commit to user 20
3. Resiko penyimpanan dana, apabila sebuah bank dapat memberikan
tingkat kepastian yang tinggi atas dana masyarakat untuk dapat ditarik lagi sesuai waktu yang telah diperjanjikan, maka masyarakat semakin
bersedia untuk menempatkan dananya di bank tersebut Sigit Totok:2006.
4. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai,
diperhatikan, dan dihormati, sehingga merasa senang untuk terus bertransaksi keuangan dengan bank tersebut. Pelayanan ini bisa berupa
pelayanan dari petugas bank, pemberi hadiah, atau pemberi fasilitas yang lain Sigit Totok:2006.
G. Penggunaan Dana
Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan
produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adalah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban
bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka
menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan
berbagai macam pertimbangan. Sebelum bank memutuskan untuk memilih suatu bentuk aktiva tertentu dalam mengalokasikan dana yang telah berhasil
dihimpun, banyak hal yang harus dipetimbangkan. Meskipun pertimbangan tersebut mencakup banyak hal, terdapat 3 hal utama yang menjadi perhatian
bank yaitu resiko, hasil dan jangka waktu Sigit Totok,2006.
commit to user 21
1. Resiko dan hasil
Pengalokasian dana selalu berkaitan dengan aspek resiko dan “rate of return“ dari aktiva tersebut. Pada dasarnya bank
menginginkan bentuk aktiva yang beresiko serendah mungkin namun dapat menghasilkan penerimaan atau
rate of return
setinggi mungkin. Kalau dimungkinkan setiap badan usaha menginginkan
agar semua dananya diwujudkan dalam aktiva produktif
earning asset
dan bukan
non earning asset
. Dengan adanya aktiva produktif ini, maka bank dapat memperoleh penerimaan untuk membiayai
keseluruhan kegiatan operasional. Kenyataan yang dihadapi bank dan juga setiap investor adalah adanya hubungan yang searah antara
tingkat
rate of return
dari setiap pilihan bentuk investasi atau aktiva. Semakin tinggi
rate of return
yang mungkin dapat diperoleh dari suatu aktiva maka semakin tinggi pula tingkat resiko yang
ditanggungnya dan sebaliknya. Apabila menggunakan istilah lain, semakin tinggi produktivitas suatu aktiva, maka semakin tinggi pula
tingkat resikonya. Menyadari situasi tersebut, suatu bank biasanya terlebih dahulu menentukan tingkat resiko tertentu yang bersedia di
tanggung. Setelah menentukan tingkat resiko, kemudian menentukan alternatif bentuk aktiva yang diinginkan. Tingkat resiko yang
diharapkan tidaklah mungkin sama dengan nol, karena pada dasarnya tidak ada bentuk aktiva yang sama sekali tidak beresiko. Di sisi lain,
bank tidak mungkin untuk mengabaikan faktor resiko ini. Apabila
commit to user 22
resiko yang ditanggung dari suatu investasi terlalu tinggi dan tentu saja disertai dengan kemungkinan
rate of return
yang sangat tinggi pula, maka kegiatan tersebut lebih merupakan suatu spekulasi dan
bukan lagi investasi. Kegiatan spekulasi ini sangat tidak sesuai dengan prinsip “kehati-hatian”
prudential banking
yang dianut oleh perbankan di Indonesia dan di negara-negara lain di dunia.
2. Jangka waktu dan Likuiditas
Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank menyangkut berbagai macam jangka waktu pengembaliannya. Disamping itu,
bank juga memerlukan berbagai bentuk aktiva disesuaikan dengan keperluan kegiatan usahanya. Berdasarkan pertimbangan tersebut,
bank memilih
berbagai macam
bentuk aktiva
dengan mempertimbangkan jangka waktu aktiva tersebut dapat dijadikan alat
likuid. Adanya sumber-sumber dana jangka pendek menuntut agar bank mengalokasikan sejumlah tertentu dananya dalam bentuk aktiva
yang tingkat
likuiditasnya cukup
tinggi, sehingga
sewaktu kewajibannya jatuh tempo bank mempunyai cukup alat likuid untuk
memenuhi kewajibannya. Secara lebih rinci, alokasi dari dana yang telah berhasil dihimpun
oleh bank dapat diklasifikasikan dalam bentuk-bentuk berikut ini : a.
Cadangan Likuiditas Sesuai dengan namanya, aktiva ini terutama ditunjukan
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai
commit to user 23
konsekuensinya, resiko dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu banyak mengharapkan adanya penerimaan dalam
jumlah yang tinggi dari aktiva ini, bahkan kadang-kadang aktiva ini disebut aktiva tidak produktif
idle fund
cadangan likuiditas ini terdiri atas dua kategori, yaitu :
1 Cadangan primer
primary reserves
Cadangan primer bisa dalam bentuk uang kas, saldo pada bank sentral, saldo pada bank lain, dan warkat dalam proses
penagihan. Aktiva ini ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan
Reserve Requirement
yang ditentukan oleh bank sentral dan juga untuk kegiatan usaha sehari-hari seperti
penarikan dana oleh nasabah, penyelesaian kliring, pemberian kredit, kewajiban yang akan jatuh tempo.
