahan berat tubuh secara dinamis yang bersifat ritmik. Kontraksi otot dan
relaksi otot bertukar secara bergantian maka aliran darah tidak cepat terganggu dan memperlambat munculnya rasa sakit pada otot. Efisiensi gait merupakan perbandi-
ngan kaki normal dengan kaki prosthetik dan dinyatakan dalam persentase yang dicapai dalam penggunaan gaya dorong yang terbatas.
100 KN
Normal Kaki
KP Prosthetik
Kaki -
KN Normal
Kaki -
1 Gait
Efisiensi x
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡
=
……..5
Gerak otot statis pada tubuh pada pengerahan tenaga 50 dari kekuatan maksimum otot bekerja selama 1 menit Miller, 2010. Efisiensi gait yang rendah
menyebabkan kenaikan energi yang tidak sebanding peningkatan energi kinetik, tubuh tidak segera maju ke depan mengakibatkan kehilangan sejumlah energi.
UNI VERSI TAS UDAYANA | 16
2.1.2 Kualitas Hidup Quality Of Life
Kualitas hidup pasca amputasi menggambarkan dari pertimbangan dimensi fungsi fisik, psikologis dan sosial Kuijer dan de Ridder, 2003. Kualitas hidup
amputee adalah kemampuan amputee yang berfungsi secara fisik, emosi dan sosial pada lingkungannya yang konsisten dengan harapannya Grant dan Higgins, 2003.
Fungsi fisik minimal mempunyai kemandirian dan kemampuan untuk memenuhi peranan dalam kehidupan. Fungsi emosional minimal dengan kesehatan mental dan
mempunyai kemampuan kognitif untuk memenuhi peranan emosional dalam ke- hidupan. Fungsi sosial yang secara individu minimal dengan dukungan sosial yang
tersedia untuk memenuhi peranan harapan sosial dalam kehidupan. World Health Organization 2001, mendefinisikan kualitas hidup adalah
sehat secara fisik, mental dan sosial, tidak hanya ada atau tidaknya penyakit pada seseorang secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitas hidup dapat dilihat
dari kesejahteraan fisik terdiri dari mobilitas, kenyamanan, kesehatan, dan kebugaran Guberina et al., 2005. Kualitas hidup pada amputee dapat diukur dari interaksi
Tuntutan Tugas TT terhadap Kemampuan Tubuh KT selama aktivitas dari suatu kegiatan Brown, 2003; Felce dan Perry, 2003; Siporin dan Lysack, 2004 yaitu :
1. Kualitas hidup dicapai adanya keseimbangan saat berjalan; apabila TT = KT. 2. Kualitas hidup terjadi understress berupa ketidaknyamanan dan ketidakpuasan
yang pada akhirnya merasa tidak produktif dalam hidup; apabila TT KT. 3. Kualitas hidup terjadi overstress dengan bertambahnya beban kerja sewaktu ber-
jalan, keluhan muskuloskeletal, kelelahan, rasa sakit pada stump dan cidera; hal ini terjadi apabila TT KT.
UNI VERSI TAS UDAYANA | 17
1. Kenyamanan