UNI VERSI TAS UDAYANA | 22
Tabel 2.5 Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan Beban Kardiovaskular
CVL Klasifikasi
Beban Kerja Keterangan
30 Ringan
Tidak terjadi kelelahan no particular fatigue, no action required
30 CVL ≤ 60
Sedang Perlu perbaikan attention level,
improvement measurement advised 60 CVL
≤ 80 Berat
Kerja dalam waktu singkat action required on short term
80 CVL ≤ 100 Sangat Berat Perlu segera tindakan immediate action
required
Sumber: Louhevaara dan Kilbom, 2005 Louhevaara dan Kilbom 2005, nilai denyut nadi setiap aktivitas merupakan
denyut nadi aktivitas atau beban kardiovaskuler yang dapat disetarakan sebagai beban kerja pada aktivitas tersebut sebagai berikut :
1. Denyut Nadi Maksimum DNMaks = 220 – umur untuk laki-laki …...…..…8 = 200 – umur untuk wanita ….....……...9
2. Denyut Nadi Kerja Maks6jam eksperimen pengujian atau denyut nadi kerja maks 6 jam DNmaks6jam = 624 Denyut Nadi Maks - Denyut Nadi Istirahat
3.
100 DNI
- jam
6 Maks
DN DNI
- DNK
CVL x
=
;
100 Maks
DN 624
DNI -
DNK x
;
100 Maks
DN 14
DNI -
DNK x
100 Umur
- 220
14 DNI
- DNK
laki -
laki CVL
x =
………...….....…………….….………10
4. Keluhan muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal pada amputee selama aktivitas berjalan dengan melibatkan bagian otot-otot skeletal dimulai fase heel contact HC, flat foot FF,
midstance MS, heel offI
HO
, toe off TO dan swing off SO Canobbio, 2005.
UNI VERSI TAS UDAYANA | 23
Keluhan yang sering dirasakan setelah aktivitas berjalan munculnya rasa nyeri dan keram di stump, pegal-pegal di kaki normal, nyeri di lutut kaki amputasi, nyeri di
pantat, dan nyeri di pinggang Gailey et al., 2008; Herdiman et al., 2010b. Akibat aktivitas ini anggota gerak bawah terus menjaga posisi tubuh agar tetap stabil.
Semakin banyak gerakan yang berlawanan dengan kaidah faal semakin banyak ener- gi yang digunakan Grandjean, 2000; Astrand et al., 2003; Kroemer, 2008.
Bentuk kelelahan otot disertai dengan sensasi nyeri pada otot dapat dideteksi berupa keluhan pada otot-otot. Keluhan otot yang terjadi pada organ tubuh dapat
ditelusuri menggunakan alat ukur ergonomi yang digunakan sebagai berikut : 1. Electromyography EMG. Alat ini fungsinya digunakan untuk mengevaluasi dan
mencatat aktivasi otot. Surata 2013 dalam penelitiannya menggunakan EMG untuk analisis ergonomi yang membandingkan tegangan otot skeletal dengan ber-
bagai variasi posisi kerja, postur atau kegiatan dalam intervensi ergonomi. 2. Model fisik untuk mengetahui keluhan otot skeletal sewaktu beban kerja sewaktu
berjalan. Indikator dari beban kerja dari denyut nadi, konsumsi oksigen yang dapat diketahui keluhan muskuloskeletal Becker et al., 2007; Klodd et al, 2010.
3. Psikofisik tabel merupakan penilaian psikologi yang digunakan mengevaluasi pemindahan material secara manual Snook, 2005.
4. Pengukuran subjektif yaitu cara pengumpulan data menggunakan catatan harian, wawancara dan kuesioner David, 2005. Menilai keluhan muskuloskeletal dapat
menggunakan kuesioner Nordic Body Map NBM. Kuesioner ini dipergunakan dalam penelitian ergonomi karena biaya rendah, keterlibatan subjek sampel, dan
mudah dalam pengumpulan data Ercan dan Erdinc, 2006; David et al., 2008.
