RumusGaya Perencanaan Pada Perancangan PressTool

commit to user 2.5.4 Operasi potong atau pemotongan Gaya potong perlu dihitung, hal ini untuk menentukan konstruksi yang akan digunakan, karena ada hubungannya dengan kemampuan tekan yang diberikan oleh mesin press. Perhitungan ini berlaku pula untuk proses yang lain, seperti : proses cutting, shearing, punching, blanking, trimming, dll. Tenaga atau energi dalam sistem potong ini diperhitungkan untuk menentukan besarnya ukuran mesin press yang akan dipergunakan, yang berhubungan dengan kemampuan tekan yang diberikan. Gaya stripper harus diperhitungkan, sehingga dapat menentukan konstruksi lebih lanjut, seperti menentukan jenis stripper plate yang akan digunakan dan berhubungan dengan jumlah pegas dan ukuran yang akan dipakai. Besarnya gaya stripper ini di samping ditentukan oleh tebal material juga sangat tergantung dari ketajaman sisi potong yang dipergunakan. Apabila sisi potongnya tumpul, maka gaya stripper akan menjadi lebih besar.

2.6 RumusGaya Perencanaan Pada Perancangan PressTool

Dalam perancangan perkakas tekan press tool ini diperlukan dasar-dasar perhitungan yang menggunakan teori dan rumus-rumus tertentu sebagai dasar menentukan gaya-gaya yang bekerja pada proses pemotongan dan pembentukan. 2.6.1 Gaya forming deep drawing Di dalam pembuatan avor wastafle, digunakan mesin press single action sehingga pada proses drawing gaya-gaya yang bekerja, yaitu : a. Gaya pengendali blank F B b. Gaya drawing F Z Jadi, jumlah gaya yang diperlukan F Total pada proses drawing adalah sumber : Punching Tool 2, ATMI Surakarta : F Total = F B + F Z 2.7 a. Gaya pengendali blank F B F B = A .p atau F B = A B – Ap . p 2.8 commit to user Di mana, F B = gaya pengendali blank N A B = luas penampang blank mm 2 Ap = luas penampang shellpunch mm 2 A = luas bagian yang dikendalikan dipegang oleh holding plate pressure pad mm 2 p = tekanan bidang Nmm 2 Untuk shell yang berbentuk silindris bisa dihitung dengan rumus : F B = . – . p 2.9 Harga tekanan p ini besarnya tergantung dari kualitas dan tebal material yang dikerjakan. Menurut Schuler : L. Schuler AG : Handbuch fuer die spanlose Formgebung maka besarnya adalah 2.10 Di mana, d = diameter setelah deep drawing mm β = 1m =kebalikan dari deep drawing ratio t = tebal pelat atau material mm B = tegangan tarik material Nmm 2 Material tipispun masih memerlukan adanya tekanan atau gaya pengendali blank yang besar. Maka untuk benda-benda kerja berpenampang besar lebih baik menggunakan mesin press double action. Besarnya gaya pengendali blank ini dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan gaya drawing. Apabila harga perbandingannya diketahui, maka bisa dihitung, misalnya : Untuk pelat di bawah 0,5 mm F B 0,4 Fz Dari 0,5 mm sampai 1 mm F B 0,3 Fz commit to user Dari 1,1 mm ke atas F B 0,25 Fz Namun sebaiknya memakai cara dengan rumus tekanan bidang p di atas karena lebih aman. b. Gaya Drawing F Z Gaya ini mirip dengan gaya potong, besarnya tergantung dari tebal pelat dan kelilingnya. Hanya harus diperhitungkan adanya angka koreksi α yang besarnya tergantung dari drawing ratio. F z = U . t . B . α 2.11 Di mana, F Z = Gaya drawing N U = Keliling benda kerja atau shell mm t = Tebal pelat atau material mm = Tegangan tarik material Nmm 2 α = Angka koreksi Untuk shell silindris round shell maka rumus di atas dapat disederhanakan menjadi : F z = π. d . t . B . α 2.12 Di mana, Fz = Gaya drawing N d = diameter shell mm t = Tebal pelat material mm B = Tegangan tarik material Nmm α = angka koreksi Untuk angka koreksi α diperoleh dari gambar 2.20 di atas. commit to user 2.6.2 Kerja drawing W Kemampuan kerja dari mesin press untuk membuat suatu bentukan shell tertentu pada proses deep drawing, tentu akan diambilkan dari daya atau tenaga yang dipunyai oleh mesin press. Oleh karena itu kemampuan kerja dari mesin itu harus lebih besar daripada kerja dari proses deep drawing yang ada terhitung. Mesin press dengan gaya yang sama bisa jadi mempunyai kapasitas kerja yang berlainan. Berarti gaya drawing drawing force saja bukanlah merupakan satu-satunya faktor penentu untuk memilih besarnya kapasitas mesin yang akan digunakan. Kerja yang dilakukan untuk suatu proses deep drawing dapat dihitung dengan rumus sumber : Punching Tool 2, ATMI Surakarta: W d = X A .F Z .h 2.13 W s = [ X A . F Z + F B ] . h 2.14 Di mana, W d = kerja drawing dengan mesin double action Nm Ws = kerja drawing dengan mesin single action Nm X A = angka koreksi untuk kerja drawing, besarnya tergantung dari drawing ratio m atau β F Z = gaya drawing N F B = gaya pengendali blank N h = tinggi shell m Untuk shell dengan radius di bagian dasar, maka h diganti dengan h Z yang harganya lebih kecil, terutama jika radiusnya cukup besar. commit to user a Gambar 2.22. Pengaruh radius bagian alas pada kerja W Sumber : Punching Tool 1, ATMI Surakarta h Z = h 1 + 0,5 r St r St = radius punch h Z = h – 13 h W h W = tinggi tonjolan shell 2.6.3 Gaya blanking Untuk menentukan gaya blanking ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sumber : Punching Tool 1, ATMI Surakarta: F B = U .t . . 2.15 Di mana, F B = Gaya blanking N U = Keliling pemotongan mm t = Tebal plat atau material mm = Tegangan geser material Nmm 2 2.6.4 Gaya pierching Untuk menentukan gaya pierching ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sumber : Punching Tool 1, ATMI Surakarta : commit to user F P = U .t . 2.16 Di mana, F P = Gaya Pierching N U = Keliling Pemotongan mm t = Tebal Pelat atau material mm = Tegangan Geser Material Nmm 2 2.6.5 Gaya pegas stripper Untuk menghitung kekuatan pegas stripper dapat menggunakan rumus sebagai berikut sumber : Punching Tool 1, ATMI Surakarta : 2.17 Di mana, F spr = Gaya yang diperoleh pegas N G = Modulus puntir Nmm 2 d = Diameter kawat pegas mm D m = Diameter pitch pegas mm f = Panjang penekanan pegas mm i f = Jumlah lilitan efektif , L = panjang pegas dalam keadaan tanpa beban p = pitch pegas commit to user 2.6.6 Gaya buckling Batang punch yang ramping atau berdiameter kecil cenderung untuk melengkung dan akibatnya akan timbul momen. Gejala seperti ini disebut buckling. Besar gaya buckling menurut rumus euler sebagai berikut : 2.18 Di mana, F k = Gaya Buckling N E = Modulus Elastisitas Nmm² I = Momen Inersia mm 4 s = Panjang Punch mm Gaya buckling dapat juga dicari berdasarkan kerampingannya, yaitu : λ ≥λ0 Digunakan untuk rumus euler λλo Digunakan untuk rumus tetmejer λ = i = A I 2.19 Dimana, S = Panjang Batang mm A = Luas penampang mm² i = jari- jari girasi λ = kerampingan I = Momen Inersia mm 4 commit to user Apabila menggunakan rumus tetmejer maka rumusnya adalah sebagai berikut: Tabel 2.3. Harga Elastisitas pada rumus Tetmejer Sumber : Punching Tool 1, ATMI Surakarta Bahan E N mm² λ0 Rumus tetmejer ST 37 215.000 105 δB = 310 – 1,14 λ ST 50 dan ST 60 215.000 89 δB = 335 – 0,6 λ Besi tuang 100.000 80 δB = 776 - 12λ + 0,053 λ 2.6.7 Perhitungan titik berat gaya Rumus yang digunakan adalah sumber : Punching Tool 2, ATMI Surakarta : F xi F X Σ Σ = . 