2 Cadangan sekunder
Di Indonesia, aktiva ini dapat berupa Surat Berharga Pasar Uang SBPU, Sertifikat Bank Indonesia SBI, Surat Utang Negara,
dan Sertifikat deposito. Salah satu akibat adanya serangan paket deregulasi
perbankan sejak
tahun 1980-an
adalah diperkenalkannya Surat Berharga Pasar Uang. SBPU merupakan
surat-surat berharga jangka pendek yang dapat diperjualbelikan dengan cara didiskonto oleh bank Indonesia. Fasilitas diskonto
adalah penyediaan dana jangka pendek oleh BI dengan cara pembelian promes dan wesel yang diterbitkan oleh bank-bank
atas dasar diskonto. Pada saat suatu bank mempunyai kelebihan
commit to user 24
likuiditas, bank tersebut dapat membeli berbagai macam SBPU, dan menjualnya kembali pada saat mengalami kekurangan
likuiditas. Penempatan dana dalam bentuk cadangan sekunder ini terutama
ditujukan untuk
memperoleh kebutuhan likuiditas jangka pendek yang sebelumnya telah dapat diperkirakan seperti
penarikan simpanan
dan pencairan
kredit serta
untuk memperoleh penerimaan. Meskipun kebutuhan dana jangka
pendek ini dapat diperkirakan sebelumnya, namun sering kali terjadi kebutuhan likuiditas mendadak dalam jumlah yang cukup
besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, bank membentuk cadangan sekunder berupa surat berharga jangka pendek yang
mudah diperjualbelikan. Mengingat aktiva ini memungkinkan adanya penerimaan yang relatif lebih tinggi daripada cadangan
primer, maka aktiva ini mengandung resiko yang sedikit lebih tinggi daripada cadangan primer.
b. Penyaluran Kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut dapat
berupa pokok pinjaman, bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Salah satu kegiatan utama lembaga keuangan termasuk
bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Penerimaan yang utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Mengingat
commit to user 25
penyaluran kredit
ini tergolong
aktiva produktif
atau tingkat penerimaannya tinggi, maka sebagai konsekuensinya penyaluran kredit
juga mengandung resiko yang relatif lebih tinggi daripada jenis aktiva lainnya. Ditinjau dari segi likuiditasnya, penyaluran kredit mempunyai
tingkat likuiditas yang lebih rendah daripada cadangan primer dan sekunder. Lebih lanjut likuiditas penyaluran kredit juga bervariasi
tergantung pada
jangka waktu
kredit dan kolektibilitas atau
kemungkinan tertagihnya. Sebagai salah satu bentuk dari penyaluran kredit yang jangka waktunya pendek adalah pemberian pinjaman
kepada bank lain yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau pinjaman berupa
call money.
c. Investasi
Alokasi dana pada aktiva dengan
rate of return
yang cukup tinggi selain dapat berupa penyaluran kredit, dapat juga berupa
investasi. Investasi dapat berupa penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka menengah dan panjang, atau berupa penyertaan
langsung pada badan usaha lain. Bentuk dari surat berharga tersebut antara lain adalah saham dan obligasi. Hal yang perlu di ingat tentang
penyertaan langsung adalah bahwa berdasarkan UU No.7 Tahun 1992 bank hanya boleh melakukan penyertaan pada dua jenis badan usaha,
yaitu lembaga keuangan dan debitor yang kreditnya macet dan sifat penyertaannya adalah sementara. Seperti halnya penyaluran kredit,
karena
rate of return
dari aktiva ini relatif tinggi atau dengan kata lain investasi ini tergolong aktiva produktif, maka aktiva ini juga
commit to user 26
mengandung resiko yang relatif lebih tinggi juga dibandingkan cadangan primer dan sekunder.
d. Aktiva Tetap dan Inventaris
Aktiva tetap dan Inventaris tergolong sebagai aktiva yang tidak produktif dalam menghasilkan penerimaan dan oleh Bank
Indonesia dipandang sebagai aktiva yang resikonya cukup tinggi. Resiko ini dikaitkan dengan kemungkinan rusak, terbakar, atau
hilangnya dari aktiva tetap dan inventaris. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembatasan penanaman dana dalam aktiva tetap dan
inventaris agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga. Hal ini berarti bahwa ketika menanamkan dana dalam aktiva tetap dan inventaris
bank harus membiayainya dari modal sendiri, sehingga jika aktiva itu rusak, hilang, atau terbakar tidak akan membebani kewajiban bank
tersebut kepada pihak lain. Meskipun aktiva ini tidak produktif, tidak likuid, dan cukup beresiko, bank tetap perlu mengalokasikan dananya
untuk aktiva ini karena bank memerlukan kantor, mobil, komputer, dan lain-lain untuk kegiatan usahanya.
commit to user 27
BAB III PEMBAHASAN
A. Profil Perusahaan