UNI VERSI TAS UDAYANA | 24
Adiputra 2002, keluhan subjektif akibat kerja yang berhubungan dengan reaksi individu terhadap pengalamannya. Metode subjektif untuk menilai keluhan
otot skeletal menggunakan Nordic Body Map yang menggunakan metode rating maupun ranking
Tirtayasa et al., 2003 . Prosedur mapping untuk menilai keluhan
otot skeletal dari keseluruhan dan istirahat melalui kuesioner pada skala 5 likert Corlett dan Wilson, 2005 dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Klasifikasi Tingkat Resiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu
Tingkat Keluhan
Total Skor Individu
Tingkat Resiko Otot Skeletal
Tindakan Perbaikan
1 26,0 – 46,7 Sangat Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan
2 46,8 – 67.5 Cukup Rendah Diperlukan adanya tindakan perbaikan
3 67,6 –
88,3 Rendah
Diperlukan tindakan perbaikan segera 4
88,4 – 109,1 Tinggi Diperlukan tindakan perbaikan segera mungkin
5 109,2 – 130,0 Sangat Tinggi
Diperlukan tindakan menyeluruh segera mungkin
Metode penilaian ini merupakan kelanjutan upaya perbaikan sikap berjalan. Desain penilaian pada kuesioner keluhan otot skeletal menggunakan 5 skala likert
dengan 28 pertanyaan. Penilaian skor Nordic Body Map pada kasus amputasi bawah lutut pada kaki kanan dikurangi 2 pertanyaan pertanyaan 25 dan 27, sama halnya
pada amputasi kaki kiri kurangi 2 pertanyaan pertanyaan 24 dan 26 diperoleh untuk skor terendah sebesar 26 Tidak Terasa Sakit dan skor tertinggi sebesar 130 Sangat
Sakit dapat dijelaskan pada penjelasan Lampiran 2.4a dan Lampiran 2.4b. Hasil tingkat keparahan otot skeletal dievaluasi terhadap perlu atau tidaknya
tindakan perbaikan dari resiko otot skeletal yang mengalami gangguan. Munculnya gejala nyeri punggung dan gangguan muskuloskeletal pada amputee transtibial lebih
UNI VERSI TAS UDAYANA | 25
disebabkan ketidakcocokan panjang dari ke dua tungkai kaki pada saat fitting prosthetik Gailey et al., 2008. Keluhan muskuloskeletal pada amputee transtibial
akibat keluhan otot sesuai Nordic Body Map yang dimodifikasi dengan otot trunkus meliputi punggung, pinggang, bokong, pantat dan otot ekstremitas atas meliputi bahu
kiri, bahu kanan, seperti dijelaskan pada Lampiran 2.4a dan Lampiran 2.4b.
Gambar 2.3 Nordic Body Map Otot ekstremitas bawah meliputi paha kiri, paha kanan, lutut kiri, lutut kanan,
betis kiri atau betis kanan, pergelangan kaki kiri atau pergelangan kaki kanan. Friberg dalam Bateni et al. 2004 yang mengevaluasi sebanyak 113 subjek amputasi
di Filandia yang hasilnya 15 dari subjek dengan amputasi kaki mengenakan pros- thetik sama panjang dengan kaki normal, 34 tidak dapat diterima dikarenakan ke-
tidakcocokan panjang kaki 20 mm dan 79 tidak dapat diterima dikarenakan panjang kaki prosthetik yang lebih pendek dari kaki normal. Ketidaksimetrian kaki
prosthetik yang menyebabkan masalah seperti scoliosis fungsional, gejala nyeri punggung, sakit punggung kronis, lutut dan pinggul nyeri pada tungkai kaki normal.
UNI VERSI TAS UDAYANA | 26
5. Kelelahan