2.20 F yi F Y Σ Σ = . 2.21 Di mana, X = Titik berat terhadap sumbu x Y = Titik berat terhadap sumbu y xi = Titik berat ke-i terhadap sumbu x yi = Titik berat ke-i terhadap sumbu y ΣF = Gaya proses pada satu bidang N commit to user 2.6.8 Ukuran punch dan dies Di dalam menentukan ukuran punch maupun dies dari suatu proses pengerjaan potong, harus diketahui terlebih dahulu apakah termasuk pemotongan pierching atau blanking. Karena keduanya memiliki kekhususannya sendiri-sendiri. Ukuran punch dan diesnya disimbolkan dengan d 1 dan d 2 untuk proses pierching, serta D 1 dan D 2 untuk proses blanking. Sedangkan untuk besaran springbacknya kita tulis dengan f. Spring back merupakan kecenderungan material kembali ke posisi semula seperti sebelum mendapatkan suatu gaya. Besarnya spring back berbeda-beda, tergantung jenis material dan tebalnya. Untuk proses pierching, ukuran punch akan dipakai sebagai patokan dan ukuran diesnya menyesuaikan. Setelah pierching punch lepas dari jepitan material, maka diameter atau ukuran lubang yang terjadi akan menyusut atau bertambah kecil dibanding ukuran punchnya. Maka ukuran punch tersebut perlu ditambah dengan besarnya spring back dari materialnya, supaya ukuran lubangnya akan menjadi seperti ukuran yang diharapkan. Sedangkan untuk proses blanking, sebaliknya ukuran dies dipakai sebagai patokan dan ukuran punchnya menyesuaikan. Produk yang keluar dari dalam dies dan terlepas dari jepitannya akan menjadi lebih besar dibanding dengan ukuran lubang diesnya, juga karena adanya spring back tadi. Untuk menjadikan ukuran produk sama dengan yang diharapkan, maka ukuran diesnya dibuat lebih kecil dari pada ukuran benda kerja. Jadi bisa dirumuskan sebagai berikut sumber : Punching Tool 1, ATMI Surakarta : a. Pierching Punch : d 1 = d + f 2.22 Dies : d 2 = d + f + 2s 2.23 commit to user b. Blanking Punch : D 1 = D – f – 2s 2.24 Die : D 2 = D – f 2.25 Di sini harga 2s adalah besarnya double clearance atau allowance dari kedua pasangan punch dan dies tersebut, karena selalu berlaku rumus d 2 – d 1 = 2s atau D 2 – D 1 = 2s yang juga disebut dengan menyesuaikan. Berikut ini tabel besarnya spring back dan clearance yang sering dipergunakan, Tabel 2.4. Besarnya spring back dan clearance Sumber punching tool 1, ATMI Surakarta a. Panjang punch maksimum Dalam mencari panjang punch maksimum dipakai punch yang memiliki diameter terkecil atau yang paling kritis.sumber : Rancang Bangun Perkakas Tekan Pembuat Gasket Cylinder Head Untuk Sepeda Motor Yamaha F1ZR,Taufik Rahman dan Papi Pahroji, Politeknik Negeri Bandung : 2007 2.26 Di mana, L max = Panjang Punch maksimum mm E = Modulus Elastisitas Nmm 2 commit to user I = Momen Inersia bahan mm 4 g = Tegangan Geser Nmm 2 S = Tebal material mm K = Keliling Pemotongan mm b. Tebal dies Rumus Empiris mencari tebal plat untuk mencari tebal dies berdasarkan gaya total yang di butuhkan untuk perencanaan press tool adalah : 2.27 Di mana, H = Tebal dies mm g = Gravitasi bumi 9,81 mdet 2 F tot = Gaya total N c. Clearance punch dan dies Setiap operasi pemotongan yang dilakukan punch dan dies selalu ada nilai kelonggaran clearance yang diambil. Untuk tebal pelat s ≤ 3 mm, 2.28 Di mana, U s = Kelonggaran tiap sisi mm C = Faktor kerja 0,005 ÷ 0,025 S = Tebal pelat mm t = Tegangan geser bahan Nmm 2 commit to user 35

BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN